• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan

Dalam dokumen SKRIPSI SITI MARDIYAH NIM (Halaman 23-94)

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyajian data Reduksi data Kesimpulan-kesimpulan: penarikan/verivikasi

7. Pengecekan Keabsahan Temuan

Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas).26 Derajat

23

Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal-hal-hal yang penting, membuat katagori. Dengan demikian data yang telah direduksikan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Matthew B. Miles dan As Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Terj. Tjetjep Rohendi Rohidi (Jakarta: UI Press, 1992), 16.

24

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik, network, dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan didisplaykan pada laporan akhir penelitian. Ibid, 17.

25

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verivikasi. Ibid, 19.

26

kepercayaan keabsahan data (kredebilitas data) dapat diadakan pengecekan dengan teknik pengamatan yang tekun, dan triangulasi. Ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan uncur-uncur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari.

8. Tahapan -tahapan Penelitian

Tahap-tahap penelitian dalam penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahap terakhir dari penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian. Tahap-tahap penelitian tersebut adalah: (1) tahap pra lapangan yang dimulai 8 Januari sampai 20 Februari 2007, yang meliputi: menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajagi dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan yang menyangkut persoalan etika penelitian; (2) tahap pekerjaan lapangan yang dimulai tanggal 19 Februari sampai dengan 20 Maret 2007, yang meliputi: memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data; (3) tahap analisis data yang dimulai tanggal 4 April sampai 7 April 2007, yang meliputi: analisis selama dan setelah pengumpulan data; (4) tahap penulisan hasil laporan penelitian.

H. Sistematika Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab dan masing-masing bab saling berkaitan erat yang merupakan kesatuan yang utuh, yaitu:

Bab satu Pendahuluan. Bab ini berfungsi untuk memaparkan pola dasar dari keseluruhan isi skripsi yang terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Definisi Istilah, Fokus Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.

Bab dua Landasan teori. Bab ini berfungsi untuk mengetengahkan kerangka acuan teori yang dipergunakan sebagai landasan melakukan penelitian yang terdiri dari: aliran pemikiran filsafat pendidikan, pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif, ciri-ciri pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam esensialis-kontekstual-falsifikatif, parameter pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif, konsep pemikiran pendidikan aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam pengembangan komponen kurikulum Pendidikan Agama Islam yang meliputi: hakekat pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum, metode, pelajar, pengajar.

Bab tiga Temuan penelitian. Bab ini memaparkan tentang penemuan peneliti di lapangan yang meliputi kondisi umum Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari. Implementasi konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari yang meliputi tujuan, materi, proses, dan evaluasi.

Bab empat Analisa data. Bab ini berisi analisa konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif yang terdiri dari: implementasi konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari , yang meliputi tujuan, materi, proses dan evaluasi.

Bab lima Penutup. Bab ini dimaksudkan untuk memudahkan bagi pembaca yang mengambil intisari dari skripsi, yang berisi kesimpulan dan saran.

II. Daftar Isi Sementara

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Fokus Penelitian

1.3 Rumusan Masalah 1.4 Tujuan Penelitian 1.5 Manfaat Penelitian 1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian 1.6.2 Kehadiran Peneliti

1.6.3 Lokasi Penelitian 1.6.4 Sumber Data

1.6.5 Prosedur Pengumpulan data 1.6.6 Analisa data

1.6.7 Pengecekan Keabsahan Temuan 1.6.8 Tahapan-tahapan Penelitian

BAB II : KONSEP PEMIKIRAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM PERENIALIS ESENSIALIS KONTEKSTUAL FALSIFIKATIF

2.1 Pengertian Aliran Perenialis-Esensialis Kontekstual Falsifikatif 2.2 Ciri-Ciri Pemikiran Aliran Perenialis-Esensialis Kontekstual

2.3 Parameter Pemikiran Aliran Perenialis Esensialis Kontekstual Falsifikatif

2.4 Konsep Pemikiran Pendidikan Aliran Perenialis Esensialis Kontekstual Falsifikatif

BAB III : IMPLEMENTASI KONSEP PEMIKIRAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM PERENIALIS ESENSIALIS KONTEKSTUAL FALSIFIKATIF

3.1 Gambaran Umum

3.1.1 Sejarah Berdirinya MTs Ma’arif Sukosari Babadan 3.1.2 Letak Geografis MTs Ma’arif Sukosari Babadan 3.1.3 Visi dan Misi MTs Ma’arif Sukosari Babadan 3.1.4 Struktur Organisasi MTs Ma’arif Sukosari Babadan 3.1.5 Keadaan Guru dan Murid MTs Ma’arif Sukosari Babadan 3.1.6 Sarana dan Prasarana MTs Ma’arif Sukosari Babadan 3.1.7 Kurikulum

3.2 Pemaparan Data

3.2.1 Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

3.2.2 Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam

Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

3.2.3 Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

3.2.4 Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

BAB IV : ANALISA IMPLEMENTASI KONSEP PEMIKIRAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM PERENIALIS ESENSIALIS KONTEKSTUAL FALSIFIKATIF

4.1 Analisa Data Tentang Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

4.2 Analisa Data Tentang Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

4.3 Analisa Data Tentang Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

4.4 Analisa Data Tentang Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

BAB V : PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

PERENIALIS-ESENSIALIS-KONTEKSTUAL-FALSIFIKATIF

A. Aliran Pemikiran Filsafat Pendidikan

1. Aliran Pemikiran Filsafat Pendidikan Barat a. Perenialisme

Perenialisme diambil dari kata perenial yang berarti abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu, perenialisme mengandung kepercayan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.1

Aliran perenialisme dianggap sebagai regressive road to culture yaitu jalan kembali, atau mundur kepada kebudayaan masa lampau. Perenialisme menghadapi kenyataan dalam kebudayaan manusia sekarang, sebagai suatu krisis kebudayaan dalam kehidupan manusia modern. Untuk menghadapi situasi krisis itu, perenialisme memberikan pemecahan dengan jalan kembali kepada kebudayaan masa lampau.2

Pendidikan harus banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Karena itu perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses

1

Zuhairini, et. all, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 27.

2

Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), 296.

mengembalikan kebudayaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lalu.

Sehingga tujuan pendidikan diarahkan untuk membantu anak menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki. Dimana dalam penyelenggaraan pengajaran guru mempunyai peranan yang dominan.

b. Esensialisme

Esensialisme merupakan suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap trend-trend progresif di sekolah.3

Bagi aliran ini pendidikan adalah sebagai pemelihara kebudayaan. Karena dalil ini maka aliran esensialisme dianggap sebagai aliran yang ingin kembali kepada kebudayaan lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia.

Sehingga tujuan pendidikan diarahkan untuk menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adalah berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai yang

3

tepat.4 Guru dalam aliran esensialisme mempunyai peranan yang sangat dominan, sehingga pendidikan berpusat pada guru (teacher centered).

c. Progressivisme

Aliran progressivisme adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang sangat berpengaruh dalam abad ke-20 ini. Pengaruh itu terasa di seluruh dunia, terlebih-lebih di Amerika Serikat. Usaha pembaharuan di dalam lapangan pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran progressivisme ini.5

Biasanya aliran progressivisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup liberal. Yang dimaksudkan dengan ini ialah pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu), corious (ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan open-minded (mempunyai hati terbuka).6

Progressivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-centered).

4

Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 163.

5

Zuhairini, et. all, Filsafat Pendidikan Islam, 20.

6

d. Rekonstruksionalisme

Rekonstruksionalisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.

Rekonstruksionalisme dipelopori oleh John Dewey, yang memandang pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman-pengalaman yang berlangsung terus dalam hidup. Sekolah yang menjadi tempat utama berlangsungnya pendidikan haruslah merupakan gambaran kecil dari kehidupan sosial di masyarakat. Perkembangan lebih lanjut dari rekonstruksionalisme Dewey adalah rekonstruksionalisme radikal, yang memandang pendidikan sebagai alat untuk membangun masyarakat masa depan.7

Tujuan pendidikan rekonstruksionalisme adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat Islam dalam skala global, dan mengajarkan kapada mereka ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.

7

e. Eksistensialisme

Filsafat eksistensialisme itu unik yaitu memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Eksistensialisme memberi individu suatu jalan berpikir mengenai kehidupan, apa maknanya bagi saya, apa yang benar untuk saya.8

Eksistensialisme sebagai filsafat, sangat menekankan individu dan pemenuhan diri secara pribadi. Setiap individu dipandang sebagai makhluk unik, dan secara unik pula ia bertanggung jawab terhadap nasibnya.

Sedangkan tujuan pendidikan menurut eksistensialisme adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri.

2. Aliran Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam

Pengembangan pemikiran filsafat pendidikan Islam dapat dicermati dari pola pemikiran Islam yang berkembang di belahan dunia Islam pada periode modern ini, terutama dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman serta era modernitas. Ada empat model pemikiran keislaman, yaitu: model tekstualis salafi, model tradisionalis mazhabi, model modernis dan model neo-modernis.9

8

Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, 133.

9

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003), 50.

a. Tekstualis Salafi

Model tektualis salafi berupaya memahami ajaran-ajaran dan

nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-sunnah al-sahihah dan kurang begitu mempertimbangkan situasi konkrit dinamika

pergumulan masyarakat muslim kontemporer yang mengitarinya. Masyarakat ideal yang diidam-idamkan adalah masyarakat salaf. Rujukan utama pemikirannya adalah kitab suci al-Qur’an dan kitab-kitab hadits, tanpa menggunakan keilmuan yang lain.

Dari uraian tersebut dapat difahami bahwa model tekstualis salafi berusaha menjadikan al-Qur’an dan al-sunnah dengan tanpa menggunakan pendekatan keilmuan lain, dan menjadikan masyarakat salaf sebagai parameter untuk menjawab tantangan dan perubahan zaman serta modernitas. Hal ini menunjukkan bahwa model tekstualis salafi lebih bersikap regresif dan konservatif.

Dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan, terdapat dua aliran yang lebih dekat dengan model tekstualis salafi yaitu perenialisme dan esensialisme, terutama dilihatnya dari wataknya yang regresif dan konservatif.

Perenialis menghendaki agar kembali kepada jiwa yang menguasai abad pertengahan, sedang tekstualis salafi menghendaki agar kembali ke masyarakat salaf. Sedangkan esensialisme menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi. Sedang

tekstualis salafi juga beranggapan bahwa nilai-nilai kehidupan pada masyarakat salaf perlu dijunjung tinggi dan dilestraikan keberadaannya hingga sekarang.

Atas dasar tersebut maka dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan Islam model tekstualis salafi dikategorikan dalam perenialis-tektualis salafi dan sekaligus esensial-tekstualis salafi, untuk menyederhanakan dari model tersebut maka digunakan istilah perenialis-esensialis salafi.

b. Tradisional Mazhabi

Model tradisionalis mazhabi berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam al-Qur’an, dan al-sunnah al-shahihah melalui bantuan khazanah pemikiran Islam klasik. Namun seringkali kurang begitu mempertimbangkan situasi sosio-historis masyarakat setempat. Hasil pemikiran ulama terdahulu dianggap sudah pasti atau absolut tanpa mempertimbangkan dimensi historisnya.

Model tradisionalis-mazhabi lebih menonjolkan wataknya yang tradisional dan mazhabi. Watk tradisionalnya diwujudkan dalam bentuk sikap dan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada nilai, norma, dan adat kebiasaan serta pola-pola pikir yang ada secara turun-temurun dan tidak mudah terpengaruh oleh situasi sosio historis masyarakat yang sudah mengalami perubahan dan perkembangan sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Sedangkan watak

mazhabinya diwujudkan dalam bentuk kecenderungan untuk mengikuti aliran, pemahaman atau doktrin, serta pola-pola pemikir sebelumnya yang dianggap sudah relatif mapan.

Dengan demikian pendidikan Islam lebih berfungsi sebagai upaya mempertahankan dan mewariskan nilai, tradisi dan budaya serta praktik sistem pendidikan Islam terdahulu tanpa mempertimbangkan relevansinya dengan konteks perkembangan modern, karena wataknya yang semacam itu, sehingga ia juga lebih dekat dengan perenialisme dan esensialisme. Karena itu model tersebut dikategorikan ke dalam tipologi perenialis esensialis-mazhabi.

c. Modernis

Model modernis berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-sunnah al-sahihah dengan hanya semata-mata mempertimbangkan kondisi dan tantangan sosio-historis dan kultural yang dihadapi oleh masyarakat muslim kontemporer tanpa mempertimbangkan muatan-muatan khazanah intelektual muslim era klasik.

Dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan, terdapat suatu mazhab yang lebih dekat dengan model pemikiran modernis tersebut yaitu progressivisme. Dimana progressivisme menghendaki pendidikan yang pada hakikatnya progresif.

d. Neo-Modernis

Model ini berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai mendasar yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Sunnah al-Sahihah dengan mengikut sertakan dan mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan yang ditawarkan oleh dunia teknologi modern. Jargon yang sering dikumandangkan adalah “Muh!fazah ‘al! Qad"m S!lih wa al-Akhzu bi al-Jad"d al-Aslah”, yakni memelihara hal-hal yang baik. Yang telah ada sambil mengembangkan nilai-nilai baru yang lebih baik.

Kata al-Muh!fazah ‘al! al-Qad"m al-S!lih, menggaris bawahi adanya unsur perenialisme dan esensialisme, yakni sikap regresif yang berarti kembali kemasa lalu. Dan sikap konservatif yang berarti mempertahankan.

Sikap regresif dan konservatif ini berlaku terhadap nilai-nilai Ilahi (ketuhanan) dan nilai-nilai insani (budaya manusia) yang telah ada dan yang telah dibangun serta dikembangkan oleh para pemikir dan masyarakat terdahulu dengan melakukan kontekstualisasi dan uji falsifikasi terhadap keperlakuannya pada masa-masa sekarang.

Kata al-Akhzu bi al-Jad"d al-Aslah menunjukkan adanya sikap dinamis dan progresif serta sikap rekonstruktif walaupun tidak bersikap radikal. Model ini dalam konteks pemikiran pendidikan Islam

dikategorikan sebagai tipologi perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif.

B. Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif

Aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif adalah sebuah aliran yang berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai mendasar yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Sunnah al-Sahihah dengan mengikut sertakan dan mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan yang ditawarkan oleh dunia teknologi modern.10 Jadi aliran ini selalu mempertimbangkan Qur’an dan al-Sunnah al-Sahihah, khazanah pemikiran klasik, serta pendekatan-pendekatan keilmuan yang muncul pada abad modern. Jargon yang sering dikumandangkan adalah “al-Muh!fazah ‘al! al-Qad"m al-S!lih wa al-Akhzu bi al-Jad"d al-Aslah”, yakni memelihara hal-hal yang baik. Yang telah ada sambil mengembangkan nilai-nilai baru yang lebih baik.

Kata al-Muh!fazah ‘al! al-Qad"m al-S!lih, menggaris bawahi adanya unsur perenialisme dan esensialisme, yakni sikap regresif yang berarti kembali kemasa lalu.11 Dan sikap konservatif yang berarti mempertahankan.12 Sikap regresif dan konservatif ini berlaku terhadap nilai-nilai Ilahi (ketuhanan) dan

10

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, 56.

11

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 940.

12

nilai-nilai insani (budaya manusia) yang telah ada dan yang telah dibangun serta dikembangkan oleh para pemikir dan masyarakat terdahulu, misalnya sholat dan sifat tawadu’.

Namun sikap-sikap tersebut muncul setelah dilakukan kontekstualisasi, dalam arti mendudukkan khazanah intelektual muslim klasik dalam konteknya. Pemikiran-pemikiran mereka bukan berarti terlepas dari kritik atau tidak bisa diperdebat atau dikritisi (unde batable) terutama dalam konteks keberlakuannya pada masa sekarang. Karl R Pupper menawarkan prinsip falsifikasi, yaitu suatu pemikiran, teori atau ucapan bersifat ilmiah kalau terdapat kemungkinan menyatakan salahnya, atau dilakukan uji falsifikasi terutama dikaitkan dengan keberlakuan ketidakberlakuannya pada kasus-kasus tertentu. Atau menguji relevan tidaknya pemikiran mereka dalam konteks masa sekarang.13

Hal-hal yang dipandang relevan akan dilestarikan, sebaliknya yang kurang relevan akan disikapi dengan cara al-Akhzu bi al-Jad"d al-Aslah, yaitu mencari alternatif lainnya yang terbaik dalam kontek pendidikan masyarakat muslim kontemporer.14

Jadi kata al-Akhzu bi al-Jad"d al-Aslah menunjukkan adanya sikap dinamis (berkembang) dan progresif (lebih maju) serta sikap rekonstruktif (menelaah) walaupun tidak bersifat radikal (tidak menyeluruh).15

13

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, 56.

14

Muhaimin, Wacana Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 96.

15

Dengan demikian, Jargon yang dikumandangkan oleh aliran tersebut menggaris bawahi perlunya para pemikir, pemerhati dan pengembang pendidikan Islam untuk mendudukkan pemikiran dan pengembangan pendidikan yang dilakukan para era kenabian dan sahabat serta oleh para ulama terdahulu (pasca salaf. Sebagai pengalaman mereka dan dalam konteks ruang dan zamannya, untuk selanjutnya perlu dilakukan uji falsifikasi, agar ditemukan relevan tidaknya dengan kontek sekarang dan yang akan datang. Hal-hal yang dipandang relevan akan dilestarikan, sebaliknya yang kurang relevan akan dicarikan alternatif lainnya atau dilakukan rekonstruksi tertentu dalam konteks pendidikan masyarakat muslim kontemporer.16

Maka aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif ini lebih bersifat kritis karena adanya upaya kontekstualisasi dan falsifikasi, dan lebih bersifat komprehensif dan integratif dalam membangun kerangka filsafat pendidikan Islam. Kajian tentang persoalan hakikat komponen-komponen pokok aktivitas pendidikan Islam serta persoalan landasan atau dasar pemikirannya dibangun dari nash al-Qur’an dan al-Hadits melalui model penafsiran tematik (maud#’i), dengan tetap mempertimbangkan nilai-nilai khazanah intelektual muslim klasik di bidang pendidikan Islam yang dianggap relevan dan kontekstual, serta mencermati nilai-nilai dan sistem pendidikan yang perlu dikembangkan pada era sekarang.17

16

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, 157.

17

C. Parameter Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif

Parameter aliran perenialis esensialis kontekstual falsifikatif adalah:18 1. Bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah/Hadits.

2. Regresif dan konservatif dengan melakukan kontekstualisasi dan uji falsifikasi, maksudnya adalah menghormati dan menerima konsep pendidikan klasik yang sudah mengakar atau mentradisi dalam kehidupan umat Islam baik pada masa salaf (klasik), dan pertengahan dengan melakukan kontekstualisasi dan uji falsifikasi terhadap keberlakuannya dengan pendidikan kontemporer.

3. Rekontruksi yang kurang radikal, yaitu menelaah kembali pemikiran pendidikan Islam terdahulu yang kurang relevan dengan pendidikan kontemporer walaupun tidak menyeluruh.

4. Wawasan kependidikan Islam yang concen terhadap kesinambungan pemikiran pendidikan Islam dalam merespon tuntutan perkembangan IPTEK dan perubahan sosial yang ada.

D. Ciri-ciri Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif

Ada beberapa ciri pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif yaitu:19

18

Ibid., 66.

19

1. Menghargai pemikiran pendidikan Islam yang berkembang pada era salaf (klasik), dan abad pertengahan.

2. Mendudukkan pemikiran pendidikan Islam era salaf (klasik) dan pertengahan dalam konteks ruang dan zamannya untuk difalsifikasi.

3. Rekonstruksi (menelaah) pemikiran pendidikan Islam terdahulu yang dianggap kurang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan era kontemporer.

Melihat ketiga ciri di atas aliran perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif berusaha mempertahankan pemikiran pendidikan Islam yang berkembang pada masa salaf dan pasca salaf yang masih dianggap relevan dengan tuntutan perkembangan zaman dengan melakukan falsifikasi. Dan mengadakan

Dalam dokumen SKRIPSI SITI MARDIYAH NIM (Halaman 23-94)

Dokumen terkait