• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketahanan pangan dapat dilihat dari empat aspek, yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk, distribusi pangan yang lancar dan merata, konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi seimbang, yang berdampak pada status gizi masyarakat. Dalam penelitian ini, ketahanan pangan dilihat dari konsumsi pangan rumah tangga, terutama konsumsi energi dan protein. Konsumsi pangan merupakan gambararan dari aspek ketersediaan pangan dan kemampuan rumah tangga tersebut untuk membeli dan memperoleh pangan, sehingga konsumsi pangan merupakan variabel yang mudah digunakan sebagai indikator ketahanan pangan rumah tangga.

Ketahanan pangan energi dan protein didasarkan pada tingkat konsumsi energi dan protein, yaitu perbandingan antara konsumsi energi dan

commit to user

protein dengan angkan kecukupan energi dan protein rumah tangga. Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan tiga tingkatan ketahanan pangan, yaitu tahan pangan apabila rumah tangga mengkonsumsi 75 % kecukupan energi dan protein, cukup tahan pangan apabila konsumsi energi dan protein berada di antara 75 % hingga 100 %, serta sangat tahan pangan apabila konsumsi energi dan protein lebih dari 100 % atau lebih dari angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan.

Sebaran tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Sebaran Rumah Tangga Menurut Tingkat Ketahanan Pangan Energi dan Protein Pada Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo

Tingkat ketahanan pangan Energi Protein

Jumlah % Jumlah %

Sangat tahan pangan 0 0,00 12 40,00

Tahan pangan 12 40,00 16 53,33

Tidak tahan pangan 18 60,00 2 6,66

Jumlah 30 100,00 30 100,00

Sumber : Diolah dari Lampiran 7

Tingkat konsumsi energi dan protein merupakan faktor yang berpengaruh pada ketahanan pangan energi dan protein. Tabel 24 menunjukkan bahwa dilihat dari tingkat konsumsi energinya, persentase rumah tangga yang tidak tahan pangan paling tinggi. Sejumlah 60 % rumah tangga yang tidak tahan pangan khususnya energi ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan yang mengandung energi masih kurang dan perlu ditingkatkan. Hal ini berkaitan dengan paling banyaknya proporsi rumah tangga dengan Tingkat Konsumsi Energi (TKE) yang masih berstatus kurang, yaitu 46,67%.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada rumah tangga yang sangat tahan pangan energi. Rumah tangga dikatakan sangat tahan pangan apabila konsumsi energi > 100% kecukupan energi (dalam penelitian ini 2.081,46 kkal/kap/hari). Jika tidak ada rumah tangga yang sangat tahan pangan, berarti belum ada rumah tangga yang konsumsi energinya sama dengan angka kecukupan yang seharusnya dikonsumsi oleh masing-masing

commit to user

individu dalam rumah tangga tersebut. Energi merupakan zat gizi makro yang sangat penting bagi tubuh. Apabila kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung sumber energi, maka tubuh tidak dapat beraktivitas dengan baik dan produktivitasnya akan menurun.

Analisis lebih lanjut untuk mengetahui keeratan hubungan antara Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dengan ketahanan pangan energi di tingkat rumah tangga menggunakan program SPSS 16.0 menghasilkan nilai koefisien korelasi (r) 0,581 pada tingkat kepercayaan 99 %. Nilai koefisien korelasi yang positif menunjukkan bahwa hubungan TKE dan ketahanan pangan energi rumah tangga bersifat searah. Apabila konsumsi energi dalam rumah tangga meningkat, maka TKE akan meningkat pula dan diikuti dengan tingkat ketahanan pangan energi rumah tangga yang semakin baik. Sebaliknya, apabila suatu rumah tangga kurang mengkonsumsi energi, maka akan mengakibatkan rumah tangga tersebut menjadi tidak tahan energi. Ketidaktahanan energi dalam rumah tangga menyebabkan gizi buruk dan turunnya produktivitas anggota keluarga.

Faktor ketersediaan pangan merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya ketahanan energi rumah tangga. Ketersediaan pangan pokok rumah tangga responden termasuk dalam kategori rendah, padahal beras merupakan pangan sumber energi utama yang dikonsumsi oleh petani dan keluarganya. Ketersediaan pangan pokok yang rendah mengakibatkan konsumsi energi yang rendah, sehingga rumah tangga tersebut tidak tahan energi. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa ketersediaan pangan pokok berdampak pada status ketahanan pangan rumah tangga.

Tingkat ketahanan pangan rumah tangga juga dapat dilihat dari konsumsi protein. Dalam penelitian ini, sebaran rumah tangga yang tahan protein paling banyak. Sejumlah 53,33 % rumah tangga termasuk tahan pangan protein. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan yang mengandung protein sudah cukup. Proporsi rumah tangga yang berstatus sangat tahan pangan khususnya protein juga relatif tinggi, yaitu sebesar 40 %.

commit to user

Kondisi ini berkebalikan dengan tingkat ketahanan pangan energi, dimana 60 % rumah tangga berstatus tidak tahan pangan. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat konsumsi makanan sumber protein dalam rumah tangga, seperti tahu, tempe, dan telur. Tahu dan tempe dikonsumsi setiap hari, sedangkan telur dikonsumsi oleh 60 % responden dengan frekuensi 1-3 kali per minggu. Makanan ini mengandung protein dalam jumlah yang tinggi dan hanya mengandung sedikit energi. Di samping itu, kandungan protein yang berasal dari beras juga cukup tinggi, sehingga apabila ditambah dengan konsumsi lauk pauk sumber protein yang lain, maka jumlah protein yang dikonsumsi semakin bertambah sehingga rumah tangga tersebut menjadi tahan protein.

Koefisien korelasi (r) antara Tingkat Konsumsi Protein (TKP) dengan ketahanan pangan protein adalah 0,917 pada tingkat kepercayaan 99 %. Nilai koefisien korelasi positif, berarti hubungan TKP dan ketahanan pangan protein rumah tangga searah. Apabila kebutuhan konsumsi protein masing- masing anggota keluarga tercukupi, maka rumah tangga tersebut menjadi tahan pangan protein.

Tingkat konsumsi energi dan protein akan berpengaruh pada ketahanan pangan rumah tangga karena salah satu faktor yang menentukan ketahanan pangan adalah konsumsi energi dan protein. Peningkatan konsumsi energi dan protein akan meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga. Demikian pula sebaliknya, apabila suatu rumah tangga memiliki TKE dan TKP yang rendah maka rumah tangga tersebut berpotensi menjadi rawan pangan.

Secara keseluruhan, tingkat ketahanan pangan protein rumah tangga petani lebih baik dibandingkan dengan ketahanan pangan energinya. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebaran rumah tangga petani dengan kategori tahan protein lebih banyak daripada rumah tangga tahan energi. Hal tersebut membuktikan bahwa ada sebagian rumah tangga yang yang tahan protein, tetapi tidak tahan energi.

Ketahanan pangan merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga. Semakin tinggi kesejahteraan rumah tangga, kebutuhan

commit to user

pangannya akan semakin terpenuhi, tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas. Rumah tangga petani pada umumnya adalah rumah tangga yang tingkat kesejahteraannya masih rendah, sehingga pemilihan pangan terbatas pada jenis pangan yang murah dan tersedia di sekitar mereka.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa masalah-masalah utama dalam konsumsi energi dan protein adalah tidak tercukupinya standar kecukupan minimum baik energi maupun protein pada rumah tangga petani. Ketergantungan yang tinggi pada beras sebagai sumber energi merupakan penyebab besarnya proporsi rumah tangga yang tidak tahan energi. Masih rendahnya konsumsi pangan hewani yang sangat penting peranannya dalam upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia juga merupakan penyebab belum tercapainya Angka Kecukupan Protein.

commit to user

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait