• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keteguhan Lentur Statis ( Static Bending Strength )

1. Sifat Fisis 1 Kadar Air

2.1 Keteguhan Lentur Statis ( Static Bending Strength )

Air

Kadar

1 1 0

X

B

B

B

=

Ket :

B0 = Berat awal kering udara (gram) B1 = Berat akhir kering oven (gram) 1.2 Berat Jenis

Pada pengujian berat jenis, contoh uji yang digunakan sama sengan contoh uji untuk kadar air. Contoh uji ini diukur dimensinya untuk mengetahui volume kering udara. Contoh uji dioven dengan suhu (103±2)oC selama 2 x 24 jam (berat konstan), kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering oven. Perhitungan berat jenis adalah sebagai berikut :

air kayu

ρ

ρ

=

Jenis

Berat

Ket :

ρkayu = Kerapatan kayu (Berat kering oven (gram) / volume kering udara kayu (cm3)) ρair = Kerapatan air (pada suhu 4o C (1atm) kerapatannya 1 gram/cm3 )

1.3 Kehilangan Berat

Contoh uji kehilangan berat yang berukuran 2,5 x 2,5 x 0,9 cm sebelum diberi perlakuan, dioven terlebih dahulu dengan suhu (103±2)oC selama 2 x 24 jam (berat konstan), kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering oven awal. Setelah diberi perlakuan selama 4 bulan contoh uji kemudian ditimbang berat kering ovennya untuk mengetahui berat kering oven akhir. Perhitungan kehilangan berat adalah sebagai berikut :

100

(%)

berat

Kehilangan

0 1 0

X

B

B

B

=

Ket :

B0 = Berat kering oven awal (gram) B1 = Berat kering oven akhir (gram) 2. Sifat Mekanis

2.1 Keteguhan Lentur Statis (Static Bending Strength)

Pada pengujian keteguhan lentur statis (static bending), akan diperoleh modulus elastis (MOE) dan modulus patah (MOR). Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin Instron pada suhu ruangan. Contoh uji yang telah diberi

P h b L2 L1 L p

perlakuan selama 4 bulan dikondisikan terlebih dahulu pada suhu ruangan selama 3 minggu dengan menggunakan fan, setelah itu baru dilakukan pengujian. Besarnya nilai MOE dan MOR dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

3 3

4

MOE

ybh

PL

Δ

Δ

=

dan

2

2

3

MOR

bh

PL

=

Ket :

MOE = Modulus of Elasticity (kg/ cm2) MOR = Modulus of Rupture (kg/ cm2) P = Selisih beban pada batas proporsi (kg)

P = Beban Maksimum pada saat contoh uji mengalami kerusakan (kg) L = Panjang bentang (cm)

b = Lebar penampang contoh uji (cm) h = Tebal penampang contoh uji (cm) p = Panjang contoh uji (cm)

∆y = Defleksi karena beban (cm)

Gambar 4. Skema pengujian MOE dan MOR 2.2 Keteguhan Tekan Sejajar Serat

Pengujian keteguhan tekan sejajar serat dilakukan untuk mengetahui besarnya beban atau gaya maksimal yang dapat ditahan oleh contoh uji pada kedua ujung. Pengujian dilakukan dengan membebani contoh uji berukuran 2 x 2 x 6 cm pada posisi sejajar serat kemudian diberi beban secara perlahan-lahan. Gaya tekan maksimal didefinisikan sebagai gaya atau beban maksimal yang dapat menyebabkan kerusakan pada contoh uji. Sama halnya dengan contoh uji MOE dan MOR pada contoh uji tekan sejajar serat juga dikondisikan terlebih

P

2 cm 2 cm

6 cm

dahulu pada suhu ruangan sebelum diuji. Nilai keteguhan tekan sejajar serat dapat dihitung dengan persamaan berikut :

A

PMaks

Tk =

δ

Ket :

Tk = Keteguhan tekan sejejar serat (kg/ cm2)

PMaks = Beban maksimal yang menyebabkan kerusakan pada contoh uji (kg) A = Luas penampang contoh uji (cm2)

Gambar 5. Skema pengujian tekan sejajar serat Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis faktorial dalam rancangan acak lengkap. Hal ini digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor variasi perlakuan awal sebelum pengujian, meliputi faktor jenis kayu dan faktor perlakuan (sinar matahari dan air). Ulangan yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 ulangan. Model umum statistik linier dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Ki + Pj + (KP)ij + ijk

Ket :

Yijk = Respon peubah yang diamati µ = Nilai rataan umum

Ki = Nilai pertambahan karena jenis kayu ; i = 1, 2, 3

Pj = Nilai pertambahan karena faktor perlakuan ; j = 1, 2, 3, 4, 5, 6 (KP)ij = Interaksi antara jenis kayu ke-i dan faktor perlakuan ke-j

ijk = Galat

Jika terdapat beda nyata antara perlakuan maka diuji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada selang kepercayaan 95 %. Jenis software yang digunakan untuk pengolahan model statistik linier dan uji lanjut tersebut adalah program pengolahan data SAS versi 6.12.

Biodeteriorasi kayu oleh organisme perusak kayu

Biodeteriorasi adalah penurunan kualitas kayu baik dari segi fisik dan mekanis kayu yang disebabkan oleh faktor biologis. Faktor biologis yang dimaksud adalah serangga, jamur dan bakteri, dan marine borers. Proses biodeteriorasi merupakan kombinasi berbagai faktor yang membentuk rantai kompleks dari proses yang saling berinteraksi meliputi mikroorganisme perusak kayu dan kondisi lingkungan yang mempengaruhinya serta substrat kayu.

Hasil pengamatan selama jangka waktu penelitian menunjukkan bahwa pada setiap contoh uji kayu yang terkena air mengalami proses biodeteriorasi oleh jamur dan bakteri. Hal tersebut terkait dengan ditemukannya noda-noda hitam (molds dan stains), miseliumdan tubuh buah jamur pada permukaan contoh uji kayu yang terkena air baik air hujan maupun air mengalir. Noda-noda hitam dan miselium pada contoh uji kayu yang terkena air mengalir sudah mulai tampak pada minggu ke-2 pengamatan sedangkan pada contoh uji yang terkena air hujan pada minggu ke-4 (Gambar 6).

Keterangan : (a) kayu sengon terserang molds dan jamur pewarna; (b) kayu kamper terserang

molds dan jamur pewarna; (c) batang kelapa terserang miselium jamur; (d) batang

kelapa hibrida terserang molds dan jamur pewarna; (e) kayu kamper terserang

molds dan jamur pewarna; (f) kayu sengon terserang molds dan jamur pewarna.

Gambar 6. Perkembangan molds, jamur pewarna dan miselium pada contoh uji kayu (1) perlakuan air mengalir (2) perlakuan air hujan

Kondisi lingkungan yang lembab merupakan hal yang ideal bagi organisme perusak kayu untuk tumbuh dan berkembang pada kayu. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada perlakuan terkena air mengalir tanpa

(1) (2) a b c d f e

terkena sinar matahari, terdapat miselium dan tubuh buah jamur (basiomycetes) di permukaan contoh uji kayu sengon pada minggu ke-12 pengamatan (Gambar 7).

Gambar 7. Perkembangan (a) miselium dan (b) tubuh buah jamur pada contoh uji kayu sengon

Pada perlakuan air mengalir serangan jamur terjadi pada semua jenis contoh uji kayu. Pada contoh uji kayu sengon dan batang kelapa hibrida terdapat miselium jamur yang menutupi sekitar 90 % permukaan contoh uji kayu sedangkan pada contoh uji kayu kamper miselium jamur hanya menutupi sekitar 10 % permukaan contoh uji. Pada contoh uji kayu yang mendapat perlakuan air hujan juga terdapat serangan miselium jamur, namun dapat dikatakan intensitas serangannya relatif lebih rendah dibandingkan dengan yang mendapat perlakuan air mengalir. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 18.

Jamur berkembangbiak dengan spora yang disebarkan oleh angin, air dan serangga. Perkembangan spora selanjutnya adalah menjadi hifa berupa serabut seperti akar pada tumbuhan, hifa tersebut kemudian berkembang menjadi miselium. Jamur dapat tumbuh dan berkembang pada permukaan kayu dan di dalam kayu. Jamur mendapatkan makanannya dengan cara mendegradasi komponen kayu dengan menggunakan enzim.

Bakteri cenderung berkoloni di dalam kayu yang memiliki kadar air kayu yang tinggi, baik pada saat kondisi kayu masih segar (fresh cut), terkena air pada saat penyimpanan, terendam air di sungai ataupun kayu diletakkan pada tanah yang basah (Zabel dan Morel, 1993). Dalam penelitian ini serangan bakteri terjadi pada semua jenis contoh uji kayu yang mendapat perlakuan terkena air mengalir saja sedangkan pada perlakuan terkena air hujan tidak terjadi serangan. Serangan bakteri diindikasikan dengan adanya lendir pada contoh uji kayu yang mendapat perlakuan air mengalir.

b

14. 72 29 .0 7 11. 70 20. 78 13. 10 16. 25 29. 64 20. 76 11. 64 14. 09 14. 83 13. 71 13. 58 15. 81 28 .6 3 19. 17 12. 93 14. 75 0 5 10 15 20 25 30 35

C1A1 C1A2 C1A3 C2A1 C2A2 C2A3 Perlakuan K a d a r A ir ( % )

SENGON KAMPER KELAPA Sifat Fisis Kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan terhadap contoh uji kayu (sengon, kamper dan kelapa hibrida) berupa kadar air (KA), berat jenis (BJ) dan kehilangan berat. Hasil pengujian sifat fisis contoh uji kecil bebas cacat kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen), kamper (Dryobalanops spp) dan batang kelapa hibrida (Cocos nucifera L) setelah perlakuan selama 4 bulan dijelaskan pada penjelasan berikut.

Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur. Kadar air suatu kayu sangat dipengaruhi oleh sifat higroskopis kayu, yaitu sifat kayu yang mengikat dan melepaskan air sampai tercapai keadaan seimbang dengan kelembaban lingkungan sekitarnya.

Untuk mengetahui hasil pengukuran nilai kadar air rata-rata pada berbagai perlakuan dari ketiga contoh uji kayu setelah dikeringudarakan selama tiga minggu dapat dilihat pada Gambar 8.

Keterangan : C1A1 (tanpa sinar matahari & air), C1A2 (tanpa sinar matahari ; terkena air hujan), C1A3 (tanpa sinar matahari ; terkena air mengalir), C2A1 (terkena sinar matahari ; tanpa air), C2A2 (terkena sinar matahari & terkena air hujan), dan C2A3 (terkena sinar matahari & terkena air mengalir).

Pada Gambar 8 dapat diketahui bahwa nilai kadar air pada contoh uji yang diberi perlakuan tanpa sinar matahari relatif lebih tinggi dibandingkan dengan contoh uji yang diberi perlakuan dengan sinar matahari. Nilai kadar air rata-rata contoh uji tanpa perlakuan sinar matahari dan air (C1A1) adalah sebesar 13.10 % (kayu sengon), 13.71 % (kayu kamper) dan 13.58 % (batang kelapa hibrida), sedangkan nilai kadar air rata-rata contoh uji pada perlakuan terkena sinar matahari tanpa terkena air (C2A1) adalah sebesar 11.64 % (kayu sengon), 11.70 % (kayu kamper) dan 12.93 % (batang kelapa hibrida). Begitu pula nilai kadar air contoh uji pada perlakuan C1A2 dan C1A3 relatif lebih tinggi dari pada C2A2 dan C2A3.

Berdasarkan hasil pengukuran dapat diketahui bahwa nilai kadar air semakin tinggi pada perlakuan air hujan dan mengalir. Contoh uji kayu yang diberi perlakuan air mengalir memiliki nilai kadar air yang lebih tinggi dibanding dengan contoh uji yang diberi perlakuan air hujan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8 dengan membandingkan contoh uji perlakuan C1A1 dengan C1A2 dan C1A3, atau contoh uji perlakuan C2A1 dengan C2A2 dan C2A3.

Data pengukuran kadar air yang diperoleh kemudian dianalisa dengan metoda faktorial dengan tujuan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai kadar air kayu. Hasil analisa sidik ragam menunjukan bahwa faktor jenis kayu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air kayu, sedangkan faktor perlakuan dan interaksi berpengaruh nyata pada nilai kadar air kayu, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisa sidik ragam pengaruh jenis kayu dan perlakuan terhadap KA kayu Sumber db JK KT F-Hit P Kayu 2 0.22785658 0.11392829 0.10 0.9045 Perlakuan 5 3003.05554499 600.61110900 530.04** 0.0001 Kayu*Perlakuan 10 24.96079229 2.49607923 2.20* 0.0270 Error 72 81.58578386 1.13313589 Total 89 3109.82997773

Keterangan : * Berpengaruh nyata pada P < 0,05

* * Berpengaruh sangat nyata pada P < 0,01

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 1) dapat diketahui bahwa setiap perlakuan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perubahan nilai kadar air. Perlakuan yang memberikan nilai kadar air kayu tertinggi ke rendah adalah

C1A3, C2A3, C1A2, C2A2, C1A1 dan C2A1. Hal ini berkaitan erat dengan adanya penambahan air terhadap contoh uji yang mengakibatkan meningkatnya nilai kadar air kayu. Kayu memiliki sifat higroskopis sehingga kayu dapat mengikat dan melepaskan air sampai tercapai keadaan seimbang sehingga nilai kadar air kayu dapat berubah sesuai dengan kelembaban lingkungan sekitarnya.

Pengaruh interaksi antara jenis kayu dengan perlakuan tanpa terkena sinar matahari dan terkena sinar matahari (Lampiran 2) menunjukan bahwa dalam kondisi tanpa pemberian air hanya kayu kamper memiliki nilai kadar air yang berbeda nyata antara perlakuan tanpa sinar matahari (C1A1) dengan perlakuan terkena sinar matahari (C2A1). Hal ini diduga terjadi karena kondisi kadar air awal contoh uji kayu kamper yang lebih kering dibanding contoh uji kedua jenis kayu lainnya. Perlakuan air hujan hanya pada kayu sengon yang memiliki nilai kadar air yang berbeda nyata antara perlakuan yang diberi sinar matahari langsung (C2A2) dengan yang tidak (C1A2). Hal ini terjadi dikarenakan kayu sengon lebih mudah menyerap (mengikat) dan melepas air. Perlakuan air mengalir, semua jenis kayu memiliki nilai kadar air yang berbeda antara yang diberi sinar matahari langsung (C2A3) dengan yang tidak (C2A3).

Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 2) pada perlakuan tanpa terkena sinar matahari dan terkena air hujan (C1A2) nilai kadar air kayu sengon dan batang kelapa hibrida menunjukan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan tanpa terkena air (C1A1), sedangkan pada kayu kamper menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal tersebut diduga karena kayu kamper memiliki dinding sel yang relatif lebih tebal dibandingkan dengan kedua jenis lainnya, sehingga dengan adanya perlakuan terkena air hujan tidak menyebabkan kenaikan nilai kadar air secara nyata pada kayu kamper. Pada perlakuan terkena sinar matahari dan terkena air hujan (C2A2) pada ketiga jenis kayu menunjukkan nilai kadar air yang berbeda nyata dengan perlakuan tanpa terkena air (C2A1).

Pada perlakuan air mengalir pada perlakuan tanpa terkena sinar matahari dan terkena sinar matahari (C1A3 dan C2A3) nilai kadar air pada ketiga jenis kayu (sengon, kamper dan kelapa hibrida) menunjukan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan tanpa terkena air (C1A1 dan C2A1) dan terkena air hujan (C1A2 dan C2A2). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian air mengalir

0. 2 4 0. 22 0. 23 0. 2 4 0. 2 4 0. 23 0. 7 3 0. 7 0 0. 6 1 0. 72 0. 7 2 0. 6 7 0. 5 2 0. 4 5 0. 5 5 0. 50 0. 47 0. 53 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80

C1A1 C1A2 C1A3 C2A1 C2A2 C2A3

Perlakuan B er at Jen is

SENGON KAMPER KELAPA

mempunyai pengaruh yang nyata pada kenaikan nilai kadar air kayu. Seiring dengan bertambahnya nilai kadar air kayu hingga titik jenuh serat atau lebih, kemungkinan kayu tersebut terserang agen perusak kayu (jamur dan bakteri) semakin besar.

Berat Jenis

Berat jenis di definisikan sebagai perbandingan antara kerapatan suatu benda (atas dasar berat kering oven) dengan kerapatan benda standar (air pada suhu 4oC (1 atm) kerapatannya 1 g/cm3). Semakin tinggi berat jenis dan kerapatan kayu maka semakin banyak zat kayu pada dinding sel yang berarti semakin tebal dinding sel tersebut (Haygreen dan Bowyer, 1989).

Untuk mengetahui hasil pengukuran berat jenis (BJ) pada berbagai perlakuan dari ketiga contoh uji kayu dapat dilihat pada Gambar 9.

Keterangan : C1A1 (tanpa sinar matahari & air), C1A2 (tanpa sinar matahari ; terkena air hujan), C1A3 (tanpa sinar matahari ; terkena air mengalir), C2A1 (terkena sinar matahari ; tanpa air), C2A2 (terkena sinar matahari & terkena air hujan), dan C2A3 (terkena sinar matahari & terkena air mengalir).

Gambar 9. Grafik rataan berat jenis (BJ) kayu berdasarkan perlakuan

Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui bahwa pemberian sinar matahari relatif tidak memberikan perubahan pada nilai berat jenis kayu, hal ini didukung dengan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4). Seiring dengan pemberian air hujan dan air mengalir (C1A2, C1A3, C2A2 dan C2A3) terdapat kecenderungan penurunan nilai berat jenis kayu kamper, namun hal tersebut tidak terjadi pada kayu sengon dan kelapa hibrida. Melalui uji Duncan (Lampiran 4) juga terbukti

bahwa dalam kondisi tanpa terkena sinar matahari langsung tapi terkena air mengalir (C1A3) memiliki nilai berat jenis yang berbeda nyata dibandingkan dengan yang tanpa air dan terkena air hujan (C1A1 dan C1A2). Dapat disimpulkan bahwa pemberian air mengalir dalam kondisi tanpa sinar matahari (C1A3) memberikan pengaruh yang nyata pada peningkatan biodeteriorasi kayu yang dinyatakan dengan penurunan nilai berat jenisnya. Hal ini disebabkan kandungan zat ekstraktif yang terdapat di dalam kayu kamper diduga tercuci oleh air yang mengalir, sehingga ketahanan kayu kamper terhadap biodeteriorasi semakin berkurang. Hal tersebut dapat menyebabkan kayu menjadi rentan terserang agen biologis perusak kayu (jamur dan bakteri).

Pemberian air pada kayu sengon tidak menyebabkan penurunan berat jenis yang nyata. Hal ini dikarenakan zat ekstraktif dalam kayu sengon yang diduga tidak bersifat racun bagi jamur sehingga walaupun terjadi pencucian zat ekstraktifnya oleh air nilai berat jenis tidak menurun. Kondisi yang menyimpang terjadi pada batang kelapa hibrida yang diberi perlakuan berupa pemberian air secara mengalir (C1A3 dan C2A3) berat jenisnya relatif tinggi. Setelah dicermati hal tersebut disebabkan vascular bundle pada contoh uji perlakuan tersebut lebih rapat dibanding dengan contoh uji lainnya.

Menurut Den Berger (1923) dalam Martawijaya et. al. (1981)berat jenis kayu menentukan kelas kuatnya. Tabel 3 menunjukkan hubungan antara berat jenis dengan keteguhan lentur dan keteguhan tekan.

Tabel 3. Kelas kuat kayu Kelas

kuat

Berat jenis Keteguhan lentur mutlak (kg/cm2)

Keteguhan tekan mutlak (kg/cm2) I > 0,90 > 1100 > 650 II 0,60 – 0,90 725 – 1100 425 – 650 III 0,40 – 0,60 500 – 725 300 – 425 IV 0,30 – 0,40 360 - 500 215 – 300 V < 0,30 < 360 < 215

Sumber : DEN BERGER (1923) dalam Martawijaya et. al. (1981)

Berdasarkan Tabel 4, kayu sengon pada penelitian ini termasuk kelas kuat V karena memiliki nilai berat jenis < 0,30 (0,22 – 0,24), kayu kamper termasuk kelas kuat II karena memiliki berat jenis 0,61 – 0,73 sedangkan batang kelapa hibrida termasuk kelas kuat III karena memiliki berat jenis 0,45 – 0,55.

Data berat jenis kayu yang diperoleh dianalisa secara faktorial dengan tujuan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai berat jenis. Hasil analisa menunjukan bahwa faktor jenis kayu dan interaksi berpengaruh nyata terhadap nilai berat jenis, sedangkan faktor perlakuan tidak berpengaruh nyata pada nilai berat jenis, hal ini dapat dilihat pada sidik ragam Tabel 4.

Tabel 4. Analisa sidik ragam pengaruh jenis kayu dan perlakuan terhadap BJ kayu

Sumber db JK KT F-Hit P Kayu 2 3.14361883 1.57180942 457.93** 0.0001 Perlakuan 5 0.01373701 0.00274740 0.80 0.5530 Kayu*Perlakuan 10 0.08030266 0.00803027 2.34* 0.0188 Error 72 0.24713413 0.00343242 Total 89 3.48479264

Keterangan : * Berpengaruh nyata pada P < 0,05

* * Berpengaruh sangat nyata pada P < 0,01

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 3) diketahui bahwa setiap jenis kayu mempunyai nilai BJ yang berbeda nyata. Perbedaan berat jenis kayu ini bisa menjadi indikasi perbedaan sifat fisis dan mekanis ketiga jenis kayu tersebut.

Berat jenis batang kelapa hibrida sangat dipengaruhi oleh distribusi vascular bundle per cm2. Dari analisa korelasi Lampiran 17 diketahui bahwa hubungan antara vascular bundle dengan BJ batang kelapa hibrida adalah berkolerasi positif kuat. Sehingga apabila jumlah vascular bundle per cm2 meningkat maka akan meningkat pula nilai BJ tersebut.

Kehilangan Berat

Nilai rata-rata hasil pengukuran kehilangan berat contoh uji kecil bebas cacat kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen), kamper (Dryobalanops spp) dan batang kelapa hibrida (Cocos nucifera L) tersaji pada Gambar 10.

6. 9 7 21 .32 7. 76 20. 06 6. 83 2. 18 5. 49 4. 3 9 10. 30 6. 49 0. 65 1.4 5 0. 57 1. 1 2 1. 1 8 1. 8 2 0. 1 7 7. 4 9 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

C1A1 C1A2 C1A3 C2A1 C2A2 C2A3

Perlakuan K e h il a nga n B e ra t ( % )

SENGON KAMPER KELAPA

Keterangan : C1A1 (tanpa sinar matahari & air), C1A2 (tanpa sinar matahari ; terkena air hujan), C1A3 (tanpa sinar matahari ; terkena air mengalir), C2A1 (terkena sinar matahari ; tanpa air), C2A2 (terkena sinar matahari & terkena air hujan), dan C2A3 (terkena sinar matahari & terkena air mengalir).

Gambar 10. Grafik rataan kehilangan berat kayu berdasarkan perlakuan

Pada Gambar 10 dapat diketahui bahwa jenis kayu yang memiliki nilai kehilangan berat tertinggi sampai terendah adalah sengon, batang kelapa hibrida dan kamper. Pada Gambar 10 juga dapat diketahui bahwa nilai kehilangan berat pada contoh uji perlakuan tanpa sinar matahari relatif lebih rendah dibandingkan dengan contoh uji yang diberi perlakuan dengan sinar matahari, kecuali pada perlakuan tanpa sinar matahari tapi terkena air secara mengalir (C1A3). Pada perlakuan tersebut nilai kehilangan berat yang diukur merupakan nilai tertinggi untuk setiap jenis kayu.

Nilai kehilangan berat cenderung semakin tinggi seiring dengan adanya perlakuan terkena air hujan dan mengalir. Contoh uji kayu yang diberi perlakuan berupa pemberian air secara mengalir memiliki nilai kehilangan berat yang lebih tinggi dibanding dengan contoh uji yang diberi tambahan perlakuan terkena air hujan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10 dengan membandingkan contoh uji perlakuan C1A1 dengan C1A2 dan C1A3, atau contoh uji perlakuan C2A1 dengan C2A2 dan C2A3.

Data kehilangan berat yang diperoleh kemudian dianalisa dengan metoda faktorial dengan tujuan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai kehilangan berat. Hasil analisa menunjukan bahwa faktor jenis kayu, perlakuan

dan interaksi berpengaruh nyata terhadap nilai kehilangan berat, hal ini dapat dilihat pada sidik ragam Tabel 5 di bawah ini :

Tabel 5. Analisa sidik ragam pengaruh jenis kayu dan perlakuan terhadap kehilangan berat kayu

Sumber db JK KT F-Hit P Kayu 2 723.19079597 361.59539798 155.18* * 0.0001 Perlakuan 5 1876.99807502 375.39961500 161.10* * 0.0001 Kayu*Perlakuan 10 661.88229574 66.18822957 28.40* * 0.0001 Error 72 167.77169374 2.33016241 Total 89 3429.84286046

Keterangan : * Berpengaruh nyata pada P < 0,05

* * Berpengaruh sangat nyata pada P < 0,01

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 5) dapat diketahui bahwa setiap kayu mempunyai nilai kehilangan berat yang berbeda nyata. Jenis kayu yang memiliki nilai kehilangan berat paling tinggi ke rendah adalah sengon, kemudian batang kelapa hibrida dan kayu kamper. Adanya variasi kehilangan berat pada setiap kayu ini dikarenakan kayu yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ketahanan terhadap biodeteriorasi yang berbeda yang disebabkan oleh kandungan zat ekstraktif didalamnya.

Pengaruh perlakuan terhadap kehilangan berat dari hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 6) dapat diketahui bahwa perlakuan yang memberikan nilai kehilangan berat kayu tertinggi adalah C1A3. Hal tersebut diduga terjadi karena pada kondisi tersebut merupakan kondisi yang ideal bagi agen biologis perusak kayu (jamur dan bakteri) untuk hidup dan berkembang didalam kayu sehingga kayu menjadi terdegradasi dan menyebabkan kenaikan nilai kehilangan berat. Dari lampiran 6 juga dapat diketahui bahwa faktor pemberian sinar matahari hanya berpengaruh nyata pada perlakuan air hujan.

Berdasarkan uji lanjut Duncan pengaruh interaksi (Lampiran 7) ternyata pengaruh pemberian sinar matahari langsung terhadap kehilangan berat hanya berpengaruh nyata pada batang kelapa hibrida baik yang terkena air hujan ataupun yang mengalir.

Pengaruh interaksi jenis kayu dengan perlakuan penambahan air (Lampiran 7) menunjukkan bahwa pada kayu sengon dengan perlakuan air hujan dan mengalir terbukti secara nyata meningkatkan nilai kehilangan berat kayu. Dengan kata lain kayu sengon mengalami biodeteriorasi seiring dengan adanya

penambahan perlakuan berupa air hujan dan mengalir. Adapun kayu kamper hanya perlakuan pemberian air secara mengalir yang berpengaruh secara nyata pada peningkatan nilai kehilangan berat. Hal ini dapat diartikan bahwa pada kayu kamper baru mengalami biodeteriorasi pada saat pemberian air secara mengalir. Batang kelapa hibrida juga mengalami hal yang serupa dengan kayu sengon. Namun pada perlakuan terkena sinar matahari, perlakuan air hujan dan air mengalir menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata namun keduanya berbeda nyata dengan perlakuan tanpa terkena air

Kehadiran jamur pada kayu melibatkan spora yang berukuran mikroskopik yang dapat tersebar melalui udara, serangga dan air. Spora membutuhkan kondisi yang ideal untuk berkembang menjadi hifa yang kemudian menyebar di dalam kayu. Kondisi ideal untuk perkembangan jamur melibatkan temperatur, sumber makanan (kayu), oksigen, kadar air kayu, kelembaban relatif dan cuaca.

Bakteri cenderung berkoloni di dalam kayu yang memiliki kadar air kayu yang cukup tinggi, baik pada saat kondisi kayu masih segar (fresh cut), terkena air pada saat penyimpanan, terendam air di sungai ataupun kayu diletakkan pada tanah yang basah. Bakteri dapat mendegradasi lignoselulosa dan menyebabkan kayu kehilangan kekuatan, namun hal tersebut berjalan dengan proses yang sangat lambat.

Sama halnya dengan penjelasan sebelumnya, bahwa seiring dengan pemberian air diduga memberikan kondisi lingkungan yang lebih baik untuk agen biologis (bakteri dan jamur) untuk hidup dan berkembang pada kayu sehingga kayu menjadi terdegradasi dan menyebabkan naiknya nilai kehilangan berat. Hal ini didukung dengan adanya bercak-bercak dan noda hitam akibat agen perusak kayu pada contoh uji yang terkena air.

Sifat Mekanis

Pengujian sifat mekanis yang dilakukan terhadap contoh uji kayu berupa Modulus of Elasticity (MOE), Modulus of Rupture (MOR) dan keteguhan tekan sejajar serat. Hasil pengujian sifat mekanis pada contoh uji kecil bebas cacat kayu

Dokumen terkait