Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari penulis untuk mengembangkan sistem.
DAFTAR PUSTAKA
Pada bagian ini akan dipaparkan tentang sumber-sumber literatur yang digunakan dalam pembutan laporan ini.
LAMPIRAN
Pada bagian ini berisi tentang keseluruhan konfigurasi pada pembuatan sistem.
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram (sampai 2.499 gram). BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan (Prawirohardjo, 2008). Dahulu bayi dengan berat kelahiran kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 disebut prematur.
2.1.1 Epidemiologi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Menurut Rustam Mochtar (1998) frekuensi bayi berat badan lahir rendah (BBLR) di negara maju berkisar antara 3,6-10,8%, di negara berkembang berkisar antara 10-43%. Rasio antara negara maju dan negara berkembang adalah 1:4. Prevalensi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau social ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram (Mulyawan, 2009).
BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar 9-30 %, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2,1-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini
lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran progam perbaikan gizi menuju Indonesia sehat 2010 yakni maksimal 7% (Proverawati, 2010).
2.1.2 Klasifikasi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Secara khusus BBLR memiliki pengelompokan sendiri. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan dalam mengelompokkan BBLR, yaitu (Proverawati, 2010): a. Menurut harapan hidup :
1) Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1.500-2.500 gram
2) Bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR), berat lahir 1.000-1.500 gram 3) Bayi dengan berat badan ekstrim rendah (BBLER), berat lahir kurang dari
1.000 gram
b. Menurut masa gestasinya :
1) Prematuritas murni, masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan
2) Dismaturitas, bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin atau lebih dikenal Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.
2.1.3 Faktor Penyebab Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum bersifat multifaktorial, sehingga kadang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan pencegahan. Namun, penyebab terbanyak bayi BBLR adalah kelahiran prematur. Semakin
muda usia kehamilan semakin besar resiko jangka pendek dan jangka panjang dapat terjadi (Proverawati, 2010).
Berikut adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan bayi BBLR secara umum, yaitu sebagai berikut (Kliegman et al., 2007 ; Manuaba, 2007) :
a. Faktor Ibu 1) Usia ibu
Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu adalah 20-35 tahun karena pada usia tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan mental sudah matang dan mampu merawat bayi dan dirinya (Draper, 2001). Pada usia kurang dari 20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, rahim dan panggul ibu belum tumbuh mencapai ukuran dewasa sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi dan pada usia lebih dari 35 tahun terjadi penurunan kesehatan reproduktf karena proses degeneratif sudah mulai muncul. Salah satu efek dari proses degeneratif adalah sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata dan maksimal sehingga dapat mempengaruhi penyaluran nutrisi dari ibu ke janin dan membuat gangguan pertumbuhan janin dalam rahim (Cunningham et al., 2005 ; Prawirohardjo, 2008). 2) Paritas
Paritas menunujukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang wanita. Paritas merupakan faktor resiko penting dalam menentukan nasib ibu baik selama kehamilan maupun persalinan (Mochtar, 1998). Resiko kesehatan ibu dan anak meningkat pada persalinan pertama, keempat dan seterusnya. Kehamilan dan
persalinan pertama meningkatkan resiko kesehatan yang timbul karena ibu belum pernah mengalami kehamilan sebelumnya, selain itu jalan lahir baru akan dicoba dilalui janin. Sebaliknya bila terlalu sering melahirkan rahim akan menjadi semakin melemah karena jaringan parut uterus akibat kehamilan berulang. Jaringan parut ini menyebabkan tidak adekuatnnya persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta tidak mendapat aliran darah yang cukup untuk menyalurkan nutrisi ke janin akibatnya pertumbuhan janin terganggu (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Eddy Susanto di RSUP Mohammad Hoesin Palembang tahun 2000 didapatkan bahwa presentase tertinggi ibu-ibu yang melahirkan bayi berat lahir rendah sebesar 45,4 % terjadi pada ibu dengan kehamilan pertama kali (primigravida).
3) Jarak dari kehamilan yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari dua tahun) Jarak kehamilan kurang dari dua tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik (Kliegman et al., 2007). Jarak kelahiran anak sebelumnya kurang dari dua tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik, sehingga pada kehamilan ini perlu diwaspadai karena kemungkinan terjadi pertumbuhan janin yang kurang baik (BBLR) (Viktor, 2006).
4) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya
Riwayat persalinan tidak normal yang pernah dialami ibu sebelumnya, seperti perdarahan, abortus, prematuritas, BBLR dll merupakan resiko tinggi untuk persalinan berikutnya. Keadaan-keadaan itu perlu diwaspadai karena kemungkinan ibu akan mengalami kesulitan persalinan berikutnya (Pincus, 1998)
Riwayat BBLR berulang dapat terjadi biasanya pada kelainan anatomis dari uterus, seperti septum uterus, biasanya septum pada uterus avaskular dan terjadi keadaan kegagalan vaskularisasi ini akan menyebabkan gangguan pada perkembangan plasenta. Septum akan mengurangi kapasitas dari endometrium sehingga dapat menghambat pertumbuhan janin, selain itu dapat menyebabkan keguguran pada trimester dua dan persalinan prematur (Prawirohardjo, 2008) 5) Komplikasi kehamilan
Beberapa komplikasi langsung dari kehamilan seperti anemia, perdarahan, preeklamsia/eklamsia, hipertensi, ketuban pecah dini dan kelainan lainnya, keadaan tersebut mengganggu kesehatan ibu dan juga pertumbuhan janin dalam kandungan sehingga meningkatkan resiko kelahiran bayi dengan berat rendah (Prawirohardjo, 2008 ).
6) Keadaan sosial ekonomi
Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Sosial ekonomi masyarakat sering dinyatakan dengan pendapatan keluarga, mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan, kesehatan, dan pemenuhan gizi. Selain itu juga kondisi sosial ekonomi seseorang mempengaruhi kemampuan untuk mendapat pelayanan kesehatan yang memadai misalnya, kemampuan untuk melakukan kunjungan prenatal untuk memastikan ada gangguan pada janin dan adanya komplikasi yang terjadi pada kehamilan. Wanita pada tingkat sosial ekonomi (pekerjaan dan pendidikan) rendah mempunyai kemungkinan 50 % lebih tinggi mengalami kelahiran kurang
bulan yang menyebabkan bayi lahir dengan berat badan kurang. Frekuensi persalinan kurang bulan juga dua kali lipat lebih besar pada buruh kasar, yang mengerjakan aktivitas fisik berlebih dibandingkan dengan yang terpelajar (Jusuf, 2008).
7) Sebab lain
Kebiasaan ibu yang juga menjadi faktor resiko BBLR yaitu, ibu yang merokok baik aktif maupun pasif dan ibu yang menggunakan NAZA. Asap rokok mengandung sejumlah teratogen potensial seperti nikotin, karbon monoksida, sianida, tar dan berbagai hidrokarbon. Zat-zat ini selain bersifat fetotoksik, juga memiliki efek vasokonstriksi pembuluh darah dan mengurangi kadar oksigen dan gangguan pembuluh darah sehingga membuat aliran nutrisi dari ibu ke janin terhambat dan terganggu, akhirnya pertumbuhan janin terhambat (Cuningham et al., 2005).
b. Faktor J anin
Trisomi 18 lebih dikenal sebagai sindrom Edward terjadi pada 1 dari 8000 neonatus. Janin dan neonatus trisomi 18 biasanya mengalami hambatan pertumbuhan dengan rata-rata berat lahir 2340 gram. Penampakan wajah yang mencolok adalah oksiput menonjol, daun telinga terpuntir dan bentuknya aneh, fisura palpebra pendek dan mulut kecil. Hampir semua sistem organ dapat terkena trisomi 18. Hampir 95 % mengidap cacat jantung, terutama defek septum ventrikel atau atrium. Kelainan ginjal, aplasia radial, jari tumpang tindih dapat di temukan. Melihat banyaknya cacat bawaan yang didapat hasil akhir bisanya sangat buruk (Cunningham et all., 2005)
c. Faktor Plasenta
Faktor plasenta juga mempengaruhi pertumbuhan janin yaitu besar dan berat plasenta, tempat melekat plasenta pada uterus, tempat insersi tali pusat, kelainan plasenta. Kelainan plasenta terjadi karena tidak berfungsinya plasenta dengan baik sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi oksigen dalam plasenta. Lepasnya sebagian plasenta dari perlekatannya dan posisi tali pusat yang tidak sesuai dengan lokasi pembuluh darah yang ada di plasenta dapat mengakibatkan terjadinya gangguan aliran darah plasenta ke janin sehingga pertumbuhan janin terhambat (Cunningham et al., 2005).
d. Faktor Lingkungan
Lingkungan juga mempengaruhi untuk menjadi resiko untuk melahirkan BBLR. Faktor lingkungan yaitu bila ibu bertempat tinggal di dataran tinggi seperti pegunungan. Hal tersebut menyebabkan rendahnya kadar oksigen sehigga suplai oksigen terhadap janin menjadi terganggu. Ibu yang tempat tinggalnya di dataran tinggi beresiko untuk mengalami hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum. Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap janin oleh karena gangguan oksigenisasi/ kadar oksigen udara lebih rendah dan dapat menyebabkan lahirnya bayi BBLR. Radiasi dan paparan zat-zat racun juga berpengaruh, kondisi tersebut dikhawatirkan terjadi mutasi gen sehingga dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. (Sistiarani, 2008)
2.1.4 Per masalahan pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai permasalahan yang banyak sekali pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang belum stabil (Surasmi, dkk., 2002).
a. Ketidakstabilan suhu tubuh
Dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36°C- 37°C dan segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia juga terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup memadai, ketidakmampuan untuk menggigil, sedikitnya lemak subkutan, produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding berat badan sehingga mudah kehilangan panas.
b. Gangguan pernafasan
Akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot respirasi yang lemah sehingga mudah terjadi periodik apneu. Disamping itu lemahnya reflek batuk, hisap, dan menelan dapat mengakibatkan resiko terjadinya aspirasi. c. Imaturitas imunologis
Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui plasenta selama trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan. Akibatnya, fagositosis dan pembentukan antibodi menjadi terganggu. Selain itu kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah menderita infeksi.
2.1.5 Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi stress fisik maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi (Wong, 2008; Pillitteri, 2003) :
a. Dukungan r espirasi
Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan bantuan ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami defisiensi surfaktan dan periadik apneu. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas, merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi. Pemberian oksigen 100% dapat memberikan efek edema paru dan retinopathy of prematurity.
b. Ter mor egulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi adalah pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses kompleks yang melibatkan sistem kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat dalam suhu lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Menurut Thomas (1994) suhu
aksilar optimal bagi bayi dalam kisaran 36,5°C – 37,5°C, sedangkan menurut Sauer dan Visser (1984) suhu netral bagi bayi adalah 36,7°C – 37,3°C.
Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu (Kosim Sholeh, 2005) :
1) Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibunya. Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai penggantinya.
2) Pemancar pemanas 3) Ruangan yang hangat 4) Inkubator
Pada Tabel 2.1 di bawah ini menjelaskan suhu inkubator yang direkomendasikan menurut umur dan berat.
Bila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikkan suhu inkubator 1°C setiap perbedaan suhu 7°C antara suhu ruang dan incubator
Tabel 2.1 Suhu Inkubator 2.2 Pengertian Inkubator
Inkubator bayi merupakan salah satu alat medis yang berfungsi untuk menjaga suhu sebuah ruangan supaya suhu ruangan itu tetap konstan atau stabil pada suhu yang dikehendaki.
Dalam hal ini inkubator bayi umumnya diperuntukkan bagi bayi yang terlahir prematur yang belum dapat menyesuaikan diri terhadap temperatur di luar lingkungan perut ibunya atau untuk beberapa bayi baru lahir yang rentan terhadap
penyakit. Oleh sebab itu bayi prematur atau bayi baru lahir yang rentan terhadap penyakit harus dibantu untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru dengan meletakkannya ke dalam inkubator. Inkubator bayi itu sendiri dapat menurunkan atau menaikan suhu ruangan inkubator secara perlahan sehingga dapat membuat bayi merasa nyaman. Untuk membuat lingkungan yang nyaman bagi bayi prematur, suhu di dalam inkubator diatur pada suhu yang dikehendaki. Misalnya, temperatur awal di lingkungan sekitar adalah 25°C, maka inkubator tersebut diatur temperaturnya menjadi 30°C. Panas di inkubator ini berasal dari
heater yang diletakkan dibawah inkubator, yang kemudian dialirkan ke atas menggunakan kipas. Temperatur di dalam inkubator tersebut akan tetap bertahan sesuai dengan setting-an awal karena proses pengaturannya bekerja secara otomatis. Misalnya, jika temperatur yang diinginkan adalah 30°C, maka jika sudah naik mencapai 30°C heater-nya akan otomatis mati. Dan ketika temperaturnya sudah turun menjadi 29°C, maka heater-nya akan menyala lagi. 2.3 Konsep Dasar Sistem Infor masi
Sebelum membahas tentang sistem informasi akademik, perlulah memahami konsep dasar sistem informasi terlebih dahulu. Untuk memahami tentang konsep dasar sistem informasi, haruslah terlebih dahulu mengetahui definisi dari sistem, informasi, dan sistem informasi itu sendiri.
2.3.1 Konsep Dasar Sistem
Kata sistem berasal dari bahasa Latin (systema) dan bahasa Yunani (sustema) yang artinya adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau
energi. Secara umum sistem adalah kumpulan dari beberapa bagian tertentu yang saling berhubungan secara harmonis untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Terdapat beberapa definisi dari kata sistem, menurut (Jogiyanto;2005) terdapat dua kelompok pendekatan di dalam mendefinisikan sistem, yaitu yang menekankan pada prosedurnya dan yang menekankan pada komponen atau elemennya. Dalam mendefinisikan sistem yang menekankan pada prosedurnya di definisikan oleh Jerry Fitz Gerald, Ardra F. Fitz Gerald, dan Warren D. Stallings, Jr.,(1998) bahwa “ Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu”.
Sedangkan pendekatan sistem yang lebih menekankan pada elemen atau komponennya mendefinisikan sistem sebagai “sekumpulan elemen yang saling terkait atau terpadu yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu”.
Sistem juga dapat dikatakan sebagai sekumpulan elemen yang berinteraksi satu sama lain,untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem juga dapat didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai cara yang berbeda. Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan cara pandang dan lingkup sistem yang dituju. Adapun elemen-elemen yang mewakili suatu sistem secara umum adalah masukan (input),
pengolahan (processing) dan keluaran (output). Elemen-elemen sistem secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 diatas merupakan Model umum sebuah sistem ini sudah merupakan sebuah sistem yang sederhana, sebab sebuah sistem dapat mempunyai beberapa masukan dan menghasilkan keluaran yang dilakukan dalam suatu proses. Suatu sistem terdiri dari subsistem yang meliputi subsistem-subsistem lainnya. Suatu sistem dalam teorinya dapat dibedakan oleh jenis-jenis sistem.
Sistem informasi Manajemen terdapat beberapa jenis-jenis sistem, sebagai berikut:
a. Sistem abstrak dan sistem fisik; Sistem abstrak adalah susunan yang teratur dari gagasan yang satu sama lain berada dalam ketergantungan. Sedangkan sistem fisik merupakan suatu perangkat yang secara bersama-sama beroperasi untuk mencapai tujuan.
b. Sistem deterministic dan sistem probabilistic; Sistem deterministik adalah sistem yang dalam operasinya dapat menentukan hasilnya secara pasti sedangkan probabilistic adalah sistem yang dalam operasinya tak dapat diduga hasilnya secara pasti.
c. Sistem tertutup dan sistem terbuka; sistem tertutup merupakan suatu sistem dimana tidak terjadi pertukaranbahan, informasi dengan lingkungan, sedangkan sistem terbuka adalah sistem yang memung kinkan terjadinya pertukaran informasi dengan lingkungan.
Penjelasan di atas dapat diartikan dalam bahwa terdapat berbagai macam jenis sistem sesuai dengan tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Seperti dalam sebuah organisasi dan dalm proses informasi terdapat sistem-sistem yang secara relatif terisolasikan dari lingkungan. Sebuah sistem dalam suatu organisasi
dapat berjalan secara baik apabila suatu masukan dapat diproses menjadi keluaran yang berguna bagi yang membutuhkan.
Menurut (Jogiyanto;2005) suatu sistem mempunyai karakteristik atau sifat-sifat yang tertentu, yaitu:
a. Komponen Sistem
Suatu sistem terdiri dari sejumlah komponen yang saling berinteraksi, yang artinya saling bekerjasama membetuk satu kesatuan. Komponen-komponen sistem atau elemen-elemen sistem dapat berupa suatu subsistem atau bagian-bagian dari sistem.
b. Batas Sistem
Batas sistem merupakan daerah yang membatasi antara suatu sistem dengan sistem yang lainnya atau dengan lingkungan luarnya.
c. Lingkungan Luar Sistem
Lingkungan luar dari suatu sistem adalah apapun diluar batas dari sistem yang mempengaruhi operasi sitem.
d. Penghubung Sistem
Penghubung merupakan media penghubung antara satu subsistem dengan subsistem yang lainnya. Melalui penghubung ini memungkinkan sumber-sumber daya mengalir dari satu subsistem ke subsistem yang lainnya.
e. Masukan Sistem
Masukan (input) adalah energi yang dimasukkan ke dalam sistem. Masukan dapat berupa masukan perawatan (maintenance input) dan masukan sinyal (signal input).
f. Keluaran Sistem
Keluaran (output) adalah hasil dari energi yang diolah dan diklasifikasikan menjadi keluaran yang berguna dan sisa pembuangan.
g. Pengolah Sistem
Suatu sistem dapat mempunyai suatu bagian pengolah yang akan merubah masukan menjadi keluaran.
h. Sasaran Sistem
Suatu sistem pasti mempunyai tujuan atau sasaran. Jika suatu sistem tidak mempunyai sasaran, maka operasi sistem tidak akan ada gunanya.
2.3.2 Konsep Dasar Infor masi
Informasi merupakan hasil dari pengolahan data menjadi bentuk yang lebih berguna bagi yang menerimanya yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian nyata dan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk pengambilan suatu keputusan.
Menurut (Jogiyanto;2005) Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya.
Kualitas suatu informasi dapat ditentukan oleh tiga hal, yaitu : a. Akurat
Informasi harus bebas dari kesalahan dan tidak menyesatkan. b. Tepat pada waktunya
Informasi yang datang pada penerima tidak boleh terlambat. c. Relevan
Dari beberapa definisi informasi tersebut dapat disimpukan bahwa informasi sebuah data yang diterima oleh seseorang ataupun kelompok yang berguna bagi masa sekarang atau masa yang akan datang. Informasi merupakan suatu data yang masih bahan mentah apabila tidak diolah atau diproses. Data akan menjadi berguna dan menghasilkan suatu informasi apabila melalui suatu model. Model yang digunakan untuk pengolahan data agar menjadi suatu informasi bisa disebut siklus pengolahan data (Sutanta;2008), seperti berikut ini :
Gambar 2.2 Siklus Informasi
Gambar 2.2 di atas dijelaskan bahwa data yang merupakan suatu kejadian yang menggambarkan kenyataan yang terjadi dimasukakan melalui elemen input kemudian data tersebut akan diolah dan diproses menjadi suatu output (keluaran) dan output tersebut adalah informasi yang dibutuhkan. Informasi tersebut akan diterima oleh pemakai atau penerima, kemudian penerima akan memberikan umpan balik yang berupa evaluasi, sehingga terjadi informasi tersebut dan hasil umpan balik tersebut akan menjadi data yang akan dimasukan menjadi input kembali.
2.3.3 Pengertian Sistem Infor masi
Computer Based Information System (CBIS) atau yang dalam Bahasa Indonesia disebut juga Sistem Informasi Berbasis Komputer merupakan sistem pengolah data menjadi sebuah informasi yang berkualitas dan dipergunakan untuk
suatu alat bantu pengambilan keputusan. Sistem Informasi yang akurat dan efektif, dalam kenyataannya selalu berhubungan dengan istilah “computer-based”
atau pengolahan informasi yang berbasis pada komputer. Sistem Informasi “berbasis computer” mengandung arti bahwa komputer memainkan peranan penting dalam sebuah sistem informasi.
Secara teori, penerapan sebuah Sistem Informasi memang tidak harus menggunakan komputer dalam kegiatannya. Tetapi pada prakteknya tidak mungkin sistem informasi yang sangat kompleks itu dapat berjalan dengan baik jika tanpa adanya komputer. Sistem Informasi merupakan sistem pembangkit informasi. Dengan integrasi yang dimiliki antar subsistemnya, sistem informasi