• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Dengan Pertamina Dalam Kontrak Codolite (Di SPBU 14201101 Simpang Limun Medan )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Dengan Pertamina Dalam Kontrak Codolite (Di SPBU 14201101 Simpang Limun Medan )"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

(DI SPBU 14201101 SIMPANG LIMUN MEDAN )

TESIS

Oleh

Grace Margaretha Ginting

097011051

MAGISTER KENOTARIATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

PT. Pertamina adalah sebuah perusahaan milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang usaha pertambangan dan energi. Dalam pelaksanaan pendistribusian BBM/BBK atau produk lain PT. Pertamina langsung kepada konsumen diwilayah Republik Indonesia, ada yang secara langsung didistribusikan oleh PT. Pertamina melalui SPBU yang dimilikinya dan ada juga disalurkan oleh SPBU yang dimiliki oleh pihak swasta. Dalam kaitan pendistribusian pada pihak swasta ini maka oleh PT. Pertamina melakukan kerjasama dengan pihak swasta yang diikat dalam suatu perjanjian kerjasama antara PT. Pertamina dengan pengelola SPBU dalam suatu kontrak yang dinamakan DODO (Dealer Own Dealer Operate) dan CODOLite ( Company Own Dealer Operate). Dalam tesis ini penulis membatasi diri menguraikan untuk kontrak CODOLite di dalam pengelolaan pendistribusian BBM/BBK secara langsung kepada konsumen (masyarakat). Perjanjian CODOLite merupakan program yang dikembangkan oleh PT. Pertamina dalam rangka usaha meningkatkan pelayanannya, PT. Pertamina memberikan program pengembangan sarana kepada retail outlet SPBU yang prasarananya kurang memadai, agar SPBU tersebut lebih maju dan meningkat yaitu dengan cara menempatkan sejumlah alat yang mendukung pengoperasian kinerja SPBU sesuai dengan standart Internasional. Tentu saja didalam pelaksanaan perjanjian kerjasama CODOLite ini membuka peluang terjadinya wanprestasi baik yang dilakukan oleh PT. Pertamina atau pihak SPBU.

Berdasarakan latar belakang dari kasus yang diteliti maka permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan perjanjiaan kerjasama pengusahaan SPBU dengan PT. Pertamina dalam kontrak CODOLite, bagaimana pelaksanaan pengusahaan SPBU antara PT. Pertamina dalam kontrak CODOLite dan apa saja hambatan yang timbul pada pelaksanaan pengusahaan SPBU dalam kontrak CODOLite.

Metode penelitian dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Sumber data diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan informan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah studi dokumen dan wawancara, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

(3)

BBM/BBK atau produk lain dengan menggunakan alat ukur PT. Pertamina dan harga penjualan BBM/BBK ditetapkan melalui Kepres dan pihak PT. Pertamina

(4)

ABSTRACT

PT. Pertamina is a state-owned enterprise engaged in the mining and energy businesses. In the implementation of fuel or other product distribution, PT. Pertamina directly distributes it to the consumers in Indonesia through the gas stations either belongs to PT.Pertamina or private sector. In terms of fuel distribution done by private sector, PT. Pertamina cooperates with the private sector tied into a cooperation agreement between PT.Pertamina and gas station managers in a contract called DODO (Dealer Own Dealer Operate) and CODOLite (Company Own Dealer Operate). This study looked at the CODOLite contract in the management of the direct fuel distribution to the consumers. CODOLite agreement is a program developed by PT. Pertamina to improve its service. PT. Pertamina provides a facility development program to retail outlet gas stations with inadequate infrastructure through the provision of a number of equipment supporting the operational performance of the gas stations in order to match the international standards. Of course, in the implementation of CODOLite cooperation agreement, both parties, either PT. Pertamina or the gas stations, may break what they have agreed in the agreement.

Based on the condition mentioned above, the purpose of this descriptive study with normative juridical approach was to find out and analyze what rights and responsibilities each party involved had in the implementation of the cooperation agreement in running the gas stations with PT.Pertamina under CODOLite contract, how the gas station business was implemented in the CODOLite contract between PT.Pertamina and the gas station managers, and what barriers that arise in the implementation of gas station business in the CODOLite contract are.

The data used in this study were primary data obtained through the interviews with informants and secondary data in the form of primary, secondary and tertiary legal materials obtained through documentation study. The data obtained were analyzed through qualitative method.

The result of this study showed that the CODOLite cooperation agreement unilaterally set by PT. Pertamina is the standard contract which must be obeyed by the gas station manager. According to the CODOLite contract, the gas station has the right to use the trademark, product or the refueling equipment belongs to PT. Pertamina placed by PT. Pertamina there. The gas station maintains the refueling equipment belongs to PT.Pertamina and the profit gained by the gas station is in accordance with the margin set by PT. Pertamina. PT. Pertamina must deliver fuel or other product by using the measuring instrument belongs to PT.Pertamina and the selling price of fuel is set through Presidential Decree and by PT.Pertamina.

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...

DAFTAR ISI ... i

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Permasalahan ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12

1. Kerangka Teori ... 12

2. Kerangka Konsepsi ... 26

G. Metode Penelitian ... 29

1. Jenis Penelitian ... 29

2. Sifat Penelitian ... 29

3. Sumber Data ... 29

4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 31

5. Analisis Data ... 32

BAB II KESEIMBANGAN HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK

DALAM PERJANJIAN KERJASAMA PENGUSAHAAN SPBU

(6)

A. Deskriptif Mengenai Pertamina ... 33

B. Bentuk-Bentuk Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU CODOLite ... 41

C. Syarat-Syarat atau Prosedur Pendirian SPBU CODOLite ... 47

D. Jangka Waktu Dan Pengakhiran Perjanjian ... 52

E. Hak dan Kewajiban Para Pihak ... 56

BAB III PELAKSANAAN KONTRAK SPBU DENGAN PT. PERTAMINA DALAM KONTRAK CODOLite A. Pelaksanaan Kontrak SPBU CODOLite dengan PT. Pertamina ... 61

B. Prosedur Penyerahan BBM dan BBK Serta Perhitungan Mutu Jumlah BBM dan BBK yang diserahkan ... 69

1. Tata Cara Prosedur Penyerahan BBM dan BBK ... 69

2. Jumlah dan Mutu BBM ... 72

C. Kerjasama Pengembangan Bisnis NFR (Non Fuel Retail ... 72

D. Keselamatan dan Keamanan SPBU ... 78

E. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak ... 79

1. Perlindungan Hukum Bagi Pengelola SPBU ... 80

2. Perlindungan Hukum Bagi PT. Pertamina ... 83

F. Prosedur Pengalihan Kepemilikan SPBU CODOLite ... 85

BAB IV MASALAH YANG TIMBUL PADA PELAKSANAAN PENGUSAHAAN SPBU DALAM KONTRAK CODOLite A. Hambatan Pada Pelaksanaan Pengusahaan SPBU CODOLite ... 88

(7)

C. Asuransi Kebakaran Pada SPBU CODOLite ... 102 D. Upaya Penyelesaian Perselisihan ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 108 B. Saran ... 110

(8)

ABSTRAK

PT. Pertamina adalah sebuah perusahaan milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang usaha pertambangan dan energi. Dalam pelaksanaan pendistribusian BBM/BBK atau produk lain PT. Pertamina langsung kepada konsumen diwilayah Republik Indonesia, ada yang secara langsung didistribusikan oleh PT. Pertamina melalui SPBU yang dimilikinya dan ada juga disalurkan oleh SPBU yang dimiliki oleh pihak swasta. Dalam kaitan pendistribusian pada pihak swasta ini maka oleh PT. Pertamina melakukan kerjasama dengan pihak swasta yang diikat dalam suatu perjanjian kerjasama antara PT. Pertamina dengan pengelola SPBU dalam suatu kontrak yang dinamakan DODO (Dealer Own Dealer Operate) dan CODOLite ( Company Own Dealer Operate). Dalam tesis ini penulis membatasi diri menguraikan untuk kontrak CODOLite di dalam pengelolaan pendistribusian BBM/BBK secara langsung kepada konsumen (masyarakat). Perjanjian CODOLite merupakan program yang dikembangkan oleh PT. Pertamina dalam rangka usaha meningkatkan pelayanannya, PT. Pertamina memberikan program pengembangan sarana kepada retail outlet SPBU yang prasarananya kurang memadai, agar SPBU tersebut lebih maju dan meningkat yaitu dengan cara menempatkan sejumlah alat yang mendukung pengoperasian kinerja SPBU sesuai dengan standart Internasional. Tentu saja didalam pelaksanaan perjanjian kerjasama CODOLite ini membuka peluang terjadinya wanprestasi baik yang dilakukan oleh PT. Pertamina atau pihak SPBU.

Berdasarakan latar belakang dari kasus yang diteliti maka permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan perjanjiaan kerjasama pengusahaan SPBU dengan PT. Pertamina dalam kontrak CODOLite, bagaimana pelaksanaan pengusahaan SPBU antara PT. Pertamina dalam kontrak CODOLite dan apa saja hambatan yang timbul pada pelaksanaan pengusahaan SPBU dalam kontrak CODOLite.

Metode penelitian dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Sumber data diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan informan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah studi dokumen dan wawancara, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

(9)

BBM/BBK atau produk lain dengan menggunakan alat ukur PT. Pertamina dan harga penjualan BBM/BBK ditetapkan melalui Kepres dan pihak PT. Pertamina

(10)

ABSTRACT

PT. Pertamina is a state-owned enterprise engaged in the mining and energy businesses. In the implementation of fuel or other product distribution, PT. Pertamina directly distributes it to the consumers in Indonesia through the gas stations either belongs to PT.Pertamina or private sector. In terms of fuel distribution done by private sector, PT. Pertamina cooperates with the private sector tied into a cooperation agreement between PT.Pertamina and gas station managers in a contract called DODO (Dealer Own Dealer Operate) and CODOLite (Company Own Dealer Operate). This study looked at the CODOLite contract in the management of the direct fuel distribution to the consumers. CODOLite agreement is a program developed by PT. Pertamina to improve its service. PT. Pertamina provides a facility development program to retail outlet gas stations with inadequate infrastructure through the provision of a number of equipment supporting the operational performance of the gas stations in order to match the international standards. Of course, in the implementation of CODOLite cooperation agreement, both parties, either PT. Pertamina or the gas stations, may break what they have agreed in the agreement.

Based on the condition mentioned above, the purpose of this descriptive study with normative juridical approach was to find out and analyze what rights and responsibilities each party involved had in the implementation of the cooperation agreement in running the gas stations with PT.Pertamina under CODOLite contract, how the gas station business was implemented in the CODOLite contract between PT.Pertamina and the gas station managers, and what barriers that arise in the implementation of gas station business in the CODOLite contract are.

The data used in this study were primary data obtained through the interviews with informants and secondary data in the form of primary, secondary and tertiary legal materials obtained through documentation study. The data obtained were analyzed through qualitative method.

The result of this study showed that the CODOLite cooperation agreement unilaterally set by PT. Pertamina is the standard contract which must be obeyed by the gas station manager. According to the CODOLite contract, the gas station has the right to use the trademark, product or the refueling equipment belongs to PT. Pertamina placed by PT. Pertamina there. The gas station maintains the refueling equipment belongs to PT.Pertamina and the profit gained by the gas station is in accordance with the margin set by PT. Pertamina. PT. Pertamina must deliver fuel or other product by using the measuring instrument belongs to PT.Pertamina and the selling price of fuel is set through Presidential Decree and by PT.Pertamina.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa berupa wilayah yang luas, berkedudukan pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera, dengan kondisi alam yang memiliki banyak keunggulan, serta kaya akan keanekaragaman sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.

Salah satu sumber daya alam yang sangat besar pengaruhnya bagi kepentingan bangsa Indonesia adalah minyak bumi dan gas bumi. Minyak bumi dan gas bumi merupakan salah satu sumber devisa negara yang penting dalam kegiatan pembangunan nasional, dimana pembangunan nasional tersebut dilaksanakan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat, saling menunjang dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur, yang merata dalam segi materil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Mengingat bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis yang tidak terbarukan yang dikuasai negara dan merupakan komoditas vital yang terpenting, maka pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.1

1

(12)

Minyak bumi dan gas bumi termasuk dalam golongan bahan galian yang strategis bagi negara. Penggolongan tersebut termuat dalam pengaturan mengenai bahan galian, yaitu PP Nomor 27 Tahun 1980 tentang Pengelolaan Bahan Galian, yang pada intinya membagi bahan galian menjadi tiga golongan, yaitu: 2

1. Golongan A : golongan bahan galian yang strategis. 2. Golongan B : golongan bahan galian yang vital.

3. Golongan C : golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan bahan galian A dan B

Perkembangan dunia usaha di Indonesia ditunjangi oleh berbagai sektor. Salah satu diantaranya adalah sektor minyak dan gas (migas). Sektor ini memegang peranan yang sangat penting dan strategis untuk pembangunan. Di samping itu pula sektor ini dibutuhkan oleh manusia sebagai sumber energi ekonomi nasional demi peningkatan pendapatan negara dan taraf hidup masyarakat sehingga oleh negara menetapkannya sebagai bahan galian tambang golongan A, yaitu bahan galian yang strategis bagi negara berdasarkan penggolongan bahan galian tambang yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 Tentang Penggolongan Bahan Galian Tambang sebagai Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun1967.

Seiring dengan perkembangan industrialisasi dan globalisasi serta kecenderungan peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat maka kebutuhan akan

2

(13)

energi terus meningkat. Bangsa Indonesia pun menyadari akan pentingnya hal ini seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945Pasal 33 Ayat (3) yang pada dasarnya adalah segala kekayaan nasional dipelihara untuk kemakmuran rakyat. Kemudian negara dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi mendelegasikan pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumikepada perusahaan milik negara yang selanjutnya menjadi alasan diundangkannya Undang Nomor 8 Tahun 1971 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1974 dan Keppres Nomor 22 Tahun 1981 bahwa PT. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara, untuk selanjutnya dalam tulisan ini disebut PT. Pertamina dengan diberi kepercayaan oleh negara sebagai satu-satunya perusahaan negara yang mengelola minyak, gas dan panas bumi, yang tugas utamanya adalah sebagai berikut :

1. Melaksanakan pengusahaan minyak, gas bumi, dan panas bumi dengan tujuan memperoleh hasil yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan negara.

2. Mengadakan dan melayani kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi serta mengusahakan panas bumi untuk keperluan konsumsi dalam negeri. 3. Menyediakan bahan baku yang berasal dari minyak dan gas bumi bagi

perkembangan dan pertumbuhan industri dalam negeri.

(14)

mengelola sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Untuk Umum (untuk selanjutnya dalam tulisan ini disebut SPBU) demi melayani kebutuhan masyarakat untuk menunjang kelancaran proses pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan Bakar Khusus (selanjutnya disebut BBK), dan pelumas kepada masyarakat.

PT. Pertamina dalam kegiatannya memiliki 3 jenis Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum ( SPBU ), yaitu meliputi :3

1. COCO ( Company Own Company Operate )

Yaitu SPBU yang dimiliki dan dioperasikan sepenuhnya oleh pihak PERTAMINA.

2. DODO ( Dealer Own Dealer Operate )

Yaitu SPBU yang dimiliki dan dioperasikan oleh pengusaha SPBU tersebut. 3. CODOLite ( Company Own Dealer Operate )

Yaitu SPBU yang dimiliki oleh pengusaha SPBU tersebut dan PERTAMINA memberikan bantuan pengembangan sarana kepada SPBU tersebut agar lebih maju dan meningkat.

Pada perjanjian SPBU CODOLite dimana pihak pertama selaku PT. Pertamina akan menempatkan peralatan SPBU sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian kerjasama kepada pihak kedua selaku pemilik SPBU yang bernama Rosdiana Tamba, dimana peralatan yang ditempatkan oleh pihak PT. Pertamina

3

(15)

sebagai bagian peralatan SPBU yang dikelola dan dioperasikan oleh pihak kedua dengan sebaik – baiknya.

Peralatan SPBU milik pertamina yang ditempatkan pada SPBU tersebut yaitu sebagai berikut :4

1. Tanki Timbun

Yaitu tanki untuk menyimpan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Bahan Bakar Khusus (BBK).

2. Catodie Protection

Yaitu sumur pantau untuk melihat adanya kebocoran tanki timbun apa tidak. 3. Dispensing Pump

Yaitu pompa dispenser minyak. 4. Submersible Turbine Pump

Yaitu turbin pompa atau penggerak dari tanki ke dispenser. 5. Sistem Pipa BBM

Yaitu pipa yang menyalurkan minyak dari dispenser ke kendaraan bermotor. 6. Aksesoris Tanki dan Dispenser

Yaitu tanki SUMP (pipa tempat bongar minyak dari mobil tangki), sumur pantau, dan tangki bongkar.

7. Signage Double Pole

Yaitu plakat nama produk di atas dispenser, atau tempat lambang PERTAMINA.

4

(16)

Dalam hal ini pihak PT. Pertamina bersedia untuk bekerjasama dengan pihak SPBU untuk menyalurkan dan memasarkan Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan Bakar Khusus (BBK) serta produk lain seperti berupa avigas, avtur, premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar dengan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2001 Tentang Migas.

Sedangkan produk-produk non BBM antara lain berupa LPG, LNG chemical, pelumas, aspal dan lain-lainnya yang disediakan dan dijual oleh pihak pertama melalui SPBU CODOLite yang dioperasikan oleh pihak SPBU dengan tepat, cepat, tertib dan aman serta telah memenuhi tata cara prosedur administrasi dalam pendirian dan pengoperasian SPBU yang telah ditetapkan oleh pihak PT. Pertamina.

Dalam pegusahaan SPBU CODOLite dan PT. Pertamina dapat juga mengembangkan Bisnis NFR (Non Fuel Retail), yaitu unit usaha yang berdiri dan beroperasi dan menjual produk atau jasa selain BBM dan BBK di areal SPBU yang harus mengikuti ketentuan yang ditetapkan dan disetujui oleh pihak PT. Pertamina. Bisnis NFR terdiri dari 2 (dua) kategori, yaitu:5

1. Bisnis NFR yang ditetapkan oleh pihak PERTAMINA

Yaitu merupakan unit usaha yang menggunakan brand atau merek PT. Pertamina.

Contoh: Service Station yang menyediakan spare part, pelumas, baterai,

service ringan atau sampai dengan medium untuk kendaraan bermotor.

5

(17)

2. Bisnis NFR Komplementer

Yaitu unit usaha dalam areal SPBU yang memiliki format bisnis berbeda dengan yang ditetapkan oleh pihak PT. Pertamina serta menggunakan brand atau merek tertentu.

Contoh: Coffe Bean, Kentucky Fried Chicken, Century, A & W, Texas, Dunkin Donuts dan sebagainya.

Perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU ini terkadang terdapat beberapa perbuatan wanprestasi, yaitu seperti takaran unit pompa yang dikurangin oleh pihak pemilik SPBU yang curang, merekayasa takaran minyak pada Dispensing Pump, menjual produk pesaing PT. Pertamina seperti produk-produk yang mereknya selain produksi barang produksi PT. Pertamina, dan sebagainya yang kemudian akibat wanprestasi yang dilakukan oleh pengelola SPBU mendapat sanksi pelanggaran akibat wanprestasinya tersebut. Sanksi tersebut seperti pemberiaan surat peringatan kepada pihak SPBU, pengambil alihan pengelolaan SPBU dan pengakhiran perjanjian secara sepihak oleh PT. Pertamina.

(18)

bencana alam.6 Dimana dalam hal ini paa pihak tidak dapat menuntut ganti rugi atau harus bertanggung jawab atas kegagalan atau keterlambatan dalam melaksanakan kewajibannya yang disebabkan hal-hal diluar kemampuan kontrol oleh para pihak.

Pihak SPBU walaupun terikat kontrak yang baku dengan PT. Pertamina, dapat melakukan pengalihan kepemilikan SPBU atau dengan kata lain memiliki keinginan untuk memindah tangankan kepemilikan SPBU secara sebagian atau keseluruhan SPBU CODOLite tersebut dengan terlebih dahulu memberi pemberitahuan tertulis kepada pihak PT. Pertamina dan pengalihan kepemilikan dapat dilakukan apabila PERTAMINA memberi jawaban tertulis.

Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, maka untuk dapat lebih mengetahui perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU CODOLite penulis merasa tertarik untuk mengambil judul : “Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Dengan

PERTAMINA Dalam Kontrak CODOLite ( Di SPBU 14201101 Simpang Limun

Medan ).”

B. Perumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik pokok permasalahan yang akan menjadi dasar dalam penyusunan tesis ini. Perumusan masalah dalam suatu penelitian

6

(19)

sangat penting keberadaanya karena akan diteliti. Adapun pokok permasalahan yang akan dirumuskan, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana keseimbangan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU dalam Kontrak CODOLite?

2. Bagaimana pelaksanaan kontrak SPBU dengan PT. Pertamina dalam Kontrak CODOLite?

3. Apa sajakah masalah yang timbul pada pelaksanaan pengusahaan SPBU dalam Kontrak CODOLite?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian yang terdapat pada perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui keseimbangan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU dalam Kontrak CODOLite.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan kontrak SPBU dengan PT. Pertamina dalam Kontrak CODOLite.

(20)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan penentu apakah penelitian itu berguna atau tidak, mempunyai nilai atau tidak. Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, maka penulis menghendaki manfaat penelitian sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum pada umumnya, dan hukum perdata pada khususnya.

b. Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti. c. Dapat digunakan untuk menambah referensi sebagai bahan acuan bagi

penelitian yang akan datang apabila sama bidang penelitiannya dengan yang penyusun teliti.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini.

(21)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelitan dan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitan yang sudah ada, khususnya dilingkungan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul “Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Dengan

PERTAMINA Dalam Kontrak CODOLite ( Di SPBU 14201101 Simpang Limun

Medan )” belum ada yang membahasnya.

Dengan demikian penelitian ini adalah asli adanya dan secara akademis dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun ada peneliti-peneliti terdahulu yang pernah melakukan penelitian mengenai masalah perjanjian SPBU dengan PT. Pertamina, namun menyangkut judul dan substansi pokok permasalahan sangat jauh berbeda dengan penelitian ini.

Adapun penelitian yang berkaitan dengan perjanjian SPBU dengan Pertamina tersebut pernah dilakukan adalah : Tengku Ninoy Rafina, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana USU, tahun 2010, dengan judul : “Analisis Tentang Perjanjian SPBU Antara PT. Pertamina (Persero) dengan pengusahaan SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan”.

Dengan permasalahan yang dibahas adalah:

(22)

2. Bagaimana upaya penyelesaian di dalam isi perjanjian kerjasama jika terjadi sengketa?

Jika dibandingkan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian ini, baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Dengan demikian maka penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta.7

Landasan teori merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data. Teori merupakan alur penalaran atau logika (flow of reasoning/logic), terdiri dari seperangkat konsep atau variabel, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis.8 Konsep mengekspresikan suatu abstraksi yang

7

Ensiklopedia Bebas, Wikipedia Bahasa Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/teori, diakses 6 Januari 2010.

8

(23)

terbentuk melalui generalisasi dari pengamatan terhadap fenomena (obyek, kejadian, atribut atau proses).9

Otje Salman dan Anton F. Susanto menyimpulkan pengertian teori menurut pendapat dari berbagai ahli, yaitu teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang di samping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.10 Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.11 Bagi semua ahli, teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba segala maksimal untuk memenuhi cerita tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.12

Perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.13 Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau prses tertentu terjadi dan suatu tertentu harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan kebenarannya.14 Menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini

9

Kerlinger, Definisi Teori, http://www.pdf-search-engine.com/definisi-teori-pdf.html, diakses 6 Januari 2010.

10

H. R. Otje Salman S dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal. 21.

11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 6 12

Otjie Salman d an Anthon F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali , Refika Aditama, Bandung, 2007

13

Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 6 14

(24)

tidak lepas dari teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri.15

Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan segala spesifik untuk proses tertentu terjadi16, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.17 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.18

Snelbecker mendefinisikan teori sebagai perangkat roposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena.19

Kerangka teori bertujuan untuk menyajikan berbagai cara mengorganisasikan dan mengimplementasikan hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil terdahulu.20 Kerangka teori juga berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan meghadapkannya pada fakta – fakta yang dapat menunjukkan kebenaran.

15

W. Friedman, Teori dan Filsafat Umum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hal. 2 16

J.J. JM. Wuisaman, Op.Cit, hal. 204. 17

Ibid, hlm. 316 18

M. Solly Lubis, Filsafat ilmu dan Penelitian, Cetakan ke I, (Bandung : Mandar Maju ), 1994, hal.80.

19

Snelbecker dan Lexy J, Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal.34-35.

20

(25)

Menurut M. Solly Lubis bahwa teori merupakan penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetap merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu hukum merupakan suatu penjelasan rasional yang bersesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan walau bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.21 Teori yang digunakan merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis, dimana kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.22

Teori dalam kata lain merupakan ungkapan mengenai hubungan kausal yang logis antara perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka berfikir (Frame of Thinking) dalam memahami serta menangani segala permasalahan yang timbul dalam bidang tersebut.23 Penetapan suatu kerangka teori merupakan suatu keharusan dalam penelitian. Hal ini disebabkan, kerangka teori digunakan sebagai landasan berpikir untuk menganalisis permasalahan yang dibahas dalam tesis ini, yaitu mengenai pelaksanaan perjanjian SPBU CODOLite dengan PT. Pertamina.

21

Ibid, hal 27 22

Ibid hal. 80 23

(26)

Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan sebagaimana diatur dalam pasal 1324 KUH Perdata yang berbunyi “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu”.

Subekti dalam bukunya mengenai Hukum Perjanjian menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.24 Selanjutnya bahwa suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu.

Perjanjian yakni suatu sikap tindak hukum dari para pihak yang mengadakan nya dan Perikatan yakni hubungan hukum yang timbul bagi para pihak dari persetujuan.25

Mariam Daruz Badrulzaman, mengatakan pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan.26 Oleh sebab itu perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum, dimana kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang-undang para pihak.27

Salah satu unsur penting perjanjian adalah persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha,

24

R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta. 1979, hal.1 25

A.Ridwan Halim, Filsafat Hukum, PT . Angky Pelita Studyways, Jakarta ,hal.98

26

Mariam Daruz Badrulzaman, Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, hal. 89.

27

(27)

dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang, terutama yang berkenaan dengan pemberian suatu kerangka dalam mana usaha dapat berjalan dengan lancar dan tertib, jika perjanjian dapat dilanggar dengan bebas tanpa hukuman, maka orang- orang yang tidak bermoral dapat menciptakan kekacauan. Dalam buku II KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), hukum kontrak atau perjanjian se lain mempunyai asas bebas tetapi tertib , juga mempunyai ciri tersendiri yaitu adanya asas konsensusalisme. Dikatakan bebas karena siapapun boleh menentukan materi apa yang diperjanjikan dalam perjanjian. Dikatakan tertib karena isi materi perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan syarat-syarat yang tercantum dalam ketentuan perundang-undangan (pasal 1338 KUH-Perdata). Disebut adanya ciri khusus asas konsensualisme karena dengan lisan saja (tanpa diikuti pemindahan fisik) perjanjian sudah dianggap sah demi hukum dan baru dapat dibatalkan bila ada hal-hal yang dianggap tidak tepat menurut hukum.28

Kontrak merupakan perjanjian yang dibuad secara tertulis, maka syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu sebagai berikut :29

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian.

Suatu kesepakatan kehendak terhadap suatu kontrak dimulai dari adanya unsur penawaran (offer) oleh salah satu pihak, diikuti oleh penerimaan penawaran (acceptance) dari pihak lainnya, yang terutama untuk kontrak-kontrak bisnis

28

Hanifah Wiknyosastro, Penelitian Kontrak ( Dagang ) Yang Bersifat Nasional dan Internasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1988, hal 14.

29

(28)

kerapkali dilakukan secara tertulis.30 Adakalanya, kesepakatan suatu kontrak yang ditandai dengan penandatanganan kontrak dilakukan tidak berdasarkan keinginan salah satu pihak, misalnya karena ada kekhilafan, paksaan, atau penipuan (Pasal 1321 KUH Perdata), untuk hal tersebut harus diingat bahwa masing-masing pihak harus mendasari pembuatan perjanjian dengan adanya itikad baik (Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata) dan juga harus sesuai dengan kepatutan, kebiasaan dan undang-undang (Pasal 1339 KUH Perdata).

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

Menurut Pasal 1330 KUH Perdata, semua orang cakap (berwenang) membuat kontrak kecuali mereka yang tergolong sebagai berikut yaitu orang yang belum dewasa, orang yang ditempatkan di bawah pengampuan, wanita bersuami, dan orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan tertentu. Suatu hal tertentu. Hal tertentu adalah hal yang merupakan obyek dari suatu kontrak. terdapat beberapa syarat yang ditentukan oleh peraturan perundang-undagan terhadap obyek tertentu dari suatu kontrak, khususnya jika obyek kontrak tersebut berupa barang, yaitu (1) merupakan barang yang dapat diperdagangkan, (2) pada saat kontrak dibuat, barang telah dapat ditentukan jenisnya, (3) jumlah barang tersebut tidak boleh tertentu, (4) boleh merupakan

30

(29)

barang yang akan ada di kemudian hari, (5) bukan merupakan barang yang termasuk ke dalam warisan yang belum terbuka.31

3. Suatu sebab atau causa yang halal.

Dalam Pasal 1337 KUH Perdata, dapat ditarik rumusan negatif mengenai pengertian sebab yang halal yaitu sebab yang dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban sosial.32

Konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih syarat-syarat sahnya kontrak tersebut yaitu kontrak menjadi batal demi hukum, dapat dibatalkan, tidak dapat dilaksanakan dan/atau mendapat sanksi administratif.33

Dengan kata lain perjanjian merupakan perbuatan hukum, oleh karena itu para pihak yang melakukan perjanjian harus memiliki perlindungan hukum agar kepentingan para pihak dapat terlindungi.34

Selain menggunakan teori kepercayaan (vertrouwenstheorie) dari Mariam Daruz Badrulzaman dalam menganalisis permasalahan pada penelitian ini, juga menggunakan teori kewajiban hukum sebagaimana dikemukakan oleh Austin, yang mendefenisikan tentang kewajiban hukum yaitu “Diwajibkan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, atau di bawah kewajiban atau keharusan melakukan atau tidak

31

Ibid., hal. 37. 32

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 163.

33

Munir Fuady I, op.cit, hal. 36. 34

(30)

melakukan, adalah menjadi dapat dimintai pertanggungjawaban untuk suatu sanksi dalam hal tidak memenuhi suatu perintah.35

Menurut Roscoe Pound, jenis tanggung jawab ada 3(tiga) yaitu: 1. Pertanggungjawaban atas kerugian dengan disengaja,

2. Atas kerugian karena keapaan dan tidak disengaja,

3. Dalam perkara tertentu atas kerugian yang dilakukan tidak karena kelalaian serta tidak disengaja.36

Lebih lajut Roscoe Pound menyatakan bahwa tanggung jawab bersumber dari:

1. Perjanjian, dimana para pihak mengadakan perjanjian tersebut masing-masing dituntut untuk bertanggungjawab atas pemenuhan isi perjanjian yang mereka buat.

2. Perbuatan melawan hukum, yang terbagi atas:

a. Perbuatan diri sendiri, baik yang disengaja (dolus) maupun yang tidak disengaja (culpa)

b. Perbuatan orang lain (orang yang masih berada di bawah tanggungan si penanggung jawab yang bersangkutan)

c. Kejadian lain yang bukan merupakan perbuatan, tetapi menimbulkan akibat yang tetap harus dipertanggungjawabkan oleh orang yang oleh hukum dianggap sebagai penanggungjawabannya.37

35

Ibid, hal. 89 36

(31)

Kewajiban dalam memenuhi prestasi antara kedua belah pihak yaitu antara PT. Pertamina dan SPBU dalam kontrak CODOLite harus dipenuhi guna untuk menghindari perbuatan wanprestasi.

Perjanjian baku menurut pendapat Sutan Sjahdeini adalah perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.38

Menurut Hood Philips, perjanjian baku merupakan jenis kontrak yang bersifat setuju atau tidak setuju, dalam hal ini konsumen tidak dapat tawar menawar atas syarat-syarat pada kontrak tersebut. Pilihan bagi konsumen hanyalah menerima syarat tertentu secara keseluruhan atau menolak keseluruhan syarat tersebut.39

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan SPBU antara PT. Pertamina dengan pengusaha SPBU dibuat secara tertulis dan dituangkan dalam bentuk akta perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU. Bentuk perjanjian kerjasama tersebut merupakan salah satu contoh dari perjanjian baku (perjanjian standar), yaitu bahwa klausula-klausula dalam perjanjian tersebut telah dibuat secara sepihak oleh PT. Pertamina dan pengusaha SPBU dipersilahkan untuk membaca dan mempelajarinya apakah perjanjian tersebut sesuai dengan keinginan atau kehendak para pihak yang akan mengadakan perjanjian atau tidak.

37

Ibid, hal.163-164 38

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 66

39

(32)

Pengusaha setuju dengan perjanjian baku yang telah dibuat Pertamina karena perjanjian baku yang ada pada PT. Pertamina tersebut sudah sesuai dengan ketentuan Undang- undang yang berlaku. Klausula yang sama ini belaku juga bagi calon pengelola SPBU lainnya dalam Perjanjian Kerjasama Pengelolaan SPBU

Pasal-pasal dalam hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap (optional law), yang berarti bahwa pasal-pasal tersebut boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian. Para pihak diperbolehkan membuat ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian, selain itu juga diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian. Sistem terbuka yang mengandung asas kebebasan dalam membuat perjanjian yang dibuat sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.40

Kebebasan berkontrak hanya bisa mencapai tujuannya bila para ihak memiliki posisi yang seimbang. 41Dengan menganut sistem ini dan menjunjung tinggi asas teori asas kebebasan berkontrak,42 PT. Pertamina dan pengusaha SPBU sepakat untuk menandatangani dan melaksanakan perjanjian ini meskipun dibuat secara sepihak oleh PT. Pertamina.

Perjanjian adalah perbuatan hukum antara kedua pihak atau lebih berdasarkan atas persesuaian kehendak. Perbuatan hukum dalam arti ini bisa

40 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1338, ayat (1) 41

Ibid, Sutan Remy Sjahdeni, hal. 8 42

(33)

dimengerti sebagai perbuatan hukum penawaran dan perbuatan hukum penerimaan. Maka perbuatan hukum sepihak (perjanjian baku) yang disusun secara sepihak oleh PT. Pertamina dipandang sebagai perbuatan hukum penawaran sepihak dan pengusaha SPBU pun melakukan perbuatan hukum sepihak juga, yaitu penerimaan.

Keduanya sama-sama melakukan perbuatan hukum sepihak secara timbal balik. Dengan demikian perjanjian baku yang dibuat secara sepihak oleh Pertamina tidak menyalahi asas kebebasan berkontrak.

Dalam perjanjian ini, SPBU dalam pengusahaannya ingin melakukan Kontrak CODOLite dengan PT. Pertamina segala aturan atau ketentuan dan syarat-syarat perjanjian telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu dengan secara sepihak oleh PT. Pertamina yang dituangkan dalam dokumen atau perjanjian dimana apabila pihak pemilik SPBU telah membubuhkan tanda tangannya pada dokumen atau perjanjian tersebut maka ia terikat dan wajib mematuhi perjanjian tersebut. Prinsipal akan bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan SPBU, sepanjang dilakukan dalam batas-batas wewenang yang diberikan kepadanya.43

Perjanjian kerjasama antara PERTAMINA dan pengelola SPBU ini dilakukan dalam suatu kontrak yang dinamakan Kontrak CODOLite. CODOLite merupakan program yang di kembangkan oleh PT. Pertamina dalam rangka usaha meningkatkan pelayanannya PT. Pertamina memberikan program pengembangan sarana kepada SPBU yang prasarananya kurang memadai agar SPBU tersebut lebih maju dan

43

(34)

meningkat yaitu dengan cara memberikan bantuan berupa sarana prasarana yang baik dengan cara PT. Pertamina menempatkan sejumlah alat yang mendukung pengoperasian kinerja SPBU sesuai dengan standart Internasional antara PERTAMINA dengan retail outlet SPBU yang telah melakukan perjanjian kontrak CODOLite. Perjanjian tersebut dinamakan Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU antara PT. Pertamina (PERSERO).

Dimana sarana prasarana yang di ditempatkan oleh PT PERTAMINA yaitu sebagai berikut :

a. Tanki Timbun b. Catodie Protection

c. Dispensing Pump

d. Submersible Turbine Pump

e. Sistem Pipa BBM

f. Aksesoris Tanki dan Dispenser g. Signage Double Pole

Perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU Simpang Limun 14201101 dengan PT. Pertamina ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, dimana perjanjian tersebut ada dan mengikat para pihak karena telah dituangkan dalam suatu kontrak yang merupakan syarat untuk adanya suatu perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU CODOLite, dimana surat kontrak tersebut harus ditandatangani oleh kedua belah pihak.

(35)

pihak yang harus diperhatikan, baik pada pembuatan perjanjian, mulainya perjanjian, pelaksanaan perjanjian dan berakhirnya perjanjian.

Oleh karena itu dalam prakteknya, perjanjian kerjasama dalam kontrak CODOLite ini dibuat di hadapan Notaris dengan klausula-klausula yang telah ditetapkan atau dibakukan oleh pihak PT. Pertamina sebagai pihak yang melakukan kerjasama dengan pengelola SPBU dan sarana prasarana peralatan SPBU yang telah ditempatkan oleh PT. Pertamina kepada pihak kedua yaitu pemilik SPBU

Alat-alat tersebut yang telah ditempatkan oleh PT. Pertamina pada SPBU yang tercatat sebagai SPBU CODOLite seperti pada SPBU SIMPANG LIMUN 14201101 agar dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan mematuhi segala isi perjanjian yang ada di dalamnya, termasuk mensuplai BBM, BBK dan produk lain PT. Pertamina dengan cara tepat, cepat, tertib dan aman serta telah memenuhi tata cara prosedur administrasi dalam pendirian dan pengoperasian SPBU yang telah ditetapkan oleh PT. Pertamina.

(36)

Berkenaan dengan perbuatan wanprestasi, R. Setiawan mengemukakan 3 (tiga) bentuk wanprestasi sebagai berikut:44

a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali b. Terlambat memenuhi prestasi

c. Memenuhi prestasi secara tidak baik

Menurut R. Setiawan, wanprestasi membawa akibat yang dapat merugikan para pihak yang bersangkutan dalam melakukan perjanjian, oleh karena itu hendaknya para pihak harus mentaati ketentuan yang sudah ditetapkan sebelum perjanjian dilakukan.

Sebagai penyelesaian dari adanya wanprestasi, di dalam Pasal 1243 KUH Perdata disebutkan bahwa pihak yang melakukan wanprestasi diberikan sanksi yang sangat tegas sesuai dengan isi perjanjian CODOLite tersebut.

Di dalam praktik para pihak menyelesaikan wanprestasi dengan didahului oleh musyawarah. Di dalam musyawarah disebutkan alasan mengapa SPBU melakukan wanprestasi dan bentuk penyelesaian yang sesuai untuk permasalahan yang dihadapi oleh SPBU sehingga terjadi wanprestasi.

Kerjasama Kontrak CODOLite memiliki beberapa bentuk penyelesaian wanprestasi, yaitu dengan surat peringatan, penghentian pasokan BBM, pengambil alihan SPBU oleh PT. PERTAMINA dan pemutusan hubungan kerjasama.

2. Kerangka Konsepsi

44

(37)

Konsepsi merupakan bagian terpenting dari pada teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dua teori dengan observasi, antara abstraksi dan realita.45

Konsepsi yang dimaksud disini adalah kerangka konsepsional yang merupakan bagian yang menjelaskan ha-hal yang berkaitan dengan konsep yang digunakan oleh penulis. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal yang khusus46

Kerangka konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum di samping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karean itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum.

Konsep merupakan suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.47

Kerangka konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.48

Konsep merupakan salah satu bagian terpenting dari sebuah teori. Dalam suatu penelitian konsepsi dapat diartikan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkret, yang disebut definisi operasional (operational definition).

45

Djumialdji, Hukum Bangunan, Dasar – Dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal. 1

46

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta,1998, hal.3 47

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 37 48

(38)

Pentingnya definisi operasional adalah menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsepsi sebagai berikut :

1. SPBU adalah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum. Seluruh fasilitas untuk menyalurkan dan memasarkan BBM dan BBK kepada konsumen kendaraan bermotor dengan menggunakan merek dagang PT. Pertamina.

2. PT. Pertamina adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957. Bertujuan untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut. 3. Kontrak CODOLite adalah dimana pihak pertama selaku PT. Pertamina akan

menempatkan peralatan SPBU sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian kerjasama kepada pihak kedua selaku pemilik SPBU.

4. BBM dan BBK adalah Bahan Bakar Minyak dan Bahan Bakar Khusus

5. Wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahnnya, pengelola SPBU tidak dapat memenuhi prestasi yang telah ditentukan dalam perjanjian tersebut dan bukan dalam keadaan yang terpaksa.

(39)

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum serta mengkaji ketentuan perundang-undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya.49

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian penulisan ini yaitu deskriptif analitis. Bersifat deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti.

Analitis dimaksudkan berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat bagaimana menjawab permasalahan.50

3. Sumber Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan

49

Ibrahim Johni, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, 2005, hal. 336.

50

(40)

kepustakaan. Berdasarkan kekuatan mengikatnya, bahan hukum untuk memperoleh data terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu:

1. Bahan hukum primer adalah hukum yang mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan.51 Dalam penelitian ini bahan hukum primernya yaitu perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU CODOLite. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer52 yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, pendapat pakar hukum yang erat kaitannya dengan obyek penelitian.

2. Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder53, seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, kamus umum dan kamus hukum, surat kabar, internet serta makalah-makalah yang berkaitan dengan obyek penelitian.

Di samping itu, data juga dikumpulkan melalui wawancara dengan responden yang berhubungan dengan materi penelitian ini, yaitu

a. Pemilik SPBU 14201101 Simpang Limun yaitu Ibu Rosdiana Tamba, SE b. Staf Biro Hukum dan Agraria Pertamina Medan yaitu Bapak Agustinus

Hutajulu, SE.

51

Soerjono Soekanto dan Sri Mulyadi, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tujuan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 55.

52

Ibid., hal. 55. 53

(41)

4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier54, yaitu buku-buku, majalah-majalah, tulisan dan karangan ilmiah yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. Di samping itu juga digunakan studi dokumentasi yaitu cara memperoleh data melalui pengkajian dan penelaahan terhadap catatan tertulis maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Alat pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu

a. Studi dokumen, yaitu dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori-teori, buku-buku, hasil penelitian dan dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan.

b. wawancara dengan responden, yang dilakukan secara langsung dan mendalam, terarah dan sistematis kepada narasumber yaitu sebagai berikut:

1. Pemilik SPBU 14201101 Simpang Limun yaitu Ibu Rosdiana Tamba, SE 2. Staf Biro Hukum dan Agraria Pertamina Medan yaitu Bapak Agustinus

Hutajulu, SE

54

(42)

5. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan data.55

Kegiatan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menginventarisasi peraturan perundang-perundangan yang terkait dengan persoalan yang menjadi obyek kajian.

Data yang terkumpul akan diidentifikasikan kemudian dilakukan penganalisisan secara kualitatif berupa pembahasan, antara berbagai data sekunder yang terkait dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan bahan hukum yang telah diinventarisir dan pada tahap akhir akan ditemukan hukum secara konkretnya, sehingga penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir deduktif, yang menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku secara umum yang terkait dengan tesis ini dan kemudian dihubungkan dengan Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU CODOLite dengan PT. Pertamina.

55

(43)

A. Deskriptif Mengenai PT. Pertamina

Salah satu kekayaan alam yang terpenting dari sekian banyak ragam kekayaan yang terdapat didalam bumi ini sebagai penunjang kehidupan rakyat Indonesia khususnya, dan bangsa di dunia pada umumnya adalah kekayaan minyak dan buminya dengan jumlah yang cukup besar sebagai suatu energi terpenting dalam kedudukanya dewasa ini. Kekayaan alam ini termasuk pula kekayaan alam yang terdapat di dalam bumi Indonesia yang di sebut sebagai bahan galian.

Oleh sebab itu bahan galian dibagi menjadi 3 (tiga) golongan bahan galian guna menentukan kepada siapa pelaksanaan masing-masing golongan itu dapat diserahkan, yang mana terhadap hal ini diatur dalam Undang-undang No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Pasal 3 ayat (1) menentukan sebagai berikut :

1. Bahan Galian yang strategis; 2. Bahan galian yang vital;

3. Bahan galian yang tidak termasuk dalam butir a dan butir b.56

PT. Pertamina merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugaskan pemerintah untuk mengolah kegiatan migas dan panas bumi di Indonesia. Terbentuknya PT. Pertamina berlangsung melalui proses panjang, yang

56

(44)

tidak lepas dari semangat perjuangan bangsa.

Pencarian minyak di wilayah Indonesia berawal dengan dibornya empat unsur eksplorasi pertama pada penghujung abad ke -18 oleh Jan Reerink seorang berkebangsaan Belanda. Mengenai industri perminyakan di Indonesia sudah mulai sejak jaman penjajahan Belanda. Pengeboran sumur minyak pertama kali dilakukan oleh Jan Reerink bersama rekannya Van Hoevel di Cibodas (Malajaya) dan Paliman (dekat Cirebon) Jawa Barat pada tahun 1871, tetapi kurang berhasil. Kemudian diikuti A.J. Zijlker pada tanggal 15 Juni 1885, A.J. Zijlker pengusaha perkebunan tembakau, berhasil mengebor sumur produksi di Telaga Sawid, Langkat, Sumatera Utara, yang waktu itu masih disebut Sumatera Utara. Pada masa antara 1885-1890 telah terjadi beberapa penemuan minyak bumi di daerah Ledok Jawa Timur, di desa minyak Hitam di Muara Enim Palembang dan Riam Kiwa dekat Sanga-Sanga Kalimantan Timur. Lapangan minyak di Selatan Surabaya mulai beroperasi pada tahun 1888.57 Berdasarkan data dengan memanfaatkan peralatan yang ditinggikan oleh CALTEX, pihak Jepang melanjutkan eksplorasi. Pada akhirnya tahun 1944 berhasil menemukan ladang minyak di daerah Minas (RIAU), yang kemudian berkembang menjadi ladang minyak yang terbesar di Asia Tenggara. Setelah Jepang kalah perang maka pada bulan September 1945 di bawah tekanan karyawan Indonesia dan para pejuang kemerdekaan, pihak Jepang menyerahkan seluruh tambang minyak yang ada di pangkalan Brandan kepada anggota pemerintah

57

(45)

Republik Indonesia di Sumatera Utara. Segera setelah itu dibentuk perusahaan minyak yang diberi nama Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia Sumatera Utara. Atas kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada bulan Agustus 1952, pemerintah merencanakan untuk mengembalikan lahan konsesi milik SHELL di Sumatera Utara dan Jawa yang telah diusahakan oleh perusahaan nasional. Kemudian lapangan minyak Sumatera Utara, Langkat dan Langsa (Aceh) digabungkan dalam satu perusahaan yang bernama Tambang Minyak Sumatera Utara (TMSU). Pada tanggal 22 Juli 1957, pemerintah menyerahkan pengelolaan TMSU kepada Staf Angkatan Darat (KSAD). TMSU kemudian diubah, menjadi PT. Eksploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara (PT ETMSU) yang dipimpin oleh kolonel Dr. Ibnu Sutowo. Pada tanggal 10 Desember 1957 nama PT. ETMSU diubah menjadi PT PERUSAHAAN MINYAK NASIONAL yang disingkat PT. Pertamina. Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai hari ulang tahun PERTAMINA. Pada tanggal 31 Desember 1959 diubah namanya menjadi PT. Pertambangan Minyak Indonesia (PT PERMINDO). Setelah kegiatan PERMINDO berakhir, pemerintah Indonesia tidak bersedia melanjutkan usaha bersama ini, dan kemudian membeli separuh saham yang dimiliki BPM pada perusahaan tersebut. 58

PT PERMINDO kemudian dilikwidasi dan kekayaannya yang telah berada ditangan pemerintah Indonesia dijadikan modal untuk mendirikan Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia (PN. Pertamina) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1961. Untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, pada bulan

58

(46)

Agustus 1968 berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1968, pemerintah mengintegrasikan PN PERTAMINA dan PN PERTAMINA menjadi Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional (PN PERTAMINA). Karena perkembangan PN PERTAMINA maju dan pesat, maka pemerintah merasa perlu untuk memperkokoh landasan hukum dan landasan operasinya. Pada tahun 1961 perusahaan ini berganti nama menjadi PN. Permina dan setelah merger dengan PN.Pertamin di tahun 1968, namanya berubah menjadi PN. Pertamina. Setelah bergulirnya Undang Undang No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Bumi Negara, sebutan perusahaan berubah menjadi Pertamina. Pada tanggal 15 September 1971 diperundangkan UU No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (UU PERTAMINA). Dengan demikian PN. Pertamina berubah menjadi Pertamina.59

Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998, dan peralihannya berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Sebutan ini tetap dipakai setelah Pertamina berubah status hukumnya menjadi PT. Pertamina (Persero) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

59

(47)

22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.60

PT. Pertamina (Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis Ishak, SH. No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum & HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09 Oktober 2003. Sesuai dengan akta pendiriannya, maksud didirikannya Pertamina adalah untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan.

Dengan kata lain tujuan PT. Pertamina yaitu membangun dan melaksanakan pengusahaan minyak dan gas bumi dalam arti seluas-luasnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan negara serta menciptakan Ketahanan Nasional.61 Tujuan dari PT. Pertamina yaitu:

1. Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perseroan secara efektif dan efisien.

2. Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

60

Sejarah PERTAMINA, diakses dari http://www. pertamina.com, tanggal 09 Desember 2011 61

(48)

PT. Pertamina melaksanakan beberapa kegiatan usaha untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut. Kegiatan usaha tersebut meliputi:62

1. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil olahan dan turunannya;

2. Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada saat pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang telah mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil menjadi milik PT. Pertamina; 3. Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Liquifield Natural Gas (LNG) dan

produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG;

4. Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam nomor 1, 2, dan 3.

Berkaitan dengan salah satu kegiatan usaha yang dilakukan oleh PT. Pertamina, yaitu menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil olahan dan turunannya, maka PT. Pertamina memproduksi antara lain produk-produk hasil olahan minyak dan gas bumi yang meliputi Bahan Bakar Minyak (yang terdiri dari minyak bensin, minyak solar, minyak tanah, minyak diesel, dan minyak bakar), Bahan Bakar Khusus (BBK), Non BBM, petrokimia, pelumas, dan gas, yang terdiri dari LPG (Liqueifield Petroleum Gas), BBG (Bahan Bakar Gas), dan Musicool

(Pengganti CFC yang ramah lingkungan).

PT. Pertamina sebagai perusahaan yang mengelola Minyak dan Gas Bumi mempunyai 3 (tiga) fungsi perusahaan. Fungsi tersebut diatur didalam Keputusan

62

(49)

Presiden Nomor 169 Tahun 2000 Tentang Pokok-Pokok Organisasi Pertamina yang berbunyi sebagai berikut :

1. Fungsi utama perusahaan adalah :

a. Perumusan kebijaksanaan dalam pegusahaan pertambangan minyak dan gas bumi, hasil-hasil minyak dan gas bumi serta produk-produk lanjutannya dan kebijaksanaan dalam eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi, b. Pelaksanaan usaha-usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi,

pemurnian pengelolahan minyak dan gas bumi termasuk usaha petrokimia pengangkutan dan penjualan minyak dan gas bumi, hasil-hasil minyak dan gas bumi, produk petrokimia dan produk-produk lainya, serta usaha eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi,

c. Pelaksanaan penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri.

2. Fungsi organik Perusahaan meliputi usaha, pekerjaan dan kegiatan dalam bidang-bidang sebagai berikut :

a. Pengamatan perusahaan dan lingkungan kegiatan usaha, keselamatan kerja, pengendalian dan perlindungan lingkungan hidup dalam wilayah kuasa pertambangan dan lokasi operasinya;

(50)

c. Keuangan yang meliputi manajemen keuangan, anggaran, perbendaharaan, akuntansi dan pengendalian;

d. Angkutan minyak dan gas bumi serta hasil-hasilnya melalui darat, pipa dan air, perka palan, kebandaraan, prasarana maritim, dan komunikasi elektronika; e. Pembinaan pengusahaan kontraktor asing;

f. Pembinaan hukum, hubungan masyarakat, penyelenggaraan inventarisasi dan sistem informasi;

g. Logistik dalam rangka penyediaan materiil, fasilitas dan jasa yang meliputi pembekalan, angkutan, pemeliharaan, konstruksi dan kesehatan;

h. Administrasi umum yang meliputi tata usaha perkantoran.

3. Fungsi pembinaan Perusahaan meliputi usaha, pekerjaan dan kegiatan dalam bidang-bidang sebagai berikut :

a. Penelitian dan pengembangan Perusahaan,

b. perencanaan baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang, c. pengorganisasian dan ketatalaksanaan,

d. pengelolahan kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya,

e. pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan perusahaaan”.63

Pengusaha pertambangan minyak dan gas bumi serta eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi memiliki peranan yang penting dalam

63

(51)

pelaksanaan pembangunan nasional, dan penyelenggaraanya perlu sejauh mungkin diarahkan untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Adapun tujuan perusahaan menurut undang-undang PT. Pertamina adalah membangun dan melaksanakan pengusahaan minyak dan gas bumi dalam arti seluas-luasnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan negara serta menciptakan Ketahanan Nasional”64 Dengan demikian maka sebagai satu-satunya perusahaan milik Negara yang diberi wewenang untuk melaksanakan usaha pertambangan di Indonesia, pengelolahan dan pengurusan terhadap bahan-bahan galian minyak dan gas bumi ini harus benar-benar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan negara dan bangsa untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.

B. Bentuk-bentuk Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU CODOLite

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan SPBU antara PT. Pertamina dengan pengusaha SPBU dibuat secara tertulis dan dituangkan dalam bentuk akta perjanjian kerjasama. Bahwa klausula- klausula dalam perjanjian tersebut telah dibuat secara sepihak oleh PT. Pertamina dan pengusaha atau pengelola SPBU dipersilahkan untuk membaca dan mempelajarinya apakah perjanjian tersebut sesuai dengan keinginan atau kehendak para pihak yang akan mengadakan perjanjian atau tidak. Pada umumnya para pengusaha setuju dengan perjanjian baku yang telah dibuat PT. Pertamina karena perjanjian baku yang ada pada PT. Pertamina tersebut sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Klausula yang sama ini

64

Gambar

Tabel 1 : Merek Jenis Bisnis NFR Komplementer78

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian tindakan kelas yang memiliki tujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar mahasiswa melalui penerapan model

Aksara Incung bisa di jadikan sumber belajar sejarah di SMA N 2 Kerinci pada Kompetensi Dasar (KD) 3.6 menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintah, dan

Manfaat kultur kalus adalah untuk mendapatkan produk yang berupa kalus dari suatu eksplan yang dapat ditumbuhkan secara terus-menerus sehingga dapat dimanfaatkan

Bagi kategori S2, dapat disimpulkan bahwa faktor keuntungan relatif dan faktor compatibility menjadi hal yang paling mempengaruhi bagi implementasi/adopsi penerimaan

Penyesuaian tersebut dilakukan agar parameter yang digunakan lebih sesuai dengan sistem yang diuji, dalam hal ini adalah aplikasi media edukasi virtual perawatan balita

Dapat dijadikan bahan acuan untuk mendeteksi dini tingkat stres dan motivasi belajar mahasiswa serta mampu menjadi sebuah alternatif yang dapat dilakukan melalui

Hasil dari analisis regresi juga menunjukan bahwa persepsi keadilan sosial menjadi prediktor yang lebih kuat (β = 0.711) dibandingkan kepercayaan interpersonal (β =

(3) menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Menentukan Alat, Bahan, Media, dan Sumber Belajar disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang telah