• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU Nomor 14 201 1110 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU Nomor 14 201 1110 Medan"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero)

dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum

(SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak

(BBM) di SPBU Nomor 14 201 1110 Medan

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

SANDRO SIAHAAN 050200270

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Kata Pengantar

Segala pujian, hormat dan syukur yang begitu besar hanya kepada Tuhan

yang Maha Kuasa, yang telah dan selalu mencurahkan kasih sayang, rahmat dan

kebijaksanaan dari Tuhan, sehingga penulisan skripsi berjudul “Pelaksanaan

Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU Nomor 14 201 1110 Medan” ini dapat terselesaikan, setelah sekian lama akhirnya Penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan

Pendidikan Program S-1 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari, sebagai manusia biasa tidak akan pernah luput dari

kesalahan, kekurangan dan kekhilafan, baik dalam pikiran maupun perbuatan.

Berkat bimbingan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, baik

secara langsung maupun tidak langsung dalam mengasuh serta membimbing

Penulis sejak masuk bangku kuliah hingga akhir penulisan skripsi ini, maka

Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan ini ijinkan Penulis mengucapkan

rasa hormat dan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam

proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih Penulis kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan

(3)

3. Bapak selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara.

4. Bapak selakuPembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara.

5. Ibu Windha, S.H..M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Prof.Dr. Sunarmi, S.H..M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I Penulis

yang telah begitu banyak membantu Penulis sehingga Penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini, untuk segala nasehat dan bembingan yang telah

diberikan kepada Penulis, Penulis sangat berterima kasih.

8. Ibu Dr.T.Keizerina Devi Azwar, S.H..C.N..M.Hum. selaku Dosen

Pembimbing II Penulis yang juga telah banyak membantu Penulis dalam

penyempurnaan penulisan skripsi ini.

9. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum.selaku Dosen Wali Penulis semasa

perkuliahan.

10. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang

telah banyak memberikan didikan dan ilmu yang bermanfaat kepada

Penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara serta kepada pegawai-pegawai Fakultas Hukum Universitas

(4)

Dalam menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang penuh perjuangan, suka dan duka sehingga Penulis tidak bias melupakan

segala bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga Penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Kedua Orang Tua Penulis yang tercinta, Alm. Pantas Halasan Siahaan dan

Tiesmina Br.Tampubolon, Warisan kebaikan hati dan kesederhanaan

kalian akan menjadi hal terindah untuk selalu anakanda kenang.

Mendengar doa-doa kalian hal yang sangat berarti dan menjadi

penyemangat bagiku untuk menjadi yang terbaik. Berharap dapat menjadi

seorang yang berarti bagi Mamak dan Bapak, walau Bapak sudah tiada.

Sandro sayang kalian.

2. Keluarga Penulis semua, abang dan kakak, terkhusus buat abangku

Michael Christian Nicky Erhianto Sinaga, yang selalu mendengar keluh

kesah adeknya, dan menasehati adeknya siang dan malam. Sandro sangat

sayang kalian. Sebagai anak paling bungsu, walau terlihat sangat manja,

tapi Sandro berharap bisa selalu ada buat kalian, berada didekat kalian,

berharap dapat menjadi adek yang membanggakan kalian.

3. Mak Tua, Elisabeth Sinaga, S.Pd., sebagai orang tua yang selalu

membimbing Penulis, dan selalu memberikan bantuan semangat dan doa

dan semua yang Mak Tua berikan kepada Sandro yang luar biasa. Terima

(5)

4. Juga kepada Pak Tua, Sarsin Siregar, S.H., S.E., yang begitu besar

dorongan dan nasehat dari Pak Tua yang bersama-sama Mak Tua selalu

membimbing Sandro selalu.

5. Sahabat-sahabat di Medan Chamber Singers, terkhusus pada Sa Ari, Bang

Ropudani, Bang Boydo, Kak Elsa, Kak Ori, Bang Anthony, yang juga

membantu Penulis untuk selalu semangat menyelesaikan skripsi ini,

saat-saat malas, terimakasih untuk semangat yang kalian berikan.

6. Sahabat-sahabat di Invictus Choir, untuk semua dukungan kalian semua,

terkhusus pada Kak Diana, Kak Lia, Kak Eva, Bang Joshua, dan kalian

yang tidak tersebut namanya satu persatu.

7. Sahabat-sahabat di UKM KMK UP FH USU, Kelompok Kecil Jehovah

Syalom, untuk Bang Bob, Ice Trisnawati, Anita, Nova, Jones.

Teman-teman sepelayanan: Swarni, Mangara, Emi, dan kalian yang tak dapat

tersebut namanya satu persatu. Adik-adik serta kakak dan abang

sepelayanan di UKM KMK UP FH USU.

8. Sahabat-sahabat di HKBP Seksama semua, terkhusus buat kak Donna

telah membantu Penulis dalam doa dan semangat yang selalu ada, serta

atas pemakaian printer di rumah kakak selama Penulis mengerjakan

skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat, teman semasa perkuliahan, Jones Parapat, Angelita,

Tiomsi, Veronika DLP, Crisse Calcaria, Debora, Wiliana halim, Frans

Margo Leo, Christie O Gozalie, Best Friend ku semuanya. Sandro rindu

(6)

10. Team Moot Court Competition piala A.G. Pringgodigdo UNAIR

Surabaya. Bersama kalian mendapat kenangan terindah selama kuliah di

FH USU, ada Debora K.Ds., Arkyasa, M. Reza Adrian, Rafika Agave

Gelfawina, Veronika, Christie O Gozalie, Frans Margo Leo, Eky Novi

Lestari, Nur Yudha, M. Ikhsan Dolok Siregar, Tetty Daniary Sihombing,

Kiky Puspita dan Theresia Simanjuntak.

11. Teman-teman yang dikenal melalui Facebook, Dedy Sanjaya, Kak Yunita,

Bang Hyioqi Akira, yang selalu member semangat kepada Penulis, walau

kita tak pernah bertemu, dan hanya melalui facebook, dan Penulis pun

sampai sekarang belum memberikan nomer telepon Penulis pada kalian.

Penulis ucapkan terimakasih untuk setiap kata semangat kalian untuk

Penulis.

12. Sahabat-sahabat ku yang tidak dapat tersebut satu persatu namanya di sini,

Sandro mengucapkan terima kasih telah memberikan segala hal yang

indah untuk selalu dikenang.

13. Semua pihak yang terlibat dan membantu Penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Dalam

arti masih terdapat kekeliruan dan kekhilafan dikarenakan keterbatasan

pengetahuan, wawasan, dan kemampuan Penulis. Untuk itu Penulis

mengharapkan kritik yang membangun dan saran untuk menyempurnakan skripsi

(7)

Akhir kata Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

seluruh pambaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2010

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Permasalahan...13

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...14

D. Keaslian Penulisan...15

E. Tinjauan Kepustakaan ...15

F. Metode Penelitian...18

G. Sistematika Penulisan...20

BAB II KARAKTERISTIK PERJANJIAN KERJASAMA PENGUSAHAAN SPBU PERTAMINA PASTI PAS A. Asas Kebebasan Berkontrak dalam Kaitannya dengan Perjanjian Baku………....23

a. Pengertian Perjanjian ...27

b. Syarat Sahnya Perjanjian...31

c. Asas-asas Hukum Perjanjian………...…………...34

d. Perjanjian Baku...39

e. Ciri-ciri Perjainjian Baku...52

(9)

C. Klausula Perjanjian Baku dalam Perjanjian Kerja Sama Pengusahaan SPBU antara Pertamina dan Pengusaha

SPBU...58

BAB III KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA PENYALURAN DAN PEMASARAN BBM A. Kalusula Pokok dalam Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU Nomor 14 201 1110...61

a. Keseimbangan Kewajiban Kontraktual...61

b. Klausul Larangan Pengusahaan SPBU Nomor 14 201 1110...65

c. Jenis Pelanggaran dan Sanksi...68

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak...71

a. Hak PT. Pertamina (Persero)...72

b. Kewajiban PT. Pertamina (Persero)...76

c. Hak Pengusaha SPBU Nomor 14 201 1110...77

d. Kewajiban Pengusaha SPBU Nomor 14 201 1110...80

BAB IV UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN PENYALURAN DAN PEMASARAN BBM KETIKA TERJADI WANPRESTASI A. Bentuk-Bentuk Penyelesaian Sengketa ...89

B. Upaya Hukum Penyelesaian Sengketa Para Pihak dalam Perjanjian Kerjasama SPBU……...………...97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...118

B. Saran...119

(10)

ABSTRAKSI

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) dalam

Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU Nomor 14 201 1110 Medan

Prof. Dr. Sunarmi, SH.M.Hum1

Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH.CN.M.Hum2 Sandro Siahaan3

-SPBU Nomor 14 201 1110 Jalan Gaperta Medan

Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Umum (SPBU) dimana PT. Pertamina (Persero) sebagai pihak yang memproduksi dan menjual Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Khusus dan produk lain, telah mempersiapkan terlebih dahulu klausula-klausula yang tercantum dalam perjanjian tersebut dengan alasan efisiensi waktu, tenaga dan biaya, serta untuk menerapkan standar layanan yang seragam di seluruh SPBU yang menjual produk PT. Pertamina (Persero). Pencantuman klausula baku telah lazim dilakukan dalam pembuatan perjanjian oleh kalangan industri baik produsen barang ataupun penyedia jasa dalam jumlah yang besar dan dipasarkan secara masal, hal ini dilakukan agar produk tersebut dapat segera dipasarkan dengan lancar tanpa hambatan sebagai akibat negosiasi sebelum tercapainya kata sepakat. Oleh karenanya perjanjian ini dapat dikategorikan sebagai perjanjian baku, pada praktiknya suatu perjanjian baku dapat menimbulkan permasalahan, khususnya yang berkenaan dengan konsekuensi yuridis dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak dalam perjanjian yang timbul seputar pelaksanaan perjanjian kerjasama, sejauh mana perlindungan hukum dapat menjamin kepentingan para pihak antara lain PT. Pertamina (Persero) maupun SPBU saat terjadi wanprestasi. Penelitian ini bersifat normatif kualitatif terhadap perjanjian yang dibuat antara PT. Pertamina (Persero) dan pengusaha SPBU khususnya di SPBU Nomor 14 201 1110 di jalan Gaperta Medan. Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU antara PT. Pertamina dan Pengusaha SPBU yang berbentuk baku diharapkan adanya keseimbangan pembebanan kewajiban para pihak. Bahwa Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU Pertamina Pasti Pas yang tergolong baru dalam bisnis bahan bakar Pertamina ini melibatkan pengusaha yang bertindak sebagai “middle man” atau pedagang perantara. serta terdapat Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar. Perjanjian ini merupakan perjanjian baku yang dibuat oleh pihak Pertamina, sehingga terdapat ketidakseimbangan pembebanan kewajiban antara pihak Pertamina dengan pihak pengusaha, serta banyaknya klausul larangan yang juga lebih memberatkan pihak pengusaha.

Key Word : - Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU)

1

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(11)

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero)

dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum

(SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak

(BBM) di SPBU Nomor 14 201 1110 Medan

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

SANDRO SIAHAAN 050200270

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, SH.M.Hum

NIP. 197501122005012002

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr. Sunarmi, SH.M.Hum Dr.T.Keizerina Devi Azwar, SH.CN.M.Hum

(12)

ABSTRAKSI

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) dalam

Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU Nomor 14 201 1110 Medan

Prof. Dr. Sunarmi, SH.M.Hum1

Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH.CN.M.Hum2 Sandro Siahaan3

-SPBU Nomor 14 201 1110 Jalan Gaperta Medan

Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Umum (SPBU) dimana PT. Pertamina (Persero) sebagai pihak yang memproduksi dan menjual Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Khusus dan produk lain, telah mempersiapkan terlebih dahulu klausula-klausula yang tercantum dalam perjanjian tersebut dengan alasan efisiensi waktu, tenaga dan biaya, serta untuk menerapkan standar layanan yang seragam di seluruh SPBU yang menjual produk PT. Pertamina (Persero). Pencantuman klausula baku telah lazim dilakukan dalam pembuatan perjanjian oleh kalangan industri baik produsen barang ataupun penyedia jasa dalam jumlah yang besar dan dipasarkan secara masal, hal ini dilakukan agar produk tersebut dapat segera dipasarkan dengan lancar tanpa hambatan sebagai akibat negosiasi sebelum tercapainya kata sepakat. Oleh karenanya perjanjian ini dapat dikategorikan sebagai perjanjian baku, pada praktiknya suatu perjanjian baku dapat menimbulkan permasalahan, khususnya yang berkenaan dengan konsekuensi yuridis dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak dalam perjanjian yang timbul seputar pelaksanaan perjanjian kerjasama, sejauh mana perlindungan hukum dapat menjamin kepentingan para pihak antara lain PT. Pertamina (Persero) maupun SPBU saat terjadi wanprestasi. Penelitian ini bersifat normatif kualitatif terhadap perjanjian yang dibuat antara PT. Pertamina (Persero) dan pengusaha SPBU khususnya di SPBU Nomor 14 201 1110 di jalan Gaperta Medan. Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU antara PT. Pertamina dan Pengusaha SPBU yang berbentuk baku diharapkan adanya keseimbangan pembebanan kewajiban para pihak. Bahwa Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU Pertamina Pasti Pas yang tergolong baru dalam bisnis bahan bakar Pertamina ini melibatkan pengusaha yang bertindak sebagai “middle man” atau pedagang perantara. serta terdapat Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar. Perjanjian ini merupakan perjanjian baku yang dibuat oleh pihak Pertamina, sehingga terdapat ketidakseimbangan pembebanan kewajiban antara pihak Pertamina dengan pihak pengusaha, serta banyaknya klausul larangan yang juga lebih memberatkan pihak pengusaha.

Key Word : - Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU)

1

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(13)

B AB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara kepulauan yang dianugerahi oleh Tuhan Yang

Maha Esa berupa wilayah yang luas, berkedudukan pada posisi silang antara dua

benua dan dua samudera, dengan kondisi alam yang memiliki banyak keunggulan,

serta kaya akan keanekaragaman sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.

Salah satu sumber daya alam yang sangat besar pengaruhnya bagi kepentingan

bangsa Indonesia adalah minyak bumi dan gas bumi. Minyak bumi dan gas bumi

merupakan salah satu sumber devisa negara yang penting dalam kegiatan

pembangunan nasional, dimana pembangunan nasional tersebut dilaksanakan

secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat, saling menunjang dan

saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan

pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur, yang

merata dalam segi materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945.

Minyak bumi dan gas bumi termasuk dalam golongan bahan galian yang

strategis bagi negara. Penggolongan tersebut termuat dalam pengaturan mengenai

bahan galian, yaitu PP Nomor 27 Tahun 1980 tentang Pengelolaan Bahan Galian,

yang pada intinya membagi bahan galian menjadi tiga golongan, yaitu:

1. Golongan A : golongan bahan galian yang strategis.

(14)

3. Golongan C : golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan bahan

galian A dan B.

Berdasarkan penggolongan bahan galian yang mengklasifikasikan minyak

bumi dan gas bumi sebagai kekayaan alam yang strategis bagi negara tersebut,

maka berdasarkan Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945, kemudian diatur lebih

lanjut dalam Pasal 4 Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak

dan Gas Bumi yang menyebutkan :

(1) Minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang

terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan

kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara. maka penyelenggaraan kegiatan

usaha minyak bumi dan gas bumi di Indonesia sepenuhnya dilaksanakan oleh

negara.

Salah satu tujuan dari penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas

bumi, sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 3 huruf b Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, adalah untuk menjamin

efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan,

penyimpanan, dan niaga secara akuntabel, yang diselenggarakan melalui

mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan. Untuk

mewujudkan tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi

tersebut, pemerintah melimpahkan kewenangannya kepada PT. Pertamina

(15)

pertambangan minyak dan gas bumi, berikut pendistribusiannya ke seluruh

pelosok tanah air.

Pertamina adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki oleh

Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10

Desember 1957 dengan nama PT. Permina. Pada tahun 1961 perusahaan ini

berganti nama menjadi PN. Permina dan setelah merger dengan PN. Pertamin di

tahun 1968, namanya berubah menjadi PN. Pertamina. Setelah bergulirnya

Undang Undang No. 8 Tahun 1971, sebutan perusahaan berubah menjadi

Pertamina. Sebutan ini tetap dipakai setelah Pertamina berubah status hukumnya

menjadi PT. Pertamina (Persero) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan

Gas Bumi.4

PT. Pertamina (Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis

Ishak, SH. No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum

& HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09

Oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan

yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan

(Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2001 tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998, dan peralihannya berdasarkan PP

No.31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak

4

(16)

Dan Gas Bumi Negara (Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) .5

1. Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perseroan

secara efektif dan efisien.

Sesuai dengan akta pendiriannya, maksud didirikannya Pertamina adalah

untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam

maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang

kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003

tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

Negara (Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), tujuan dari PT.

Pertamina adalah :

2. Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Pertamina melaksanakan beberapa kegiatan usaha untuk mencapai maksud

dan tujuan tersebut. Kegiatan usaha tersebut meliputi:6

1. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil

olahan dan turunannya.

2. Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada

saat pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi

5 PT. PERTAMINA (persero), “Tentang PERTAMINA”, diakses dari http://www.

pertamina .com, tanggal 14 Oktober 2010.

6

(17)

(PLTP) yang telah mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil menjadi

milik Pertamina.

3. Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Liquifield Natural Gas (LNG)

dan produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG.

4. Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang

kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam nomor 1, 2, dan 3.

Berkaitan dengan salah satu kegiatan usaha yang dilakukan oleh

Pertamina, yaitu menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta

hasil olahan dan turunannya, maka Pertamina memproduksi antara lain

produk-produk hasil olahan minyak dan gas bumi yang meliputi Bahan Bakar Minyak

(yang terdiri dari minyak bensin, minyak solar, minyak tanah, minyak diesel, dan

minyak bakar), Bahan Bakar Khusus (BBK), Non BBM, petrokimia, pelumas, dan

gas, yang terdiri dari LPG (Liqueifield Petroleum Gas), BBG (Bahan Bakar Gas),

dan Musicool (Pengganti CFC yang ramah lingkungan).7

Pertamina kemudian melaksanakan pendistribusian dan pemasaran atas

keseluruhan produknya yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat Indonesia. Dalam kegiatan pendistribusian produk Pertamina,

khususnya BBM, Pertamina dituntut untuk melaksanakan pendistribusian ke

seluruh pelosok tanah air dalam jumlah yang cukup, waktu yang tepat, mutu yang

baik dengan harga yang layak (sesuai ketentuan yang berlaku).8

7 Sejarah Pertamina, Op.cit 8

(18)

Luasnya wilayah yang harus dijangkau oleh Pertamina dalam

pendistribusian BBM mengharuskan Pertamina melakukan kerja sama dengan

pihak ketiga sebagai mitra kerja yang akan menyalurkan BBM dan BBK, serta

produk lain yang disediakan dan dijual oleh Pertamina. Pengusaha pemilik SPBU

(Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Umum) sebagai salah satu mitra

kerja Pertamina dalam kegiatan penyaluran BBM mengemban tugas dari

Pertamina untuk melayani kebutuhan masyarakat pemakai kendaraan bermotor

dengan cara yang mudah, cepat, tertib dan aman. Kehadiran SPBU sebagai

lembaga penyalur retail BBM, yang saat ini tersebar diseluruh Indonesia, lebih

memberi kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan BBM.9

Setelah bergulirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang

Minyak dan Gas Bumi, kegiatan usaha minyak dan gas bumi diserahkan kepada

mekanisme pasar, sehingga Pertamina tidak lagi menjadi satu-satunya perusahaan

yang memonopoli industri MIGAS. Menghadapi persaingan bebas tersebut,

khususnya di sektor retail BBM, Pertamina saat ini sedang berbenah untuk

melakukan transformasi di segala bidang, termasuk di fungsi Retail Outlet SPBU.

Upaya yang dilakukan dalam transformasi tersebut adalah pemberian standarisasi

pelayanan SPBU Pertamina. Pertamina berkomitmen memberikan pelayanan

terbaik, dengan istilah “Pertamina Way”, SPBU yang telah sukses menerapkan

Pertamina Way berhak mendapatkan Sertifikasi Pasti Pas.10

Pertamina Way merupakan standar baru yang diterapkan untuk seluruh

Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Umum (SPBU Pertamina) di seluruh

9

Ibid

(19)

Indonesia, dengan menempatkan konsumen sebagai stakeholder yang utama.

Berbagai aspek juga ditingkatkan baik dari segi pelayanan, jaminan kualitas dan

kuantitas termasuk kenyamanan di lingkungan SPBU. Penjabaran Pertamina Way

adalah STAF (pelayanan staf yang terlatih dan bermotivasi), Kualitas dan

Kuantitas, Peralatan dan Fasilitas, Format Fisik, dan Produk dan Pelayanan.

Pengusaha yang berminat untuk menjalin kerjasama dengan Pertamina

dengan mendirikan SPBU, sekaligus mengikuti program ”Pertamina Way” harus

memenuhi persyaratan awal sebagai berikut:11

Prosedur yang harus dilalui untuk permohonan pendirian SPBU yang telah

disetujui (approved) adalah: 1. Warga negara Indonesia

2. Memiliki modal berupa:

a. penguasaan atau kepemilikan lahan untuk lokasi SPBU (

bukti-bukti kepemilikan atau penguasaan atas lahan yang ditunjukkan

melalui Sertifikat Tanah, Surat Kontrak, dan dokumen pendukung

lainnya), dan

b. modal investasi SPBU dan pembangunannya (dengan menyertakan

bukti-bukti ketersediaan modal investasi dan operasional berupa

fotocopy sertifikat deposito (dilegalisir), giro,ataupun fotocopy

dokumen pendukung lainnya )

3. Bersedia mengikat perjanjian dengan Pertamina

4. Bersedia mengelola dan mengendalikan SPBU sesuai standar Pertamina.

12

11

ibid

(20)

1. Pengusaha dapat menghubungi Region setempat dengan

menunjukkannsurat persetujuan yang diterima, yang selanjutnya oleh

region setempat akan diterbitkan Surat untuk melengkapi berkas yang

terdiri atas :

a. IMB

b. Surat izin timbun

c. SIUP, SITU

d. NPWP

e. UKL/UPL

f. Surat pernyataan tidak berkeberatan dari tetangga dan lingkungan sekitar

g. Layout, gambar perspektif dan bestek sesuai dengan standar PT

Pertamina (PERSERO)

2. Menyampaikan Kelengkapan Berkas kepada Region setempat, yang

selanjutnya diterbitkan surat izin membangun SPBU baru.

3. Pelaksanaan pembangunan SPBU sesuai dengan ketentuan Pertamina.

4. Pelaksanaan bisnis SPBU harus melalui prosedur audit sebagaimana telah

ditentukan Pertamina.

Persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi Pasti Pas adalah SPBU harus

lolos audit kepatuhan standard pelayanan yang ditetapkan oleh Pertamina. Audit

ini mencakup :13

1. standard pelayanan

13

(21)

2. jaminan kualitas dan kuantitas

3. kondisi peralatan dan fasilitas

4. keselarasan format fasilitas

5. penawaran produk dan pelayanan tambahan

Apabila SPBU lolos audit sesuai dengan yang ditetapkan oleh Pertamina,

SPBU berhak mendapatkan sertifikasi. Seluruh proses sertifikasi dilakukan secara

independen oleh Bureau Veritas, institusi auditor independen internasional yang

memiliki pengalaman Internasional untuk melakukan audit pelayanan SPBU.14

Surat perjanjian kerjasama yang mengikat Pertamina dengan SPBU

Pertamina Pasti Pas merupakan perjanjian bentuk baru yang sama sekali berbeda

dengan perjanjian pengusahaan SPBU sebelumnya (yang tidak bersertifikasi Pasti

Pas). Pada perjanjian kerjasama ini Pertamina menerapkan prosedur monitoring

yang lebih ketat, mulai dari proses pembangunan SPBU, pemeliharaan,

pengoperasian, hingga pengelolaan SPBU. Selain itu, Pertamina juga menetapkan Setelah mendapatkan sertifikat Pasti Pas, SPBU akan tetap diaudit secara rutin.

Apabila tidak lolos audit, SPBU dapat kehilangan predikatnya sebagai SPBU

Pertamina Pasti Pas.

Sebagaimana lazimnya suatu hubungan bisnis, kerjasama antara Pertamina

dengan pengusaha SPBU Pertamina Pasti Pas diatur dalam suatu perjanjian yang

dituangkan dalam Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU, dengan jangka

waktu perjanjian yaitu selama dua puluh tahun.

14

(22)

standar tertentu, yaitu ”standar pelayanan” yang harus dipatuhi oleh seluruh

SPBU yang telah bersertifikasi Pasti Pas. Selama masa perjanjian berjalan, SPBU

Pertamina Pasti Pas wajib mematuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh

Pertamina.

Perjanjian kerjasama dalam bentuk baru tersebut merupakan perwujudan

dari asas kebebasan berkontrak seperti diatur dalam Pasal 1338 Kitab

Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, selanjutnya disebut BW) yang tetap

tak terlepas dari keharusan untuk memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 1320 BW.

Mengingat bahwa perjanjian ini merupakan perjanjian yang terformat

dalam bentuk baru, maka hubungan hukum yang terjalin antara Pertamina sebagai

produsen, dengan pengusaha SPBU Pertamina Pasti Pas sebagai “middle man”

atau pedagang perantara perlu dikaji lebih dalam sehingga pada akhirnya dapat

ditentukan karakter dari perjanjian ini.

SPBU di sini juga berperan dalam memperlancar transportasi dan

mobilisasi barang dan jasa, kebutuhan bahan bakar sangat tinggi. untuk itu

diperlukan kegiatan pengadaan Bahan Bakar Bensin. Yang dalam hal ini baik

tempat maupun pengadaan bahan bakar bensin dilakukan kerja sama antara

Koordinator Pengecer dari Pertamina dengan Stasiun Pengisian bahan Bakar

untuk Umum (SPBU), kerjasama pengadaan bensin tersebut dituangkan dalam

Surat Perjanjian Penunjukan Pengelolaan dan Penggunaan Stasiun Pengisian

(23)

kerjasama pengadaan bahan bakar bensin dan agar terjalin hubungan serta

koordinasi yang baik antara koordinasi Pengecer dari Pertamina dengan SPBU.

Berbagai pengalaman selama ini dengan bertambahnya jumlah perusahaan

jasa pengisian bahan bakar bensin (SPBU), maka dirasakan adanya penurunan

pendapatan dari penjualan yang disebabkan karena semakin berkurangnya

pasokan bensin dari pihak Pengecer Pertamina.

Dalam hal ini ketentuan atau peraturan yang menjamin para pihak yang

terlibat dalam kegiatan pengadaan bahan bakar bensin masih belum berkembang,

karena perjanjian pengadaan bahan bakar yang dibuat oleh Pertamina dan SPBU

hanya terbatas pada perjanjian jual beli saja, dimana pedagang dalam hal ini pihak

Pertamina sabagai pemberi kredit atau penjual dan SPBU sebagai debitur. Namun

mengenai hal-hal yang telah dijanjikan sudah merupakan suatu perjanjian yang

sah meskipun hubungannya hanya terbatas pada penjual dan pembeli saja.

Dalam praktek pengadaan bahan bakar banyak sekali hambatan –

hambatan yang terjadi, antara lain lemahnya posisi SPBU dalam menghadapi

(Pertamina). Sebagai contoh, karena perjanjian telah dibuat secara tulis atau

standar maka sering kali terjadi masalah dimana isi perjanjian kurang sesuai

dengan kenyataan yang ada di lapangan. Selain itu sering kali dalam pelaksanaan

pengadaan bahan bakar tersebut timbul perselisihan diantara para pihak dan bukan

hal yang luar biasa jika pihak Pertamina atau Pemerintah melakukan praktek

wanprestasi yang merugikan pihak SPBU. Tetapi jika hal ini dilakukan oleh pihak

SPBU akibatnya akan fatal. Permasalahan-permasalahan yang timbul seputar

(24)

wanprestasi yang dilakukan para pihak dan penyelesaiannya dapat

diketahui,jugauntuk mengetahui sejauh mana perlindungan hukum dapat

menjamin kepentingan para pihak baik PERTAMINA maupun SPBU Nomor

818/FIII00/2008.S3 ini.

Oleh karena itu agar tercipta keteraturan dalam ketertiban dalam kerjasama

pengadaan bahan bakar, peran hukum diuji kemampuannya umtuk dapat

mengayomi kepentingan-kepentingan para pihak. Sebab jika kita kembali kepada

proporsinya betapa hukum itu merupakan suatu kebutuhan yang melekat pada

kehidupan sosial itu sendiri, yaitu sebagi sarana untuk melayani hubungan di

antara sesama anggota masyarakat sehingga terdapat kepastian hukum dalam lalu

lintas hubungan tersebut.15

Alasan yang mendasari penulis mengambil judul “Pelaksanaan Perjanjian

Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Maka jelaslah bahwa peran Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum

(SPBU) perjanjian pengadaan bahan bakar dengan Pertamina yang dituangkan

dalam Surat Perjanjian Penunjukan Pengelolaan dan Penggunaan Stasiun

Pengisian Bahan Bakar Minyak Untuk Umum (SPBU) Nomor

818/FIII00/2008.S3 sangat penting. Di samping itu juga untuk mengetahui

permasalahan-permasalahan yang timbul seputar pelaksanaan perjanjian karja

sama pengadaan bahan bakar seperti bentuk wanprestasi yang dilakukan para

pihak dan penyelesaiannya serta untuk mengetahui sejauh mana perlindungan

hukum dapat menjamin kepentingan para pihak baik Pertamina maupun SPBU.

15

(25)

Bakar untuk Umum (SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar

Minyak (BBM)” adalah karena saat ini di sektor bisnis retail BBM sedang marak

dipromosikan pada berbagai media adanya SPBU dengan sertifikasi Pasti Pas

yang menjamin pelayanan terhadap konsumen setaraf dengan standar kelas dunia,

yang merupakan perwujudan Pertamina dalam meningkatkan pelayanan terhadap

konsumen. Sebagaimana lazimnya suatu hubungan bisnis, tentunya kerjasama

pengusahaan SPBU Pasti Pas ini terbingkai dalam suatu perjanjian. Oleh karena

perjanjian kerjasama ini tergolong baru, melibatkan perusahaan besar yaitu

PT.Pertamina (persero), serta banyak melibatkan pengusaha SPBU sebagai

pedagang perantara atau middle man, maka karakteristik perjanjian tersebut perlu

dikaji dari sudut pandang hukum ekonomi secara lebih dalam, serta bagaimana

kedudukan para pihak dalam perjanjian kerjasama ini dapat berjalan didalam

penyaluran dan pemasaran BBM kepada konsumen dalam hak ini masyarakat.

Bahkan ketika adanya wanprestasi dari salah satu pihak, maka bagaimana hukum

ekonomi menyelesaikan sengketa antara para pihak dalam perjanjian kerjasama

ini.

Maka dari itulah penulis terdorong untuk menguji dan meneliti

permasalahan tersebut dengan memberikan judul ”Pelaksanaan Perjanjian Kerja

Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk

Umum (SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM)”

(26)

B. Permasalahan

Berdasar latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat

dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU

Pertamina “Pasti Pas” antara PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha

SPBU ?

2. Bagaimana kedudukan para pihak dalam perjanjian kerja sama penyaluran

dan pemasaran BBM?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa dalam perjanjian penyaluran dan

pemasaran BBM apabila terjadi wanprestasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :

a. Untuk mengkaji karakteristik Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU

antara PT. Pertamina ( Persero ) dengan Pengusaha SPBU.

b. Untuk mengkaji kedudukan para pihak dalam perjanjian kerja sama

penyaluran dan pemasaran BBM.

c. Untuk mengkaji penyelesaian sengketa dalam perjanjian penyaluran

dan pemasaran BBM apabila terjadi wanprestasi.

Dari hasil penulisan ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang jelas,

antara lain :

a. Manfaat teoritis, sebagai bahan informasi dan bahan perbandingan bagi

(27)

yang telah ada terhadap perjanjian kerja sama pengusahaan SPBU antara

PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha SPBU.

b. Manfaat praktis, diharapkan hasil penulisan ini dapat memberikan

sumbangan pemikiran yuridis yang berkaitan dalam perlindungan hukum

para pihak yang melaksanakan perjanjian kerja sama pengusahaan SPBU

ini.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan mengenai “Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina

(Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum

(SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM)” ini

belum pernah dilakukan dalam topik permasalahan yang sama, baik di lingkungan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, maupun di lingkungan lainnya. Hal

ini diketahui penulis setelah melakukan pemeriksaan judul di Perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan melalui penjelajahan di media

internet. Tulisan ini mengfokuskan penelitiannya terhadap perjanjian kerjasama

yang dilakukan antara PT. Pertamina dan Herin Manurung selaku Pengusaha

SPBU yang berlokasikan pada SPBU.

E. Tinjauan Kepustakaan

Judul skripsi ini adalah “Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT.

Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk

(28)

Adapun uraian dari judul skripsi ini adalah :

Perjanjian menurut Pasal 1313 BW didefinisikan sebagai suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

atau lebih.

Para sarjana menyatakan bahwa rumus pasal 1313 KUH Perdata diatas

memiliki banyak kelemahan. Abdul Kadir Muhammad Menyatakan kelemahan

pasal tersebut adalah sebagai berikut : 16

c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal

tersebut terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan,janji

kawin,yang yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang

dimaksudkan adalah hubungan antara kreditur dengan debitor dalam

lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh buku III a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal tersebut dapat diketahui dari

perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang

atau lebih”. Kata “mengikatkan diri “ sifatnya hanya datang dari satu pihak

saja,tidak dari kedua belah pihak.Seharusnya dirumuskan saling

mengikatkan diri.jadi ada consensus antara pihak-pihak.

b. Kata “perbuatan”mencakup juga tanpa konsensus. Pengertian ”perbuatan”

termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa,tindakan

melawan hukum yang tidak mengandung consensus. Seharusnya

digunakan kata “persetujuan”

16

(29)

KUH Perdata sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan,

bukan perjanjian yang bersifat personal.

d. Tanpa menyebut tujuan mangadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak

yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.

Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, Abdul Kadir Muhammad

merumuskan definisi perjanjian,yaitu persetujuan antara dua orang yang saling

mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.17

Perkataan kontrak merupakan pengambilan-alihan dari perkataan bahasa

latin contactus,yang berarti perjanjian, Istilah kontrak yang semula hanya

merupakan padanan kata dari perjanjian tertulis.

Dalam kehidupan sehari-hari istilah perjanjian sering juga disebut sebagai

persetujuan, hal ini dapt dilihat dari adanya persetujuan kedua belah pihak untuk

melakukan atau tidak untuk melakukan sesuatu. Dari pengertian tersebut dapat

dikatakan bahwa kata perjanjian dan persetujuan memliki arti yang sama.

18

Perjanjian kerjasama antara Pertamina dan pengelola SPBU ini merupakan

suatu perjanjian yang dilakukan antara Pertamina dengan pengusaha swasta Pengusaha SPBU menurut Pasal 1 angka 18 Surat Perjanjian Kerjasama

Pengusahaan SPBU adalah suatu proses pekerjaan oleh Badan Hukum atau

perorangan yang memiliki dan mengelola bisnis di SPBU atau hanya memiliki

SPBU.

17 Ibid, hal.79

18

(30)

(SPBU), yang dalam hal ini melakukan kegiatan penyaluran dan pelayanan bahan

bakar minyak bagi masyarakat umum, sesuai ketentuan yang berlaku.

Perjanjian tersebut dinamakan Surat Perjanjian Kerjasama Pengelolaan

dan Penggunaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum. Sektor migas

sangat berperan penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Karena itu

pemerintah membentuk Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 jo Undang-undang

Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas, yang pada intinya Pertamina

sebagai BUMN mempunyai wewenang untuk mengelola migas. Karena

keterbatasan modal dan jangkauan wilayah Indonesia yang sangat luas, pertamina

menjalin kerjasama dengan pihak swasta seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya. Salah satu bentuknya yaitu kerjasama pengelolaan SPBU.

F. Metode Penelitian

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach) , dan pendekatan konseptual (conceptual

approach).

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu pendekatan

yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jawaban atas rumusan masalah dipecahkan dengan mendasarkan pada ketentuan

perundang-undangan yang berlaku, yang meliputi Burgerlijk Wetboek (yang

selanjutnya disebut BW), pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945, PP nomor 27

(31)

2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2003

tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

Negara (Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Pendekatan

konseptual (conceptual approach) yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan

konsep-konsep yang dikemukakan para sarjana.

Bahan hukum yang dijadikan sumber penulisan ini terdiri dari :

1. Bahan hukum primer, yaitu Burgerlijk Wetboek, Pasal 33 Undang –

Undang Dasar 1945, PP Nomor 27 Tahun 1980 tentang Pengelolaan

Bahan Galian, Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak

dan Gas Bumi, Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2003 tentang

Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

Negara (PERTAMINA) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). serta

Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU.

2. Bahan hukum sekunder, yang menjadi sumber bahan penunjang penulisan

skripsi ini berupa kepustakaan yang terdiri dari buku-buku hukum, jurnal

hukum, handout, media cetak, website internet, serta kamus hukum.

Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dilakukan

melalui prosedur pencarian data, studi kepustakaan, kemudian melakukan

identifikasi bahan hukum menurut permasalahan yang diajukan. Bahan hukum

yang ada tersebut untuk selanjutnya diinventarisasi dan disistematisasikan dengan

(32)

Seluruh bahan hukum primer dan sekunder yang terkumpul

diklasifikasikan berdasarkan rumusan masalah, kemudian dilakukan analisis pada

perjanjian kerjasama terkait berdasarkan aturan serta teori hukum yang relevan

untuk ditemukan jawaban atas setiap rumusan masalah, dan hasil analisis tersebut

dipaparkan oleh penulis secara deskriptif.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Penelitian dilakukan langsung pada SPBU Nomor 14 201 1110 yang

terletak di Jalan Gaperta, Kelurahan Helvetia, Kecamatan medan Sunggal, Kota

Medan. Dalam pengumpulan data di lapangan, maka alat yang digunakan untuk

mendapatkan data tersebut melalui studi dokumen dalam hal ini Surat Perjanjian

Kerjasama Pengusahaan SPBU antara PT. Pertamina (Persero) dengan Herin

manurung (Pengusaha SPBU) Nomor: 818/F11100/2008.S3, dan wawancara

terhadap Pengelola SPBU Nomor: 14 201 1110 di jalan Gaperta, Kelurahan

Helvetia, Kecamatan medan Sunggal, Kota Medan. Setelah memperoleh data,

maka dilakukan analisis data dalam penulisan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terbagi dalam empat bab. Mengenai

uraian sistematika pokok-pokok pembahasannya adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan.

Merupakan latar belakang dan perumusan masalah, penjelasan

(33)

dan pertanggungjawaban sistematika. Bab ini merupakan landasan

dari penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, sehingga

kerangka-kerangka dasar yang berhubungan dengan rumusan masalah dalam

skripsi dijabarkan dalam bab ini.

Bab II : Karakteristik Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU Pertamina

Pasti Pas.

Pada skripsi ini menjawab mengenai karakteristik perjanjian

pengusahaan SPBU Pertamina Pasti Pas. Bab ini terdiri dari dua

sub-bab. Sub-bab pertama membahas mengenai jenis-jenis

perjanjian dan membandingkan perjanjian kerja sama yang pada

umumnya denga perjanjian kerja sama pengusahaan SPBU

Pertamina itu yang merupakan bentuk perjanjian baku, dengan cara

dibandingkan dari segi bentuk perjanjiannya dan isi pasal-pasalnya.

Bab III : Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kerja Sama Penyaluran

dan Pemasaran BBM.

Mengenai kedudukan para pihak dalam perjanjian kerja sama

penyaluran dan pemasaran BBM. Pada bab ketiga tersebut, antara

lain dibahas mengenai hak dan kewajiban para pihak hingga upaya

hukum yang ditempuh jika terjadi permasalahan atau perselisihan

selama kurun waktu perjanjian masih berjalan.

Bab IV : Upaya Hukum yang dapat Ditempuh Para pihak dalam Perjanjian

(34)

Menguraikan mengenai penyelesaian sengketa dalam perjanjian

penyaluran dan pemasaran BBM apabila terjadi wanprestasi

diantara PT. Pertamina dan Pengusaha SPBU, dan apabila

terjadinya force major, dimana wanprestasi terjadi bukanlah

kesalahan debitor, tetapi karena keadaan memaksa (force majeur).

Bab V : Kesimpulan dan Saran.

Bab ini berisi kesimpulan atas hasil pembahasan dari bab kedua

dan bab ketiga yang telah diuraikan. Selain itu, bab ini juga

berisikan saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat untuk

perkembangan hukum di Indonesia terutama dalam bidang hukum

(35)

BAB II

KARAKTERISTIK PERJANJIAN KERJASAMA PENGUSAHAAN SPBU PERTAMINA PASTI PAS

A. Asas Kebebasan Berkontrak dalam Kaitannya dengan Perjanjian Baku

Pasal 1338 BW, “Segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Sebenarnya yang dimaksudkan

oleh pasal tersebut tidak lain dari pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat

kedua belah pihak. Dan dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa orang

leluasa membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau

kesusilaan.

Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai

kontrak, tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu

perjanjian/ kontrak seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara

lain sebagai berikut:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu

perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang

(36)

bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut

dengan istilah overeenskomsrecht.19

Keseluruhan kondisi yang berkaitan dengan kegiatan transaksi pada

umumnya dituangkan di dalam suatu perjanjian/kontrak. Karena kegiatan

transaksi dilakukan dengan frekuensi yang tinggi, maka dengan sendirinya

frekuensi pembuatan perjanjian atau kontrak ini mendorong orang untuk

memikirkan kegiatan transaksi secara efektif dan efisien. Bentuk perjanjian yang

dimaksud, dewasa ini dikenal sebagai “perjanjian baku”.

Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan

anatara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian

perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.

Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang

mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perikatan

adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan

yang mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain,

dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan

hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan

perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan

yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya

hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan

kewajiban merupakan beban. hukum yang terdapat di dalam peraturan

perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.

20

19 Salim H.S,“Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,” Cet. II, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2004), hal. 3

20

(37)

Selama perkembangannya hampir setengah abad Hukum Perjanjian

Indonesia mengalam perubahan, antara lain sebagai akibat dari keputusan badan

legislatif dan eksekutif serta pengaruh dari globalisasi. Dari perkembangan

tersebut dan dalam praktek dewasa ini, perjanjian seringkali dilakukan dalam

bentuk perjanjian baku (standard contract), dimana sifatnya membatasi asas

kebebasan berkontrak. Adanya kebebasan ini sangat berkaitan dengan

kepentingan umum agar perjanjian baku itu diatur dalam undang-undang atau

setidak-tidaknya diawasi pemerintah.21

Latar belakang tumbuhnya perjanjian baku disebabkan karena keadaan

sosial ekonomi. Perusahaan besar, dan perusahaan pemerintah mengadakan kerja

sama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan mereka, ditentukan

syarat-syarat secara sepihak. Pihak lawannya (wederpartij) pada umumnya mempunyai

kedudukan lemah baik karena posisinya maupun karena ketidaktahuannya, dan

hanya menerima apa yang disodorkan. Pemakaian perjanjian baku tersebut sedikit

banyaknya telah menunjukkan perkembangan yang sangat membahayakan

kepentingan masyarakat, terlebih dengan mengingat bahwa awamnya masyarakat

terhadap aspek hukum secara umum, dan khususnya pada aspek hukum

perjanjian.22

Tujuan dari pelaku usaha dalam menerapkan perjanjian baku adalah untuk

menghemat waktu. Karena dalam hal ini tidak perlu terjadi proses tawar menawar.

Selain itu, perjanjian baku juga diterapkan untuk membuat keseragaman terhadap

21 Pengacara Online, Diakses dari http://www.pengacaraonline.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=87:asaskebebasan-berkontrak-dalam-kaitannya-dengan-perjanjian-baku-&catid=42&Itemid=53, tanggal 13 February 2011

(38)

pelayanan yang diberikan kepada konsumen. Dengan adanya perjanjian baku,

maka semua konsumen diperlakukan sama.

Meskipun memberi keuntungan dalam hal efisiensi, namun perjanjian

baku memiliki kekurangan. Yakni menempatkan konsumen dalam posisi yang

lemah. Hal ini terjadi karena yang membuat perjanjian tersebut adalah pihak

pelaku usaha. Biasanya yang bertugas untuk membuat perjanjian ini adalah staff

legal dari pelaku usaha. Seorang staff legal tentu memiliki pemahaman yang

sangat baik mengenai hukum dan mengetahui ‘celah hukum’ yang dapat

dimanfaatkan demi kepentingan pelaku usaha. 23

Karakter tersebut menyebabkan para konsumen tidak dapat melakukan

tawar menawar mengenai isi perjanjian. Dengan kata lain, pada konsumen tidak

memiliki posisi tawar menawar yang sama dengan pelaku usaha atau produsen.

Dalam banyak hal para konsumen hanya dapat menerima atau menolak isi

perjanjian yang ditetapkan sepihak oleh pelaku usaha secara keseluruhan atau

secara utuh.24

Pihak pelaku usaha cenderung membuat perjanjian baku yang akan

melindungi kepentingannya bila terjadi hal yang tidak diinginkan dan

menimbulkan potensi kerugian kepada pelaku usaha. Hal ini dapat dilihat dari

banyaknya hak pelaku usaha atau kreditur dan kewajiban debitur yang terdapat di

dalam sebuah perjanjian baku.

Satu-satunya kekuasaan yang dimiliki oleh debitur terhadap perjanjian

(39)

berarti bila debitur tidak setuju dengan ketentuan yang terdapat di dalam

perjanjian baku, maka satu-satunya pilihan yang dimiliki oleh debitur adalah

untuk tidak menerima penawaran yang diberikan oleh kreditur. Istilah kerennya

adalah ‘take it or leave it’.

Oleh karena itu, debitur dituntut untuk jeli dan sedikit rewel dalam

menanggapi penawaran dari pelaku usaha atau kreditur. Perhatikan isi perjanjian

baku dengan seksama. Salah mengartikan satu buah titik saja bisa berakibat fatal

terhadap kepentingan debitur.25

a. Pengertian Perjanjian

Adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih (Pasal 1313 KUH Perdata).

Para sarjana Hukum Perdata berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat

dalam ketentuan tersebut adalah tidak lengkap, dan terlalu luas. Tidak lengkap

oleh karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Abdul

Kadir Muhammad Menyatakan kelemahan pasal tersebut adalah sebagai berikut:26

a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal tersebut dapat diketahui dari

perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang

atau lebih”. Kata “mengikatkan diri “ sifatnya hanya datang dari satu pihak

23

Turnady, Diakses dari

24 Syahmin AK, Op.cit.. hal 141 25 Ibid

26

(40)

saja,tidak dari kedua belah pihak.Seharusnya dirumuskan saling

mengikatkan diri.jadi ada consensus antara pihak-pihak.

b. Kata “perbuatan”mencakup juga tanpa konsensus. Pengertian ”perbuatan”

termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa,tindakan

melawan hukum yang tidak mengandung consensus. Seharusnya

digunakan kata “persetujuan”

c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal

tersebut terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan,janji

kawin,yang yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang

dimaksudkan adalah hubungan antara kreditur dengan debitor dalam

lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh buku III

KUH Perdata sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan,

bukan perjanjian yang bersifat personal.

d. Tanpa menyebut tujuan mangadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak

yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.

Berjanji sesuatu berarti mengikat diri secara membebankan pada diri

sendiri suatu kewajiban untuk melakukan sesuatu.27 Hal kejujuran dan kepatuhan

dalam pelaksanaan perjanjian berhubungan erat dengan soal penafsiran dari suatu

perjanjian.28

27 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian,Cetakan ke-8 (Bandung : PT. Bale

Sumur, 1979), hal. 39

(41)

Menurut Sri Soedewi Masychon Sofyan, perjanjian adalah suatu perbuatan

hukum dimana seorang atau lebih mengkatkan dirinya terhadap seorang lain atau

lebih.29

Selain itu menurut R. Subekti, Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana

seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana orang lain saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal.30

Sedang perjanjian menurut R. Wiryono Pradjadikoro adalah suatu

perbuatan hukum dimana mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam

mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal,

sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji tersebut.31

Selanjutnya menurut KRMT Tirtadiningrat perjanjian adalah suatu

perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk

menimbulkan akibat-akibat hukum yang diperkenankan oleh undang-undang.32

Dari beberapa pengertian di atas, tergambar adanya beberapa unsur perjanjian,

yaitu :

1. Adanya pihak-pihak yang sekurang-kurangnya dua orang, Pihak-pihak

yang dimaksudkan di sini adalah subyek perjanjian yang dapat berupa

badan hukum dan manusia yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum

menurut undang-undang.

29 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perjanjian, (Yogyakarta : Yayasan Badan

Penerbit: Gadjah Mada), hal. 8

30 Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung : PT. Aditya Bakti, 1989), hal. 13 31 Wiryono Pradjadikoro, Op.cit. hal 11

(42)

2. Adanya persetujuan atau kata sepakat, Persetujuan atau kata sepakat yang

dimaksudkan adalah konsensus antara para pihak terhadap syarat-syarat

dan obyek yang diperjanjikan.

3. Adanya tujuan yang ingin dicapai, Tujuan yang ingin dicapai dimaksudkan

di sini sebagai kepentingan para pihak yang akan diwujudkan melalui

perjanjian.

4. Adanya prestasi atas kewajiban yang akan dilaksanakan, Prestasi yang

dimaksud adalah sebagai kewajiban bagi pihak-pihak untuk

melaksanakannya sesuai dengan apa yang disepakati.

5. Adanya bentuk tertentu, Bentuk tertentu yang dimaksudkan adalah

perjanjian yangdibuat oleh para pihak harus jelas bentuknya agar dapat

menjadi alat pembuktian yang sah bagi pihak-pihak yang mengadakan

perjanjian.

6. Adanya syarat-syarat tertentu, Syarat-syarat tertentu yang dimaksud adalah

substansi perjanjian sebagaimana yang telah disepakati oleh para pihak

dalam perjanjian yang antara satu dengan yang lainnya dapat menuntut

pemenuhannya.

Suatu perjanjian tertentu berupa rangkaian kata-kata sebagai gambaran

dari suatu perhubungan antara kedua belah pihak. Seperti halnya dengan

perbuatan kedua belah pihak maka gambaran ini tidak ada yang sempurna. Kalau

orang mulai melaksanakan perjanjian itu, timbullah bermacam-macam persoalan

(43)

nampak pada alam pemikiran dan akan perasaan kedua belah pihak. Disitulah

letak kejujuran dan kepatuhan yang harus dikejar dalam melaksanakan

perjanjian.33

b. Syarat Sahnya Perjanjian

Bagi kebanyakan orang kata perjanjian atau “contract” menjelaskan suatu

kunjungan ke kantor penasihat hokum dan di sana menandatangani surat resmi

yang mengandung bahasa yang tidak dapat dipahami. Anggapan ini jauh dari

kebenaran. Kebanyakan orang membuat perjanjian setiap hari dalam

kehidupannya, biasanya tanpa disadari. Setiap kali mereka membeli suatu barang,

atau membayar suatu jasa seperti memotong rambut, mereka sebenarnya

melakukan suatu perjanjian, sedangkan soal-soal yang berhubungan dengan

pekerjaan mereka, seperti liburan, upah, jam kerja, sebagian diatur oleh perjanjian

yang telah mereka buat bersama dengan majikan mereka.34

Anggapan lain yang dikenal ialah bahwa suatu perjanjian harus dibuat

secara tertulis. Hal ini sebenarnya tidaklah demikian, kecuali dalam hal-hal

tertentu yang telah diatur oleh undang-undang. Kebanyakan perjanjian dibuat

secara lisan. Mungkin sebagian orang sangat memerlukan supaya perjanjian itu

dibuat secara tertulis untuk jangka waktu tertentu dan ini banyak dipersoalkan,

atau untuk jangka waktu yang lama tetapi ini hanya untuk tujuan praktis mengenai

pembuktian, dan biasanya menurut hukum tidak perlu.

33 Wirjono Prodjodikoro, Op.cit hal. 84 34

(44)

Suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh

hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha,

dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang, seperti jual beli barang,

tanah, pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang, pembentukan organisasi

usaha, dan sebegitu jauh menyangkut juga tenaga kerja.35

Hukum tidak akan mengakui semua perjanjian. Hukum perjanjian

terutama berkenaan dengan pemberian suatu kerangka sehingga usaha dapat

berjalan; jika perjanjian dapat dilanggar dengan bebas tanpa hukuman,

orang-orang yang tidak bermoral dapat menciptakan kekacauan.36 Dalam Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat yang terdapat pada setiap perjanjian,

dengan dipenuhinya syarat-syarat tersebut maka suatu perjanjian dapat berlaku

sah. Adapun keempat syarat tersebut adalah:37 1. Sepakat mereka yang mengadakan perjanjian

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu

perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang

membuatnya. Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari

bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut

35 Ibid. hal. 93

36 Ibid. hal. 93-94 37

(45)

dengan istilah overeenskomsrecht. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan

anatara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian

perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.

Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang

mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perikatan

adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan

yang mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain,

dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan

hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan

perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan

yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya

hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan

kewajiban merupakan beban. hukum yang terdapat di dalam peraturan

perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.

Keempat syarat tersebut dapat dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu :38

1. Syarat subyektif, yaitu suatu syarat yang menyangkut pada subyek-subyek

perjanjian itu, atau dengan kata lain syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh

mereka yang membuat perjanjian, dimana dalam hal ini meliputi

kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan pihak yang

membuat perjanjian itu. Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif

38

(46)

dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu ada tetapi dapat dimintakan

pembatalan oleh salah satu pihak.

2. Syarat obyektif, yaitu syarat yang menyangkut pada obyek perjanjian. Ini

meliputi suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Apabila syarat

obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum

dengan kata lain batal sejak semula dan dianggap tidak pernah ada

perjanjian.

c. Asas-asas Hukum Perjanjian

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan dalam hal

membuat perjanjian (beginsel der contracts vrijheid). Asas ini dapat disimpulkan

dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari pernyataan

bahwa setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. Tetapi dari pasal ini

kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat

perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Orang

tidak saja leluasa untuk mebuat perjanjian apa saja, bahkan pada umumnya juga

diperbolehkan mengeyampingkan peraturan-peraturan yang termuat dalam KUH

Perdata. Sistem tersebut lazim disebut dengan sistem terbuka (openbaar system).

Sepakat mereka yang mengikatkan diri adalah suatu esensial dari Hukum

(47)

menentukan “ada”nya (raison d’etre, het bestaanwarde) perjanjian.39 Asas konsensualisme yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengandung arti

“kemauan” (will) para pihak untuk saling berpartisipasi, ada kemauan untuk saling

mengikatkan diri.40 Kemauan ini membangkitkan kepercayaan (vertrouwen) bahwa perjanjian itu dipenuhi. Asas kepercayaan ini merupakan nilai etis yang

bersumber pada moral. Manusia terhormat akan memelihara janjinya.

b. Asas Itikad Baik

Dalam hukum perjanjian dikenal asas itikad baik, yang artinya bahwa

setiap orang yang membuat suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.

Asas itikad baik ini dapat dibedakan atas itikad baik yang subyektif dan itikad

baik yang obyektif. Itikad baik dalam pengertian yang subyektif dapat diartikan

sebagai kejujuran seseorang atas dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu

apa yang terletak pada sikap bathin seseorang pada saat diadakan suatu perbuatan

hukum. Sedang Itikad baik dalam pengertian yang obyektif dimksudkan adalah

pelaksanaan suatu perjanjian yang harus didasarkan pada norma kepatutan atau

apa yang dirasakan patut dalam suatu masyarakat.

c. Asas Pacta Sun Servanda

Asas Pacta Sun Servanda adalah suatu asas dalam hukum perjanjian yang

berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara

39 Mariam Darus Badruldjaman, Kompilasi Hukum Perikatan (dalam rangka

Memperingati Memasuki Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun), (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 83

(48)

sah oleh para pihak adalah mengikat bagi mereka yang membuat seperti kekuatan

mengikat suatu undang-undang, artinya bahwa perjanjian yang dibuat secara sah

oleh para piha akan mengikat mereka seperti undang-undang. Dengan demikian

maka pihak ke tiga bisa menerima kerugian karena perbuatan mereka dan juga

pihak ketiga tidak menerima keuntungan karena perbuatan mereka itu, kecuali

kalau perjanjian itu termasuk dimaksudkan untuk pihak ke tiga. Asas ini dalam

suatu perjanjian dimaksudkan tidak lain adalah untuk mendapatkan kepastian

hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu.

Kalaulah diperhatikan istilah perjanjian pada pasal 1338 KUH Perdata,

tersimpul adannya kebebasan berkontrak yang artinya boleh membuat perjanjian,

baik perjanjian yang sudah diatur dalah KUH Perdata maupun dalam Kitab

Undang-undang Hukum dagang atau juga perjanjian jenis baru, berarti di sini

tersirat adanya larangan bagi hukum untuk mencampuri isi dari suatu perjanjian.

Adapun tujuan dari asas ini adalah untuk memberikan perlindungan kepada para

konsumen bahwa mereka tidak perlu khawatir akan hak-haknya karena perjanjian

karena perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang

membuatnya.

Dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata kita ambil dari kalimat “berlaku

sebagai Undang-Undang bagi yang membuatnya”. Perjanjian yang dibuat secara

sah , apabila telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang ditentukan dalam

pasal 1320 KUH pedata. Perjanjian tersebut mempunyai kekuatan yang mengikat

para pembuat dan pemakainya. Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata menentukan

(49)

belah pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk

itu “. Para pihak yang telah melakukan perjanjian berdasarkan kata sepakat harus

melaksanakan apa yang telah disepakatinya. Pelanggaran oleh salah satu pihak

terhadap isi perjanjian dapat diajukan oleh pihak lainnya atas dasar wanprestasi

pihak lawan.

d. Asas Konsensuil

Asas ini berkaitan dengan lahirnya suatu perjanjian. Kata

“konsensualisme” berasal dari bahasa latin consensus berarti sepakat. Jadi yang

dimaksud Asas konsensualisme adalah bahwa perjanjian itu terjadi karena adanya

kata sepakat/kehendak yang bebas dari para pihak yang membuat perjanjian

mengenai isi/pokok perjanjian.41

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, menyebutkan bahwa : “ Semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya “. Didalam pasal tersebut dijumpai asas konsensualisme yang

terdapat pada kata “…perjanjian yang dibuat secara sah…” yang menunjukkan

pada pasal 1320 KUH Perdata,terutama butir 1 yaitu sepakat mereka yang

mengikatkan dirinya.

Maksud dari asas ini ialah bahwa suatu perjanjian cukup ada suatu kata

sepakat dari mereka yang membuat perjanjian tanpa diikuti oleh perbuatan hukum

lain, kecuali perjanjian yang bersifat formil. Ini jelas sekali terlihat pada

41 Wirjono Prodjodikoro, Pokok-Pokok Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan

Referensi

Dokumen terkait