• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1 Kesimpulan ... 30 5.2 Saran ... 30

DAFTAR TABEL

iv Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Format Permohonan Surat Izin Apotek Rakyat Sebelum Revisi ... 34 Lampiran 2. Usulan Revisi Permohonan Surat Izin Apotek Rakyat ... 36 Lampiran 3. Surat Izin Apotek Rakyat ... 38

1.1 Latar Belakang

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2009). Dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian dan memperluas akses masyarakat dalam memperoleh obat maka pemerintah membuka kesempatan pengembangan pedagang eceran obat menjadi apotek rakyat (Kementerian Kesehatan RI, 2007).

Apotek rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu suatu usaha untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Apotek Rakyat merupakan salah satu sarana kesehatan farmasi di Provinsi DKI Jakarta sehingga dalam penyelenggaraannya harus mempunyai izin (Kementerian Kesehatan RI, 2007).

Pendirian sebuah apotek termasuk apotek rakyat membutuhkan surat izin, namun tidak semua orang dapat memperoleh surat izin apotek karena dalam bisnis apotek komoditas yang dijual berbeda dengan komoditas bisnis retail lainnya. Pengaturan Apotek Rakyat bertujuan untuk memberikan pedoman bagi toko obat yang ingin meningkatkan pelayanan dan status usahanya menjadi Apotek Rakyat, pedoman bagi perorangan atau usaha kecil yang ingin mendirikan Apotek Rakyat, dan untuk melindungi masyarakat dalam memperoleh pelayanan kefarmasian yang baik dan benar (Kementerian Kesehatan RI, 2007).

Berdasarkan sudut pandang bisnis setiap orang dapat mendirikan apotek, tetapi jika dilihat dari segi komoditasnya, maka tidak setiap orang dapat

mengelola apotek. Komoditas bisnis apotek berupa sediaan farmasi yang memiliki sifat dapat mempengaruhi kondisi kesehatan manusia (konsumen). Apabila tidak dikelola oleh orang yang memiliki ilmu kefarmasian yaitu apoteker, maka akan dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu, pemerintah menetapkan bahwa hanya apoteker yang berhak memperoleh surat izin apotek (Kepmenkes RI No. 922, 1993).

Adanya perubahan pada sistem pemerintahan pada tahun 1999 dari sistem sentralisasi menjadi otonomi daerah, maka tata cara mengurus Surat Izin Apotek (SIA) juga mengalami perubahan. Perubahan tata cara dalam mengurus izin apotek dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Kepmenkes RI No. 922/Menkes/SK/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

Suku Dinas Kesehatan bertanggung jawab dalam memproses perizinan apotek termasuk Apotek Rakyat yang berada di wilayahnya. Dalam era otonomi, diperlukan penyesuaian peraturan maupun persyaratan dalam menyelenggarakan proses perizinan sarana kesehatan farmasi di wilayah kota administrasi Jakarta Barat. Penyesuaian ketentuan dan tata cara pemberian izin Apotek Rakyat dilakukan agar dapat menjadi acuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Subdinas Pelayanan Kesehatan Dinkes Provinsi DKI Jakarta, 2002).

1.2 Tujuan

Tujuan penyusunan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Barat ini adalah untuk:

a. Mengetahui dan memahami peraturan pemerintah terbaru yang mempengaruhi revisi persyaratan perizinan Apotek Rakyat di Suku Dinas Kesehatan Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Barat.

b. Mengetahui dan memahami revisi persyaratan yang diperlukan dalam mengurus izin Apotek Rakyat di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Barat sesuai dengan perkembangan peraturan yang berlaku saat ini.

2.1 Apotek Rakyat

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 284/Menkes/Per/III/2007 yang dimaksud apotek rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasiaan dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan dan tidak melakukan peracikan. Dalam hal ini, perbekalan kesehatan yang dimaksud adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pelayanan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Adapun pengaturan apotek rakyat ini bertujuan untuk dapat dijadikan pedoman bagi toko obat yang ingin meningkatkan pelayanan dan status usahanya menjadi apotek rakyat, pedoman bagi perorangan atau usaha kecil yang ingin mendirikan apotek rakyat, untuk melindungi masyarakat dan agar masyarakat memperoleh pelayanan kefarmasiaan yang baik dan benar.

2.1.1 Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Apotek Rakyat

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 284/Menkes/Per/III/2007, Apotek rakyat dapat didirikan oleh setiap orang atau badan usaha dan harus memiliki izin yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat, dimana untuk memperoleh izin apotek rakyat ini tidak dipungut biaya.

Dalam peraturan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 284/Menkes/Per/III/2007 disebutkan bahwa pedagang eceran obat dapat mengubah statusnya menjadi apotek rakyat sepanjang memenuhi ketentuan yang diatur dalam peraturan ini. Pedagang eceran obat yang dimaksud dapat merupakan satu atau gabungan dari paling banyak empat pedagang eceran obat. Apabila merupakan gabungan dari beberapa pedagang eceran obat, maka harus mempunyai ikatan kerja sama dalam bentuk badan usaha atau bentuk lainnya dan

letak lokasi pedagang eceran obat berdampingan yang memungkinkan dibawah satu pengelolaan.

Dalam pelayanan kefarmasian, apotek rakyat diharuskan lebih mengutamakan obat generik dan dilarang menyediakan narkotika dan psikotropika, meracik dan menyerahkan obat dalam jumlah besar. Diutamakannya pelayanan obat generik bertujuan untuk mengembalikan hak masyarakat akan obat sehingga rakyat kembali mempunyai akses baik terhadap obat. Selain itu untuk menjamin ketersedian, pemerataan dan keterjangkauan obat, antara lain dilakukan pengaturan harga obat generik melalui Keputusan Menkes No. 521/Menkes/SK/IV/2007 sebagai revisi Kepmenkes No. 720/Menkes/SK/IX/2006. Dimana apotek dan sarana pelayanan kesehatan yang melayani penyerahan obat generik harus menggunakan harga eceran tertinggi sebagai harga patokan tertinggi dan dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.

Dalam hal ketenagaan, seperti halnya apotek lainnya, setiap apotek rakyat harus memiliki apoteker sebagai penanggung jawab dan dapat dibantu oleh asisten apoteker. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya apoteker dan asisten apoteker harus sesuai dengan standar profesi masing-masing dan harus sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

Apotek rakyat harus memenuhi standar dan persyaratan sebagaimana yang terlampir dalam Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/Menkes/Per/III/2007 Tentang Apotek Rakyat, yang menjelaskan mulai dari ketenagakerjaan yang disamakan dengan apotek lainnya, sarana dan prasarana, pengelolaan dan pelayanan hingga tata cara memperoleh izin. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Peraturan ini dilakukan oleh Departemen Kesehatan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan mengikut sertakan organisasi profesi sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing. Bila dalam pelaksanaannya ditemukan bahwa suatu apotek rakyat melakukan pelanggaran, maka dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan, tertulis sampai dengan pencabutan izin.

Dalam peraturan ini juga disebutkan bahwa pedagang eceran obat yang telah menjadi apotek sederhana dianggap telah menjadi apotek rakyat, dimana

Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dalam waktu enam bulan sejak ditetapkannya peraturan ini harus mengganti izin apotek sederhana menjadi apotek rakyat tanpa dipungut biaya.

2.1.2 Standar dan Persyaratan Apotek Rakyat

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat dan sesuai dengan standar kompetensi apoteker di apotek, maka Ditjen Yanfar dan Alkes Departemen Kesehatan RI bekerja sama dengan ISFI menyusun standar pelayanan kefarmasian di apotek, yang bertujuan untuk:

a. Sebagai pedoman praktek apoteker dalam menjalankan profesi b. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional c. Melindungi profesi dalam menjalankan praktek kefarmasian

Menyesuaikan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek tersebut dan dengan memperhatikan hasil evaluasi dan penilaian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang apotek pada khususnya, maka dilampirkannya standar dan persyaratan apotek rakyat. Adapun hal-hal yang tercakup dalam standar dan persyaratan apotek rakyat ini, antara lain :

2.1.2.1 Ketenagaan

Apotek rakyat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penaggung jawab dan dapat dibantu oleh Asisten Apoteker.

2.1.2.2 Sarana dan Prasarana a. Komoditi

Apotek Rakyat dapat menyimpan dn menyerahkan obat-obatan yang termasuk golongan obat keras, obat bebas terbatas, obat bebas dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

b. Lemari Obat

Lemari obat harus dapat melindungi obat yang disimpan didalamnya dari pencemaran, pencurian dan penyalahgunaan.

c. Lingkungan

Apotek Rakyat harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat dan memiliki papan nama sebagai Apotek Rakyat yang dapat dilihat dengan jelas, berisi antara lain: Nama Apotek Rakyat, nama apoteker penaggung jawab, dan nomor izin Apotek Rakyat.

Lingkungan Apotek Rakyat harus dapat dijaga kebersihannya bebas dari hean pengerat, serangga/pest dan memiliki suplai listrik yang cukup untuk menjalankan kegiatannya, serta lemari pendingin apbila diperlukan. Bangunan Apotek Rakyat harus dapat menjamin obat atau perbekalan kesehatan di dalamnya dari pencemaran dan atau kerusakan akibat debu, kelembaban dan cuaca.

d. Kepemilikan Sarana

Sarana Apotek Rakyat dapat merupakan milik sendiri/sewa/kontrak.

2.1.2.3 Pengelolaan

Pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, dan penyimpanan. Pengeluaran obat memakai system FIFO (First in First Out) dan FEFO (First Expire First Out).

2.2 Perizinan Apotek Rakyat

2.2.1 Peraturan Perundang – Undangan Kefarmasian

Dalam rangka mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai salah satu tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, berbagai kegiatan telah diupayakan oleh Pemerintah, termasuk antara lain kegiatan dalam rangka penyelanggaraan upaya kesehatan, upaya di bidang kefarmasian dan sebagainya.

Sebagai landasan bagi penyelenggaraan upaya pelayanan di bidang kefarmasian kepada masyarakat, Pemerintah telah mengeluarkan berbagai

peraturan perundang – undangan. Berbagai peraturan perundangan tersebut terus dikembangkan dengan harapan untuk dapat disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dalam bidang kesehatan serta perkembangan kebutuhan masyarakat dalam bidang kesehatan serta perkembangan dan kemajuan dalam bidang teknologi kefarmasian (Daris, 2008).

2.2.2 Dasar Hukum Pemegang Hak Izin Apotek

Secara hukum dan etika, hak izin dan pengelolaan apotek dimiliki oleh profesi apoteker. Kewenangan profesi apoteker sebagai profesi yang memiliki hak untuk mengelola apotek merupakan hal yang tepat karena pekerjaan di apotek mencakup pengelolaan perbekalan farmasi sehingga memerlukan disiplin ilmu pengetahuan tertentu yang dimiliki oleh apoteker. Oleh karena itu, Surat Izin Apotek (SIA) hanya boleh diberikan kepada seorang apoteker dengan dasar hukum antara lain sebagai berikut:

a. Peraturan pemerintah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian

Pasal 1 ayat (1):

Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

b. Permenkes RI No. 889/Menkes/Per/11/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian Pasal 1:

“Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian”

c. Kepmenkes RI No. 922/Menkes/SK/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek:

Pasal 1 ayat (a):

“Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.”

Pasal 1 ayat (b):

“ Surat Izin Apotek atau SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada apoteker (apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana) untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu.”

Pasal 1 ayat (c):

“Apoteker Pengelola Apotek adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA)”.

d. Kepmenkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Kepmenkes RI No. 922/Menkes/SK/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

Pasal 1 ayat (b):

“Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.”

2.2.3 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek Rakyat

Dalam Pasal 23 Undang-Undang Kesehatan nomor 36 Tahun 2009, tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.

Untuk dapat menjadi apoteker pengelola apotek termasuk Apotek Rakyat, maka seorang apoteker harus memenuhi persyaratan yang tercantum di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/Per/V/2011

Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, yaitu antara lain sebagai berikut:

2.2.3.1 Registrasi

(a.) Pasal 2

Ayat (1) Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi.

Ayat (2) Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. STRA bagi Apoteker dan;

b. STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.

(b.) Pasal 3

Ayat (1) STRA dan STRTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikeluarkan oleh Menteri.

Ayat (2) Menteri mendelegasikan pemberian: a. STRA kepada KFN; dan

b. STRTTK kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

(c.) Pasal 6

STRA dan STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan.

(d.) Pasal 7

Ayat (1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan: a. memiliki ijazah Apoteker;

b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;

c. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;

d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan

e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. Ayat (2) Selain memenuhi pesyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Apoteker lulusan luar negeri harus memenuhi:

a. memiliki surat keterangan telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker dari institusi pendidikan yang terakreditasi; dan

b. memiliki surat izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian bagi Apoteker warga negara asing.

(e.) Pasal 8

Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan:

a. memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;

b. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;

c. memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan

d. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.

(g.) Pasal 12

Ayat (1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada KFN.

Ayat (2) Surat permohonan STRA harus melampirkan: a. fotokopi ijazah Apoteker;

b. fotokopi surat sumpah/janji Apoteker;

c. fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku;

d. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;

e. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; f. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran

2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

Ayat (3) Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika atau secara online melalui website KFN.

Ayat (4) KFN harus menerbitkan STRA paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.

(h.) Pasal 13

Ayat (1) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan dapat memperoleh STRA secara langsung.

Ayat (2) Permohonan STRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh perguruan tinggi secara kolektif setelah memperoleh sertifikat kompetensi profesi 2 (dua) minggu sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker baru.

(i.) Pasal 14

Ayat (1) Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi.

Ayat (2) Surat permohonan STRTTK harus melampirkan:

a. fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi atau Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;

b. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;

c.surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian; d. surat rekomendasi kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan

e. foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

Ayat (3) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi harus menerbitkan STRTTK paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.

2.2.3.2 Izin Praktik dan Izin Kerja

(a.) Pasal 17

Ayat (1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.

Ayat (2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian; b. SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian;

c. SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran; atau

d. SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.

(b.) Pasal 18

Ayat (1) SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.

Ayat (2) Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi Apoteker pendamping di luar jam kerja.

Ayat (3) SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.

Ayat (4) SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian.

(c.) Pasal 19

SIPA, SIKA, atau SIKTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.

(d.) Pasal 20

SIPA, SIKA, atau SIKTTK masih tetap berlaku sepanjang: a. STRA atau STRTTK masih berlaku; dan

b. tempat praktik/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPA, SIKA, atau SIKTTK.

(e.) Pasal 21

Ayat (1) Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan.

Ayat (2) Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: a. fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN;

b. surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran;

c. surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan

d. pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar;

Ayat (3) Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga.

Ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.

(f.) Pasal 22

Ayat (1) Untuk memperoleh SIKTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan.

Ayat (2) Permohonan SIKTTK harus melampirkan: a. fotokopi STRTTK;

b. surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan pekerjaan kefarmasian;

c. surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan

d. foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar.

Ayat (3) Dalam mengajukan permohonan SIKTTK harus dinyatakan secara tegas permintaan SIKTTK untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga.

Ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIKTTK paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.

(g.) Pasal 23

Ayat (1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPA, SIKA atau SIKTTK karena:

a. atas permintaan yang bersangkutan; b. STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi;

c. yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin; d. yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk

menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter;

e. melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN; atau

f. melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan.

Ayat (2) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikirimkan kepada pemilik SIPA, SIKA, atau SIKTTK dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan organisasi profesi atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian.

2.2.4 Waktu Kerja Apotek dan Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek

Adapun ketentuan umum yang menyangkut pengelolaan dan perizinan apotek telah dijabarkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 26/MENKES/PER/I/1981 pasal 16, disebutkan bahwa apotek dibuka tiap hari dari jam 08.00-22.00. Apabila APA berhalangan hadir pada waktu buka apotek, maka

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 19 disebutkan bahwa :

1. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk Apoteker Pendamping.

2. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti.

3. Penunjukkan dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus dilaporkan pada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat.

4. Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 pasal 5.

5. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, Surat Izin Apoteker atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 1, yang dimaksudkan dengan :

1. APA adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek.

2. Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di apotek di samping

Dokumen terkait