• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR .... TAHUN ...

TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a bahwa kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan penyelenggaraan otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing Daerah, dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan potensi keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. bahwa efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu unt uk ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek -aspek hubungan antar tingkatan pemerintah dan antar Daerah, tantangan persaingan global dan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional, disertai dengan pemberian hak untuk mendapat pendanaan penyelenggaraan otonomi daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, b, dan c di atas, perlu ditetapkan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah

Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 4 ayat (1). Pasal 5 ayat (1). Pasal 18 Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan MPR. DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4311),

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH BAB I

(2)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

a. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para Menteri dan Pimpinan Lembaga.

b. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintah yang diserahkan kepada Daerah sebagai fungsi-fungsi pemerintahan daerah otonom yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan lembaga pemerintahan daerah menurut asas desentralisasi

c. Pemerintah Daerah adalah unsur lembaga pemerintahan daerah yang terdiri dari Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain, yang berfungsi sebagai lembaga eksekutif daerah.

d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD, adalah unsur lembaga pemerintahan daerah yang berfungsi sebagai lembaga legislatif Daerah.

e. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

f. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau Kepala Instansi Vertikal di Wilayah tertentu untuk mengurus urusan pemerintahan.

g. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau Desa dan dari Pemerintah Provinsi kepada Kabupaten/Kota dan Desa serta dari Pemerintah Kabupaten/Kota ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu disertai pendanaan dan dalam hal tertentu disertai sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.

h. Otonomi Daerah adalah wewenang Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

i. Daerah Otonom, sebagai sebutan umum bagi Provinsi, Kabupaten dan Kota, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai Batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

j. Wewenang adalah hak, kewajiban, tugas, dan tanggung jawab untuk mengatur dan/atau mengurus urusan pemerintahan.

k. Wilayah Administrasi selanjutnya disebut Wilayah, adalah wilayah kerja Gubernur selaku wakil Pemerintah untuk mengurus urusan pemerintahan.

l. Instansi Vertikal adalah perangkat Departemen dan/atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mengurus urusan pemerintahan dalam wilayah tertentu dalam rangka dekonsentrasi.

m. Pejabat yang berwenang adalah pejabat Pemerintah yang berwenang mengesahkan atau menyetujui, menangguhkan dan membatalkan kebijakan Daerah dan/atau mengangkat, memberhentikan, mengesahkan, menyetujui, membina dan mengawasi Pelaksana penyelenggaraan pemerintahan daerah dan/atau pejabat Pemerintah pada Pemerintah Daerah Provinsi yang berwenang membina dan mengawasi Pelaksana penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten dan kota.

n. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat Kabupaten dan Kota

o. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja kecamatan.

(3)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

p. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki Batas-Batas wilayah yurisdiksi berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten/Kota.

q. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah unsur lembaga pemerintahan desa yang terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa

r. Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah unsur lembaga s. Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah kewajiban

Pemerintah untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan akibat adanya penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah Pusat kepada Provinsi, kabupaten/Kota berdasarkan asas desentralisasi yang harmonis dengan kewajiban daerah memberikan kontribusi dalam rangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

t. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dan Belanja Transfer APNN yang dialokasikan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk keadilan dan keselarasan fiskal antara Pemerintah Pusat dengan Daerah serta antar Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

u. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Daerah yang berhubungan dengan hak dan kewajibannya.

v. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

w. Pendapatan daerah adalah semua penerimaan melalui kas daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang menjadi hak dan dengan demikian tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah daerah.

x. Belanja daerah adalah semua pengeluaran melalui kas daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dam periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali kepada pemerintah daerah.

y. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.

z. Pinjaman, Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat yang bernilai uang, sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan.

aa. Kawasan khusus adalah bagian wilayah tertentu di dalam Provinsi dan atau Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi--fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional.

bb. Kawasan F'erdesaan adalah suatu bagian wilayah Daerah yang bercirikan perdesaan. cc. Kawasan Perkotaan adalah suatu bagian wilayah Daerah yang bercirikan perkotaan. dd. Bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya

disebut bakal calon adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan untuk ikut serta di dalam proses penetapan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah.

ee. Pasangan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut pasangan calon adalah bakal calon yang telah memenuhi persyaratan untuk dipilih sebagai pasangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

ff. Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil yang bekerja dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

(4)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BAB II

KEBIJAKAN DESENTRALISASI Bagian Kesatu Kebijakan Dasar

Pasal 2

Pemerintah menyelenggarakan kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan penyelenggaraan otonomi daerah termasuk penyelenggaraan pemerintahan daerah yang! bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Bagian Kedua

Pembentukan Daerah Otonom Pasal 3

(1). Pembentukan daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan membentuk Provinsi, dan dalam wilayah Provinsi dibentuk Kabupaten dan Kota, serta dalam wilayah Kabupaten/Kota dibentuk dan/atau diakui keberadaan Desa

(2). Wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi daratan kecuali ditetapkan lain dalam undang-undang pembentukan daerah. (3). Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berkedudukan sebagai Wilayah

Administrasi.

Pasal 4

(1). Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dengan mempertimbangkan aspek peningkatan pelayanan, pemberdayaan, prakarsa, peran serta masyarakat, pemerataan keadilan efisiensi, akuntabilitas dan pengembangan demokrasi, pertahanan dan keamanan serta daya saing daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2). Pelayanan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk terjaminnya penyediaan pelayanan dasar yang efisien dan efektif.

(3). Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk meningkatkan kesehatan dan kemampuan di bidang pendidikan dan keterampilan, komunikasi ekonomi, dan sosial kemasyarakatan.

(4). Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat serta untuk pengembangan kesadaran berbangsa, bernegara dan bermasyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia

(5). Daya saing Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk meningkatkan keunggulan masing-masing Daerah dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 5

Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) memperhatikan ciri dan keragaman daerah serta kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(5)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Bagian Ketiga

Penyelenggaraan Otonomi Daerah Pasal 6

Penyelenggaraan otonomi daerah dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi efektivitas. produktif dan akuntabel melalui upaya-upaya koordinasi, pembinaan pengawasan. dan kerja sama antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah.

Pasal 7

(1). Penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menimbulkan adanya hubungan antar tingkat pemerintahan, antar Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Desa dan hubungan antara Pemerintah Daerah dengan pengelola kawasan khusus

(2). Hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota dan/atau Desa;

b. hubungan antar Pemerintah Provinsi

c. hubungan antar Pemerintah Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi,

d. hubungan antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota, e. hubungan antar Pemerintah Desa dalam satu Kabupaten/Kota; dan

f. hubungan antar Pemerintah Daerah lainnya.

(3). Jenis hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup hubungan kewilayahan, wewenang, administrasi; pemanfaatan sumber daya; dan hubungan keuangan dengan memperhatikan adanya penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan dan yang tidak disurahkan kepada Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan

Pasal 8

Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan yang tidak diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dapat dilimpahkan kepada Gubernur dan/atau kepala instansi vertikal berdasarkan asas dekonsentrasi, atau ditugaskan kepada Provinsi Kabupaten, Kota dan/atau Desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

Bagian Keempat Kawasan Khusus Pasal 9

(1). Untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus, berskala nasional dan atau kepentingan nasional, pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota.

(2). Fungsi-fungsi pemerintahan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk kepentingan pertahanan negara, pelestarian lingkungan hidup, pendayagunaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau tertentu, ekonomi dan perdagangan, pelestarian warisan budaya dan cagar alam, pengembangan riset dan teknologi, lembaga pemasyarakatan, dan/atau kepentingan strategis nasional lainnya.

(6)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pasal 10

Untuk meningkatkan daya saing daerah, pemerintah Provinsi dan atau pemerintah Kabupaten/Kota dapat menetapkan kawasan khusus berskala regional dalam wilayah Provinsi atau berskala' lokal dalam wilayah Kabupaten/Kota.

Pasal 11

Tata cara penetapan kawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasat 10 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III

PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, PENGHAPUSAN DAERAH, DAN PERUBAHAN BATAS DAERAH

Pasal 12

(1). Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan faktor kemampuan ekonomi, kemampuan keuangan potensi daerah, tingkat kesejahteraan rakyat, sumber daya manusia, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas wilayah, pertahanan, dan keamanan.

(2). Faktor kemampuan ekonomi, kemampuan keuangan, potensi daerah, dan tingkat kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan faktor utama (3). faktor sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, sumber daya manusia, luas wilayah,

pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan faktor penunjang.

(4). Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui tahapan pengkajian oleh pemerintah, pertimbangan DPOD, penyusunan Rancangan Undang-undang pembentukan

(5). Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk propinsi sekurang-kurangnya mencakup 7 (tujuh) Kabupaten/Kota dan untuk membentuk Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya mencakup 7 (tujuh) kecamatan.

(6). Kabupaten/Kota atau kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sekurang-kurangnya telah berusia 5 (lima) tahun.

(7). Propinsi atau Kabupaten/Kota induk yang telah menjadi lebih dari satu Provinsi atau Kabupaten/Kota baru diresmikan.

(8). Propinsi atau Kabupaten/Kota hasil pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk daerah baru lagi sekurang-kurangnya setelah 10 (sepuluh) tahun sejak peresmiannya.

(9). Calon Daerah ditetapkan menjadi Daerah apabila hasil masing-masing skor pada calon Daerah maupun Daerah induk sekurang-kurangnya di atas nilai minimal kelulusan

Pasal 13

(1). Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonom daerah dapat d hapus dan digabung dengan daerah lain.

(7)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

(2). Penghapusan dan penggabungan daerah otonom sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil evaluasi kemampuan daerah otonom dalam menyelenggarakan otonomi daerah.

(3). Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai dasar untuk menentukan bentuk dan cara pembinaan dari Pemerintah kepada daerah otonom.

(4). Pedoman evaluasi kemampuan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Pasa l 14

(1). Pembentukan serta penghapusan dan penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 ditetapkan dengan Undang-Undang

(2). Ketentuan mengenai kriteria, persyaratan, dan tatacara pembentukan serta penghapusan dan penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, serta perubahan batas daerah dan pemindahan ibukota Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah

(3). Pemindahan ibukota Daerah, perubahan nama Daerah, perubahan nama ibukota, pemberian nama bagian rupa bumi, dan perubahan batas Daerah yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu Daerah, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV

HU`3UNGAN ANTAR TINGKAT PEMERINTAHAN DAN ANTAR PEMERINTAH DAERAH Bagian Kesatu

Hubungan Wewenang Pasal 15

(1). Urusan pemerintahan yang dapat diserahkan kepada Daerah dibagi antara Pemerintah Propinsi, dan Kabupaten/Kota berdasarkan kriteria eksternal tas akuntabilitas, efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkat pemerintahan sesuar dengan kepentingan, aspirasi, dan prakarsa masyarakat setempat berdasarkan peraturan perundangan-undangan

(2). Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah ada yang bersi fat wajib dan pilihan

(3). Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan penyerahan sumber pendanaan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia.

(4). Urusan pemerintahan yang tidak diserahkan adalah urusan pemerintahan dalam bidang hubungan luar negeri, yustisi, pertahanan, keamanan, moneter, fiskal nasional, agama, dan bagian tertentu urusan pemerintahan lainnya.

(5). Bagian tertentu urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mencakup:

a. pengaturan mengenai norma, standar dan prosedur penyelenggaraan urusan Pemerintah dan kebijakan lain yang berskala nasional;

b. pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah; c. manajemen Pegawai Negeri Sipil yang berskala nasional;

(8)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

1.) penciptaan stabilitas nasional untuk peningkatan kemakmuran dan perlindungan rakyat serta mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara;

2.) lintas negara dan lintas Provinsi; 3.) strategis yang berskala nasional;

4.) pengakuan kewarganegaraan dan keimigrasian;

5.) penegakan peraturan perundang-undangan dan kebijakan nasional serta sosialisasinya pada tingkat nasional dan internasional;

6.) perlindungan Hak-hak Asasi Manusia;

7.) peningkatan kualitas pelayanan umum dan adil bagi semua warga negara; 8.) penyediaan pelayanan umum yang berupa dokumen negara yang

seragam/sama bagi semua penduduk;

9.) peningkatan efisiensi atas terselenggaranya pelayanan masyarakat yang berskala nasional;

10.) penciptaan iklim yang kondusif untuk menjalin kerja sama antar provinsi dan antar negara dalam mengembangkan perekonomian nasional;

11.) penggunaan/pengelolaan teknologi yang memiliki resiko tinggi;

12.) pengelolaan dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk kepentingan nasional;

13.) penyebaran sumber daya manusia profesional yang strategis secara nasional;

14.) penyediaan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang berskala nasional dan internasional;

15.) penyediaan tenaga kerja yang mempunyai daya saing nasional dan internasional;

16.) pelestarian aset nasional;

17.) pengamanan pelaksanaan dan sosialisasi perjanjian internasional alas nama negara;

18.) penetapan dan pengamanan kebijakan perdagangan luar negeri; 19.) prasarana dan sarana nasional;

20.) penetapan kriteria pahlawan nasional;

(6). Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang tidak diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

(1). Provinsi dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan diberi wewenang oleh Pemerintah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dengan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) yang cakupannya berskala regional.

(2). Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan kondisi dan karakter Daerah.

(3). Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. pengendalian lingkungan hidup yang berdampak regional;

b. pengelolaan perkembangan dan administrasi kependudukan yang berskala regional;

c. penanganan wabah penyakit menular dan serangan hama yang cakupannya regional;

(9)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

d. perencanaan struktur tata ruang wilayah provinsi, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian ruang wilayah provinsi serta penatagunaan tanah dan penataan ruang lintas Kabupaten/Kota;

e. perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian pembangunan dalam cakupan regional

f. pendidikan dan pelatihan bidang tertentu dan alokasi sumber daya manusia potensial yang cakupannya regional;

g. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di wilayah Provinsi;

h. penyediaan pelayanan sosial untuk menanggulangi masalah-masalah sosial lintas kabupaten/kota;

i. pelayanan bidang ketenagakerjaan untuk menanggulangi masalah-masalah ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;

j. melaksanakan pelayanan dasar yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota yang tata cara pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

k. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang berskala regional yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan bila dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan

l. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang berskala regional yang diserahkan lebih lanjut oleh Pemerintah.

(4). Untuk pelaksanaan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah.

(5). Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah urusan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi, karakter dan potensi unggulan Daerah.

Pasal 17

(1). Kabupaten dan Kota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan selain urusan pemerintahan yang diatur dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) serta Pasal 16, dengan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.

(2). Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan kondisi dan karakter Daerah.

(3). Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelayanan dasar yang berkaitan dengan :

a. perlindungan hak-hak konstitusional warga negara;

b. perlindungan kepentingan nasional yang ditetapkan berdasarkan konsensus nasional dalam kerangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kesejahteraan masyarakat, ketenteraman dan ketertiban umum; dan

c. pemenuhan komitmen nasional yang berkaitan dengan perjanjian dan konvensi internasional.

(4). Pelayanan dasar sebagaimana dimaksud ayat (3) meliputi : a. pendidikan dan olah raga;

b. kesehatan;

(10)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

d. ketenteraman dan ketertiban um um seperti. penegakan peraturan daerah, penanganan gangguan sosial, kerukunan antar warga;

e. penanganan masalah sosial ekonomi rakyat setempat, f. penanganan penyandang masalah sosial;

g. pelayanan untuk masyarakat pencari kerja; h. pelayanan administrasi umum pemerintahan; i. jaminan keselamatan umum;

j. memfasilitasi adanya pelayanan dasar yang disediak an oleh pihak di luar Pemerintah Daerah, dan

k. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh undang-undang

(5). Untuk pelaksanaan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah.

(6). Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa urusan yang secara nyata ada dan berpretensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi karakter dan potensi

(7). Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dilaksanakan oleh Daerah setelah mendapat pengakuan Pemerintah.

Pasal 18

(1). Hubungan wewenang dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 diwujudkan dalam bentuk koordinasi, pembinaan, pengawasan, dan kerja sama dengan memperhatikan hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)

(2). Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Hubungan Pemanfaatan Sumber Daya Pasal 19

(1). Hubungan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya mencakup pengelolaan jenis sumber daya dan faktor produksi; bagi hasil, dan pelestarian lingkungan hidup berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(2). Pengelolaan jenis sumber daya dan faktor produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk penyerahan, pelimpahan, dan penugasan serta pemberian kuasa kepada pihak ketiga, dari Pemerintah kepada Daerah, atau kerja sama antara Pemerintah dan Daerah dan/atau antar Daerah.

(3). Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

(1). Daerah dapat diberikan kewenangan oleh Pemerintah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya lainnya di wilayah taut dalam bidang dan batas tertentu

(2). Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

(11)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net www.parlemen.net Bagian Ketiga Hubungan Keuangan Paragraf Kesatu Umum Pasal 21

(1). Hubungan keuangan antar tingkat pemerintahan dapat meliputi ; a. pendanaan urusan Pemerintah yang diresentralisasikan; b. pendanaan urusan pemerintah yang didekonsentrasikan; dan c. pendanaan urusan pemerintah yang ditugas -pembantuankan (2). Hubungan keuangan antar Daerah mempertimbangkan adanya.

a. penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama, b. penyelenggaraan urusan pemerintahan yang mempunyai eksternalitas melampaui

batas wilayah suatu Daerah;

c. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya oleh beberapa Daerah secara bersama; dan

d. kerja sama antar Daerah

(3). Hubungan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berbentuk hubungan a. pendanaan urusan pemerintah yang menjadi tanggung jawab bersama

b. pembiayaan bersama.

(4). Masing-masing Daerah yang terikat dengan hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) wajib berkoordinasi dan menyediakan pendanaan atau pembagian hasil yang dirangkum dalam APBD

(5). Pedoman hubungan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Paragraf Kedua

Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintah yang Diserahkan Pasal 22

(1). Pendanaan Urusan pemerintah yang diserahkan berupa pendanaan secara langsung dan tidak langsung dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah.

(2). Pendanaan secara langsung untuk urusan pemerintahan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi dana perimbangan, bantuan dan hibah.

(3). Pendanaan secara tidak langsung terhadap urusan pemerintahan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah dana yang diperoleh dari pelaksanaan hak: a. memungut pajak dan retribusi daerah;

b. mengelola kekayaan Daerah;

c. mengelola kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan d. dari sumber-sumber pendapatan lainnya yang sah.

(4). Ketentuan mengenai dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Undang-undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

(12)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Paragraf Ketiga

Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintah yang Tidak Diserahkan Pasal 23

(1). Pendanaan pelaksanaan tugas dekonsentrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 bersumber dari APBN yang merupakan bagian anggaran Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen terkait.

(2). Pendanaan pelaksanaan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 bersumber dari APBN yang merupakan bagian anggaran Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen terkait.

Bagian Keempat Hubungan Kewilayahan

Pasal 24

(1). Hubungan kewilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat (3) dilaksanakan untuk mewujudkan hubungan antara wilayah administrasi dengan daerah otonom, dan kawasan khusus sebagai satu kesatuan wilayah negara.

(2). Pengaturan hubungan kawasan khusus sebagaimana dimaksudi pada ayat (1) dengan Daerah mencakup kegiatan yang dilaksanakan oleh kawasan khusus urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Daerah, dan hubungan kewilayahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kelima Hubungan Administrasi

Pasal 25

(1). Hubungan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilaksanakan untuk mewujudkan hubungan manajemen pemerintahan antar tingkat pemerintahan yang serasi pengelolaan dokumen negara dan dokumen publik yang baku.

(2). Hubungan manajemen pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup aspek koordinasi, perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan, dan pengawasan di bidang personil, pendanaan serta sarana dan prasarana.

(3). Pedoman tentang hubungan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2), diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB V

PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Bagian Pertama

Perbentukan dan Susunan Pemerintahan Daerah Pasal 26

(1). Dalam penyelenggaraan otonomi daerah dibentuk dan disusun lembaga pemerintahan daerah yang terdiri dari Pemerintah Daerah dan DPRD.

(13)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

(2). Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Kepala Daerah dan Perangkat Daerah.

(3). DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari anggota partai politik peserta Pemilu yang dipilih melalui Pemilu berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Daerah

Pasal 27

Dalam menyelenggarakan otonomi daerah, Daerah mempunyai hak :

a. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya nasional yang berada di Daerah oleh Pemerintah atau yang dikuasakan/diberi ijin;

b. memungut pajak daerah dan retribusi daerah; c. mengelola kekayaan Daerah; dan

d. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah. Pasal 28

Dalam penyelenggaraan otonomi, Daerah mempunyai kewajiban: a. menyediakan pelayanan umum;

b. mengembangkan sumber daya produktif di daerahnya; c. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat,

d. melindungi masyarakat;

e. melestarikan nilai-nilai sosio-kultural; f. mengembalikan kehidupan demokrasi, g. mengembangkan keadilan dan pemerataan; h. melestarikan lingkungan hidup;

i. mengelola perkembangan dan administrasi kependudukan

j. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai kewenangannya, k. menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta tegak dan utuhnya Negara

Kesatuan Republik Indonesia; dan

l. berperan serta dalam pembangunan nasional. Pasal 29

(1). Hak dan. kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk belanja, pendapatan, dan pembiayaan Daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah

(2). Pengelolaan keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara efektif, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan

Bagian Ketiga Pemerintah Daerah

Paragraf Pertama Kepala Daerah

(14)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pasal 30

(1). Setiap Daerah dipimpin oleh Kepala Pemerintah Daerah yang disebut Kepala Daerah (2). Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Provinsi disebut Gubernur

untuk Kabupaten disebut Bupati, dan untuk Kota disebut Walikota

(3). Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh sate orang Wakil Kepala Daerah.

(4). Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk Provinsi disebut Wakil Gubernur, untuk Kabupaten disebut Wakil Bupati dan untuk Kota disebut Wakil Walikota. (5). Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat

(3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Pasal 31

(1). Gubernur di samping sebagai Kepala Daerah juga sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Administrasi.

(2). Wilayah kerja Gubernur sebagai Wakil Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Wilayah Provinsi yang juga merupakan wilayah Daerah Provinsi.

Pasal 32

(1). Dalam menyelenggarakan. asas dekonsentrasi, Pemerintah melimpahkan sebagian wewenangnya kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah untuk mengurus urusan pemerintahan tertentu.

(2). Sebagian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilimpahkan kepada Gubernur meliputi:

a. melestarikan dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan menciptakan, memelihara kesatuan dan kerukunan nasional, serta menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

b. memelihara konsistensi dan keserasian antara kebijakan Pemerintah dengan kebijakan Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayahnya untuk memelihara dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;

d. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan nasional di daerah; e. koordinasi regional di bidang perencanaan, pengawasan dan pengendalian

penyelenggaraan pemerintahan daerah

f. penerapan kebijakan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum di wilayahnya

g. pengawasan terhadap Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan Keputusan DP RD serta Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota;

h. pengawasan penyelenggaraan pemerint ahan dan pembangunan Daerah; Kabupaten/Kota;

i. fasilitas dan supervisi Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan otonomi daerah j. fasilitasi dan supervisi penyelenggaraan pemerintahan desa

k. pembinaan dan pengawasan manajemen kepegawaian daerah di wilayahnya, l. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan otonomi daerah Kabupaten dan Kota, m. pengkajian sebagai dasar pertimbangan mengenai pembentukan, penghapusan

(15)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

bumi perubahan nama Kabupaten/Kota dan Pemindahan Ibu Kota Kabupaten dalam wilayahnya;

n. Penserasian dan penyelarasan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah di wilayahnya;

o. pengawasan terhadap proses pemilihan Kepala Daerah Kabupaten/Kota; p. melantik Bupati/Walikota atas nama Presiden;

q. fasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi,

r. penyelenggaraan urusan pemerintahan lainnya yang belum tertampung oleh instansi pemerintah.

(3). Pelimpahan urusan pemerintahan selain yang dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(4). Gubernur dalam melaksanakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat menunjuk atau menugaskan pejabat Pemerintah sebagai pelaksananya

(5). Gubernur dalam melaksanakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) wajib mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaannya kepada Pemerintah.

(6). Tata cara penyelenggaraan dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 33

Kedudukan keuangan Gubernur selaku wakil pemerintah untuk melaksanakan tugas dekonsentrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf Kedua

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 34

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan beradab.

Pasal 35

Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Warga Negara Republik Indonesia sejak kelahirannya, dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain, yang memenuhi persyaratan:

a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana, c. sehat jasmani dan rohani;

d. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945,

e. belum pernah menjabat sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;

f. berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun bagi Gubernur/ wakil Gubernur dan 30 (tiga puluh) tahun bagi Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota

g. mempunyai kecakapan dan pengetahuan di bidang pemerintahan h. tidak sedang dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan

(16)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

i. berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah lanjutan Tingkat Atas dan atau sederajat j. bukan bekas anggota organisasi terlarang, termasuk Partai Komunis Indonesia dan

organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G 30 S/PKI Dan tindakan makar lainnya,

k. tidak sedang dicabut hak pilihnya;

l. tidak dalam status terdakwa dan atau terpidana dalam perkara tindak pidana yang diancam

m. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;

n. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan melalui media komunikasi massa yang ada di daerah setempat;

o. menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga. kandung, suami atau istri; dan

p. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah. Pasal 36

(1). Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan yang diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan yang masing-masing dibentuk oleh DPRD dengan Keputusan DPRD.

(2). Anggota Panitia Pemilihan sebagaimana pada ayat (1) terdiri dari unsur anggota DPRD, KPUD dan anggota masyarakat.

(3). Anggota Panitia Pengawas Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur Kepolisian, Kejaksaan, dan masyarakat.

(4). Kegiatan Panitia Pemilihan dan Panitia Pengawas Pemilihan di dukung oleh pendanaan dari Anggaran Pemerintah Daerah dan Pemerintah.

Pasal 37

(1). Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan melalui tahap persiapan, pencalonan, pelaksanaan pemilihan, pengesahan dan pelantikan.

(2). Tahap persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. pembentukan panitia pemilihan;

b. penyusunan tata tertib pemilihan; c. pengesahan tata tertib pemilihan; d. pengumuman pendaftaran pemilihan.

(3). Tahap pencalonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi a. penjaringan dan seleksi administratif pasangan bakal calon; b. pemaparan visi dan misi pasangan bakal calon;

c. penetapan pasangan bakal calon; d. konsultasi pasangan bakal calon; e. penetapan pasangan calon; f. penetapan daftar pemilih.

(4). Tahap pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh KPUD yang meliputi:

a. penetapan tata cara dan waktu pelaksanaan kampanye, b. penetapan tata cara pelaksanaan pemungutan suara;

c. pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan, PPS dan KPPS, d. pelaksanaan pemungutan suara;

(17)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

f. penetapan Berita Acara hasil perhitungan suara; g. penyerahan Berita Acara hasil perhitungan suara; h. penetapan pasangan calon terpilih;

i. pengusulan calon terpilih untuk mendapatkan pengesahan

(5). Tahap pengesahan dan pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. pengesahan;

b. pelantikan

(6). Tata cara pelaksanaan tahapan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah

Pasal 38

(1). Penjaringan bakal calon dilaksanakan oleh masing-masing Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang memperoleh kursi di DPRD sekurang-kurangnya 15 % dari jumlah anggota DPRD

(2). Pasangan Bakal Calon yang telah diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ,tidak boleh dicalonkan lagi oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik lainnya.

(3). Selain pengajuan pasangan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan pasangan bakal calon lain dengan persyaratan adanya dukungan sekurang-kurangnya 1 % dari jumlah pemilih.

(4). Pengajuan pasangan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diusulkan oleh :

a. anggota DPRD sekurang-kurangnya 1/10 dari jumlah anggot a DPRD yang bersangkutan yang partainya secara sendiri atau bergabung dengan partai lain tidak mengusulkan pasangan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1); b. pasangan bakal calon sendiri;

c. partai Politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang tidak mendapat kursi di dalam DPRD yang bersangkutan; atau

d. organisasi kemasyarakatan lain dan organisasi profesi yang telah diakui keberadaannya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(5). Terhadap pasangan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan verifikasi administratif dan uji kemampuan oleh panitia pemilihan.

(6). Hasil penelitian oleh panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan diberitahukan secara tertulis kepada Pimpinan Partai Politik atau Pimpinan Partai-Partai Politik gabungan atau kepada bakal calon lain dan kepada unsur yang mengajukan bakal calon yang bersangkutan.

(7). Pasangan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikonsultasikan kepada Pemerintah.

(8). Berdasarkan hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), DPRD menetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) pasangan calon dan sebanyak-banyaknya 4 (empat) pasangan calon dengan nama dan orang yang berbeda.

(9). Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat; (6), ayat (7), dan ayat (8) ditetapkan dalam Tata Tertib Pemilihan yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.

Pasal 39

(1). Menteri Dalam Negeri memberitahukan kepada Kepala Daerah dan DPRD mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah 6 (enam) bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir.

(18)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

(2). Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan laporan pertanggungjawaban akhir masa jabatan kepada pemerintah 4 (empat) bulan sebelum masa jabatannya berakhir.

(3). Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Pasal 40

(1). Pemungutan suara dilakukan 2 (dua) bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir

(2). Hasil pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir

Pasal 41

(1). Kampanye Pemilihan dilaksanakan sebagai tahapan pemilihan pasangan calon

(2). Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh tim kampanye yang ditunjuk oleh pasangan calon.

Pasal 41

(1). Dana untuk kampanye menjadi tanggungan pasangan calon dan dengan batas tertentu dapat diperoleh dari ;

a. pasangan calon;

b. partai Politik atau gabungan Partai Politik yang mencalonkan, dan

c. sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan atau badan hukum swasta.

(2). Dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dimasukkan rekening khusus dan didaftarkan kepada KPUD.

Pasal 43

Pejabat Negara, Pejabat Struktural dan Pejabat Fungsional dalam jabatan negeri, dan Pemerintah Desa atau sebutan lain dilarang memberikan fasilitas dan bertindak yang dapat menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa waktu kampanye

Pasal 44

(1). Pemungutan suara pemilihan pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diselenggarakan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir

(2). Hari, tanggal dan waktu pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPUD setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri untuk Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, dan Gubernur untuk Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota.

(3). Pelaksanaan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebanyak -banyaknya dua kali putaran.

Pasal 45

(1). Pasangan calon Gubernur yang memperoleh suara lebih 50% dari jumlah suara dalam pemilihan pasangan calon dengan sedikitnya 25% suara di setiap kabupaten/kota yang tersebar di lebih dari setengah jumlah Kabupaten/Kota dalam wilayah provinsi yang bersangkutan diumumkan sebagai calon terpilih

(19)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

(2). Pasangan calon Bupati/Walikota yang memperoleh suara lebih 50 % dari jumlah suara dalam pemilihan pasangan calon dengan sedikitnya 25 % suara di setiap kecamatan yang tersebar di lebih dan setengah jumlah Kecamatan dalam wilayah kabupaten/kota diumumkan sebagai calon terpilih.

(3). Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) belum terpenuhi, pemilihan pasangan calon untuk putaran kedua dilaksanakan dengan peserta pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua.

(4). Apabila peserta pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memperoleh suara yang sama, pasangan itu diikutkan pada putaran kedua.

(5). Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dalam putaran kedua yang memperoleh suara terbanyak diumumkan sebagai Calon terpilih dengan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPUD.

(6). pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan atau ayat (5) ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPRD

(7). Pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diusulkan oleh DPRD kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota untuk pengesahan

Pasal 46

(1). Dalam calon Kepala Daerah terpilih meninggal dunia atau berhalangan tetap calon Wakil Kepala Daerah terpilih dilantik menjadi Kepala Daerah.

(2). Untuk mengisi kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari harus sudah dipilih oleh DPRD dan 2 (dua) orang calon yang diusulkan oleh Kepala Daerah yang berasal dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menang pada saat pemilihan.

(3). Dalam hal Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dan calon lain (independen) selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari harus sudah dipilih Wakil Kepala Daerah oleh DPRD dari 2 (dua) orang calon yang diusulkan oleh Kepala Daerah yang diambil dari calon lain (independen) yang diajukan oleh masyarakat dan di setujui sebagai calon oleh DPRD.

Pasal 47

(1). Dalam hal calon Wakil Kepala Daerah terpilih meninggal dunia atau berhalangan tetap calon Kepala Daerah terpilih tetap dilantik.

(2). Untuk mengisi kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari harus sudah dipilih oleh DPRD dan 2 (dua) orang calon yang diusulkan oleh Kepala Daerah yang berasal dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menang pada saat pemilihan.

(3). Dalam hal Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) berasal dari calon lain (independen) selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari harus sudah dipilih Wakil Kepala Daerah oleh DPRD dari 2 (dua) orang calon yang diusulkan oleh Kepala Daerah yang diambil dari calon lain (independen) yang diajukan oleh masyarakat dan di setujui oleh sebagai calon oleh DPRD.

(20)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pasal 48

Dalam hal pasangan calon terpilih meninggal dunia atau berhalangan tetap, DPRD menerapkan pasangan calon terpilih yang mendapatkan suara terbanyak berikutnya dan menyusulkan kepada pemerintah untuk mengesahkan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Pasal 49

(1). Presiden mengesahkan pengangkatan pasangan calon terpilih dan mengesahkan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Walikota dan Wakil Walikota masa jabatan sebelumnya.

(2). Presiden dapat melimpahkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk mengesahkan pengangkatan pasangan calon terpilih Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota dan mengesahkan pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati atau walikota dan Wakil Walikota masa jabatan sebelumnya.

Pasal 50

(1). Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji dipandu oleh Pejabat yang melantik

(2). Sumpah/janji Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut :

a. Sumpah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota "Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota (Wakil Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya Serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa "

b. Janji Kepala/Wakil Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten/ Kota

"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota (Wakil Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten/ Kota) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

Pasal 51

(1). Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat yang ditunjuk untuk bertindak atas nama Presiden.

(2). Pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi untuk Gubernur dan Wakil Gubernur, oleh Pemerintah Kabupaten Kota untuk Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota.

(3). Penyelenggaraan pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di gedung DPRD atau di gedung Pemerintah Daerah atau di tempat lain yang dipandang layak.

(4). Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan masa jabatan selama 5 (lima) tahun sejak pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. (5). Tata cara pelantikan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud

(21)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Paragraf Ketiga

Wewenang, Tugas dan Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 52 Kepala Daerah mempunyai wewenang dan tugas:

a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD dan peraturan perundang-undangan;

b. mengupayakan terlaksananya kewajiban Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27,Pasal 28, dan Pasal 29;

c. menetapkan peraturan daerah dengan persetujuan bersama DPRD;

d. menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama; dan

e. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya.

Pasal 53 (1). Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas :

a. membantu Kepala Daerah dalam bidang koordinasi kegiatan perangkat daerah, penyusunan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah, tindak lanjut laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, pelaksanaan pemberdayaan perempuan dan pemuda, upaya pengembangan dan pelestarian sosial-budaya dan lingkungan hidup

b. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi Wakil Kepala Daerah Provinsi;

c. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan desa dan,atau kelurahan bagi Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota, d. memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Daerah dalam

penyelenggaraan kegiatan Pemerintah Daerah,

e. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan daerah lainnya yang diberikan oleh Kepala Daerah; dan

f. mewakili Kepala Daerah dalam melaksanakan tugasnya apabila Kepala Daerah berhalangan;

(2). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah

Pasal 54

(1). Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan Pasal 54, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah mempunyai kewajiban :

a. mengamalkan Pancasila;

b. melaksanakan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan;

c. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan dalam pembinaan kemasyarakatan;

d. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan daerah;

e. meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat di daerah; f. menindaklanjuti aspirasi masyarakat;

(22)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

g. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan gotongan;

h. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;

i. menjalin kerja sama di antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan semua instansi yang ada di Daerah dalam melaksanakan tugas;

j. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait; dan

k. Mengembangkan daya saing daerah.

(2). Kepala Daerah selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berkewajiban pula untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Presiden, dan memberikan keterangan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD dalam pelaksanaan tugas desentralisasi dan menginformasikan dokumen atau hasil laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.

(3). Dokumen laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota sekurang-kurangnya sekal dalam satu tahun, atau apabila Kepala Daerah memandang perlu, atau apabila diminta oleh Pemerintah.

(4). Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengar; Peraturan Pemerintah.

Pasal 55

Dokumen laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) digunakan Pemerintah sebagai dasar pertimbangan penilaian penyelenggaraan pemerintahan Daerah berdasarkan kriteria dan tolak ukuran yang ditetapkan dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasa l 56

(1). Kepala Daerah menyampaikan laporan pelaksanaan kebijakan Daerah kepada DPRD (2). Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang mengenai APBD disampaikan

dalam sidang paripurna yang bersifat terbuka untuk umum.

(3). Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dalam peraturan daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah

Paragraf Keempat

Larangan Bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 57

Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dilarang:

a. turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik Negara/Daerah, atau dalam yayasan bidang apapun juga;

b. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain;

c. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan;

(23)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

d. melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima uang, barang dan/atau jasa dan pihak !ain yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

e. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain yang dimaksud dalam Pasal 52; dan

f. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, merangkap jabatan sebagai anggota DPRD, maupun menjadi hakim pada badan peradilan, dan ketentuan larangan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Paragraf Kelima

Pemberhentian Kepala Daerah Pasal 58

(1). Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah berhenti karena: a. meninggal dunia;

b. mengajukan permohonan berhenti atas permintaan sendiri, atau c. diberhentikan.

(2). Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberhentikan karena:

a. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik Pejabat yang baru;

b. tidak. dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap; c. tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35;

d. dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2);

e. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1); dan

f. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57.

(3). Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf diusulkan oleh DPRD dengan keputusan DPRD setelah diberitahukan oleh Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna

(4). Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diusulkan oleh DPRD dengan keputusan DPRD setelah melalui rapat Paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

Pasal 59

(1). Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara oleh Pemerintah tanpa melalui usulan DPRD apabila diduga melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

(2). Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan oleh Pemerintah tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(3). Dalam hal Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah dinyatakan tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Pemerintah merehabilitasi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

(24)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pasal 60

(1). Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Pemerint ah tanpa melalui usulan DPRD, karena diduga melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2). Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan oleh Pemerintah tanpa usulan DPRD karena terbukti melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dinyatakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(3). Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah melalui proses peradilan ternyata tidak terbukti melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah merehabilitasi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

(4). Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diusulkan oleh DPRD dengan keputusan DPRD setelah melalui rapat Paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

Pasal 61

(1). Dalam hal Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diduga melakukan tindakan pelanggaran ketentuan pidana yang mengakibatkan krisis kepercayaan publik yang luas dan melibatkan tanggung jawabnya, DPRD dapat menggunakan Hak Angket.

(2). Penggunaan Hak Angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan rapat Paripurna DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap Kepala, Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah.

(3). Dalam hal ditemukan bukti-bukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD menyerahkan proses penyelesaiannya kepada Aparat Penegak Hukum sesuai peraturan perundang-undangan.

(4). Apabila seorang Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana serendah-rendahnya 5 (lima) tahun penjara berdasarkan Putusan Pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DPRD mengusulkan pemberhentian sementara dengan keputusan DPRD.

(5). Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah menetapkan pemberhentian sementara Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah

(6). Apabila seorang Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) DPRD mengusulkan pemberhentian dengan keputusan DPRD (7). Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemerintah

memberhentikan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah

(8). Dalam hal Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dinyatakan tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (6), DPRD mengusulkan rehabilitasi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang bersangkutan dengan keputusan DPRD

(9). Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Pemerintah merehabilitasi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

(10). Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD dengan berdasarkan Peraturan Pemerintah.

(25)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pasal 62

(1). Apabila Kepala Daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1), Pasal 60 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (4), Wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas dan kewajiban K epala Daerah sampai ada keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(2). Apabila Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1), Pasal 60 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (4), Pemerintah menetapkan Pejabat atas usul Kepala Daerah untuk melaksanakan tugas dan kewajiban Wakil Kepala Daerah sampai ada keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (3). Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1). Pasal 60 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (4), Pemerintah menetapkan Penjabat Gubernur dan menetapkan Penjabat Bupati/Walikota atas usul Gubernur sampai ada keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 63

(1). Apabila Kepala Daerah berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 59 ayat (2), dan Pasal 60 ayat (2), jabatan Kepala Daerah diganti oleh Wakil Kepala Daerah sampai berakhir masa jabatan Kepala Daerah yang digantikannya yang proses pelaksanaannya didasarkan alas usulan DPRD dengan Keputusan DPRD dan disahkan oleh Pemerintah.

(2). Dalam hal Wakil Kepala Daerah berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 59 ayat (2), dan Pasal 60 ayat (2) dan/atau untuk pengisian jabatan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat -lambatnya 60 (enam puluh) hari sudah dipilih oleh DPRD dari 2 (dua) orang calon yang diusulkan oleh Kepala Daerah yang berasal dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menang pada saat pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

(3). Dalam hal Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud ayat (2) berasal dari calon independen, selambat -lambatnya 60 (enam puluh) hari sudah dipilih oleh DPRD dari 2 (dua) orang calon yang diusulkan oleh Kepala Daerah yang diambil dari calon yang berasal dari pihak yang mengusulkan.

Pasal 64

(1). Tindakan penyidikan terhadap Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden.

(2). Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud paria ayat (1) adalah : a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau

b. dituduh telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun.

(3). Setelah tindakan penyidikan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan, harus dilaporkan kepada Presiden selambat-lambatnya dalam 2 kali 24 jam

Paragraf Keenam Perangkat Daerah

Pasal 65

(1). Perangkat Daerah Provinsi terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis Daerah;

(26)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

(2). Perangkat Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Camat, dan Lurah;

(3). susunan organisasi perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Daerah dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah

(4). Pengendalian organisasi Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh Pemerintah untuk Provinsi dan oleh Gubernur untuk Kabupaten/Kota berpedoman pada Peraturan Pemerintah

(5). Formasi dan persyaratan jabatan perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.

Pasal 66

(1). Sekretariat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) dipimpin oh. Sekretaris Daerah.

(2). Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan kewajiban membantu Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah dalam hal teknis penyelenggaraan pemerintahan daerah

(3). Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sekretaris Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah

Pasal 67

(1). Sekretaris Daerah diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan (2). Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Provinsi diangkat dan

diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

(3). Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Kabupaten/Kota diangkat dari diberhentikan oleh Bupati/Walikota atas persetujuan Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 68

(1). Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) dipimpin oleh Sekretaris DPRD yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Daerah dengan pertimbangan Pimpinan DPRD dari PNS yang memenuhi persyaratan

(2). Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD

b. menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD, c. mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan

d. mengkoordinasi dan menyediakan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah

(3). Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara tek nis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah

(4). Susunan organisasi Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, perlu peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dalam pengembangan bahan ajar yang kreatif dan inovatif, menarik, kontekstual dan sesuai

Nasabah dengan ini setuju dan menyatakan bahwa apabila ia memberikan instruksi kepada CIMB untuk melaksanakan transaksi pembelian/penjualan efek (selanjutnya disebut

Setelah peserta memahami peta proyeksi iklim di wilayah mereka dan berdasarkan hasil kegiatan ‘’Sub Pokok Bahasan 4.1 Tabel Perubahan Iklim’’, mintalah masing-masing

Sebagaimana terlihat pada gambar 4.6 di atas, bahwa hipotesis H 0 di terima, yang berarti bahwa model yang diajukan pada penelitian ini adalah fit atau dapat

Dalam penelitian ini, dikembangkan sistem informasi kenaikan angka kredit dosen untuk memudahkan dosen dan pihak universitas dalam melakukan penilaian kenaikan jabatan

Namun Hasil penelitian dari Rahayu (2009) yang menunjukkan bahwa sistem administrasi perpajakan modern tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib

Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masarakat yang dilakukan oleh tim FIB Universitas Brawijaya menitikberatkan kepada dua hal, yaitu curah gagasan dan lokakarya.