• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketentuan Batas Usia Perkawinan Dalam Perundang-Undangan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH

C. Ketentuan Batas Usia Perkawinan Dalam Perundang-Undangan

Perundang-undangan

1. Batas Usia Perkawinan menurut Undang-undang N0. 1 Tahun 1974.

Batas Usia Perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terdapat dalam BAB II Syarat-syarat Perkawinan Pasal 7 ayat (1) “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun, dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Sedangkan Pada Pasal 6 ayat (2)

34

Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan,Hukum Perwakafan. Cet. II, (Bandung: Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2008), h. 81.

Undang-undang Perkawinan yaitu: “Untuk melangsungkan perkawinan seorang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus dapat izin kedua orang tua”.35

2. Batas Usia Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Batas usia perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 15 ayat (1), yaitu: “Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yakni calon suami berumur sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun. Dan pada ayat (2), “bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin yang sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4), dan (5) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.36 Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 98 ayat 1 menyebutkan batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah

35

Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam: Hukum perkawinan, Hukum Kewarisan, dan Hukum Perwakafan, Cet. II, (Bandung: Tim Redaksi Nuansa Aulia), h., 82-83.

36

Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam: Hukum perkawinan, Hukum Kewarisan, dan Hukum Perwakafan, Cet. II, (Bandung: Tim Redaksi Nuansa Aulia), h., 5-6.

21 tahun sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.37

3. Batas Usia Perkawinan Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Batasan usia perkawinan menurut Kitab Undang-undang Hukum Adat (KUHPer), BAB IV Perihal Perkawinan Pasal 29, yakni: “Laki-laki yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun penuh dan perempuan yang belum mencapai umur 15 (lima belas) tahun penuh, tidak diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun jika ada alasan-alasan penting, pemerintah berkuasa menghapuskan larangan ini dengan memberikan “Dispensasi”.38

4. Batas Usia Perkawinan menurut Undang-undang Hukum Pidana.

Hukum positif atau ius contitutum, adalah hukum yang berlaku saat ini di persoalan perdata diatur dalam KUH Perdata, persoalan pidana diatur melalui KUH Pidana. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 45 menentukan bahwa yang dikatakan belum dewasa yaitu belum mencapai umur enam belas tahun.

37

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Edisi Pertama.

Akademika Presindo (Jakarta: 1992). h., 137.

38

Penghimpun Solahuddin, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Acara Pidana,Perdata (Jakarta: Visimedia, 2008), h., 226.

5. Batas Usia Perkawinan menurut Undang-undang Perlindungan Anak.

Batas usia perkawinan menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1), “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Artinya batas usia dewasa menurut aturan ini adalah 18 tahun ke atas.

6. Batas Usia Perkawinan menurut BKKBN

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional bekerja sama dengan Badan Penasehat Perkawinan dan Perceraian Kementerian Agama mengeluarkan modul yang mendorong usia minimal perkawinan untuk perempuan adalah 21 tahun dan laki-laki adalah 25 tahun.39

Apa yang ada dalam Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam adalah sejalan bahwa batas usia calon mempelai laki-laki adalah 19 Tahun dan calon mempelai perempuan 16 tahun, dan usia kawin yang di bawah 21 tahun harus ada izin dari orang tua.

Kemudian apa yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Hukum Pidana tentu berbeda dalam menentukan batasan umur perkawinan. Undang-Undang Hukum Perdata BAB IV Perihal Perkawinan Pasal 29 bahwa

39

http://palembang.tribunnews.com/2015/02/11/bkkbn-batas-usia-minimal-menikah-wanita-21-dan-pria-25-tahun.

Laki-laki yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun penuh dan perempuan yang belum mencapai umur 15 (lima belas) tahun penuh, tidak diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun jika ada alasan-alasan penting, pemerintah berkuasa menghapuskan larangan ini dengan memberikan “Dispensasi”. Sedangkan menurut Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 45 menentukan bahwa yang dikatakan belum dewasa yaitu belum mencapai umur enam belas tahun.

Dalam Undang-undang Perlindungan Anak dan BKKBN berbeda dalam menentukan batas usia perkawinan yakni Undang-Undang Perlindungan Anak menyatakan bahwa dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Pasal 1 ayat (1), “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan” artinya batas usia dewasa menurut aturan ini adalah 18 tahun ke atas. Dan menurut pernyataan BKKBN menyatakan Kementrian Agama mengeluarkan modul yang mendorong usia minimal perkawinan untuk perempuan adalah 21 tahun dan laki-laki adalah 25 tahun.

Dari sekian penjelasan batasan umur perkawinan menurut penulis umur yang paling ideal untuk melaksanakan perkawinan adalah laki-laki sudah berumur 25 tahun dan wanita sudah berumur 20 tahun. Karena akibat dari perkawinan

di bawah umur sangat terkait erat dengan kesejahteraan perempuan muda yang mengalaminya. Kebijakan baru ini dimaksudkan agar pasangan yang kawin benar-benar telah matang lahir dan batin.

D. Batasan Usia Perkawinan menurut Fiqh

Batas usia perkawinan memang tidak dibicarakan dalam kitab-kitab fiqih. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih memperbolehkan kawin antara laki-laki dan perempuan yang masih kecil. Kebolehan tersebut karena tidak ada ayat al-Qur‟an yang secara jelas dan terarah menyebutkan batas usia perkawinan dan tidak pula ada hadits yang secara langsung menyebutkan batas usia, bahkan Nabi sendiri mengawini Siti Aisyah pada saat umurnya 9 tahun dan menggaulinya setelah umur 12 tahun.40

Akan tetapi menurut mayoritas ahli fiqih sepakat jika batasan baligh itu ditentukan dengan hitungan tahun maka batasan usia minimal dalam perkawinan adalah 15 tahun, sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat batas usia tersebut adalah 17/18 tahun.41

Meskipun secara terang-terangan tidak ada petunjuk al-Qur‟an atau hadits nabi tentang batas usia perkawinan, namun ada ayat al-Qur‟an dan begitu pula ada hadits Nabi secara tidak

40

Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlusunnah dan Negara-negara Islam, h., 66.

41

langsung mengisyaratkan batas usia tertentu. Adapun al-Qur‟an adalah firman Allah dalam surat An-Nisa‟ ayat 6:



























….

Artinya: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya”. (QS. An-Nisaa’: 4 ayat 6)

Dari ayat ini dipahami bahwa kawin itu mempunyai batas umur dan batas umur itu, maksudnya sudah baligh.

Agama Islam tidak menetapkan dengan tegas batas umur dari seseorang yang telah sanggup kawin. Al-Quran dan hadits hanyalah menetapkan dengan isyarat-isyarat dan tanda-tanda saja. Terserah kepada kaum muslim untuk menetapkan batas umur yang sebaiknya untuk kawin sesuai dengan isyarat atau tanda yang telah ditentukan itu, dan disesuaikan pula dengan keadaan setempat dimana hukum itu akan di Undang-undangkan.42

Para ulama menentukan batas umur itu dengan dalil “maslahah mursalah”, artinya dengan ditetapkan umur minimal bagi calon mempelai agar telah matang jiwa dan raganya. Dengan kematangan jiwa dan raga, diharapkan mendapatkan kebaikan/maslahat.43

42

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h., 12.

43

عه نننَص ِْ َ ننن َع نننَلَق َ نننَس َِ نننَس نننَلَع عَق نننَََ ِ َعنننْاَع ت َ َنننَرٍَ ْعنننََ ِْ ْبنننََِع َعنننَع

َب َاَُنننَ ا ْعنننٍَ ْس َِنننهَقا ََنننٍَََََ َم َيه نننَ َ ْ نننَ َ َع ِ

بْنننََُا نننهنْإَ َ ه َ ََُ َق نننَ َ َ نننََِقا ي اَلنننٍْ

َجْ َق هنْإَ ْ َ هَق َْ ْ َ َ َََ َ ْاََُرَم َيَق َعٍََ ْ ََََْ ْق َعَفَلَاَ َََََِْ ْق

Artinya: “Dari Abdullah bin Mas‟ud ra ia berkata: telah berkata kepada kami Rosulullah saw: “Hai sekalian pemuda, barang siapa di antara kamu yang telah sanggup melaksanakan kehidupan suami istri, maka hendaklah ia kawin. Maka sesungguhnya kawin itu menghalangi pandangan (mata) dan ememlihara faraj. Dan barang siapa di antara yang tidak sanggup, hendaklah berpuasa. Maka puasa itu adalah perisai baginya”. (HR. B. Al-Bukhari dan Muslim)44

Selanjutnya mengenai perkawinan Rosulullah SAW dengan Aisyah, Ibnu Syubramah berpendapat bahwa itu merupakan hal yang tidak bisa dijadikan hujjah (alasan), karena perkawinan tersebut merupakan pengecualian atau suatu kekhususan bagi Nabi sendiri yang tidak diberlakukan bagi ummatnya.

Perkawinan orang-orang yang belum dewasa tidak akan menghasilkan keturunan yang baik. Apabila perkawinan dilaksanakan oleh orang-orang yang belum dewasa, maka perkawinan itu tidak akan mencapai tujuannya, yakni keturunan yang baik. Berbeda pendapat Imam Syafi‟I yang dimaksud dengan wanita “wanita dewasa” ialah wanita yang pernah kawin, sedangkan menurut Imam Hanafi ialah wanita yang telah baligh.45

Menurut Abdul Rahim Umran, batasan usia nikah dapat dilihat dalam beberapa arti sebagai berikut:46

44

Syekh H. Abd. Syukur Rahimy, Terjemah Hadis Shahih Muslim, (Jakarta: PT Bumirestu, 1984), h., 45.

45

Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlusunnah dan Negara-negara Islam, h., 133.

46

1 Biologis, secara biologis hubungan kelamin dengan isteri yang terlalu muda (yang belum dewasa secara fisik) dapat mengakibatkan penderitaan gabi isteri dalam hubungan biologis. Lebih-lebih ketika hamil dan melahirkan.

2 Sosio-Kultural, secara sosio-kultural pasangan suami isteri harus mampu memenuhi tuntutan sosial, yakni mengurus rumah tangga dan mengurus anak-anak.

3 Demografis (kependudukan), secara demografis perkawinan dibawah umur merupakan salah satu faktor timbulnya pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi.

Menurut para Ulama, dalam Islam menentukan batasan usia perkawinan bisa dikembalikan kepada tiga landasan, yaitu:

1 Usia kawin yang dihubungkan dengan usia dewasa (baligh);

2 Usia kawin yang didasarkan kepada keumuman arti ayat al-Qur‟an yang menyebutkan batas kemampuan untuk kawin.

3 Hadist yang menjelaskan tentang usia Aisyah waktu nikah dengan Rasulullah SAW.

Sedangkan para Ulama Ushul Fiqh menyatakan bahwa yang menjadi ukuran dalam menentukan seseorang telah memiliki kecakapan bertindak hukum setelah Aqil Baligh (mukallaf) dan cerdas, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa (4) ayat: 6, yang berbunyi:











































































Artinya: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah

kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka

dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi

mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas

persaksian itu).” ”. (QS. An-Nisa (4) ayat: 6)

Dalam hal ini untuk menentukan kedewasaan dengan umur terdapat beberapa pendapat diantaranya:47

1 Menurut Abu Hanifah, kedewasaan itu datangnya mulai usia 19 tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi wanita. Sedangkan Imam Malik menetapkan 18 tahun, baik untuk pihak laki-laki maupun untuk perempuan.

2 Menurut Syafi‟i dan Hanabillah menentukan bahwa masa untuk menerima kedewasaan dengan tanda-tanda diatas, tetapi karena tanda-tanda itu datangnya tidak sama untuk semua

47

Helmi Karim, Kedewasaan Untuk menikah Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), h., 70-71.

orang, maka kedewasaan ditentukan dengan umur. Disamakannya masa kedewasaan untuk pria dan wanita adalah karena kedewasaan itu ditentukan dengan akal, dengan akal lah dan taklif, dan karena akal pula adanya hukum.

3 Sarlito Wirawan Sarwono melihat bahwa usia kedewasaan untuk siapnya seseorang memasuki hidup berumah tangga harus diperpanjang menjadi 20 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk pria. Hal ini karena diperlukan karena zaman modern menuntut untuk mewujudkan kemaslahatan dan menghindari kemaslahatan dan menghindari kerusakan, baik dari segi kesehatan maupun tanggung jawab sosial.

4 Yusuf Musa mengatakan, batas usia dewasa itu setelah seseorang berumur 21 tahun. Hal ini dikarenakan pada zaman modern ini orang memerlukan persiapan yang matang.

44

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA KEDUNG JAYA KEC. BABELAN KABUPATEN BEKASI

Dokumen terkait