• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2004 tentang Rencana Strategi Daerah Kabupaten Karanganyar tahun 2005-2009, arah kebijakan pariwisata Kabupaten Karanganyar dalam pengembangan objek wisata candi antara lain mengembangkan sistem kemitraan dengan para pelaku industri pariwisata, meningkatkan asetbilitas setiap kawasan, lingkungan serta pusat-pusat wisata melalui pembangunan prasarana dan sarana, memperluas pangsa pasar wisata di dalam maupun di luar negeri serta memperbesar segmen wisatawan nusantara dan manca negara, menciptakan kemasan sajian atraksi wisata unggulan, melestarikan adat dan tradisi ziarah di tempat meditasi guna merintis pengembangan wisata budaya spiritual.

Berdasar kebijakan tersebut, maka disusunlah program dan kegiatan startegis pembangunan bidang pariwisata selama lima tahun (2005 s.d. 2009). Pelaksanaan program kebijakan pariwisata Kabupaten Karanganyar, satu diantaranya pengelolaan objek wisata Candi Ceto yang sarat akan adat budaya serta upacara religi yang masih kental. Secara umum kegiatan yang dilaksanakan mengarah pada pemanfaatan upacara religi untuk atraksi wisata.

Guna menindaklanjuti kegiatan program pengembangan di Candi Ceto, selanjutnya kebijakan pariwisata antara lain melalui kemitraan dan kerjasama pun dijalankan. Kebijakan program pengembangan kemitraan industri wisata

diharapkan mampu mewujudkan peningkatan jalinan kerjasama yang saling menguntungkan baik di kalangan pemikir, perencana, pelaksanaan praktisi industri kepariwisataan. Selain itu juga, program pembinaan, pengelolaan, serta pengembangan atraksi, objek, dan daya tarik wisata Program ini diharapkan mampu mewujudkan peningkatan keunggulan dan produktivitas pengelolaan atraksi, objek, dan daya tarik wisata wisatawan yang ditandai dengan peningkatan kualitas, kuantitas serta varietas guna menambah kepuasan wisatawan dan sekaligus menambah pendapatan daerah

Kebijakan pariwisata yang merupakan segala tindakan instansi pemerintah dan badan atau organisasi masyarakat yang mempengaruhi kehidupan kepariwisataan itu sendiri, dapat menimbulkan akibat yang dimana ada kalanya menggembirakan tetapi mungkin pula mengecewakan. Namun pada hakekatnya, pembangunan bidang pariwisata diharapkan dapat menjadi salah satu sektor penghasil pendapatan daerah pada saat-saat mendatang. Bahkan dapat diharapkan menjadi sumber andalan suatu sektor yang akan dapat menggantikan pendapatan yang berasal dari sumber pendapatan yang lain.

Kebijakan yang ada tersebut tidak terpisahkan dari visi pemerintah Kabupaten Karanganyar, yaitu menjadikan Kabupaten Karanganyar sebagai daerah kunjungan wisata utama di Jawa Tengah yang menarik bagi wisatawan manca negara dan wisatawan nusantara. Namun kebijakan pariwisata tersebut telah membawa implikasi luas, baik pada kegiatan kepariwisataan itu sendiri, maupun bagi pengelolaan lingkungan alam, sosial dan budaya sebagai sumber

daya yang menjadi andalan utama dalam kegiatan pariwisata, bahkan implikasi terhadap kehidupan masyarakat.

Satu fenomena sebagai hasil dari kebijakan tersebut adalah adanya komodifikasi upacara religi dalam kemasan pariwisata. Upacara religi Saraswati merupakan moment berharga untuk merenungi dan mensyukuri kebesaran Tuhan Yang Maha Esa dalam kekuatannya menciptakan ilmu pengetahuan suci dalam kepercayaan agama Hindu. Bagi mereka, yang terpenting bukanlah kemeriahan dalam peringatan semata, tetapi lebih pada aktualisasi nilai-nilai yang diajarkan atau diturunkan Dewi Saraswati sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa, yang ajarannya telah menjadi tuntunan bagi manusia. Dalam kepercayaan agama Hindu, berkat anugerah Dewi Saraswati, manusia menjadi manusia yang beradab dan berkebudayaan. Bahkan peringatan Saraswati menjadi sarana pewarisan nilai-nilai budaya kepada generasi penerus.

Upacara religi Saraswati pada mulanya bersifat eksklusif, tertutup dan hanya untuk kalangan terbatas khususnya umat Hindu, tetapi saat ini upacara tersebut pelaksanaannya dapat diakses secara leluasa oleh masyarakat umum lebih tepatnya pengunjung objek wisata Candi Ceto. Unsur-unsur upacara religi yaitu upakara yang biasanya digunakan oleh masyarakat Ceto yang berupa ubarampe (orang Jawa menyebutnya) dan pajegan berupa sesaji berupa buah-buahan atau makanan lainnya dibuat sesuai dengan kemampuan warga,

kini dibuat beraneka warna dan menarik, Anggaran pembuatan sesaji diperoleh dari pemerintah Kabupaten Karanganyar melalui Dinas Pariwisata.

Rangkaian upacara religi Saraswati berlangsung dalam waktu yang cukup lama dengan tahapan prosesi pemujaan yang dilakukan oleh pemangku terlebih dahulu baru dilanjutkan dengan persembahyangan bersama. Guna mengurangi kejenuhan para umat selama rangkaian upacara, sebelum persembahyangan bersama dilaksanakan maka disuguhkan sebuah pertunjukan tari yang bertemakan Saraswati dimana dapat dinikmati sebagai suatu atraksi wisata untuk para pengunjung objek wisata di Candi Ceto.

Adanya media komunikasi pemasaran untuk upacara religi Saraswati maupun jenis upacara yang lain di Candi Ceto seperti brosur, calender of event, dimana tampilan maupun gambar di dalamnya lebih pada atraksi yang berlangsung bukan pada gambaran upacara religi Saraswati atau pun jenis upacara yang ada di Candi Ceto. Dan kebijakan program pariwisata Kabupaten Karanganyar mengenai pengembangan objek wisata candi memunculkan perbedaan versi tanggapan khalayak antara masyarakat lokal dan wisatawan. Jadi di satu sisi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten Karanganyar tepat sasaran yakni mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisata, namun di sisi lain kebijakan yang dilakukan perlu disikapi secara bijaksana.

Komodifikasi upacara religi Saraswati hanyalah satu dari sejumlah macam upacara adat maupun religi yang dijadikan sebagai komoditas pariwisata oleh pemerintah Kabupaten Karanganyar. Demi tercapainya

kebijakan program pariwisata, proses komodifikasi oleh pemerintah Kabupaten Karanganyar tersebut tidak terlepas dari kegiatan komunikasi pemasaran. Upacara religi Saraswati dikemas sebagai komoditas pariwisata melalui bentuk kegiatan atraksi wisata yaitu satu dari empat komponen utama dalam pemasaran pariwisata.

Berawal dari cetusan ide untuk mencanangkan sebuah konsep pengembangan kepariwisataan yang diberi label “Pariwisata Spiritual” oleh pemerintah Kabupaten Karanganyar. Atas dasar nilai sejarah Candi Ceto dimana menurut keyakinan masyarakat Bali, merupakan petilasan atau candi tertua peninggalan umat Hindu dan dikarenakan oleh kesadaran dari pemerintah Kabupaten Karanganyar atas keterbatasan sumber daya yang dimiliki mendorongnya untuk menjalin kemitraan dengan pemerintah Kabupaten Gianyar, Bali yang jauh lebih maju sektor pariwisatanya guna belajar bagaimana pengembangan pariwisata yang lebih baik.

Pelaksanaan kebijakan program pariwisata pada akhirnya terealisasi. Kerjasama dan agenda kerjasama telah tercipta. Selanjutnya dimulailah action yang dimotori dengan gebrakan yang cukup spektakuler, yakni diboyongnya patung suci Dewi Saraswati yang sekarang terpasang di komplek Candi Ceto. Kesepakatan Bersama atau MoU (Mutual of Understanding) ditandatangani oleh kedua belah pihak. Berdasarkan isi dalam MoU bahwa kerjasama kedua belah pihak merupakan kerjasama bidang pariwisata, meliputi aspek-aspek pengembangan objek, daya tarik wisata dan seni budaya, pengembangan sarana wisata, dan pengembangan promosi wisata. Dengan dibukanya objek

wisata baru tersebut, muncullah atraksi, meliputi keindahan alam di Kawasan Puri Taman Saraswati, kegiatan Peringatan Hari Saraswati, dan keindahan Patung Dewi Saraswati yang digambarkan sebagai Dewi cantik, berkulit putih bersih dengan perilaku yang lemah lembut seperti yang telah terpasang di objek wisata tersebut. Dan berawal dari kerjasama tersebut maka proses komodifikasi bermula. Dan komodifikasi upacara religi Saraswati mampu mendorong sebanyak-banyaknya orang mengenal dan mengunjungi objek wisata Candi Ceto.

Dokumen terkait