• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : LANDASAN TEORI

B. Kerangka Teoritik

4. Kesulitan Belajar

a. Pengertian Kesulitan Belajar

Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya bisa berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat dengan cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang terasa amat sulit.dalam hal semangat terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk melakukan konsentrasi.

Demikian antara lain kenyataan yang sering dijumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktivitas belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama, perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar di kalangan anak didik. Dalam keadaan di mana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana semestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar.24 Untuk mengetahui ada atau tidaknya kesulitan belajar

24

yang dialami peserta didik maka perlu diidentifikasi agar bisa diketahui penyababnya dan diupayakan penanggulangannya agar masalah ini tidak berlarut-larut.

Kesulitan belajar peserta didik di sekolah bisa bermacam-macam yang dapat dikelompokkan sumber kesulitan dalam proses belajarnya itu dalam hal menerima pelajaran atau dalam menyerap pelajaran atau keduanya. Dengan demikian pengertian kesulitan belajar peserta didik di sini harus diartikan sebagai kesukaran peserta didik dalam menerima atau menyerap pelajaran di sekolah. Jadi kesulitan belajar peserta didik dihadapi peserta didik di sini terjadi pada waktu mengikuti pelajaran yang disampaikaan atau ditugaskan oleh guru.25 Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu dalam usaha mencapai hasil belajar.26 Dari pernyataan tersebut maka dapat dikatakan bahwa tanda awal dari kesulitan belajar adalah hasil belajar peserta didik yang kurang memuaskan atau tidak sesuai harapan.

Peserta didik dapat dipandang atau diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan menunjukkan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Burton mendefinisikan kegagalan belajar sebagai berikut:

1. Peserta didik dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang besangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan mnimal dalam pelajaran tertentu. Kasus peserta didik semacam ini digolongkan ke dalam lower group.

2. Peserta didik dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan tingkat kemampuannya: intelegensi, bakat). Kasus peserta didik ini digolongkan ke dalam under achievers.

25

M. Alifus Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2010), hlm. 88

26

3. Peserta didik dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesesuaian sosial sesuai dengan pola organismiknya pada fase perkembangan tertentu seperti yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia yang bersangkutan. Peserta didik seperti ini digolongkan ke dalam slow learners.

4. Peserta didik dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran selanjutnya. Kasus peserta didik seperti ini dapat digolongkan ke dalam slow learners atau belum matang sehingga mungkin harus mengulang pelajaran.27

Kemajuan belajar seseorang dapat dilihat dari segi tujuan yang harus dicapai, kedudukannya dalam kelompok yang memiliki potensi yang sama, tingkat pencapaian hasil belajar dibandingkan dengan potensi (kemampuannya) dan dari segi kebribadiannya. Berdasarkan hal ini kriteria kesulitan belajar dapat ditetapkan berdasarkan empat hal yaitu:

1) Tujuan pendidikan,

2) Kedudukan dalam kelompok,

3) Perbandingan antara potensi dan prestasi, dan 4) Kepribadian.28

b. Gejala Kesulitan Belajar

Gejala-gejala yang menunjukkan adanya kesulitan belajar dapat diamati dalam berbagai bentuk. Ia dapat muncul dalam bentuk perilaku yang menyimpang atau menurunnya hasil belajar. Perilaku yang menyimpang juga muncul dalam berbagai bentuk seperti: suka mengganggu teman, sukar memusatkan perhatian, sering termenung, hiperaktif, sering membolos. Meskipun perilaku menyimpang merupakan indikasi adanya kesulitan belajar, namun tidak semua

27

Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 307-308.

28

perilaku yang menyimpang dapat disamakan dengan munculnya kesulitan belajar.

Menurunnya hasil belajar merupakan gejala kesulitan belajar yang paling jelas. Menurunnya hasil belajar ini dapat dilihat dari rendahnya hasil latihan, baik latihan di kelas maupun latihan di rumah dan menurunnya hasil ulangan harian atau post test yang ditandai dengan diperolehnya nilai-nilai yang rendah. nilai-nilai rendah yang dicapai peserta didik inilah yang dapat dijadikan indikator yang kuat tentang adanya kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik.29

Peserta didik yang mengalami kesulitan belajar mempunyai gejala-gejala atau ciri-ciri sebagai berikut:

1) Prestasi belajar yang diperoleh rendah, artinya hasil belajarnya masih dibawah daripada yang diperoleh oleh rata-rata kelompoknya.

2) Usaha yang dilakukan tidak sebanding dengan hasil yang diperolehnya, maksudnya walaupunn usaha yang dilakukan dinilai sudah maksimal, tetapi tetap saja hasil yang diperoleh masih rendah. 3) Lamban dalam mengerjakan tugasdan terlambat dalam menyelesaikan

atau mengumpulkan tugas.

4) Sikap acuh dalam mengikuti pelajaran atau sikap kurang wajar lainnya.

5) Menunjukkan perilaku menyimpang daripada perilaku teman yang seusia, misalnya suka membolos, enggan mengerjakan tugas, susah bekerja sama dengan yang lainnya, dan sebagainya.

6) Emosional misalnya mudah tersinggung, mudah marah, pemurung, merasa rendah dan sebagainya.30

c. Jenis-jenis Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar setiap peserta didik tidak selalu sama. Berikut ini dikemukakan permasalahan belajar peserta didik menurut Warkitri dkk, sebagai berikut:

29

M. Alifus Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan kurikulum Nasional, hlm. 89.

30

1) Kekacauan Belajar (Learning Disorder) yaitu suatu keadaan di mana proses belajar anak terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Anak yang mengalami kekacauan belajar potensi dasarnya tidak diragukan, akan tetapi belajar anak terhambat oleh adanya reaksi-reaksi belajar yang bertentangan, sehingga anak tidak dapat menguasai bahan yang dipelajari dengan baik. Jadi dalam belajar anak mengalami kebingungan dalam memahami pelajaran. 2) Ketidakmampuan belajar (Learning Disability) yaitu suatu gejala

anak tidak mampu belajar atau selalu menghindari kegiatan belajar dengan berbagai sebab, sehigga menurunkan hasil belajar yang diperolehnya.

3) Learning Disfunctions yaitu kesulitan belajar yang mengacu pada gejala proses belajar yang tidak dapat berfungsi dengan baik, walaupun anak tidak mempunyai permasalahan mental, alat indra ataupun gangguan psikologis yang lainnya.

4) Under Achiever, adalah suatu kesulitan belajar yang terjadi pada anak yang memiliki potensi intelektual tergolong di atas normal tapi prestasi yang dicapai tergolong rendah.

5) Lambat belajar (Slow Learners) adalah kesulitan belajar yang disebabkan anak sangat lambat dalam proses belajarnya, sehingga setiap melakukan kegiatan belajar membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan anak-anak yang lain yang memiliki potensi intelektual yang sama.31

d. Faktor-faktor Kesulitan Belajar

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan dalam belajar di sekolah itu banyak dan beragam. Apabila kita kaitkan dengan faktor-faktor yang berperan dalam belajar, penyebab kesulitan belajar tersebut dapat kita kelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu faktor yang berasal dari diri individu peserta didik yang

31

belajar (faktor internal) dan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik (faktor eksternal).

Faktor internal yang ada pada diri peserta didik itu adalah faktor kemampuan intelektual; faktor afektif seperti perasaan, minat, motivasi, kematangan untuk belajar, kebiasaan belajar, kemampuan mengingat dan kemampuan alat inderanya dalam melihat atau mendengar.

Faktor eksternal yang ada di luar diri peserta didik adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi belajar mengajar seperti guru, kualitas PBM (proses belajar mengajar) serta lingkungan seperti teman sekelas, keluarga dan sebagainya.32

Di samping itu, kebanyakan sikap negatif terhadap matematika timbul karena kesalahpahaman atau pandangan yang keliru mengenai matematika, di antaranya anggapan bahwa untuk mempelajari matematika diperlukan bakat istimewa atau kecerdasan yang tinggi, matematika adalah semata-mata ilmu berhitung, matematika hanya mengandalkan otak, yang penting adalah jawaban benar padahal yang lebih penting adalah bagaimana memperoleh jawaban yang benar, matematika itu tidak berguna.33 Mitos-mitos tidak benar yang ada dalam masyarakat tersebut tentunya akan menghambat atau mengurangi motivasi dan minat peserta didik dalam mempelajari matematika.

Dokumen terkait