• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KARAKTERISTIK PERJANJIAN KERJASAMA

B. Ketentuan-ketentuan yang Wajib Dipenuhi oleh Pihak-

disodorkan oleh pihak lawannya.66 Yang penting baginya ialah tujuan yang dikehendaki berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan itu tercapai, yaitu menguasai dan atau memiliki serta menikmati benda objek perjanjian secara patut. Dikatakan patut jika benda yang dikuasai dan atau dimiliki itu sesuai dengan identitas yang diperjanjikan, ketepatan waktu penyerahan/pembayaran, tidak ada cacatnya, dan penikmatnya memberikan kepuasan sesuai fungsinya.

Jika pelaksanaan perjanjian tidak sesuai dengan, atau menyimpagn dari, atau memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, maka tujuan yang dikehendaki iu tidak tercapai secara patut, bahkan mungkin tidak tercapai sama sekali. Akibatnya ialah ada pihak yang dirugikan. Dalam hal ini muncul masalah tanggung jawab, siapa yang bertanggung jawab memikul beban kerugian, pihak penguasa atau pihak konsumen (pembeli, pemakai, pengguna) ? Pihak yang menentukan syarat-syarat perjanjian biasanya pengusaha yang mempunyai kedudukan ekonomi kuat dan tingkat pengetahuan/keahlian tinggi. Karena didorong kebutuhan maka konsumen mau saja menerima rumusan syarat-syarat perjanjian yang disodorkan kepadanya ketika mengadakan perjanjian dengan pengusaha.

B. Ketentuan-ketentuan yang wajib dipenuhi oleh pihak-pihak dalam pelaksanaan perjanjian guna mencapai tujuan perjanjian

Yang dimaksud kewajiban ialah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh pihak-pihak yang satu kepada pihak yang lain dengan pembebanan sanksi jika lalai atau dilalaikan. Jika kewajiban itu ditentukan oleh undang-undang, disebut

66 Ibid. hal. 9

kewajiban undang-undang. Jika kewajiban itu ditentukan oleh perjanjian, disebut kewajiban perjanjian. Berdasarkan asas pelengkap dalam hukum perjanjian, jika pihak-pihak menentukan lin dalam perjanjian yang mereka buat, maka kewajiban undang-undang dikesampingkan. Sebaliknya, jika pihak-pihak tidak menentukan apa-apa, maka berlakulah kewajiban undang-undang.

Kewajiban terdiri atas dua macam, yaitu kewajiban material dan kewajiban formal. Kewajiban material adalah kewajiban yang berkenaan dengan benda objek perjanjian sesuai dengan identitasnya (jenis, jumlah, ukuran, nilai/harga, kebergunaannya).67

Kewajiban formal adalah kewajiban yang berkenaan dengan tata cara atau pelaksanaan pemenuhan kewajiban material, yaitu oleh siapa, bagaimana caranya, dimana, kapan, dana dengan apa penyerahannya, pembayaran, pekerjaan, pemeliharaan dilakukan.68

Hasil pelaksanaan kewajiban itu merupakan hak pihak lain dalam perjanjian. Hak ialah sesuatu yang diperoleh dari pihak lain dengan kewenangan menuntut jika tidak dipenuhi oleh pihak lainnya itu.69 Setiap kewajiban selalu disertai dengan hak yang nilainya seimbang. Kewenangan menuntut tidak bersifat memaksa, boleh digunakan dan boleh tidak digunakan. Sebaliknya, pelaksanaan kewajiban bersifat memaksa, jika lalai atau dilalaikan dikenai sanksi. Jika pihak yang mempunyai kewajiban tidak melaksanakan sendiri kewajibannya, maka ada

67 Ibid. hal 10

68 Ibid. hal 11

pihak lain yang dapat memaksakan pelaksanaan atau pembebanan sanksi, yaitu pengadilan.

Seperti pada kewajiban, hak juga ada dua macam, yaitu hak material dan hak formal. Hak material adalah yang berkenaan dengan perolehan benda objek perjanjian sesuai dengan identitasnya (jenis, jumlah, ukuran, nilai/harga, kebergunaannya). Sedangkan hak formal adalah yang berkenaan dengan tata cara memperoleh hak material.

C. Klausula Perjanjian Baku dalam Perjanjian Kerja Sama Pengusahaan SPBU antara Pertamina dan pengusaha SPBU

Di Indonesia telah diundangkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang antara lain mengatur tentang klausul baku. Ternyata jika diteliti, pengaturannya dapat tidak efektif. Lihat Pasal 1 butir 10 memberikan definisi bahwa klausul baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.70

Perjanjian kerjasama antara Pertamina dan pengelola SPBU ini merupakan suatu perjanjian yang dilakukan antara Pertamina dengan pengusaha swasta (SPBU), yang dalam hal ini melakukan kegiatan penyaluran dan pelayanan BBM bagi masyarakat umum, sesuai ketentuan yang berlaku. Perjanjian tersebut

70 Taryana Soenandar, Prinsip-Prinsip UNIDROIT sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal 117

dinamakan Surat Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Penggunaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU). Permasalahan yang timbul dalam perjanjian pengelolaan SPBU ini merupakan hal yang diteliti dalam tulisan ini. Dalam kenyataannya ada beberapa pihak yang ingkar janji terhadap perjanjian kerjasama tersebut dan jika permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka perselisihan akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri setempat. Bentuk perjanjian pengelolaan SPBU yang ada di Pertamina adalah baku (standar) dan tertulis. Meskipun Pertamina menentukan isinya, namun para pengusaha yang akan ikut dalam kerjasama pengelolaan SPBU ini dipersilakan untuk mempelajari dan membaca apakah perjanjian tersebut sesuai dengan keinginan dan kehendak para pihak yang akan mengadakan perjanjian ini atau tidak. Perjanjian baku yang ada di Pertamina ini merupakan wujud dari asas kebebasan berkontrak, meskipun terdapat pembatasan terhadap asas tersebut dimana klausula dalam perjanjian tersebut ditentukan oleh salah satu pihak yaitu pihak Pertamina. Kesepakatan yang terjadi merupakan kesepakatan yang bersifat semu. Meskipun demikian, secara hukum perjanjian tersebut tetap sah.

Penyusunan dan pelaksanaan operasional atau jalannya perjanjian kerjasama jual beli bahan bakar minyak antara PT. Pertamina dengan SPBU pada umumnya diawali dengan pemenuhan persyaratan, prosedur, serta sarana dan prasarana standar yang harus dimiliki bagi setiap SPBU. Pelaksanaan operasional atau jalannya perjanjian kerjasama tersebut dilakukan setelah adanya kesepakatan perjanjian kerjasama antara PT. Pertamina dengan pengusaha SPBU yang

dituangkan dalam bentuk perjanjian baku dan disahkan oleh Notaris sesuai dengan isi pasal dalam perjanjian tersebut.

Keuntungan dan kelebihan yang didapat oleh pengusaha SPBU dalam melakukan kerjasama jual beli bahan bakar minyak dengan PT. Pertamina adalah mendapatkan keuntungan yang sangat menarik; tetap menguasai lahan dan asset yang dibangun, tidak hanya menjadi operator; mendapatkan dukungan dari Pertamina, baik dari aspek teknis, pemasaran maupun managerial yang dimulai sejak pendaftaran dilakukan; dapat menjual produk Premium, Solar, Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, LPG, dan seluruh produk pelumas Pertamina; tingkat pengembalian modal (BEP) kurang dari 5 tahun; seluruh proses dilaksanakan secara transparan (prosedur, biaya, progress, evaluasi); serta akses pada bisnis-bisnis Pertamina lainnya di SPBU, seperti Convenience Store, Pertamina Speed, dan bisnis-bisnis lainnya.

Jika disimpulkan, atas dasar apa pengusaha SPBU terikat pada syarat-syarat baku yang ditetapkan oleh Pertamina, ialah motivasi kebutuhan ekonomi yaitu ijin untuk dapat memasarkan BBM, yang menurut perhitungannya hanya akan terpenuhi secara normal dengan menerima syarat-syarat baku yang disodorkan oleh Pertamina. Berdasarkan pengalaman, kebutuhan ekonomi tersebut selalu terpenuhi tanpa halangan (kerugian) yang digambarkan dalam syarat-syarat baku.71 Karena itulah Pengusaha SPBU mau menandatangani perjanjian atau menerima dokumen perjanjian itu.

Dokumen terkait