Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero)
dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum
(SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak
(BBM) di SPBU Nomor 14 201 1110 Medan
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh
SANDRO SIAHAAN 050200270
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Kata Pengantar
Segala pujian, hormat dan syukur yang begitu besar hanya kepada Tuhan
yang Maha Kuasa, yang telah dan selalu mencurahkan kasih sayang, rahmat dan
kebijaksanaan dari Tuhan, sehingga penulisan skripsi berjudul “Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU Nomor 14 201 1110 Medan” ini dapat terselesaikan, setelah sekian lama akhirnya Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan
Pendidikan Program S-1 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari, sebagai manusia biasa tidak akan pernah luput dari
kesalahan, kekurangan dan kekhilafan, baik dalam pikiran maupun perbuatan.
Berkat bimbingan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam mengasuh serta membimbing
Penulis sejak masuk bangku kuliah hingga akhir penulisan skripsi ini, maka
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan ini ijinkan Penulis mengucapkan
rasa hormat dan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih Penulis kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan
3. Bapak selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
4. Bapak selakuPembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
5. Ibu Windha, S.H..M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum
Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Ibu Prof.Dr. Sunarmi, S.H..M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I Penulis
yang telah begitu banyak membantu Penulis sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, untuk segala nasehat dan bembingan yang telah
diberikan kepada Penulis, Penulis sangat berterima kasih.
8. Ibu Dr.T.Keizerina Devi Azwar, S.H..C.N..M.Hum. selaku Dosen
Pembimbing II Penulis yang juga telah banyak membantu Penulis dalam
penyempurnaan penulisan skripsi ini.
9. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum.selaku Dosen Wali Penulis semasa
perkuliahan.
10. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
telah banyak memberikan didikan dan ilmu yang bermanfaat kepada
Penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara serta kepada pegawai-pegawai Fakultas Hukum Universitas
Dalam menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
yang penuh perjuangan, suka dan duka sehingga Penulis tidak bias melupakan
segala bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga Penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Kedua Orang Tua Penulis yang tercinta, Alm. Pantas Halasan Siahaan dan
Tiesmina Br.Tampubolon, Warisan kebaikan hati dan kesederhanaan
kalian akan menjadi hal terindah untuk selalu anakanda kenang.
Mendengar doa-doa kalian hal yang sangat berarti dan menjadi
penyemangat bagiku untuk menjadi yang terbaik. Berharap dapat menjadi
seorang yang berarti bagi Mamak dan Bapak, walau Bapak sudah tiada.
Sandro sayang kalian.
2. Keluarga Penulis semua, abang dan kakak, terkhusus buat abangku
Michael Christian Nicky Erhianto Sinaga, yang selalu mendengar keluh
kesah adeknya, dan menasehati adeknya siang dan malam. Sandro sangat
sayang kalian. Sebagai anak paling bungsu, walau terlihat sangat manja,
tapi Sandro berharap bisa selalu ada buat kalian, berada didekat kalian,
berharap dapat menjadi adek yang membanggakan kalian.
3. Mak Tua, Elisabeth Sinaga, S.Pd., sebagai orang tua yang selalu
membimbing Penulis, dan selalu memberikan bantuan semangat dan doa
dan semua yang Mak Tua berikan kepada Sandro yang luar biasa. Terima
4. Juga kepada Pak Tua, Sarsin Siregar, S.H., S.E., yang begitu besar
dorongan dan nasehat dari Pak Tua yang bersama-sama Mak Tua selalu
membimbing Sandro selalu.
5. Sahabat-sahabat di Medan Chamber Singers, terkhusus pada Sa Ari, Bang
Ropudani, Bang Boydo, Kak Elsa, Kak Ori, Bang Anthony, yang juga
membantu Penulis untuk selalu semangat menyelesaikan skripsi ini,
saat-saat malas, terimakasih untuk semangat yang kalian berikan.
6. Sahabat-sahabat di Invictus Choir, untuk semua dukungan kalian semua,
terkhusus pada Kak Diana, Kak Lia, Kak Eva, Bang Joshua, dan kalian
yang tidak tersebut namanya satu persatu.
7. Sahabat-sahabat di UKM KMK UP FH USU, Kelompok Kecil Jehovah
Syalom, untuk Bang Bob, Ice Trisnawati, Anita, Nova, Jones.
Teman-teman sepelayanan: Swarni, Mangara, Emi, dan kalian yang tak dapat
tersebut namanya satu persatu. Adik-adik serta kakak dan abang
sepelayanan di UKM KMK UP FH USU.
8. Sahabat-sahabat di HKBP Seksama semua, terkhusus buat kak Donna
telah membantu Penulis dalam doa dan semangat yang selalu ada, serta
atas pemakaian printer di rumah kakak selama Penulis mengerjakan
skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat, teman semasa perkuliahan, Jones Parapat, Angelita,
Tiomsi, Veronika DLP, Crisse Calcaria, Debora, Wiliana halim, Frans
Margo Leo, Christie O Gozalie, Best Friend ku semuanya. Sandro rindu
10. Team Moot Court Competition piala A.G. Pringgodigdo UNAIR
Surabaya. Bersama kalian mendapat kenangan terindah selama kuliah di
FH USU, ada Debora K.Ds., Arkyasa, M. Reza Adrian, Rafika Agave
Gelfawina, Veronika, Christie O Gozalie, Frans Margo Leo, Eky Novi
Lestari, Nur Yudha, M. Ikhsan Dolok Siregar, Tetty Daniary Sihombing,
Kiky Puspita dan Theresia Simanjuntak.
11. Teman-teman yang dikenal melalui Facebook, Dedy Sanjaya, Kak Yunita,
Bang Hyioqi Akira, yang selalu member semangat kepada Penulis, walau
kita tak pernah bertemu, dan hanya melalui facebook, dan Penulis pun
sampai sekarang belum memberikan nomer telepon Penulis pada kalian.
Penulis ucapkan terimakasih untuk setiap kata semangat kalian untuk
Penulis.
12. Sahabat-sahabat ku yang tidak dapat tersebut satu persatu namanya di sini,
Sandro mengucapkan terima kasih telah memberikan segala hal yang
indah untuk selalu dikenang.
13. Semua pihak yang terlibat dan membantu Penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Dalam
arti masih terdapat kekeliruan dan kekhilafan dikarenakan keterbatasan
pengetahuan, wawasan, dan kemampuan Penulis. Untuk itu Penulis
mengharapkan kritik yang membangun dan saran untuk menyempurnakan skripsi
Akhir kata Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pambaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Juni 2010
Penulis,
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ABSTRAKSI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Permasalahan...13
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...14
D. Keaslian Penulisan...15
E. Tinjauan Kepustakaan ...15
F. Metode Penelitian...18
G. Sistematika Penulisan...20
BAB II KARAKTERISTIK PERJANJIAN KERJASAMA PENGUSAHAAN SPBU PERTAMINA PASTI PAS A. Asas Kebebasan Berkontrak dalam Kaitannya dengan Perjanjian Baku………....23
a. Pengertian Perjanjian ...27
b. Syarat Sahnya Perjanjian...31
c. Asas-asas Hukum Perjanjian………...…………...34
d. Perjanjian Baku...39
e. Ciri-ciri Perjainjian Baku...52
C. Klausula Perjanjian Baku dalam Perjanjian Kerja Sama Pengusahaan SPBU antara Pertamina dan Pengusaha
SPBU...58
BAB III KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA PENYALURAN DAN PEMASARAN BBM A. Kalusula Pokok dalam Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU Nomor 14 201 1110...61
a. Keseimbangan Kewajiban Kontraktual...61
b. Klausul Larangan Pengusahaan SPBU Nomor 14 201 1110...65
c. Jenis Pelanggaran dan Sanksi...68
B. Hak dan Kewajiban Para Pihak...71
a. Hak PT. Pertamina (Persero)...72
b. Kewajiban PT. Pertamina (Persero)...76
c. Hak Pengusaha SPBU Nomor 14 201 1110...77
d. Kewajiban Pengusaha SPBU Nomor 14 201 1110...80
BAB IV UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN PENYALURAN DAN PEMASARAN BBM KETIKA TERJADI WANPRESTASI A. Bentuk-Bentuk Penyelesaian Sengketa ...89
B. Upaya Hukum Penyelesaian Sengketa Para Pihak dalam Perjanjian Kerjasama SPBU……...………...97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...118
B. Saran...119
ABSTRAKSI
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) dalam
Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU Nomor 14 201 1110 Medan
Prof. Dr. Sunarmi, SH.M.Hum1
Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH.CN.M.Hum2 Sandro Siahaan3
-SPBU Nomor 14 201 1110 Jalan Gaperta Medan
Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Umum (SPBU) dimana PT. Pertamina (Persero) sebagai pihak yang memproduksi dan menjual Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Khusus dan produk lain, telah mempersiapkan terlebih dahulu klausula-klausula yang tercantum dalam perjanjian tersebut dengan alasan efisiensi waktu, tenaga dan biaya, serta untuk menerapkan standar layanan yang seragam di seluruh SPBU yang menjual produk PT. Pertamina (Persero). Pencantuman klausula baku telah lazim dilakukan dalam pembuatan perjanjian oleh kalangan industri baik produsen barang ataupun penyedia jasa dalam jumlah yang besar dan dipasarkan secara masal, hal ini dilakukan agar produk tersebut dapat segera dipasarkan dengan lancar tanpa hambatan sebagai akibat negosiasi sebelum tercapainya kata sepakat. Oleh karenanya perjanjian ini dapat dikategorikan sebagai perjanjian baku, pada praktiknya suatu perjanjian baku dapat menimbulkan permasalahan, khususnya yang berkenaan dengan konsekuensi yuridis dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak dalam perjanjian yang timbul seputar pelaksanaan perjanjian kerjasama, sejauh mana perlindungan hukum dapat menjamin kepentingan para pihak antara lain PT. Pertamina (Persero) maupun SPBU saat terjadi wanprestasi. Penelitian ini bersifat normatif kualitatif terhadap perjanjian yang dibuat antara PT. Pertamina (Persero) dan pengusaha SPBU khususnya di SPBU Nomor 14 201 1110 di jalan Gaperta Medan. Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU antara PT. Pertamina dan Pengusaha SPBU yang berbentuk baku diharapkan adanya keseimbangan pembebanan kewajiban para pihak. Bahwa Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU Pertamina Pasti Pas yang tergolong baru dalam bisnis bahan bakar Pertamina ini melibatkan pengusaha yang bertindak sebagai “middle man” atau pedagang perantara. serta terdapat Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar. Perjanjian ini merupakan perjanjian baku yang dibuat oleh pihak Pertamina, sehingga terdapat ketidakseimbangan pembebanan kewajiban antara pihak Pertamina dengan pihak pengusaha, serta banyaknya klausul larangan yang juga lebih memberatkan pihak pengusaha.
Key Word : - Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU)
1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
2
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero)
dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum
(SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak
(BBM) di SPBU Nomor 14 201 1110 Medan
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh
SANDRO SIAHAAN 050200270
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Windha, SH.M.Hum
NIP. 197501122005012002
Pembimbing I Pembimbing II
Prof.Dr. Sunarmi, SH.M.Hum Dr.T.Keizerina Devi Azwar, SH.CN.M.Hum
ABSTRAKSI
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) dalam
Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU Nomor 14 201 1110 Medan
Prof. Dr. Sunarmi, SH.M.Hum1
Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH.CN.M.Hum2 Sandro Siahaan3
-SPBU Nomor 14 201 1110 Jalan Gaperta Medan
Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Umum (SPBU) dimana PT. Pertamina (Persero) sebagai pihak yang memproduksi dan menjual Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Khusus dan produk lain, telah mempersiapkan terlebih dahulu klausula-klausula yang tercantum dalam perjanjian tersebut dengan alasan efisiensi waktu, tenaga dan biaya, serta untuk menerapkan standar layanan yang seragam di seluruh SPBU yang menjual produk PT. Pertamina (Persero). Pencantuman klausula baku telah lazim dilakukan dalam pembuatan perjanjian oleh kalangan industri baik produsen barang ataupun penyedia jasa dalam jumlah yang besar dan dipasarkan secara masal, hal ini dilakukan agar produk tersebut dapat segera dipasarkan dengan lancar tanpa hambatan sebagai akibat negosiasi sebelum tercapainya kata sepakat. Oleh karenanya perjanjian ini dapat dikategorikan sebagai perjanjian baku, pada praktiknya suatu perjanjian baku dapat menimbulkan permasalahan, khususnya yang berkenaan dengan konsekuensi yuridis dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak dalam perjanjian yang timbul seputar pelaksanaan perjanjian kerjasama, sejauh mana perlindungan hukum dapat menjamin kepentingan para pihak antara lain PT. Pertamina (Persero) maupun SPBU saat terjadi wanprestasi. Penelitian ini bersifat normatif kualitatif terhadap perjanjian yang dibuat antara PT. Pertamina (Persero) dan pengusaha SPBU khususnya di SPBU Nomor 14 201 1110 di jalan Gaperta Medan. Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU antara PT. Pertamina dan Pengusaha SPBU yang berbentuk baku diharapkan adanya keseimbangan pembebanan kewajiban para pihak. Bahwa Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU Pertamina Pasti Pas yang tergolong baru dalam bisnis bahan bakar Pertamina ini melibatkan pengusaha yang bertindak sebagai “middle man” atau pedagang perantara. serta terdapat Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar. Perjanjian ini merupakan perjanjian baku yang dibuat oleh pihak Pertamina, sehingga terdapat ketidakseimbangan pembebanan kewajiban antara pihak Pertamina dengan pihak pengusaha, serta banyaknya klausul larangan yang juga lebih memberatkan pihak pengusaha.
Key Word : - Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU)
1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
2
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
B AB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara kepulauan yang dianugerahi oleh Tuhan Yang
Maha Esa berupa wilayah yang luas, berkedudukan pada posisi silang antara dua
benua dan dua samudera, dengan kondisi alam yang memiliki banyak keunggulan,
serta kaya akan keanekaragaman sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.
Salah satu sumber daya alam yang sangat besar pengaruhnya bagi kepentingan
bangsa Indonesia adalah minyak bumi dan gas bumi. Minyak bumi dan gas bumi
merupakan salah satu sumber devisa negara yang penting dalam kegiatan
pembangunan nasional, dimana pembangunan nasional tersebut dilaksanakan
secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat, saling menunjang dan
saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan
pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur, yang
merata dalam segi materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Minyak bumi dan gas bumi termasuk dalam golongan bahan galian yang
strategis bagi negara. Penggolongan tersebut termuat dalam pengaturan mengenai
bahan galian, yaitu PP Nomor 27 Tahun 1980 tentang Pengelolaan Bahan Galian,
yang pada intinya membagi bahan galian menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Golongan A : golongan bahan galian yang strategis.
3. Golongan C : golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan bahan
galian A dan B.
Berdasarkan penggolongan bahan galian yang mengklasifikasikan minyak
bumi dan gas bumi sebagai kekayaan alam yang strategis bagi negara tersebut,
maka berdasarkan Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945, kemudian diatur lebih
lanjut dalam Pasal 4 Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi yang menyebutkan :
(1) Minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang
terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan
kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara. maka penyelenggaraan kegiatan
usaha minyak bumi dan gas bumi di Indonesia sepenuhnya dilaksanakan oleh
negara.
Salah satu tujuan dari penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas
bumi, sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 3 huruf b Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, adalah untuk menjamin
efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan,
penyimpanan, dan niaga secara akuntabel, yang diselenggarakan melalui
mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan. Untuk
mewujudkan tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi
tersebut, pemerintah melimpahkan kewenangannya kepada PT. Pertamina
pertambangan minyak dan gas bumi, berikut pendistribusiannya ke seluruh
pelosok tanah air.
Pertamina adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki oleh
Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10
Desember 1957 dengan nama PT. Permina. Pada tahun 1961 perusahaan ini
berganti nama menjadi PN. Permina dan setelah merger dengan PN. Pertamin di
tahun 1968, namanya berubah menjadi PN. Pertamina. Setelah bergulirnya
Undang Undang No. 8 Tahun 1971, sebutan perusahaan berubah menjadi
Pertamina. Sebutan ini tetap dipakai setelah Pertamina berubah status hukumnya
menjadi PT. Pertamina (Persero) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas Bumi.4
PT. Pertamina (Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis
Ishak, SH. No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum
& HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09
Oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan
(Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998, dan peralihannya berdasarkan PP
No.31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak
4
Dan Gas Bumi Negara (Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) .5
1. Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perseroan
secara efektif dan efisien.
Sesuai dengan akta pendiriannya, maksud didirikannya Pertamina adalah
untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam
maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang
kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Negara (Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), tujuan dari PT.
Pertamina adalah :
2. Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Pertamina melaksanakan beberapa kegiatan usaha untuk mencapai maksud
dan tujuan tersebut. Kegiatan usaha tersebut meliputi:6
1. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil
olahan dan turunannya.
2. Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada
saat pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
5 PT. PERTAMINA (persero), “Tentang PERTAMINA”, diakses dari http://www.
pertamina .com, tanggal 14 Oktober 2010.
6
(PLTP) yang telah mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil menjadi
milik Pertamina.
3. Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Liquifield Natural Gas (LNG)
dan produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG.
4. Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam nomor 1, 2, dan 3.
Berkaitan dengan salah satu kegiatan usaha yang dilakukan oleh
Pertamina, yaitu menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta
hasil olahan dan turunannya, maka Pertamina memproduksi antara lain
produk-produk hasil olahan minyak dan gas bumi yang meliputi Bahan Bakar Minyak
(yang terdiri dari minyak bensin, minyak solar, minyak tanah, minyak diesel, dan
minyak bakar), Bahan Bakar Khusus (BBK), Non BBM, petrokimia, pelumas, dan
gas, yang terdiri dari LPG (Liqueifield Petroleum Gas), BBG (Bahan Bakar Gas),
dan Musicool (Pengganti CFC yang ramah lingkungan).7
Pertamina kemudian melaksanakan pendistribusian dan pemasaran atas
keseluruhan produknya yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Indonesia. Dalam kegiatan pendistribusian produk Pertamina,
khususnya BBM, Pertamina dituntut untuk melaksanakan pendistribusian ke
seluruh pelosok tanah air dalam jumlah yang cukup, waktu yang tepat, mutu yang
baik dengan harga yang layak (sesuai ketentuan yang berlaku).8
7 Sejarah Pertamina, Op.cit 8
Luasnya wilayah yang harus dijangkau oleh Pertamina dalam
pendistribusian BBM mengharuskan Pertamina melakukan kerja sama dengan
pihak ketiga sebagai mitra kerja yang akan menyalurkan BBM dan BBK, serta
produk lain yang disediakan dan dijual oleh Pertamina. Pengusaha pemilik SPBU
(Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Umum) sebagai salah satu mitra
kerja Pertamina dalam kegiatan penyaluran BBM mengemban tugas dari
Pertamina untuk melayani kebutuhan masyarakat pemakai kendaraan bermotor
dengan cara yang mudah, cepat, tertib dan aman. Kehadiran SPBU sebagai
lembaga penyalur retail BBM, yang saat ini tersebar diseluruh Indonesia, lebih
memberi kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan BBM.9
Setelah bergulirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi, kegiatan usaha minyak dan gas bumi diserahkan kepada
mekanisme pasar, sehingga Pertamina tidak lagi menjadi satu-satunya perusahaan
yang memonopoli industri MIGAS. Menghadapi persaingan bebas tersebut,
khususnya di sektor retail BBM, Pertamina saat ini sedang berbenah untuk
melakukan transformasi di segala bidang, termasuk di fungsi Retail Outlet SPBU.
Upaya yang dilakukan dalam transformasi tersebut adalah pemberian standarisasi
pelayanan SPBU Pertamina. Pertamina berkomitmen memberikan pelayanan
terbaik, dengan istilah “Pertamina Way”, SPBU yang telah sukses menerapkan
Pertamina Way berhak mendapatkan Sertifikasi Pasti Pas.10
Pertamina Way merupakan standar baru yang diterapkan untuk seluruh
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Umum (SPBU Pertamina) di seluruh
9
Ibid
Indonesia, dengan menempatkan konsumen sebagai stakeholder yang utama.
Berbagai aspek juga ditingkatkan baik dari segi pelayanan, jaminan kualitas dan
kuantitas termasuk kenyamanan di lingkungan SPBU. Penjabaran Pertamina Way
adalah STAF (pelayanan staf yang terlatih dan bermotivasi), Kualitas dan
Kuantitas, Peralatan dan Fasilitas, Format Fisik, dan Produk dan Pelayanan.
Pengusaha yang berminat untuk menjalin kerjasama dengan Pertamina
dengan mendirikan SPBU, sekaligus mengikuti program ”Pertamina Way” harus
memenuhi persyaratan awal sebagai berikut:11
Prosedur yang harus dilalui untuk permohonan pendirian SPBU yang telah
disetujui (approved) adalah: 1. Warga negara Indonesia
2. Memiliki modal berupa:
a. penguasaan atau kepemilikan lahan untuk lokasi SPBU (
bukti-bukti kepemilikan atau penguasaan atas lahan yang ditunjukkan
melalui Sertifikat Tanah, Surat Kontrak, dan dokumen pendukung
lainnya), dan
b. modal investasi SPBU dan pembangunannya (dengan menyertakan
bukti-bukti ketersediaan modal investasi dan operasional berupa
fotocopy sertifikat deposito (dilegalisir), giro,ataupun fotocopy
dokumen pendukung lainnya )
3. Bersedia mengikat perjanjian dengan Pertamina
4. Bersedia mengelola dan mengendalikan SPBU sesuai standar Pertamina.
12
11
ibid
1. Pengusaha dapat menghubungi Region setempat dengan
menunjukkannsurat persetujuan yang diterima, yang selanjutnya oleh
region setempat akan diterbitkan Surat untuk melengkapi berkas yang
terdiri atas :
a. IMB
b. Surat izin timbun
c. SIUP, SITU
d. NPWP
e. UKL/UPL
f. Surat pernyataan tidak berkeberatan dari tetangga dan lingkungan sekitar
g. Layout, gambar perspektif dan bestek sesuai dengan standar PT
Pertamina (PERSERO)
2. Menyampaikan Kelengkapan Berkas kepada Region setempat, yang
selanjutnya diterbitkan surat izin membangun SPBU baru.
3. Pelaksanaan pembangunan SPBU sesuai dengan ketentuan Pertamina.
4. Pelaksanaan bisnis SPBU harus melalui prosedur audit sebagaimana telah
ditentukan Pertamina.
Persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi Pasti Pas adalah SPBU harus
lolos audit kepatuhan standard pelayanan yang ditetapkan oleh Pertamina. Audit
ini mencakup :13
1. standard pelayanan
13
2. jaminan kualitas dan kuantitas
3. kondisi peralatan dan fasilitas
4. keselarasan format fasilitas
5. penawaran produk dan pelayanan tambahan
Apabila SPBU lolos audit sesuai dengan yang ditetapkan oleh Pertamina,
SPBU berhak mendapatkan sertifikasi. Seluruh proses sertifikasi dilakukan secara
independen oleh Bureau Veritas, institusi auditor independen internasional yang
memiliki pengalaman Internasional untuk melakukan audit pelayanan SPBU.14
Surat perjanjian kerjasama yang mengikat Pertamina dengan SPBU
Pertamina Pasti Pas merupakan perjanjian bentuk baru yang sama sekali berbeda
dengan perjanjian pengusahaan SPBU sebelumnya (yang tidak bersertifikasi Pasti
Pas). Pada perjanjian kerjasama ini Pertamina menerapkan prosedur monitoring
yang lebih ketat, mulai dari proses pembangunan SPBU, pemeliharaan,
pengoperasian, hingga pengelolaan SPBU. Selain itu, Pertamina juga menetapkan Setelah mendapatkan sertifikat Pasti Pas, SPBU akan tetap diaudit secara rutin.
Apabila tidak lolos audit, SPBU dapat kehilangan predikatnya sebagai SPBU
Pertamina Pasti Pas.
Sebagaimana lazimnya suatu hubungan bisnis, kerjasama antara Pertamina
dengan pengusaha SPBU Pertamina Pasti Pas diatur dalam suatu perjanjian yang
dituangkan dalam Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU, dengan jangka
waktu perjanjian yaitu selama dua puluh tahun.
14
standar tertentu, yaitu ”standar pelayanan” yang harus dipatuhi oleh seluruh
SPBU yang telah bersertifikasi Pasti Pas. Selama masa perjanjian berjalan, SPBU
Pertamina Pasti Pas wajib mematuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
Pertamina.
Perjanjian kerjasama dalam bentuk baru tersebut merupakan perwujudan
dari asas kebebasan berkontrak seperti diatur dalam Pasal 1338 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, selanjutnya disebut BW) yang tetap
tak terlepas dari keharusan untuk memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 1320 BW.
Mengingat bahwa perjanjian ini merupakan perjanjian yang terformat
dalam bentuk baru, maka hubungan hukum yang terjalin antara Pertamina sebagai
produsen, dengan pengusaha SPBU Pertamina Pasti Pas sebagai “middle man”
atau pedagang perantara perlu dikaji lebih dalam sehingga pada akhirnya dapat
ditentukan karakter dari perjanjian ini.
SPBU di sini juga berperan dalam memperlancar transportasi dan
mobilisasi barang dan jasa, kebutuhan bahan bakar sangat tinggi. untuk itu
diperlukan kegiatan pengadaan Bahan Bakar Bensin. Yang dalam hal ini baik
tempat maupun pengadaan bahan bakar bensin dilakukan kerja sama antara
Koordinator Pengecer dari Pertamina dengan Stasiun Pengisian bahan Bakar
untuk Umum (SPBU), kerjasama pengadaan bensin tersebut dituangkan dalam
Surat Perjanjian Penunjukan Pengelolaan dan Penggunaan Stasiun Pengisian
kerjasama pengadaan bahan bakar bensin dan agar terjalin hubungan serta
koordinasi yang baik antara koordinasi Pengecer dari Pertamina dengan SPBU.
Berbagai pengalaman selama ini dengan bertambahnya jumlah perusahaan
jasa pengisian bahan bakar bensin (SPBU), maka dirasakan adanya penurunan
pendapatan dari penjualan yang disebabkan karena semakin berkurangnya
pasokan bensin dari pihak Pengecer Pertamina.
Dalam hal ini ketentuan atau peraturan yang menjamin para pihak yang
terlibat dalam kegiatan pengadaan bahan bakar bensin masih belum berkembang,
karena perjanjian pengadaan bahan bakar yang dibuat oleh Pertamina dan SPBU
hanya terbatas pada perjanjian jual beli saja, dimana pedagang dalam hal ini pihak
Pertamina sabagai pemberi kredit atau penjual dan SPBU sebagai debitur. Namun
mengenai hal-hal yang telah dijanjikan sudah merupakan suatu perjanjian yang
sah meskipun hubungannya hanya terbatas pada penjual dan pembeli saja.
Dalam praktek pengadaan bahan bakar banyak sekali hambatan –
hambatan yang terjadi, antara lain lemahnya posisi SPBU dalam menghadapi
(Pertamina). Sebagai contoh, karena perjanjian telah dibuat secara tulis atau
standar maka sering kali terjadi masalah dimana isi perjanjian kurang sesuai
dengan kenyataan yang ada di lapangan. Selain itu sering kali dalam pelaksanaan
pengadaan bahan bakar tersebut timbul perselisihan diantara para pihak dan bukan
hal yang luar biasa jika pihak Pertamina atau Pemerintah melakukan praktek
wanprestasi yang merugikan pihak SPBU. Tetapi jika hal ini dilakukan oleh pihak
SPBU akibatnya akan fatal. Permasalahan-permasalahan yang timbul seputar
wanprestasi yang dilakukan para pihak dan penyelesaiannya dapat
diketahui,jugauntuk mengetahui sejauh mana perlindungan hukum dapat
menjamin kepentingan para pihak baik PERTAMINA maupun SPBU Nomor
818/FIII00/2008.S3 ini.
Oleh karena itu agar tercipta keteraturan dalam ketertiban dalam kerjasama
pengadaan bahan bakar, peran hukum diuji kemampuannya umtuk dapat
mengayomi kepentingan-kepentingan para pihak. Sebab jika kita kembali kepada
proporsinya betapa hukum itu merupakan suatu kebutuhan yang melekat pada
kehidupan sosial itu sendiri, yaitu sebagi sarana untuk melayani hubungan di
antara sesama anggota masyarakat sehingga terdapat kepastian hukum dalam lalu
lintas hubungan tersebut.15
Alasan yang mendasari penulis mengambil judul “Pelaksanaan Perjanjian
Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Maka jelaslah bahwa peran Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum
(SPBU) perjanjian pengadaan bahan bakar dengan Pertamina yang dituangkan
dalam Surat Perjanjian Penunjukan Pengelolaan dan Penggunaan Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Minyak Untuk Umum (SPBU) Nomor
818/FIII00/2008.S3 sangat penting. Di samping itu juga untuk mengetahui
permasalahan-permasalahan yang timbul seputar pelaksanaan perjanjian karja
sama pengadaan bahan bakar seperti bentuk wanprestasi yang dilakukan para
pihak dan penyelesaiannya serta untuk mengetahui sejauh mana perlindungan
hukum dapat menjamin kepentingan para pihak baik Pertamina maupun SPBU.
15
Bakar untuk Umum (SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar
Minyak (BBM)” adalah karena saat ini di sektor bisnis retail BBM sedang marak
dipromosikan pada berbagai media adanya SPBU dengan sertifikasi Pasti Pas
yang menjamin pelayanan terhadap konsumen setaraf dengan standar kelas dunia,
yang merupakan perwujudan Pertamina dalam meningkatkan pelayanan terhadap
konsumen. Sebagaimana lazimnya suatu hubungan bisnis, tentunya kerjasama
pengusahaan SPBU Pasti Pas ini terbingkai dalam suatu perjanjian. Oleh karena
perjanjian kerjasama ini tergolong baru, melibatkan perusahaan besar yaitu
PT.Pertamina (persero), serta banyak melibatkan pengusaha SPBU sebagai
pedagang perantara atau middle man, maka karakteristik perjanjian tersebut perlu
dikaji dari sudut pandang hukum ekonomi secara lebih dalam, serta bagaimana
kedudukan para pihak dalam perjanjian kerjasama ini dapat berjalan didalam
penyaluran dan pemasaran BBM kepada konsumen dalam hak ini masyarakat.
Bahkan ketika adanya wanprestasi dari salah satu pihak, maka bagaimana hukum
ekonomi menyelesaikan sengketa antara para pihak dalam perjanjian kerjasama
ini.
Maka dari itulah penulis terdorong untuk menguji dan meneliti
permasalahan tersebut dengan memberikan judul ”Pelaksanaan Perjanjian Kerja
Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk
Umum (SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM)”
B. Permasalahan
Berdasar latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat
dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU
Pertamina “Pasti Pas” antara PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha
SPBU ?
2. Bagaimana kedudukan para pihak dalam perjanjian kerja sama penyaluran
dan pemasaran BBM?
3. Bagaimana penyelesaian sengketa dalam perjanjian penyaluran dan
pemasaran BBM apabila terjadi wanprestasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penulisan skripsi ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :
a. Untuk mengkaji karakteristik Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU
antara PT. Pertamina ( Persero ) dengan Pengusaha SPBU.
b. Untuk mengkaji kedudukan para pihak dalam perjanjian kerja sama
penyaluran dan pemasaran BBM.
c. Untuk mengkaji penyelesaian sengketa dalam perjanjian penyaluran
dan pemasaran BBM apabila terjadi wanprestasi.
Dari hasil penulisan ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang jelas,
antara lain :
a. Manfaat teoritis, sebagai bahan informasi dan bahan perbandingan bagi
yang telah ada terhadap perjanjian kerja sama pengusahaan SPBU antara
PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha SPBU.
b. Manfaat praktis, diharapkan hasil penulisan ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran yuridis yang berkaitan dalam perlindungan hukum
para pihak yang melaksanakan perjanjian kerja sama pengusahaan SPBU
ini.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan mengenai “Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina
(Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum
(SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM)” ini
belum pernah dilakukan dalam topik permasalahan yang sama, baik di lingkungan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, maupun di lingkungan lainnya. Hal
ini diketahui penulis setelah melakukan pemeriksaan judul di Perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan melalui penjelajahan di media
internet. Tulisan ini mengfokuskan penelitiannya terhadap perjanjian kerjasama
yang dilakukan antara PT. Pertamina dan Herin Manurung selaku Pengusaha
SPBU yang berlokasikan pada SPBU.
E. Tinjauan Kepustakaan
Judul skripsi ini adalah “Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT.
Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk
Adapun uraian dari judul skripsi ini adalah :
Perjanjian menurut Pasal 1313 BW didefinisikan sebagai suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih.
Para sarjana menyatakan bahwa rumus pasal 1313 KUH Perdata diatas
memiliki banyak kelemahan. Abdul Kadir Muhammad Menyatakan kelemahan
pasal tersebut adalah sebagai berikut : 16
c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal
tersebut terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan,janji
kawin,yang yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang
dimaksudkan adalah hubungan antara kreditur dengan debitor dalam
lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh buku III a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal tersebut dapat diketahui dari
perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang
atau lebih”. Kata “mengikatkan diri “ sifatnya hanya datang dari satu pihak
saja,tidak dari kedua belah pihak.Seharusnya dirumuskan saling
mengikatkan diri.jadi ada consensus antara pihak-pihak.
b. Kata “perbuatan”mencakup juga tanpa konsensus. Pengertian ”perbuatan”
termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa,tindakan
melawan hukum yang tidak mengandung consensus. Seharusnya
digunakan kata “persetujuan”
16
KUH Perdata sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan,
bukan perjanjian yang bersifat personal.
d. Tanpa menyebut tujuan mangadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak
yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.
Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, Abdul Kadir Muhammad
merumuskan definisi perjanjian,yaitu persetujuan antara dua orang yang saling
mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.17
Perkataan kontrak merupakan pengambilan-alihan dari perkataan bahasa
latin contactus,yang berarti perjanjian, Istilah kontrak yang semula hanya
merupakan padanan kata dari perjanjian tertulis.
Dalam kehidupan sehari-hari istilah perjanjian sering juga disebut sebagai
persetujuan, hal ini dapt dilihat dari adanya persetujuan kedua belah pihak untuk
melakukan atau tidak untuk melakukan sesuatu. Dari pengertian tersebut dapat
dikatakan bahwa kata perjanjian dan persetujuan memliki arti yang sama.
18
Perjanjian kerjasama antara Pertamina dan pengelola SPBU ini merupakan
suatu perjanjian yang dilakukan antara Pertamina dengan pengusaha swasta Pengusaha SPBU menurut Pasal 1 angka 18 Surat Perjanjian Kerjasama
Pengusahaan SPBU adalah suatu proses pekerjaan oleh Badan Hukum atau
perorangan yang memiliki dan mengelola bisnis di SPBU atau hanya memiliki
SPBU.
17 Ibid, hal.79
18
(SPBU), yang dalam hal ini melakukan kegiatan penyaluran dan pelayanan bahan
bakar minyak bagi masyarakat umum, sesuai ketentuan yang berlaku.
Perjanjian tersebut dinamakan Surat Perjanjian Kerjasama Pengelolaan
dan Penggunaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum. Sektor migas
sangat berperan penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Karena itu
pemerintah membentuk Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 jo Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas, yang pada intinya Pertamina
sebagai BUMN mempunyai wewenang untuk mengelola migas. Karena
keterbatasan modal dan jangkauan wilayah Indonesia yang sangat luas, pertamina
menjalin kerjasama dengan pihak swasta seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Salah satu bentuknya yaitu kerjasama pengelolaan SPBU.
F. Metode Penelitian
a. Studi Kepustakaan (Library Research)
Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan
perundang-undangan (statute approach) , dan pendekatan konseptual (conceptual
approach).
Pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu pendekatan
yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jawaban atas rumusan masalah dipecahkan dengan mendasarkan pada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, yang meliputi Burgerlijk Wetboek (yang
selanjutnya disebut BW), pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945, PP nomor 27
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2003
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Negara (Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Pendekatan
konseptual (conceptual approach) yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan
konsep-konsep yang dikemukakan para sarjana.
Bahan hukum yang dijadikan sumber penulisan ini terdiri dari :
1. Bahan hukum primer, yaitu Burgerlijk Wetboek, Pasal 33 Undang –
Undang Dasar 1945, PP Nomor 27 Tahun 1980 tentang Pengelolaan
Bahan Galian, Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi, Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2003 tentang
Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Negara (PERTAMINA) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). serta
Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU.
2. Bahan hukum sekunder, yang menjadi sumber bahan penunjang penulisan
skripsi ini berupa kepustakaan yang terdiri dari buku-buku hukum, jurnal
hukum, handout, media cetak, website internet, serta kamus hukum.
Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dilakukan
melalui prosedur pencarian data, studi kepustakaan, kemudian melakukan
identifikasi bahan hukum menurut permasalahan yang diajukan. Bahan hukum
yang ada tersebut untuk selanjutnya diinventarisasi dan disistematisasikan dengan
Seluruh bahan hukum primer dan sekunder yang terkumpul
diklasifikasikan berdasarkan rumusan masalah, kemudian dilakukan analisis pada
perjanjian kerjasama terkait berdasarkan aturan serta teori hukum yang relevan
untuk ditemukan jawaban atas setiap rumusan masalah, dan hasil analisis tersebut
dipaparkan oleh penulis secara deskriptif.
b. Studi Lapangan (Field Research)
Penelitian dilakukan langsung pada SPBU Nomor 14 201 1110 yang
terletak di Jalan Gaperta, Kelurahan Helvetia, Kecamatan medan Sunggal, Kota
Medan. Dalam pengumpulan data di lapangan, maka alat yang digunakan untuk
mendapatkan data tersebut melalui studi dokumen dalam hal ini Surat Perjanjian
Kerjasama Pengusahaan SPBU antara PT. Pertamina (Persero) dengan Herin
manurung (Pengusaha SPBU) Nomor: 818/F11100/2008.S3, dan wawancara
terhadap Pengelola SPBU Nomor: 14 201 1110 di jalan Gaperta, Kelurahan
Helvetia, Kecamatan medan Sunggal, Kota Medan. Setelah memperoleh data,
maka dilakukan analisis data dalam penulisan skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terbagi dalam empat bab. Mengenai
uraian sistematika pokok-pokok pembahasannya adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan.
Merupakan latar belakang dan perumusan masalah, penjelasan
dan pertanggungjawaban sistematika. Bab ini merupakan landasan
dari penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, sehingga
kerangka-kerangka dasar yang berhubungan dengan rumusan masalah dalam
skripsi dijabarkan dalam bab ini.
Bab II : Karakteristik Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU Pertamina
Pasti Pas.
Pada skripsi ini menjawab mengenai karakteristik perjanjian
pengusahaan SPBU Pertamina Pasti Pas. Bab ini terdiri dari dua
sub-bab. Sub-bab pertama membahas mengenai jenis-jenis
perjanjian dan membandingkan perjanjian kerja sama yang pada
umumnya denga perjanjian kerja sama pengusahaan SPBU
Pertamina itu yang merupakan bentuk perjanjian baku, dengan cara
dibandingkan dari segi bentuk perjanjiannya dan isi pasal-pasalnya.
Bab III : Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kerja Sama Penyaluran
dan Pemasaran BBM.
Mengenai kedudukan para pihak dalam perjanjian kerja sama
penyaluran dan pemasaran BBM. Pada bab ketiga tersebut, antara
lain dibahas mengenai hak dan kewajiban para pihak hingga upaya
hukum yang ditempuh jika terjadi permasalahan atau perselisihan
selama kurun waktu perjanjian masih berjalan.
Bab IV : Upaya Hukum yang dapat Ditempuh Para pihak dalam Perjanjian
Menguraikan mengenai penyelesaian sengketa dalam perjanjian
penyaluran dan pemasaran BBM apabila terjadi wanprestasi
diantara PT. Pertamina dan Pengusaha SPBU, dan apabila
terjadinya force major, dimana wanprestasi terjadi bukanlah
kesalahan debitor, tetapi karena keadaan memaksa (force majeur).
Bab V : Kesimpulan dan Saran.
Bab ini berisi kesimpulan atas hasil pembahasan dari bab kedua
dan bab ketiga yang telah diuraikan. Selain itu, bab ini juga
berisikan saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat untuk
perkembangan hukum di Indonesia terutama dalam bidang hukum
BAB II
KARAKTERISTIK PERJANJIAN KERJASAMA PENGUSAHAAN SPBU PERTAMINA PASTI PAS
A. Asas Kebebasan Berkontrak dalam Kaitannya dengan Perjanjian Baku
Pasal 1338 BW, “Segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Sebenarnya yang dimaksudkan
oleh pasal tersebut tidak lain dari pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat
kedua belah pihak. Dan dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa orang
leluasa membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau
kesusilaan.
Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai
kontrak, tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu
perjanjian/ kontrak seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara
lain sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu
perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang
bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut
dengan istilah overeenskomsrecht.19
Keseluruhan kondisi yang berkaitan dengan kegiatan transaksi pada
umumnya dituangkan di dalam suatu perjanjian/kontrak. Karena kegiatan
transaksi dilakukan dengan frekuensi yang tinggi, maka dengan sendirinya
frekuensi pembuatan perjanjian atau kontrak ini mendorong orang untuk
memikirkan kegiatan transaksi secara efektif dan efisien. Bentuk perjanjian yang
dimaksud, dewasa ini dikenal sebagai “perjanjian baku”.
Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan
anatara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian
perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.
Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perikatan
adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan
yang mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain,
dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan
hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan
perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan
yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya
hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan
kewajiban merupakan beban. hukum yang terdapat di dalam peraturan
perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
20
19 Salim H.S,“Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,” Cet. II, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2004), hal. 3
20
Selama perkembangannya hampir setengah abad Hukum Perjanjian
Indonesia mengalam perubahan, antara lain sebagai akibat dari keputusan badan
legislatif dan eksekutif serta pengaruh dari globalisasi. Dari perkembangan
tersebut dan dalam praktek dewasa ini, perjanjian seringkali dilakukan dalam
bentuk perjanjian baku (standard contract), dimana sifatnya membatasi asas
kebebasan berkontrak. Adanya kebebasan ini sangat berkaitan dengan
kepentingan umum agar perjanjian baku itu diatur dalam undang-undang atau
setidak-tidaknya diawasi pemerintah.21
Latar belakang tumbuhnya perjanjian baku disebabkan karena keadaan
sosial ekonomi. Perusahaan besar, dan perusahaan pemerintah mengadakan kerja
sama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan mereka, ditentukan
syarat-syarat secara sepihak. Pihak lawannya (wederpartij) pada umumnya mempunyai
kedudukan lemah baik karena posisinya maupun karena ketidaktahuannya, dan
hanya menerima apa yang disodorkan. Pemakaian perjanjian baku tersebut sedikit
banyaknya telah menunjukkan perkembangan yang sangat membahayakan
kepentingan masyarakat, terlebih dengan mengingat bahwa awamnya masyarakat
terhadap aspek hukum secara umum, dan khususnya pada aspek hukum
perjanjian.22
Tujuan dari pelaku usaha dalam menerapkan perjanjian baku adalah untuk
menghemat waktu. Karena dalam hal ini tidak perlu terjadi proses tawar menawar.
Selain itu, perjanjian baku juga diterapkan untuk membuat keseragaman terhadap
21 Pengacara Online, Diakses dari http://www.pengacaraonline.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=87:asaskebebasan-berkontrak-dalam-kaitannya-dengan-perjanjian-baku-&catid=42&Itemid=53, tanggal 13 February 2011
pelayanan yang diberikan kepada konsumen. Dengan adanya perjanjian baku,
maka semua konsumen diperlakukan sama.
Meskipun memberi keuntungan dalam hal efisiensi, namun perjanjian
baku memiliki kekurangan. Yakni menempatkan konsumen dalam posisi yang
lemah. Hal ini terjadi karena yang membuat perjanjian tersebut adalah pihak
pelaku usaha. Biasanya yang bertugas untuk membuat perjanjian ini adalah staff
legal dari pelaku usaha. Seorang staff legal tentu memiliki pemahaman yang
sangat baik mengenai hukum dan mengetahui ‘celah hukum’ yang dapat
dimanfaatkan demi kepentingan pelaku usaha. 23
Karakter tersebut menyebabkan para konsumen tidak dapat melakukan
tawar menawar mengenai isi perjanjian. Dengan kata lain, pada konsumen tidak
memiliki posisi tawar menawar yang sama dengan pelaku usaha atau produsen.
Dalam banyak hal para konsumen hanya dapat menerima atau menolak isi
perjanjian yang ditetapkan sepihak oleh pelaku usaha secara keseluruhan atau
secara utuh.24
Pihak pelaku usaha cenderung membuat perjanjian baku yang akan
melindungi kepentingannya bila terjadi hal yang tidak diinginkan dan
menimbulkan potensi kerugian kepada pelaku usaha. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya hak pelaku usaha atau kreditur dan kewajiban debitur yang terdapat di
dalam sebuah perjanjian baku.
Satu-satunya kekuasaan yang dimiliki oleh debitur terhadap perjanjian
berarti bila debitur tidak setuju dengan ketentuan yang terdapat di dalam
perjanjian baku, maka satu-satunya pilihan yang dimiliki oleh debitur adalah
untuk tidak menerima penawaran yang diberikan oleh kreditur. Istilah kerennya
adalah ‘take it or leave it’.
Oleh karena itu, debitur dituntut untuk jeli dan sedikit rewel dalam
menanggapi penawaran dari pelaku usaha atau kreditur. Perhatikan isi perjanjian
baku dengan seksama. Salah mengartikan satu buah titik saja bisa berakibat fatal
terhadap kepentingan debitur.25
a. Pengertian Perjanjian
Adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih (Pasal 1313 KUH Perdata).
Para sarjana Hukum Perdata berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat
dalam ketentuan tersebut adalah tidak lengkap, dan terlalu luas. Tidak lengkap
oleh karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Abdul
Kadir Muhammad Menyatakan kelemahan pasal tersebut adalah sebagai berikut:26
a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal tersebut dapat diketahui dari
perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang
atau lebih”. Kata “mengikatkan diri “ sifatnya hanya datang dari satu pihak
23
Turnady, Diakses dari
24 Syahmin AK, Op.cit.. hal 141 25 Ibid
26
saja,tidak dari kedua belah pihak.Seharusnya dirumuskan saling
mengikatkan diri.jadi ada consensus antara pihak-pihak.
b. Kata “perbuatan”mencakup juga tanpa konsensus. Pengertian ”perbuatan”
termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa,tindakan
melawan hukum yang tidak mengandung consensus. Seharusnya
digunakan kata “persetujuan”
c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal
tersebut terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan,janji
kawin,yang yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang
dimaksudkan adalah hubungan antara kreditur dengan debitor dalam
lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh buku III
KUH Perdata sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan,
bukan perjanjian yang bersifat personal.
d. Tanpa menyebut tujuan mangadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak
yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.
Berjanji sesuatu berarti mengikat diri secara membebankan pada diri
sendiri suatu kewajiban untuk melakukan sesuatu.27 Hal kejujuran dan kepatuhan
dalam pelaksanaan perjanjian berhubungan erat dengan soal penafsiran dari suatu
perjanjian.28
27 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian,Cetakan ke-8 (Bandung : PT. Bale
Sumur, 1979), hal. 39
Menurut Sri Soedewi Masychon Sofyan, perjanjian adalah suatu perbuatan
hukum dimana seorang atau lebih mengkatkan dirinya terhadap seorang lain atau
lebih.29
Selain itu menurut R. Subekti, Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana orang lain saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.30
Sedang perjanjian menurut R. Wiryono Pradjadikoro adalah suatu
perbuatan hukum dimana mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam
mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal,
sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji tersebut.31
Selanjutnya menurut KRMT Tirtadiningrat perjanjian adalah suatu
perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk
menimbulkan akibat-akibat hukum yang diperkenankan oleh undang-undang.32
Dari beberapa pengertian di atas, tergambar adanya beberapa unsur perjanjian,
yaitu :
1. Adanya pihak-pihak yang sekurang-kurangnya dua orang, Pihak-pihak
yang dimaksudkan di sini adalah subyek perjanjian yang dapat berupa
badan hukum dan manusia yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum
menurut undang-undang.
29 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perjanjian, (Yogyakarta : Yayasan Badan
Penerbit: Gadjah Mada), hal. 8
30 Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung : PT. Aditya Bakti, 1989), hal. 13 31 Wiryono Pradjadikoro, Op.cit. hal 11
2. Adanya persetujuan atau kata sepakat, Persetujuan atau kata sepakat yang
dimaksudkan adalah konsensus antara para pihak terhadap syarat-syarat
dan obyek yang diperjanjikan.
3. Adanya tujuan yang ingin dicapai, Tujuan yang ingin dicapai dimaksudkan
di sini sebagai kepentingan para pihak yang akan diwujudkan melalui
perjanjian.
4. Adanya prestasi atas kewajiban yang akan dilaksanakan, Prestasi yang
dimaksud adalah sebagai kewajiban bagi pihak-pihak untuk
melaksanakannya sesuai dengan apa yang disepakati.
5. Adanya bentuk tertentu, Bentuk tertentu yang dimaksudkan adalah
perjanjian yangdibuat oleh para pihak harus jelas bentuknya agar dapat
menjadi alat pembuktian yang sah bagi pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian.
6. Adanya syarat-syarat tertentu, Syarat-syarat tertentu yang dimaksud adalah
substansi perjanjian sebagaimana yang telah disepakati oleh para pihak
dalam perjanjian yang antara satu dengan yang lainnya dapat menuntut
pemenuhannya.
Suatu perjanjian tertentu berupa rangkaian kata-kata sebagai gambaran
dari suatu perhubungan antara kedua belah pihak. Seperti halnya dengan
perbuatan kedua belah pihak maka gambaran ini tidak ada yang sempurna. Kalau
orang mulai melaksanakan perjanjian itu, timbullah bermacam-macam persoalan
nampak pada alam pemikiran dan akan perasaan kedua belah pihak. Disitulah
letak kejujuran dan kepatuhan yang harus dikejar dalam melaksanakan
perjanjian.33
b. Syarat Sahnya Perjanjian
Bagi kebanyakan orang kata perjanjian atau “contract” menjelaskan suatu
kunjungan ke kantor penasihat hokum dan di sana menandatangani surat resmi
yang mengandung bahasa yang tidak dapat dipahami. Anggapan ini jauh dari
kebenaran. Kebanyakan orang membuat perjanjian setiap hari dalam
kehidupannya, biasanya tanpa disadari. Setiap kali mereka membeli suatu barang,
atau membayar suatu jasa seperti memotong rambut, mereka sebenarnya
melakukan suatu perjanjian, sedangkan soal-soal yang berhubungan dengan
pekerjaan mereka, seperti liburan, upah, jam kerja, sebagian diatur oleh perjanjian
yang telah mereka buat bersama dengan majikan mereka.34
Anggapan lain yang dikenal ialah bahwa suatu perjanjian harus dibuat
secara tertulis. Hal ini sebenarnya tidaklah demikian, kecuali dalam hal-hal
tertentu yang telah diatur oleh undang-undang. Kebanyakan perjanjian dibuat
secara lisan. Mungkin sebagian orang sangat memerlukan supaya perjanjian itu
dibuat secara tertulis untuk jangka waktu tertentu dan ini banyak dipersoalkan,
atau untuk jangka waktu yang lama tetapi ini hanya untuk tujuan praktis mengenai
pembuktian, dan biasanya menurut hukum tidak perlu.
33 Wirjono Prodjodikoro, Op.cit hal. 84 34
Suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh
hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha,
dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang, seperti jual beli barang,
tanah, pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang, pembentukan organisasi
usaha, dan sebegitu jauh menyangkut juga tenaga kerja.35
Hukum tidak akan mengakui semua perjanjian. Hukum perjanjian
terutama berkenaan dengan pemberian suatu kerangka sehingga usaha dapat
berjalan; jika perjanjian dapat dilanggar dengan bebas tanpa hukuman,
orang-orang yang tidak bermoral dapat menciptakan kekacauan.36 Dalam Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat yang terdapat pada setiap perjanjian,
dengan dipenuhinya syarat-syarat tersebut maka suatu perjanjian dapat berlaku
sah. Adapun keempat syarat tersebut adalah:37 1. Sepakat mereka yang mengadakan perjanjian
2. Kecakapan untuk membuat perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu
perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang
membuatnya. Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari
bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut
35 Ibid. hal. 93
36 Ibid. hal. 93-94 37
dengan istilah overeenskomsrecht. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan
anatara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian
perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.
Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perikatan
adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan
yang mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain,
dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan
hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan
perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan
yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya
hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan
kewajiban merupakan beban. hukum yang terdapat di dalam peraturan
perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
Keempat syarat tersebut dapat dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu :38
1. Syarat subyektif, yaitu suatu syarat yang menyangkut pada subyek-subyek
perjanjian itu, atau dengan kata lain syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
mereka yang membuat perjanjian, dimana dalam hal ini meliputi
kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan pihak yang
membuat perjanjian itu. Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif
38
dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu ada tetapi dapat dimintakan
pembatalan oleh salah satu pihak.
2. Syarat obyektif, yaitu syarat yang menyangkut pada obyek perjanjian. Ini
meliputi suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Apabila syarat
obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum
dengan kata lain batal sejak semula dan dianggap tidak pernah ada
perjanjian.
c. Asas-asas Hukum Perjanjian
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan dalam hal
membuat perjanjian (beginsel der contracts vrijheid). Asas ini dapat disimpulkan
dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari pernyataan
bahwa setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. Tetapi dari pasal ini
kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat
perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Orang
tidak saja leluasa untuk mebuat perjanjian apa saja, bahkan pada umumnya juga
diperbolehkan mengeyampingkan peraturan-peraturan yang termuat dalam KUH
Perdata. Sistem tersebut lazim disebut dengan sistem terbuka (openbaar system).
Sepakat mereka yang mengikatkan diri adalah suatu esensial dari Hukum
menentukan “ada”nya (raison d’etre, het bestaanwarde) perjanjian.39 Asas konsensualisme yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengandung arti
“kemauan” (will) para pihak untuk saling berpartisipasi, ada kemauan untuk saling
mengikatkan diri.40 Kemauan ini membangkitkan kepercayaan (vertrouwen) bahwa perjanjian itu dipenuhi. Asas kepercayaan ini merupakan nilai etis yang
bersumber pada moral. Manusia terhormat akan memelihara janjinya.
b. Asas Itikad Baik
Dalam hukum perjanjian dikenal asas itikad baik, yang artinya bahwa
setiap orang yang membuat suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.
Asas itikad baik ini dapat dibedakan atas itikad baik yang subyektif dan itikad
baik yang obyektif. Itikad baik dalam pengertian yang subyektif dapat diartikan
sebagai kejujuran seseorang atas dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu
apa yang terletak pada sikap bathin seseorang pada saat diadakan suatu perbuatan
hukum. Sedang Itikad baik dalam pengertian yang obyektif dimksudkan adalah
pelaksanaan suatu perjanjian yang harus didasarkan pada norma kepatutan atau
apa yang dirasakan patut dalam suatu masyarakat.
c. Asas Pacta Sun Servanda
Asas Pacta Sun Servanda adalah suatu asas dalam hukum perjanjian yang
berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara
39 Mariam Darus Badruldjaman, Kompilasi Hukum Perikatan (dalam rangka
Memperingati Memasuki Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun), (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 83
sah oleh para pihak adalah mengikat bagi mereka yang membuat seperti kekuatan
mengikat suatu undang-undang, artinya bahwa perjanjian yang dibuat secara sah
oleh para piha akan mengikat mereka seperti undang-undang. Dengan demikian
maka pihak ke tiga bisa menerima kerugian karena perbuatan mereka dan juga
pihak ketiga tidak menerima keuntungan karena perbuatan mereka itu, kecuali
kalau perjanjian itu termasuk dimaksudkan untuk pihak ke tiga. Asas ini dalam
suatu perjanjian dimaksudkan tidak lain adalah untuk mendapatkan kepastian
hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu.
Kalaulah diperhatikan istilah perjanjian pada pasal 1338 KUH Perdata,
tersimpul adannya kebebasan berkontrak yang artinya boleh membuat perjanjian,
baik perjanjian yang sudah diatur dalah KUH Perdata maupun dalam Kitab
Undang-undang Hukum dagang atau juga perjanjian jenis baru, berarti di sini
tersirat adanya larangan bagi hukum untuk mencampuri isi dari suatu perjanjian.
Adapun tujuan dari asas ini adalah untuk memberikan perlindungan kepada para
konsumen bahwa mereka tidak perlu khawatir akan hak-haknya karena perjanjian
karena perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya.
Dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata kita ambil dari kalimat “berlaku
sebagai Undang-Undang bagi yang membuatnya”. Perjanjian yang dibuat secara
sah , apabila telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang ditentukan dalam
pasal 1320 KUH pedata. Perjanjian tersebut mempunyai kekuatan yang mengikat
para pembuat dan pemakainya. Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata menentukan
belah pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk
itu “. Para pihak yang telah melakukan perjanjian berdasarkan kata sepakat harus
melaksanakan apa yang telah disepakatinya. Pelanggaran oleh salah satu pihak
terhadap isi perjanjian dapat diajukan oleh pihak lainnya atas dasar wanprestasi
pihak lawan.
d. Asas Konsensuil
Asas ini berkaitan dengan lahirnya suatu perjanjian. Kata
“konsensualisme” berasal dari bahasa latin consensus berarti sepakat. Jadi yang
dimaksud Asas konsensualisme adalah bahwa perjanjian itu terjadi karena adanya
kata sepakat/kehendak yang bebas dari para pihak yang membuat perjanjian
mengenai isi/pokok perjanjian.41
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, menyebutkan bahwa : “ Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya “. Didalam pasal tersebut dijumpai asas konsensualisme yang
terdapat pada kata “…perjanjian yang dibuat secara sah…” yang menunjukkan
pada pasal 1320 KUH Perdata,terutama butir 1 yaitu sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya.
Maksud dari asas ini ialah bahwa suatu perjanjian cukup ada suatu kata
sepakat dari mereka yang membuat perjanjian tanpa diikuti oleh perbuatan hukum
lain, kecuali perjanjian yang bersifat formil. Ini jelas sekali terlihat pada
41 Wirjono Prodjodikoro, Pokok-Pokok Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan