• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI SITI MARDIYAH NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI SITI MARDIYAH NIM"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

DI MADRASAH TSANAWIYAH MA’ARIF SUKOSARI BABADAN PONOROGO

TAHUN 2006-2007

SKRIPSI

OLEH

SITI MARDIYAH

NIM. 243032077 JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) PONOROGO MEI 2007

(2)

Mardiyah, Siti. Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari Babadan Ponorogo. Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo. Pembimbing (I) Drs. Kasnun, M. A, (II) Basuki, M.Ag.

Kata Kunci : Implementasi, Konsep, Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif, Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam

Dinamika dan perubahan pranata sosial merupakan kenyataan yang tidak bisa dibantah, sebab telah menjadi sifat dasar dari segala yang ada di muka bumi. Pendidikan Islam sebagai usaha dan karya manusia, tentu juga tidak luput dari “hukum” tersebut. Kalau mampu mengikuti irama perubahan, maka ia akan “survive”. Maka dari itu eksistensi pendidikan merupakan salah satu syarat yang mendasar bagi meneruskan dan mengekalkan kebudayaan manusia.

Fungsi pendidikan berupaya menyesuaikan (mengharmoniskan) kebudayaan lama dengan kebudayaan baru secara proposional dan dinamis. Berdasarkan penjajakan bahwasanya pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari berusaha mempertahankan nilai-nilai lama yang masih relevan dan juga mengembangkan nilai-nilai modern sesuai tuntutan zaman. Di mana hal tersebut sesuai dengan konsep pemikiran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif.

Penelitian ini berupaya untuk mengetahui implementasi konsep pemikiran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari yang meliputi: tujuan, materi, proses, dan evaluasi.

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi sebagai tehnik pengumpulan datanya. Dan tehnik yang dipilih dalam analisis data adalah reduksi data, display data dan pengambilan kesimpulan atau verifikasi.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan 4 hal yaitu (1)Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari pada dasarnya adalah melestarikan nilai-nilai ilahiyah dan insaniyah dan menumbuh kembangkannya dalam konteks perkembangan ilmu teknologi dan situasi sosial yang ada tapi dalam rumusan tujuannya tidak secara langsung mengacu pada pelestarian nilai-nilai ilahiyah dan insaniyah, (2) Materi Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari lebih banyak pada pelestarian doktrin-doktrin dan

(3)

nilai-Dalam metode pembelajaran juga masih menggunakan metode tradisional dan modern walaupun metode modern penerapannya belum maksimal. (4) Evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari lebih menyeluruh artinya tidak hanya evaluasi segi kognitif saja melainkan dari segi afektif dan psikomotorik dengan menggunakan evaluasi sumatif dan formatif. Jadi evaluasinya sudah mengembangkan pada hal-hal sesuai tuntutan perkembangan zaman.

Bertitik tolak dari kesimpulan ini, beberapa saran yang diperkirakan dapat

meningkatkan implementasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah: (1) dalam pembelajaran untuk lebih mengembangan materi pada hal-hal yang sifatnya

aktual di masyarakat, (2) Memaksimalkan proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman dan (3) Konsistensi lembaga pendidikan Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari dalam melestarikan hal-hal terdahulu yang masih relevan dan tidak menutup dari hal-hal baru yang sesuai tuntutan zaman.

(4)

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR LAMPIRAN... xv

PEDOMAN TRANSLITERASI ...xvi

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Definisi Istilah ... 4 C. Fokus Penelitian ... 6 D. Rumusan Masalah ... 6 E. Tujuan Penelitian ... 7 F. Manfaat Penelitian ... 8 G. Metode Penelitian... 8

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 8

(5)

5. Tehnik Pengumpulan Data... 10

6. Analisa Data... 14

7. Pengecekan Keabsahan Temuan... 15

8. Tahapan-tahapan Penelitian ... 16

H. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II : KONSEP PEMIKIRAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAMPERENIALIS-ESENSIALIS-KONTEKSTUAL-FALSIFIKATIf... 19

A. Aliran Pemikiran Filsafat Pendidikan ... 19

1. Aliran Pemikiran Filsafat Pendidikan Barat... 19

2. Aliran Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam ... 23

B. Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif... 28

C. Parameter Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif ... 31

D. Ciri-ciri Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif ... 31

E. Konsep Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif dalam Pengembangan Komponen Kurikulum Pendidikan Agama Islam ... 32

1. Hakekat Pendidikan ... 32

(6)

5. Evaluasi... 38

6. Pengajar (Guru)... 39

7. Pelajar (Peserta Didik) ... 40

BAB III : IMPLEMENTASI KONSEP PEMIKIRAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM PERENIALIS-ESENSIALIS-KONTEKSTUAL-FALSIFIKATIF DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH TSANAWIYAH MA’ARIF SUKOSARI ... 41

A. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari ... 41

1. Sejarah Berdirinya ... 41

2. Letak Geografis Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari ... 43

3. Visi dan Misi Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari ... 44

4. Struktur Organisasi Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari .... 45

5. Keadaan Guru dan Murid Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari ... 46

6. Sarana dan Prasarana Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari.. 47

7. Kurikulum Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari ... 47

B. Pemaparan Data ... 48

1. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari ... 48

(7)

3. Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari ... 58 4. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Madrasah

Tsanawiyah Ma’arif Sukosari ... 65 BAB IV : ANALISA IMPLEMENTASI KONSEP PEMIKIRAN FILSAFAT

PENDIDIKAN ISLAM PERENIALIS-ESENSIALIS-KONTEKSTUAL-FALSIFIKATIF DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH TSANAWIYAH MA’ARIF SUKOSARI ... 69 A. Analisa Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat

Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari ... 69 B. Analisa Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat

Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif dalam Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari ... 72 C. Analisa Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat

(8)

D. Analisa Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif dalam Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari ... 78

BAB V : PENUTUP ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran... 82 DAFTAR RUJUKAN

(9)

A. Latar Belakang Masalah

Dinamika dan perubahan pranata sosial merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dibantah, sebab telah menjadi sifat dasar dari segala yang ada di muka bumi. Pendidikan Islam sebagai usaha dan karya manusia, tentu juga tidak luput dari hukum tersebut, kalau mampu mengikuti irama perubahan, maka ia akan survive. Sebaliknya kalau lamban, maka cepat atau lambat pendidikan Islam akan tertinggal dan ditinggalkan di landasan. Agar pendidikan Islam tetap survive maka perlu keberanian mengadakan perubahan-perubahan esensial secara periodik. Tetapi kalau ingin maju (berkembang) dan bukan hanya survive, maka harus diadakan perubahan yang lebih fundamental sebagai antisipasi ke masa depan sesuai dengan trend yang berkembang. Untuk itu, tidak berlebihan jika dikatakan, bahwa eksistensi pendidikan merupakan salah stau syarat yang mendasar bagi meneruskan dan mengekalkan kebudayaan manusia. Di sini, fungsi pendidikan berupaya menyesuaikan (mengharmonisasikan) kebudayaan lama dengan kebudayaan baru secara proporsional dan dinamis.1

1

Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam: Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), 167.

(10)

Berdasarkan penjajakan awal di lapangan, bahwasanya lembaga sekolah Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari tidak ingin anak-anak didiknya ketinggalan peradaban modern dan juga tidak meninggalkan nilai-nilai budaya lama. Lembaga sekolah ini berusaha mempertahankan nilai-nilai lama yang masih relevan dan juga mengambil nilai-nilai modern sesuai tuntutan zaman. Langkah konkrit yang dilakukan adalah memberikan pelajaran umum dan juga pelajaran agama modern tapi juga memberikan pembelajaran kitab kuning yang merupakan ciri khas dari pendidikan era tradisional (klasik).2

Hasil pengamatan itu juga dipertegas oleh pernyataan salah seorang guru Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari yang mengatakan bahwa, Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari menjalankan tiga kurikulum, yaitu kurikulum Diknas, kurikulum Depag dan kurikulum Lokal. Muatan kurikulum Diknas meliputi pelajaran umum seperti matematika, fisika dan lainnya. Muatan kurikulum Depag meliputi pelajaran agama seperti Bahasa Arab, fikih, SKI, Qur’an hadits, dan aqidah akhlak. Sedangkan muatan kurikulum lokal meliputi kitab kuning, al-Qur’an tajwid, nahwu Sorof (qowaid), ke Nu’an dan bahasa daerah.3

Dalam filsafat pendidikan Islam ada sebuah aliran yang sesuai dengan kondisi sosial di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari yaitu aliran perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif. Di mana pemikiran aliran ini

2

Hasil Observasi di MTs Ma’arif Sukosari, Senin 8 Januari 2007, Pukul 09.00.

3

Hasil wawancara dengan Siti Suntamah, guru SKI, ruang guru, Jum’at 26 Januari 2007, Pukul 9.30.

(11)

adalah mengambil jalan tengah serta uji falsifikasi4 dan mengembangkan wawasan-wawasan kependidikan Islam masa sekarang selaras dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan dan melestarikan nilai-nilai (ilahiyah dan insaniyah) dan sekaligus menumbuhkembangkan dalam kontek, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sosial yang ada.5

Tipologi aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif sangat menghargai pendidikan Islam yang berkembang pada era terdahulu yang sudah mengakar dan mentradisi; berusaha mendudukkan pemikiran pendidikan Islam era terdahulu dalam konteks ruang dan zamannya untuk difalsifikasi; serta berusaha melakukan rekonstruksi pemikiran pendidikan Islam terdahulu yang dianggap kurang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan era kontemporer.6

Aliran perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif bersifat kritis karena adanya upaya kontekstualisasi dan falsifikasi, dan lebih bersifat komprehensif dan integratif dalam membangun kerangka pendidikan Islam.7

Sedangkan dalam praktek pendidikan, diperlukan proses pembelajaran yang maksimal. Di mana pembelajaran adalah salah satu proses untuk

4

Falsifikasi yaitu cara memverifikasi asumsi, teori dengan menggunakan pelawannya, Lorens Bagus , Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996), 489.

5

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 105.

6

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 134.

7

(12)

memperoleh pengetahuan, sedangkan pengetahuan adalah salah satu cara untuk memperoleh nilai.8 Dengan proses pembelajaran yang bermutu diharapkan dapat menghasilkan output yang berkualitas.

Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, maka peneliti akan mengadakan penelitian di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari dengan judul “IMPLEMENTASI KONSEP PEMIKIRAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM PERENIALIS ESENSIALIS KONTEKSTUAL FALSIFIKATIF DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH TSANAWIYAH MA’ARIF SUKOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2006/2007”.

B. Definisi Istilah

Perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif merupakan aliran filsafat pendidikan Islam yang dikonsep dari aliran-aliran filsafat pendidikan pada umumnya dan pola pemikiran Islam yang berkembang dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman serta era modernitas.9

Untuk memperjelas maksud dari perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif, maka akan dikemukakan definisi dari istilah tersebut.

1. Perenialis

Perenialis diambil dari kata perenial yang berarti abadi atau kekal. Sehingga perenialis mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada

8

M. Suyudi, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an (Yogyakarta: Mikraj, 2005), 122.

9

(13)

nilai-nilai dan norma yang bersifat kekal atau abadi.10 Nilai-nilai dan norma yang dimaksud adalah nilai-nilai dan norma pada era salaf atau klasik. 2. Esensialisme

Esensialisme adalah aliran yang ingin kembali kepada kebudayaan lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia.11 Kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan pada era salaf atau klasik.

3. Kontekstual

Dalam kamus besar bahasa Indonesia kontekstual berarti yang berhubungan dengan konteks.12 Sedangkan konteks dalam kamus filsafat berarti lingkungan sekitar, kondisi, atau fakta-fakta yang membantu memberikan suatu gambaran menyeluruh terhadap suatu hal.13

4. Falsifikasi

Dalam kamus filsafat falsifikasi berarti cara memverifikasikan asumsi teoritis dengan menggunakan pelawannya.14

Jadi dari definisi-definisi istilah di atas dapat disimpulkan aliran perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif adalah aliran yang ingin mengambil nilai-nilai pada masa lalu (salaf atau klasik) dan mengkontekkan dengan

10

Zuhairini, et. all, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 27.

11

Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), 260.

12

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke Tiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 591.

13

Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996), 489.

14

(14)

perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi dengan melakukan uji falsifikasi.

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada implementasi konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang meliputi: tujuan, materi, proses dan evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah implementasi konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari Babadan Ponorogo?

2. Bagaimanakah implementasi konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari Babadan Ponorogo?

3. Bagaimanakah implementasi konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam proses

(15)

pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari Babadan Ponorogo?

4. Bagaimanakah implementasi konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari Babadan Ponorogo?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:

1. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan implementasi konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari Babadan Ponorogo.

2. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan implementasi konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari Babadan Ponorogo.

3. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan implementasi konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari Babadan Ponorogo.

(16)

4. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan implementasi konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari Babadan Ponorogo.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk pengembangan khazanah keilmuan khususnya dalam pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif. 2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat berguna sebagai masukan dalam menentukan kebijakan lebih lanjut bagi lembaga pendidikan Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari dalam melestarikan hal-hal baik yang sudah ada dan mengembangkan nilai-nilai baru yang lebih baik.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan metodologi penelitian dengan pendekatan kualitatif, yang memiliki karakteristik alamiah (natural setting) sebagai sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan

(17)

daripada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif dan makna merupakan hal yang esensial.15

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, yaitu suatu deskripsi intenif dan analisis fenomena tertentu atau satuan sosial seperti individu, kelompok, institusi atau masyarakat. Studi kasus dapat digunakan secara tepat dalam banyak bidang. Disamping itu merupakan penyelidikan secara rinci satu setting, satu subyek tunggal , satu kumpulan dokumen atau satu kejadian tertentu.16

2. Kehadiran Peneliti

Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta, sebab peranan penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya.17 Untuk itu, dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen kunci, partisipan penuh sekaligus pengumpul data, sedangkan instrumen yang lain sebagai penunjang.

15

Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data dekriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat dialami. Lihat dalam Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), 3.

16

Bogdan dan Biklen, Qualitative Research for Education, An Introduction to Theory and Methods (Boston: Allyn and Bacon, 1982, Inc), 54.

17

Pengamatan berperan serta adalah sebagai penelitian yang bercirikan interaksi-sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subyek dalam lingkungan subyek. Dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan catatan tersebut berlaku tanpa gangguan. Lihat dalam Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 117.

(18)

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari Babadan Ponorogo. Alasan pemilihan lokasi ini adalah karena Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari telah melaksanakan kurikulum yang materinya banyak melestarikan hal-hal yang sudah ada dan mengembangkan nilai-nilai baru sesuai tuntutan perkembangan zaman.

4. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lainnya.18 Dengan demikian sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata kepala sekolah dan guru-guru yang mengajar Pendidikan Agama Islam dan tindakan kepala sekolah dan guru-guru yang mengajar Pendidikan Agama Islam sebagai sumber data utama, sedangkan sumber data tertulis, foto dan statistik, adalah sebagai sumber data tambahan.

5. Tehnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah meliputi wawancara, observasi dan dokumentasi. Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan diobservasi

18

Lofland, Analyzing Social Setting, A Guide to Qualitative Observation and Analysis, (Belmont, Cal: Wadsworth Publishing Company, 1984), 47. Lihat dalam Moleong, Metodologi Penelitian Kualitaif, 112.

(19)

pada latar, dimana fenomena tersebut berlangsung dan disamping itu untuk melengkapi data, diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subyek).

a. Tehnik Wawancara

Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, artinya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan, sehingga dengan wawancara mendalam ini data-data bisa terkumpulkan semaksimal mungkin.

Dalam penelitian ini yang diwawancarai adalah Bapak Marwan Salahudin selaku kepala sekolah, Bu Anis Munawaroh selaku bagian kurikulum, dan Bapak Suharto, Bu Yuni Wahyunarti, Bapak Maksum, dan Ibu Siti Suntamah selaku guru Pendidikan Agama Islam. Hasil wawancara dari masing-masing informan tersebut ditulis lengkap dengan kode-kode dalam transkip wawancara. Tulisan lengkap dari wawancara ini dinamakan transkip wawancara.

b. Teknik Observasi

Dalam penelitian kualitatif observasi diklasifikasikan menurut tiga cara. Pertama, pengamat dapat bertindak sebagai seorang partisipan atau non partisipan. Kedua, observasi dapat dilakukan secara terus terang atau penyamaran. Ketiga, observasi yang menyangkut latar

(20)

penelitian. Dan dalam penelitian ini digunakan teknik observasi yang pertama, dimana pengamat bertindak sebagai partisipan.

Setiap observasi memiliki gaya yang berbeda-beda. Salah satu perbedaannya adalah derajat keterlibatan peneliti, baik dengan orang maupun dalam kegiatan yang diamati. Terdapat tiga derajat keterlibatan yaitu tanpa keterlibatan (no involvement), keterlibatan rendah (low involvement), keterlibatan tinggi (high involvement).19 Variasi ini tercermin dalam lima tingkat partisipasi, yaitu non partisipasi (non participation), partisipasi pasif (passive participation), partisipasi moderat (moderate participation), partisipasi aktif (active participation) dan partisipasi lengkap (complete participation). Dalam penelitian ini, tingkat partisipasi dalam observasi yang akan dilaksanakan adalah high involvemen (keterlibatan tinggi), yaitu partisipasi aktif (active participation).

Pada observasi partisipan ini, peneliti mengamati aktifitas-aktifitas sehari-hari obyek penelitian, karakteristik fisik situasi sosial dan bagaimana perasaan pada waktu menjadi bagian dari situasi tersebut. Selama peneliti di lapangan, jenis observasinya tidak tetap. Dalam hal ini peneliti mulai dari observasi deskriptif (descriptive observations) secara luas, yaitu berusaha melukiskan secara umum situasi sosial dan apa yang terjadi disana. Kemudian, setelah perekaman

19

(21)

dan analisis data pertama, peneliti menyempitkan pengumpulan datanya dan mulai melakukan observasi terfokus (focused observations). Dan akhirnya, setelah dilakukan lebih banyak lagi analisis dan observasi yang berulang-ulang di lapangan, peneliti dapat menyempitkan lagi penelitiannya dengan melakukan observasi selektif (selective observations). Sekalipun demikian, peneliti masih terus melakukan observasi deskriptif sampai akhir pengumpulan data.

Hasil observasi dalam penelitian ini, dicatat dalam Catatan Lapangan (CL), sebab catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, peneliti mengandalkan pengamatan dan wawancara dalam pengumpulan data di lapangan. Pada waktu di lapangan dia membuat “catatan”, setelah pulang ke rumah atau tempat tinggal barulah menyusun “catatan lapangan”.20

c. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non insani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman. “Rekaman” sebagai setiap tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan oleh atau untuk individual atau organisasi dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa atau memenuhi accounting. Sedangkan “dokumen” digunakan untuk mengacu atau bukan selain rekaman, yaitu

20

(22)

tidak dipersipkan secara khusus untuk tujuan tertentu, seperti surat-surat, buku harian, catatan khusus, foto-foto, dan sebagainya.21

Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Dalam penelitian ini, dalam hal ini digunakan teknik triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam

metode kualitatif. Hal itu dapat dicapai peneliti dengan jalan: (a) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara, (b) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (c) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

6. Analisis Data

Teknik analisis data dalam kasus ini menggunakan analisis data kualitatif,22 mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman. Miles

21

Ibid, 161.

22

Analysis is the process of systematically searcoing and arranging the interview transcipts, field notes, and other materials that you accumulate to increase your own understanding of them and to enable you to present what you have discovered to other. (Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain) Lihat dalam Bogdan dan Biklen, Qualitative Research For Education, 157.

(23)

dan Huberman, mengemukakan bahwa aktivitas dalam analsisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktifitas dalam analisis data, meliputi data reduction,23 data display,24 dan conclusion.25 Langkah-langkah analisis ditunjukkan pada gambar sebagai berikut:

Pengumpulan data Penyajian data Reduksi data Kesimpulan-kesimpulan: penarikan/verivikasi

7. Pengecekan Keabsahan Temuan

Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas).26 Derajat

23

Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal-hal-hal yang penting, membuat katagori. Dengan demikian data yang telah direduksikan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Matthew B. Miles dan As Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Terj. Tjetjep Rohendi Rohidi (Jakarta: UI Press, 1992), 16.

24

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik, network, dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan didisplaykan pada laporan akhir penelitian. Ibid, 17.

25

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verivikasi. Ibid, 19.

26

(24)

kepercayaan keabsahan data (kredebilitas data) dapat diadakan pengecekan dengan teknik pengamatan yang tekun, dan triangulasi. Ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan uncur-uncur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari.

8. Tahapan -tahapan Penelitian

Tahap-tahap penelitian dalam penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahap terakhir dari penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian. Tahap-tahap penelitian tersebut adalah: (1) tahap pra lapangan yang dimulai 8 Januari sampai 20 Februari 2007, yang meliputi: menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajagi dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan yang menyangkut persoalan etika penelitian; (2) tahap pekerjaan lapangan yang dimulai tanggal 19 Februari sampai dengan 20 Maret 2007, yang meliputi: memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data; (3) tahap analisis data yang dimulai tanggal 4 April sampai 7 April 2007, yang meliputi: analisis selama dan setelah pengumpulan data; (4) tahap penulisan hasil laporan penelitian.

(25)

H. Sistematika Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab dan masing-masing bab saling berkaitan erat yang merupakan kesatuan yang utuh, yaitu:

Bab satu Pendahuluan. Bab ini berfungsi untuk memaparkan pola dasar dari keseluruhan isi skripsi yang terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Definisi Istilah, Fokus Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.

Bab dua Landasan teori. Bab ini berfungsi untuk mengetengahkan kerangka acuan teori yang dipergunakan sebagai landasan melakukan penelitian yang terdiri dari: aliran pemikiran filsafat pendidikan, pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif, ciri-ciri pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam esensialis-kontekstual-falsifikatif, parameter pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif, konsep pemikiran pendidikan aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam pengembangan komponen kurikulum Pendidikan Agama Islam yang meliputi: hakekat pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum, metode, pelajar, pengajar.

Bab tiga Temuan penelitian. Bab ini memaparkan tentang penemuan peneliti di lapangan yang meliputi kondisi umum Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari. Implementasi konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam pembelajaran

(26)

Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari yang meliputi tujuan, materi, proses, dan evaluasi.

Bab empat Analisa data. Bab ini berisi analisa konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif yang terdiri dari: implementasi konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari , yang meliputi tujuan, materi, proses dan evaluasi.

Bab lima Penutup. Bab ini dimaksudkan untuk memudahkan bagi pembaca yang mengambil intisari dari skripsi, yang berisi kesimpulan dan saran.

(27)

II. Daftar Isi Sementara

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Fokus Penelitian

1.3 Rumusan Masalah 1.4 Tujuan Penelitian 1.5 Manfaat Penelitian 1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian 1.6.2 Kehadiran Peneliti

1.6.3 Lokasi Penelitian 1.6.4 Sumber Data

1.6.5 Prosedur Pengumpulan data 1.6.6 Analisa data

1.6.7 Pengecekan Keabsahan Temuan 1.6.8 Tahapan-tahapan Penelitian

BAB II : KONSEP PEMIKIRAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM PERENIALIS ESENSIALIS KONTEKSTUAL FALSIFIKATIF

2.1 Pengertian Aliran Perenialis-Esensialis Kontekstual Falsifikatif 2.2 Ciri-Ciri Pemikiran Aliran Perenialis-Esensialis Kontekstual

(28)

2.3 Parameter Pemikiran Aliran Perenialis Esensialis Kontekstual Falsifikatif

2.4 Konsep Pemikiran Pendidikan Aliran Perenialis Esensialis Kontekstual Falsifikatif

BAB III : IMPLEMENTASI KONSEP PEMIKIRAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM PERENIALIS ESENSIALIS KONTEKSTUAL FALSIFIKATIF

3.1 Gambaran Umum

3.1.1 Sejarah Berdirinya MTs Ma’arif Sukosari Babadan 3.1.2 Letak Geografis MTs Ma’arif Sukosari Babadan 3.1.3 Visi dan Misi MTs Ma’arif Sukosari Babadan 3.1.4 Struktur Organisasi MTs Ma’arif Sukosari Babadan 3.1.5 Keadaan Guru dan Murid MTs Ma’arif Sukosari Babadan 3.1.6 Sarana dan Prasarana MTs Ma’arif Sukosari Babadan 3.1.7 Kurikulum

3.2 Pemaparan Data

3.2.1 Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

3.2.2 Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam

(29)

Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

3.2.3 Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

3.2.4 Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

BAB IV : ANALISA IMPLEMENTASI KONSEP PEMIKIRAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM PERENIALIS ESENSIALIS KONTEKSTUAL FALSIFIKATIF

4.1 Analisa Data Tentang Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

4.2 Analisa Data Tentang Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

(30)

4.3 Analisa Data Tentang Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

4.4 Analisa Data Tentang Implementasi Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Ma’arif Sukosari Babadan

BAB V : PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

(31)

PERENIALIS-ESENSIALIS-KONTEKSTUAL-FALSIFIKATIF

A. Aliran Pemikiran Filsafat Pendidikan

1. Aliran Pemikiran Filsafat Pendidikan Barat a. Perenialisme

Perenialisme diambil dari kata perenial yang berarti abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu, perenialisme mengandung kepercayan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.1

Aliran perenialisme dianggap sebagai regressive road to culture yaitu jalan kembali, atau mundur kepada kebudayaan masa lampau. Perenialisme menghadapi kenyataan dalam kebudayaan manusia sekarang, sebagai suatu krisis kebudayaan dalam kehidupan manusia modern. Untuk menghadapi situasi krisis itu, perenialisme memberikan pemecahan dengan jalan kembali kepada kebudayaan masa lampau.2

Pendidikan harus banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Karena itu perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses

1

Zuhairini, et. all, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 27.

2

Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), 296.

(32)

mengembalikan kebudayaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lalu.

Sehingga tujuan pendidikan diarahkan untuk membantu anak menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki. Dimana dalam penyelenggaraan pengajaran guru mempunyai peranan yang dominan.

b. Esensialisme

Esensialisme merupakan suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap trend-trend progresif di sekolah.3

Bagi aliran ini pendidikan adalah sebagai pemelihara kebudayaan. Karena dalil ini maka aliran esensialisme dianggap sebagai aliran yang ingin kembali kepada kebudayaan lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia.

Sehingga tujuan pendidikan diarahkan untuk menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adalah berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai yang

3

(33)

tepat.4 Guru dalam aliran esensialisme mempunyai peranan yang sangat dominan, sehingga pendidikan berpusat pada guru (teacher centered).

c. Progressivisme

Aliran progressivisme adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang sangat berpengaruh dalam abad ke-20 ini. Pengaruh itu terasa di seluruh dunia, terlebih-lebih di Amerika Serikat. Usaha pembaharuan di dalam lapangan pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran progressivisme ini.5

Biasanya aliran progressivisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup liberal. Yang dimaksudkan dengan ini ialah pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu), corious (ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan open-minded (mempunyai hati terbuka).6

Progressivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-centered).

4

Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 163.

5

Zuhairini, et. all, Filsafat Pendidikan Islam, 20.

6

(34)

d. Rekonstruksionalisme

Rekonstruksionalisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.

Rekonstruksionalisme dipelopori oleh John Dewey, yang memandang pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman-pengalaman yang berlangsung terus dalam hidup. Sekolah yang menjadi tempat utama berlangsungnya pendidikan haruslah merupakan gambaran kecil dari kehidupan sosial di masyarakat. Perkembangan lebih lanjut dari rekonstruksionalisme Dewey adalah rekonstruksionalisme radikal, yang memandang pendidikan sebagai alat untuk membangun masyarakat masa depan.7

Tujuan pendidikan rekonstruksionalisme adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat Islam dalam skala global, dan mengajarkan kapada mereka ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.

7

(35)

e. Eksistensialisme

Filsafat eksistensialisme itu unik yaitu memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Eksistensialisme memberi individu suatu jalan berpikir mengenai kehidupan, apa maknanya bagi saya, apa yang benar untuk saya.8

Eksistensialisme sebagai filsafat, sangat menekankan individu dan pemenuhan diri secara pribadi. Setiap individu dipandang sebagai makhluk unik, dan secara unik pula ia bertanggung jawab terhadap nasibnya.

Sedangkan tujuan pendidikan menurut eksistensialisme adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri.

2. Aliran Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam

Pengembangan pemikiran filsafat pendidikan Islam dapat dicermati dari pola pemikiran Islam yang berkembang di belahan dunia Islam pada periode modern ini, terutama dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman serta era modernitas. Ada empat model pemikiran keislaman, yaitu: model tekstualis salafi, model tradisionalis mazhabi, model modernis dan model neo-modernis.9

8

Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, 133.

9

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003), 50.

(36)

a. Tekstualis Salafi

Model tektualis salafi berupaya memahami ajaran-ajaran dan

nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-sunnah al-sahihah dan kurang begitu mempertimbangkan situasi konkrit dinamika

pergumulan masyarakat muslim kontemporer yang mengitarinya. Masyarakat ideal yang diidam-idamkan adalah masyarakat salaf. Rujukan utama pemikirannya adalah kitab suci al-Qur’an dan kitab-kitab hadits, tanpa menggunakan keilmuan yang lain.

Dari uraian tersebut dapat difahami bahwa model tekstualis salafi berusaha menjadikan al-Qur’an dan al-sunnah dengan tanpa menggunakan pendekatan keilmuan lain, dan menjadikan masyarakat salaf sebagai parameter untuk menjawab tantangan dan perubahan zaman serta modernitas. Hal ini menunjukkan bahwa model tekstualis salafi lebih bersikap regresif dan konservatif.

Dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan, terdapat dua aliran yang lebih dekat dengan model tekstualis salafi yaitu perenialisme dan esensialisme, terutama dilihatnya dari wataknya yang regresif dan konservatif.

Perenialis menghendaki agar kembali kepada jiwa yang menguasai abad pertengahan, sedang tekstualis salafi menghendaki agar kembali ke masyarakat salaf. Sedangkan esensialisme menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi. Sedang

(37)

tekstualis salafi juga beranggapan bahwa nilai-nilai kehidupan pada masyarakat salaf perlu dijunjung tinggi dan dilestraikan keberadaannya hingga sekarang.

Atas dasar tersebut maka dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan Islam model tekstualis salafi dikategorikan dalam perenialis-tektualis salafi dan sekaligus esensial-tekstualis salafi, untuk menyederhanakan dari model tersebut maka digunakan istilah perenialis-esensialis salafi.

b. Tradisional Mazhabi

Model tradisionalis mazhabi berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam al-Qur’an, dan al-sunnah al-shahihah melalui bantuan khazanah pemikiran Islam klasik. Namun seringkali kurang begitu mempertimbangkan situasi sosio-historis masyarakat setempat. Hasil pemikiran ulama terdahulu dianggap sudah pasti atau absolut tanpa mempertimbangkan dimensi historisnya.

Model tradisionalis-mazhabi lebih menonjolkan wataknya yang tradisional dan mazhabi. Watk tradisionalnya diwujudkan dalam bentuk sikap dan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada nilai, norma, dan adat kebiasaan serta pola-pola pikir yang ada secara turun-temurun dan tidak mudah terpengaruh oleh situasi sosio historis masyarakat yang sudah mengalami perubahan dan perkembangan sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Sedangkan watak

(38)

mazhabinya diwujudkan dalam bentuk kecenderungan untuk mengikuti aliran, pemahaman atau doktrin, serta pola-pola pemikir sebelumnya yang dianggap sudah relatif mapan.

Dengan demikian pendidikan Islam lebih berfungsi sebagai upaya mempertahankan dan mewariskan nilai, tradisi dan budaya serta praktik sistem pendidikan Islam terdahulu tanpa mempertimbangkan relevansinya dengan konteks perkembangan modern, karena wataknya yang semacam itu, sehingga ia juga lebih dekat dengan perenialisme dan esensialisme. Karena itu model tersebut dikategorikan ke dalam tipologi perenialis esensialis-mazhabi.

c. Modernis

Model modernis berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-sunnah al-sahihah dengan hanya semata-mata mempertimbangkan kondisi dan tantangan sosio-historis dan kultural yang dihadapi oleh masyarakat muslim kontemporer tanpa mempertimbangkan muatan-muatan khazanah intelektual muslim era klasik.

Dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan, terdapat suatu mazhab yang lebih dekat dengan model pemikiran modernis tersebut yaitu progressivisme. Dimana progressivisme menghendaki pendidikan yang pada hakikatnya progresif.

(39)

d. Neo-Modernis

Model ini berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai mendasar yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Sunnah al-Sahihah dengan mengikut sertakan dan mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan yang ditawarkan oleh dunia teknologi modern. Jargon yang sering dikumandangkan adalah “Muh!fazah ‘al! Qad"m S!lih wa al-Akhzu bi al-Jad"d al-Aslah”, yakni memelihara hal-hal yang baik. Yang telah ada sambil mengembangkan nilai-nilai baru yang lebih baik.

Kata al-Muh!fazah ‘al! al-Qad"m al-S!lih, menggaris bawahi adanya unsur perenialisme dan esensialisme, yakni sikap regresif yang berarti kembali kemasa lalu. Dan sikap konservatif yang berarti mempertahankan.

Sikap regresif dan konservatif ini berlaku terhadap nilai-nilai Ilahi (ketuhanan) dan nilai-nilai insani (budaya manusia) yang telah ada dan yang telah dibangun serta dikembangkan oleh para pemikir dan masyarakat terdahulu dengan melakukan kontekstualisasi dan uji falsifikasi terhadap keperlakuannya pada masa-masa sekarang.

Kata al-Akhzu bi al-Jad"d al-Aslah menunjukkan adanya sikap dinamis dan progresif serta sikap rekonstruktif walaupun tidak bersikap radikal. Model ini dalam konteks pemikiran pendidikan Islam

(40)

dikategorikan sebagai tipologi perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif.

B. Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif

Aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif adalah sebuah aliran yang berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai mendasar yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Sunnah al-Sahihah dengan mengikut sertakan dan mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan yang ditawarkan oleh dunia teknologi modern.10 Jadi aliran ini selalu mempertimbangkan Qur’an dan al-Sunnah al-Sahihah, khazanah pemikiran klasik, serta pendekatan-pendekatan keilmuan yang muncul pada abad modern. Jargon yang sering dikumandangkan adalah “al-Muh!fazah ‘al! al-Qad"m al-S!lih wa al-Akhzu bi al-Jad"d al-Aslah”, yakni memelihara hal-hal yang baik. Yang telah ada sambil mengembangkan nilai-nilai baru yang lebih baik.

Kata al-Muh!fazah ‘al! al-Qad"m al-S!lih, menggaris bawahi adanya unsur perenialisme dan esensialisme, yakni sikap regresif yang berarti kembali kemasa lalu.11 Dan sikap konservatif yang berarti mempertahankan.12 Sikap regresif dan konservatif ini berlaku terhadap nilai-nilai Ilahi (ketuhanan) dan

10

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, 56.

11

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 940.

12

(41)

nilai-nilai insani (budaya manusia) yang telah ada dan yang telah dibangun serta dikembangkan oleh para pemikir dan masyarakat terdahulu, misalnya sholat dan sifat tawadu’.

Namun sikap-sikap tersebut muncul setelah dilakukan kontekstualisasi, dalam arti mendudukkan khazanah intelektual muslim klasik dalam konteknya. Pemikiran-pemikiran mereka bukan berarti terlepas dari kritik atau tidak bisa diperdebat atau dikritisi (unde batable) terutama dalam konteks keberlakuannya pada masa sekarang. Karl R Pupper menawarkan prinsip falsifikasi, yaitu suatu pemikiran, teori atau ucapan bersifat ilmiah kalau terdapat kemungkinan menyatakan salahnya, atau dilakukan uji falsifikasi terutama dikaitkan dengan keberlakuan ketidakberlakuannya pada kasus-kasus tertentu. Atau menguji relevan tidaknya pemikiran mereka dalam konteks masa sekarang.13

Hal-hal yang dipandang relevan akan dilestarikan, sebaliknya yang kurang relevan akan disikapi dengan cara al-Akhzu bi al-Jad"d al-Aslah, yaitu mencari alternatif lainnya yang terbaik dalam kontek pendidikan masyarakat muslim kontemporer.14

Jadi kata al-Akhzu bi al-Jad"d al-Aslah menunjukkan adanya sikap dinamis (berkembang) dan progresif (lebih maju) serta sikap rekonstruktif (menelaah) walaupun tidak bersifat radikal (tidak menyeluruh).15

13

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, 56.

14

Muhaimin, Wacana Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 96.

15

(42)

Dengan demikian, Jargon yang dikumandangkan oleh aliran tersebut menggaris bawahi perlunya para pemikir, pemerhati dan pengembang pendidikan Islam untuk mendudukkan pemikiran dan pengembangan pendidikan yang dilakukan para era kenabian dan sahabat serta oleh para ulama terdahulu (pasca salaf. Sebagai pengalaman mereka dan dalam konteks ruang dan zamannya, untuk selanjutnya perlu dilakukan uji falsifikasi, agar ditemukan relevan tidaknya dengan kontek sekarang dan yang akan datang. Hal-hal yang dipandang relevan akan dilestarikan, sebaliknya yang kurang relevan akan dicarikan alternatif lainnya atau dilakukan rekonstruksi tertentu dalam konteks pendidikan masyarakat muslim kontemporer.16

Maka aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif ini lebih bersifat kritis karena adanya upaya kontekstualisasi dan falsifikasi, dan lebih bersifat komprehensif dan integratif dalam membangun kerangka filsafat pendidikan Islam. Kajian tentang persoalan hakikat komponen-komponen pokok aktivitas pendidikan Islam serta persoalan landasan atau dasar pemikirannya dibangun dari nash al-Qur’an dan al-Hadits melalui model penafsiran tematik (maud#’i), dengan tetap mempertimbangkan nilai-nilai khazanah intelektual muslim klasik di bidang pendidikan Islam yang dianggap relevan dan kontekstual, serta mencermati nilai-nilai dan sistem pendidikan yang perlu dikembangkan pada era sekarang.17

16

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, 157.

17

(43)

C. Parameter Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif

Parameter aliran perenialis esensialis kontekstual falsifikatif adalah:18 1. Bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah/Hadits.

2. Regresif dan konservatif dengan melakukan kontekstualisasi dan uji falsifikasi, maksudnya adalah menghormati dan menerima konsep pendidikan klasik yang sudah mengakar atau mentradisi dalam kehidupan umat Islam baik pada masa salaf (klasik), dan pertengahan dengan melakukan kontekstualisasi dan uji falsifikasi terhadap keberlakuannya dengan pendidikan kontemporer.

3. Rekontruksi yang kurang radikal, yaitu menelaah kembali pemikiran pendidikan Islam terdahulu yang kurang relevan dengan pendidikan kontemporer walaupun tidak menyeluruh.

4. Wawasan kependidikan Islam yang concen terhadap kesinambungan pemikiran pendidikan Islam dalam merespon tuntutan perkembangan IPTEK dan perubahan sosial yang ada.

D. Ciri-ciri Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif

Ada beberapa ciri pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif yaitu:19

18

Ibid., 66.

19

(44)

1. Menghargai pemikiran pendidikan Islam yang berkembang pada era salaf (klasik), dan abad pertengahan.

2. Mendudukkan pemikiran pendidikan Islam era salaf (klasik) dan pertengahan dalam konteks ruang dan zamannya untuk difalsifikasi.

3. Rekonstruksi (menelaah) pemikiran pendidikan Islam terdahulu yang dianggap kurang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan era kontemporer.

Melihat ketiga ciri di atas aliran perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif berusaha mempertahankan pemikiran pendidikan Islam yang berkembang pada masa salaf dan pasca salaf yang masih dianggap relevan dengan tuntutan perkembangan zaman dengan melakukan falsifikasi. Dan mengadakan perubahan terhadap pemikiran yang kurang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan era kontemporer. Misal dalam hal metode pembelajaran.

E. Konsep Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif dalam Pengembangan Komponen Kurikulum Pendidikan Agama Islam

1. Hakekat Pendidikan

Hakekatnya pendidikan adalah upaya mengembangkan, mendorong dan mengajak manusia lebih maju berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.20

20

(45)

2. Tujuan Pendidikan

Melihat pandangan perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif tentang hakekat pendidikan, maka tujuan pendidikan diarahkan untuk membantu peserta didik dalam menguak, menemukan dan menginternalisasikan nilai-nilai yang diungkapkan pada masa salaf al-salih atau masa klasik dan pertengahan, menjelaskan dan menyebarkan warisan ajaran dan nilai salaf atau para pendahulunya yang dianggap mapan dalam ujian sejarah, karena itu penting diketahui oleh semua orang misal, sholat, pentingnya jih!d f" sab"lillah dan lain-lain.21

Di lain pihak tujuan pendidikan juga untuk memberikan ketrampilan-ketrampilan dan alat-alat kepada peserta didik yang dapat dipergunakan untuk berinteraksi dengan lingkungannya yang selalu dalam proses perubahan, sehingga ia bersikap dinamis dalam menghadapi dan merespon tuntutan dan kebutuhan-kebutuhan lingkungannya, serta mampu menyesuaikan dan melakukan penyesuaian kembali dengan tuntutan perubahan sosial dan perkembangan IPTEK dengan dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran universal (Allah). Singkatnya, tujuan menurut tipologi ini adalah melestarikan nilai-nilai ilahiyah dan insaniyah sekaligus menumbuhkembangkannya dalam konteks perkembangan IPTEK dan perubahan sosial yang ada.22

21

Muhaimin, Wacana Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, 132.

22

(46)

Melihat tujuan di atas tampaknya aliran ini mengedepankan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam tujuan pembelajarannya.

3. Kurikulum

Kurikulum dalam pandangan perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif ditekankan pada:

a. Pelestarian doktrin-doktrin dan nilai-nilai agama yang dipandang mapan sebagaimana tertuang dan terkandung dalam kitab-kitab terdahulu, yang berisi hal-hal yang utama (dasar) dan esensial, serta mata pelajaran-mata pelajaran kognitif sebagaimana yang ada pada masa salaf dan pasca salaf, misal pelajaran al-Qur’an, fiqh (syari’ah) dan lain-lain.

b. Penggalian problem yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungannya atau diberi pengalaman untuk memecahkannya secara kritis dalam perspektif ajaran dan nilai-nilai agama Islam.23

Dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam yang menyangkut doktrin-doktrin ibadah khusus (shalat, puasa, zakat, haji, nikah dan lain-lain) atau nilai-nilai esensial dalam Islam yang teruji dalam sejarah seperti tawadu’, pentingnya jih!d f" sab"lillah, larangan dendam dan sebagainya, merupakan ajaran dan nilai-nilai yang harus dilestarikan, dipertahankan, dan disebarkan dari generasi ke generasi berikutnya, untuk diamalkan dengan benar dalam kehidupan sehari-hari.

23

(47)

Sedangkan dalam hal-hal yang bersifat aktual peserta didik juga dilatih untuk menggali problem-problem yang tumbuh dan berkembang di lingkungannya atau yang dialami peserta didik yang berbeda konteknya dengan yang dialami oleh pendahulunya. Misalnya peserta didik diajak untuk menggali, menemukan dan mengidentifikasi masalah-masalah dekadensi moral, dan kenakalan remaja akibat adanya arus globalisasi dan lain-lain.

4. Metode

Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikannya kearah tujuan yang dicita-citakan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan Islam, ia tidak akan berarti apa-apa, manakala tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta didik. Ketidak tepatan dalam penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan tenaga secara percuma. Karenanya, metode adalah syarat untuk efisiensinya aktivitas pendidikan Islam.24

Dalam aliran perenialis esensialis kontekstual falsifikatif, metode yang digunakan dalam hal-hal yang bersifat doktriner adalah:25

24

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritias dan Praktis (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 64.

25

(48)

a) Metode Ceramah

Metode ceramah adalah tehnik penyampaian pesan pengajaran yang sudah lazim dipakai oleh guru di sekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru di muka kelas. Peran murid di sini sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat keterangan-keterangan guru bilamana diperlukan.26

b) Metode Tanya Jawab (Dialog)

Metode tanya jawab ialah penyampaian pesan pengajaran dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban, atau sebaliknya siswa diberi kesempatan bertanya dan guru yang menjawab pertanyaan.27

c) Metode Diskusi

Diskusi adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk mengambil kesimpulan. Diskusi tidak sama dengan berdebat. Diskusi selalu diarahkan kepada pemecahan masalah yang menimbulkan berbagai macam pendapat dan akhirnya diambil suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh anggota kelompok.28

26

Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 34.

27

Ibid., 43.

28

Abu Ahmadi dan Joko Prasetya, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 57.

(49)

d) Metode Pemberian Tugas (Resitasi)

Metode resitasi biasa disebut metode pekerjaan rumah, karena siswa diberi tugas-tugas khusus di luar jam pelajaran. Penekanan metode ini terletak pada jam pelajaran berlangsung di mana siswa disuruh untuk mencari informasi atau fakta-fakta berupa data yang dapat ditemukan di laboratorium, perpustakaan, pusat sumber belajar dan sebagainya.29

Sedangkan dalam hal-hal yang bersifat antisipasif terhadap masalah-masalah negatif yang aktual di masyarakat, metode yang dikembangkan adalah:30

a. Cooperative activities atau cooperative learning

Cooperative activities atau cooperative learning adalah metode yang mengedepankan kerjasama antar siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru.

b. Contextual teaching and learning

Contextual teaching and learning adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.31

29

Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, 47.

30

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, 133-134.

31

Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan, Pendekatan Kontekstual (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2002), 11.

(50)

c. Metode proyek

Metode proyek (unit) adalah suatu metode mengajar dimana bahan pelajaran diorganisasikan sedemikian rupa sehingga merupakan suatu keseluruhan atau kesatuan bulat yang bermakna dan mengandung suatu pokok masalah.32

5. Evaluasi

Rangkaian akhir dari suatu proses pendidikan Islam adalah evaluasi atau penilaian. Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam dalam mencapai tujuannya dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap out put yang dihasilkannya.33

Dalam aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif evaluasi yang digunakan dalam hal-hal yang bersifat doktriner adalah:34

a) Ujian-ujian objektif. b) Ujian-ujian essay. c) Tes-tes diagnostik.

d) Tes prestasi belajar yang terstandarisasi. e) Tes kompetensi berbasis amaliah.

32

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetio, Strategi Belajar Mengajar, 70.

33

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, 77.

34

(51)

Sedangkan dalam hal-hal yang bersifat antisipasi terhadap masalah-masalah negatif yang aktual di masyarakat, maka evaluasinya lebih banyak menggunakan evaluasi formatif, dengan asumsi bahwa setiap peserta didik mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu yang berbeda antara satu dengan lainnya, sehingga perlu dikembangkan kemampuan dan kelebihannya tersebut.35

6. Pengajar (Guru)

Pengajar sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan pengajar sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Pengajar harus pandai membawa peserta didiknya kepada tujuan yang hendak dicapainya.36

Sedangkan menurut aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif peran pengajar pendidikan agama adalah sebagai figur yang memiliki otoritas tinggi, yang meyakini kebenaran masa lalu, penyebar kebenaran dan orang yang ahli dibidangnya. Selain itu seorang pengajar harus berperan sebagai fasilitator dan yang memimpin serta mengatur pembelajaran.37

35

Muhaimin, Pengembangan Kurikukum Pendidikan Agama Islam, 134.

36

Ibid., 120.

37

(52)

7. Pelajar (Peserta Didik)

Sebagai subjek utama dalam pendidikan, terutama dalam proses belajar mengajar, peserta didik memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, peserta didik dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensi, daya motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan.

Peserta didik diibaratkan sebagai makhluk rasional yang dibimbing, diajak dan diarahkan untuk menggali, menemukan dan mengidentifikasi masalah-masalah yang ada, atau yang dialami oleh peserta didik yang berbeda konteksnya dengan yang dialami oleh para pendahulunya. Ia dilatih dan diberi pengalaman untuk memecahkannya dalam perspektif ajaran dan nilai-nilai agama Islam.38

38

(53)

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

PERENIALIS-ESENSIALIS-KONTEKSTUAL-FALSIFIKATIF DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI MADRASAH TSANAWIYAH MA’ARIF SUKOSARI

A. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari 1. Sejarah Berdirinya Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari

Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Sukosari berdiri pada tanggal 15 Juli 1987 atas prakarsa tokoh agama, masyarakat dan aparat pemerintah Desa Sukosari. Di antara yang memprakarsai berdirinya Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari ini adalah: H. Asyari, KH. Ahmad Suyuti, H. Abdurrahim, K. Ahmad Mudhakir, KH. Muhammad Ma’sum, KH. Marwan Salahudin, Suwito Anwar, Slamet Daroini, Muhyar, dan Binti Sofiah.1

Di antara para pendiri tersebut yang sekarang masih aktif mengembangkan Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari adalah KH Ahmad Suyuti, KH Muhammad Ma’sum, KH. Marwan Salahudin dan Muhyar.

Tujuan didirikan lembaga ini adalah untuk membantu pemerintah mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya anak-anak Desa Sukosari.

1

Lihat transkrip wawancara nomor: 14/6-W/3-III/2007 dalam lampiran laporan hasil penelitian.

(54)

Pada awal berdirinya proses pembelajaran bertempat di gedung Madrasah Diniyah Raudhatultalibin, murid yang pertama waktu itu berjumlah 22 orang, yang terdiri dari 8 orang laki-laki dan 14 orang perempuan dan mayoritas berasal dari Desa Sukosari.2

Pada tanggal 17 Juli 1987 Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari sudah mendapat pengesahan dari lembaga pendidikan Ma’arif Ponorogo dengan No. 28 PP/MT/VII-1987. Kemudian pada tanggal 1 November 1988 Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Sukosari mendapat izin operasional dari kantor Departemen Agama Kabupaten Ponorogo dengan No. M/M. 04/05.00/PP.00.1/3028/1988.3

Setelah mendapat izin operasional dari Departemen Agama Kabupaten Ponorogo, tahun 1993 mengajukan ke kantor Departemen Agama Provinsi JawaTimur dengan hasil mendapat status terdaftar. Tepatnya pada tanggal 2 Agustus 1993. Berdasarkan surat keputusan Kantor wilayah Jawa Timur dengan No. Wn.05.03/PP/03.2/2005/1993.

Lima tahun kemudian telah diajukan akreditasi ulang ke kantor wilayah Jawa Timur dengan hasil akreditasi diakui berdasarkan surat kepala kantor wilayah Jawa Timur dengan no. mn.06.03/PP/03.2/1838/SKP/1997. Tepatnya tanggal 9 Juli 1997. Selanjutnya pada tahun 2002 Madrasah

2

Lihat transkrip wawancara nomor: 22/7-W/3-III/2007 dalam lampiran laporan hasil penelitian.

3

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Bank BNI (Persero) Tbk Cabang Ambon, apakah mereka merasa puas dengan kondisi gedung kantor, penempatan karyawan pada bagian atau bidang kerja yang sama

Identifikasi yang telah dilakukan menggunakan analisa 5W1H dan informasi juga diperoleh dengan berbagai media, baik melalui buku, internet, peninjauan langsung

Berdasarkan hasil sintesis pembobotan pada analisis vertikal dan analisis horizontal pada Gambar 1, diketahui bahwa untuk meningkatkan daya saing singkong

Namun konsep walkability pada kota-kota di Indonesia belum sepenuhnya diterapkan, seperti pada lokasi penelitian yang berada di Kota Bandar Lampung atau lebih

Berdasarkan hasil rataan konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan pakan yang disajikan sebagai hasil dari penelitian ini maka dapat disimpulkan

Frasa nomina merupakan gabungan lebih dari satu kata yang membentuk suatu makna benda. Yang dicetak tebal dan merupakan frasa yang berwujud nomina. Ini rombongan tamu

Karena tiap subcarrier bersifat orthogonal, maka kita dapat mengirimkan beberapa simbol OFDM ini secara paralel menggunakan subcarrieryang berbeda-beda, sehingga tidak

Apabila Basil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 884 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), maka