BAB IV MASALAH YANG TIMBUL PADA PELAKSANAAN
B. Wanprestasi yang Dilakukan Oleh Pengelola SPBU dan
Wanprestasi (ingkar janji) berasal dari bahasa Belanda yaitu waadaad yang berarti perbuatan buruk atau prestasi buruk. Wanprestasi terjadi karena para debitur mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi akan tetapi ia tidak melaksanakannya bukan karena keadaan memaksa.
Walaupun dalam persetujuan waktu prestasinya ditentukan, belum berarti bahwa waktu tersebut sudah merupakan batas waktu terakhir bagi debitur untuk memenuhi prestasinya, karena seringkali pemenuhan waktu tersebut dimaksudkan bahwa debitur tidak wajib memenuhi prestasinya sebelum waktu tersebut. Untuk menentukan saat terjadinya ingkar janji, undang-undang secara tegas menyebutkan bahwa si berutang adalah lalai bila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri jika ini menetapkan
bahwa siberutang akan harus dianggap lalai, dengan lewatnya waktu yang ditentukan (Pasal 1238 KUH Perdata). Apabila seorang debitur sudah diperingatkan atau ditagi janjinya, maka jika ia tetap tidak melakukan prestasinya ia berada dalam keadaan lalai. Keadaan inilah yang membuat debitur dianggap ingkar janji.
Pada dasarnya para pihak harus melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian. Jika salah satu pihak gagal melaksanakan kewajibannya, maka ia telah lalai dan karenanya bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul karena kelalaiannya.
Pelanggaran perjanjian oleh satu pihak dapat berwujud oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Pihak tersebut tidak memenuhi kewajiban seluruhnya, 2. Pihak tersebut tidak memenuhi sebagian kewajibannya, 3. Pihak tersebut terlambat memenuhi kewajibannya,
4. Pihak tersebut berbuat sesuatu yang bertentangan dengan perjanjian atau salah dalam memenuhi kewajibannya
Kegagalan dalam melaksanakan kewajiban tidak dengan sendirinya merupakan keadaan lalai. Pihak yang lalai terlebih dahulu harus diberi surat peringatan atau dokumen lain yang sejenis. Hal ini maksudnya untuk memberi tenggang waktu agar si lalai dapat memenuhi kewajibannya. Akan tetapi, jika suatu perjanjian mensyaratkan pelaksanaan kewajiban dalam tenggang waktu yang sudah ditentukan dan terhadapnya telah terjadi pelanggaran, maka surat peringatan khusus
diperlukan.
Ada beberapa akibat dari melanggar perjanjian yaitu :
1. Setiap pelanggaran perjanjian akan memberikan hak kepada pihak yang dirugikan itu untuk memperoleh ganti rugi. ( pasal 1365 BW / KUHPer )
2. Jika pelanggaran itu cukup berat, hal ini juga akan memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk menghentikan perjanjian dan mengakhirinya.
3. Jika satu pihak menolak kewajibannya dan melakukan pelanggaran lebih dulu, pihak yang dirugikan mempunyai dua kemungkinan jalan yang dapat ditempuh. Ia boleh memberlakukan perjanjian itu sebagai berakhir dan sekaligus melakukan gugatan, baik untuk memperoleh ganti rugi karena pelanggaran maupun pemberian upah yang layak karena pekerjaan yang dilaksanakan itu.
Atau dengan kata lain, pda prinsipnya kelalaian dapat diancam dengan beberapa sanksi atau hukuman, diantaranya:
a Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi) b Pembatalan perjanjian
c Peralihan risiko
d Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim a. Ganti rugi
Pasal 1243 KUH Perdata mengatur hal-hal prinsipil mengenai ganti rugi yang dapat dituntut oleh kreditur dalam hal tidak dipenuhinya perikatan. Jika besarnya ganti rugi sudah ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian (Pasal 1249 KUH Perdata) atau secara tegas undang- undang menentukan lain (Pasal
1250 KUH Perdata), maka besarnya ganti rugi harus ditentukan sedemikian rupa sehingga keadaan harta kekayaan kreditur adalah sama seperti jika debitur memenuhi kewajibannya.
Tidak setiap kerugian yang diderita kreditur harus diganti oleh debitur. Undang-undang menentukan bahwa debitur hanya wajib membayar ganti rugi atas kerugian yang memenuhi dua syarat, yaitu:
1 Kerugian yang dapat diduga atau sepatutnya dapat diduga pada waktu perikatan dibuat, kecuali jika ada kesengajaan (Pasal 1247KUH Perdata).
2 Antara ingkar janji dan kerugian harus mempunyai hubungan kausal, yakni kerugian yang merupakan akibat langsung dan serta merta dari ingkar janji. b. Pembatalan perjanjian
Pembatalan perjanjian diatur dalam Pasal 1266 KUH Perdata, yang secara tegas mengatakan bahwa syarat batal dianggap selamanya dicantumkan dalam perjanjian-perjanjian yang timbal-balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian perjanjian tidak batal demi hukum tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Karena itu pembatalan perjanjian tidak secara otomatis pada saat debitur nyata-nyata melalaikan kewajibannya. Pembatalan perjanjian ini bertujuan untuk membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum diadakan perjanjian.
c. Peralihan Risiko
peristiwa di luar kesalahan suatu pihak yung menimpa objek perjanjian. Dalam Pasal 1267 KUH Perdata ditegaskan bahwa pihak yang merasa perjanjian tidak dipenuhi, boleh memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak lain untuk memenuhi perjanjian atau ia akan menuntut pembatalan perjanjian disertai penggantian biaya kerugian dan bunga.
d. Ongkos biaya perkara
Pembayaran ongkos perkara sebagai sanksi bagi debitur yang lalai tesimpul dalam peraturan hukum acara, yang intinya adalah pihak yang dikalahkan wajib membayar biaya perkara (Pasal 181 ayat (1) H.I.R). Seorang debitur yang lalai tentu akan dikalahkan kalau sampai terjadi suatu perkara di depan hakim.
Prestasi merupakan isi dari perikatan. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian, maka ia dikatakan wanprestasi (kelalaian).84
Menurut hukum perdata, siberutang adalah lalai apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri lalai jika ini menetapkan bahwa seberuntung akan terus dianggap lalai dengan lewatnya yang ditentukan. Salah satu pihak dikatakan wanprestasi apabila adanya teguran atau tuntutan dari pihak yang berhak atas prestasi tersebut. Atau dengan kata lain, wanprestasi dilakukan apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasinya maka dapat dikatakan pihak tersebut melakukan wanprestasi.
Sehubungan dengan hal yang telah dibahas di atas, menjelaskan wanprestasi
84
yaitu pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Debitur dalam keadaan wanprestasi apabila dia dalam melaksanakan prestasi, apabila dari dalam perjanjian telah lalai, sehingga terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya atau selayakya.85
Dengan telah dibukanya pasa migas Indonesia pada tahun 2005, dan mengingat Indonesia merupakan pasar potensial bagi bisnis produk retail BBM,BBK dan pelumas. Hal ini tentunya akan berdampak pada strategi penjuaan produk retail PT. Pertamina. Sebagai konsekuensinya, SPBU sebagai gerbang bisnis retail PT. Pertamina yang bersentuhan langsung dengan konsumen harus mampu meningkatkan kualitas layanannya agar tetap memiliki daya saing dalam persaingan bisnis yang makin ketat.
Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan menerapkan standar layanan yang seragam pada SPBU yang menjual produk PT. Pertamina.86 Dalam pengusahaan SPBU CODOLite memiliki masalah yang timbul sebagai akibat dari perjanjian kerjasama ini. Dalam pengusahaan SPBU CODOLite, pihak PT. Pertamina berhak memberikan sanksi yang tegas kepada SPBU yang melakukan wanprestasi.
Apabila pihak pengelola SPBU melakukan wanprestasi, maka pihak PT. Pertamina terlebih dahulu akan memberikan 1 (satu) kali peringatan tertulis kepada
85
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, hal. 220 86
Harry Poernomo, Kata Pengantar Dalam Standar Operasi dan Prosedur Pengelolaan SPBU PERTAMINA, edisi I, PT. Pertamina Persero, Jakarta, 2004.
pengelola SPBU yang melakukan wanprestasi.87
Adapun perbuatan wanprestasi dan sanksi pelanggaran dalam pengelolaan SPBU CODOLite yaitu akan diuraikan sebagai berikut:88
1 SPBU tidak memperpanjang salah satu perijinan yang diisyaratkan.
Sanksi yang diberikan berupa surat peringatan 1 (satu) bulan, jika dalam waktu 1 (satu) bulan belum diperpanjang maka PT. Pertamina berhak menghentikan pasokan BBM, BBK dan Pelumas kepada SPBU sampai dengan persyaratan perijinan dipenuhi.
2 Karyawan yang tedapat di SPBU tidak menggunakan pakaian pakaian kerja dan atau tidak bersepatu sesuai standar dari PT. Pertamina.
Sanksi yang diberikan berupa surat peringatan bagi SPBU diwajibkan memberi sanksi tegas kepada karyawan yang bersamgkutan (tembusan surat ke PT. Pertamina).
3 Melalaikan kebersihan SPBU.
Sanksi yang diberikan berupa surat peringatan yang berlaku 1 (satu) bulan, jika diulangi lagi maka PT. Pertamina berhak menghentikan pasokan BBM, BBK dan Pelumas kepada SPBU maksimal selama 1 (satu) bulan.
4 Melalaikan performance SPBU (cat buram, canopy rusak)
Sanksi yang diberikan yaitu surat peringatan yang berlaku 1 (satu) bulan, jika tidak ditindaklanjuti maka PT. Pertamina berhak menghentikan pasokan BBM,
87
Ibid.
88
BBK dan Pelumas kepada SPBU maksimal selama 1 (satu) bulan. 5 SPBU tidak mempunyai peralatan pengendalian mutu dan volume.
Sanksi yang diberikan yaitu berupa surat peringatan berlaku 1 (satu) bulan, jika dalam 1 (satu) Minggu sejak tanggalo surat peringatan tidak disediakan maka PT. Pertamina berhak menghentikan pasokan BBM, BBK dan Pelumas kepada SPBU maksimal selama 1 (satu) bulan.
6 Pengelola SPBU melakukan pengalihan kepemilikan SPBU tanpa seijin dari pihak PT. Pertamina.
Sanksi yang diberikan yaitu PT. Pertamina menghentikan pasokan BBM sampai dengan pengelola SPBU yang telah terikat perjanjian dengan PT. Pertamina memproses pengalihan sesuai dengan ketentuan perjanjian.
7 Pengelola SPBU tidak mendaftarkan tenaga kerja dan asuransi atas aset yang ada pada SPBU.
Sanksi yang diberikan berupa surat peringatan dan dilaporkan kepada instansi yang terkait.
8 Pengelola SPBU tidak melengkapi administrasi atau pencatatan, antara lain : stock, penerimaan dan penjualan BBM, BBK dan Pelumas.
Sanksi yang diberikan yaitu berupa surat peringatan berlaku 1 (satu) bulan, jika diulangi lagi maka PT. Pertamina berhak menghentikan pasokan BBM, BBK dan Pelumas kepada SPBU maksimal selama 1 (satu) bulan.
9 SPBU menjual BBM dengan Drum, Jerigen dan sejenisnya tanpa verifikasi instansi terkait dan dilaporkan ke Upms Setempat.
Sanksi yang diberikan yaitu berupa surat peringatan berlaku 1 (satu) bulan, jika diulangi lagi maka PT. Pertamina berhak menghentikan pasokan BBM, kepada SPBU maksimal selama 1 (satu) bulan.
10 SPBU menjual produk pesaing PT. Pertamina.
Sanksi yang dberikan yaitu diberikan surat peringatan pertama dan terakhir dan PT. Pertamina berhak menghentikan pasokan BBM dan BBK ke SPBU. Jika dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender masih menemukan produk pesaing maka dapat dipertimbangkan.
11 SPBU dengan sengaja tidak melakukan penebusan BBM demi kepentingan dan keuntungan pengelola SPBU.
Sanksi yang diberikan berupa surat peringatan pertama disertai penghentian pasokan BBM dan BBK di SPBU tersebut selama 14 (empat belas) hari kalender. 12 SPBU melakukan perubahan harga dan menjual BBM atau BBK yang dapat
merugikan konsumen.
Sanksi yang diberikan yaitu Sanksi yang diberikan yaitu berupa surat peringatan berlaku 1 (satu) bulan, jika diulangi lagi maka PT. Pertamina berhak menghentikan pasokan BBM, BBK dan Pelumas kepada SPBU maksimal selama 1 (satu) bulan.
13 Menerima BBM yang tidak sesuai dengan PBP/DO nomor dan alamat SPBU yang bersangkutan tanpa persetujuan PT. Pertamina.
Sanksi yang diberikan yaitu berupa surat peringatan berlaku 1 (satu) bulan, jika diulangi lagi maka PT. Pertamina berhak menghentikan pasokan BBM, BBK dan
Pelumas kepada SPBU maksimal selama 1 (satu) bulan.
14 Memberi kesempatan kepada mobil tanki yang bukan tujuan ke SPBU tersebut untuk melakukan tindakan ilegal.
Sanksi yang diberikan yaitu berupa surat peringatan berlaku 1 (satu) bulan, jika diulangi lagi maka PERTAMINA berhak menghentikan pasokan BBM, BBK dan Pelumas kepada SPBU maksimal selama 1 (satu) bulan.
Takaran unit pompa minus diatas 200 ml per 20 ltr.
15 Sanksi yang diberikan yaitu surat peringatan berlaku 3 (tiga) bulan dan PT. Pertamina berhak menghentikan operasi unit pompa yang melebihi batas toleransi maksimal selama 2 (dua) minggu. Dan jika mengulangi lagi dikenakan surat peringatan kedua berlaku 3 (tiga) bulan disertai penghentian sementara SPBU maksimal 1 (satu) bulan.
16 Takaran unit pompa minus di atas 100 ml s/d 200 ml per 20 ltr.
Sanksi yang diberikan berupa surat peringatan berlaku 3 (tiga) bulan dan wajib melakukan tera ulang dari metrologi serta menyerahkan hasil tera ulang kepada PT. Pertamina.
17 SPBU merekayasa dengan menggunakan alat atau cara lain untuk merubah meter dispensing pump yang dapat mengurangi takaran.
Sanksi yang diberikan yaitu surat peringatan pertama dan terakhir, dan PT. Pertamina berhak menghentikan pasokan BBM atau BBK maksimal selama 6 (enam) bulan.
sesuai dengan uang yang dibayar.
Sanksi yang diberikan yaitu surat peringatan bagi SPBU dan pihak SPBU diwajibkan memberikan sanksi tegas secara tertulis kepada karyawan yang bersangkutan.
19 SPBU memasukkan format bisnis NFR tanpa persetujuan PERTAMINA.
Sanksi yang diberikan yaitu berupa surat peringatan yang berlaku 1 (satu) bulan, dimana pihak SPBU harus mengurus perizinan kepada PT. Pertamina, jika tidak mendapat persetujuan, bisnis tersebut harus dihentikan. Apabila pihak SPBU tetap melanjutkan bisnis NFR tersebut maka PERTAMINA berhak menghentikan pasokan BBM maksimal 1 (satu) bulan.
20 Memasang dan menempatkan iklan dan atau melakukan kegiatan apapun di area SPBU tanpa mengikuti ketentuan dan tanpa persetujuan PT. Pertamina.
Sanksi yang diberikan yaitu surat peringatan yang berlaku 1 (satu bulan), iklan dan kegiatan yang dimaksud harus dihentikan dan jika tidak dihentikan atau diulangi lagi maka PT. Pertamina berhak menghentikan pasokan BBM maksimal selama 1 (satu) bulan.
PT. Pertamina dapat melakukan pengambilalihan pengelolaan SPBU dikarenakan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak SPBU. Pengambilaihan SPBU dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut::
1. Pihak SPBU tidak mampu melaksanakan kewajibannya, maka pihak PT. Pertamina berhak melakukan pengambilalihan pengelolaan SPBU sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian tersebut.
2. Pihak PT. Pertamina berhak untuk melaksanakan SPBU itu sendiri, maka total hasil bersih pengelolaan yang dimaksud dibagi 60% (enam puluh persen) untuk pihak pertama dan 40% (empat puluh persen) untuk pihak SPBU.
3. Dalam hal pengelolaan SPBU dilaksanakan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh PT. Pertamina maka total hasil bersih pengelolaan dimaksud dibagi dibagi 60% (enam puluh persen) untuk pihak pertama dan 40% (empat puluh persen) untuk pihak SPBU.
C. Asuransi Kebakaran Pada SPBU CODOLite
Resiko kebakaran yang terjadi di SPBU pada dasarnya memerlukan fasilitas asuransi secara khusus. Fasilitas asuransi secara khusus ini diperlukan oleh karena bahaya yang berhubungan dengan kegiatan penyaluran BBM dan BBK merupakan bahaya yang berbeda dengan bahaya-bahaya lainnya, hal ini terlihat dari karakteristiknya.
1. Bahan olahannya, produksinya, dan bahan-bahan khusus yang timbul atau berperan.
2. Bahaya-bahaya yang berkadar tinggi dalam penyaluran BBM
3. Permodalan yang tinggi dan menuntut perlindungan asuransi dari pihak PT. Pertamina.
Dari bahaya di atas dapat diliat, bahaya-bahaya yang timbul di sekitar SPBU, karena BBM yang disalurkan melalui SPBU memiliki resiko yang sangat tinggi dengan ciri-ciri mudah terbakar bahkan meledak di udara bebas dan berwujud cair
atau gas.
Hal tersebut jelas bahwa pengelola SPBU berkewajiban untuk mengansurasikan seluruh aset SPBU secara tertulis yang terdapat pada pasal 11 ayat (1) dan (2) dalam surat perjanjian pengusahaan SPBU CODOLite tersebut.
Dimana dalam pasal ini membahas bahwa pihak SPBU berkewajiban untuk memiliki asuransi terhadap seluruh aset SPBU termasuk peralatan SPBU milik PT. Pertamina yang ditempatkan pada dan dioperasikan oleh SPBU CODOLite, dan tenaga kerjanya termasuk asuransi kebakaran dan dalam polis asuransi tersebut harus termasuk dalam klausula tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga, huru-hara dan kerusuhan dengan jumlah biaya pertanggungan mencakup nilai seluruh aset SPBU ditambah nilai BBM atau BBK dan produk lain yang dijual melalui SPBU, dimana pembayaran premi asuransi menjadi beban pihak SPBU.89
Hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan pihak pengelola SPBU. Sebagai salah satu mitra PT. Pertamina dalam penyaluran BBM sudah selayaknya membutuhkan produksi atas harta kekayaan serta kepentingan dengan cara memindahkan resiko-resiko secara efisien dan efektif melalui perusahaan asuranis yang sebelumya diberitahukan dan disetujui secara tertulis kepada pihak PT. Pertamina. Asuransi yang dilakukan oleh PERTAMINA tersebut dibagi ke dalam dua jenis asuransi pokok yaitu:
1. Asuransi atas harta kekayaan yang diserahkan dan atau dioperasikan oleh PT.
89
Hasil Wawancara dengan Ibu Rosdiana Tamba, Pemilik SPBU Simpang Limun Medan, Tanggal 14 Desember 2011.
Pertamina.
2. Asuransi yang dilakukan oleh pihak swasta atau luar.
Dalam asuransi kebakaran BBM di SPBU, harta kekayaan yang diasuransikan terhadap kerusakan atau kerugian yang disebabkan oleh:
1. Kebakaran tanki penimbun BBM 2. Ledakan apapun penyebabnya. .
`D. Upaya Penyelesaian Perselisihan
Para pihak, baik PT. Pertamina maupun pengusaha SPBU mengaharapkan agar Perjanjian Kerjasama Pembangunan dan Pengelolaan SPBU tersebut dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan. Oleh karena itu, sedapat mungkin setiap masalah yang terjadi yang dapat merugikan para pihak dapat teratasi dengan baik. Sehubungan dengan masalah yang disampaikan pada bagian sebelumnya, berikut upaya-upaya yang ditempuh oleh para pihak menurut pasal 19 perjanjian kerjasamaan pengusahaan SPBU CODOLite adalah sebagai berikut: 1. Penyelesaian masalah pada tahap pembangunan
Sebagaimana dikemukakan bahwa pembangunan SPBU sangat erat kaitannya dengan pihak kontraktor (dalam hal pembagunan SPBU dilakukan oleh kontraktor). Dalam rangka mencegah dan mengatasi permasalahan pada tahap ini, maka diusahakan agar:
a. Kontraktor proyek pembagunan SPBU ditunjuk berdasarkan tender dan penilaian yang transparan sesuai dengan kualitas dan standar yang berlaku
pada umumnya, seperti mempunyai kesanggupan secara finansial, peralatan teknis yang memadai dan pengalaman dalam pengerjaan proyek pembangunan SPBU.
b. Pengusaha SPBU harus dapat memastikan terlebih dahulu bahwa tanah lokasi pendirian SPBU adalah sah miliknya atau di bawah penguasaannya dan tidak melanggar hukum. Selain itu harus dapat mengantisipasi semua kemungkinan tindakan yang terkait dengan klaim atas tanah tersebut.
2. Penyelesaian masalah pada tahap pengelolaan SPBU
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan atau mengantisipasi terjadinya masalah sebagaimana disebutkan di atas, sebagai berikut:
a. Pengusaha SPBU diharapkan untuk bisa memastikan secara jelas mengenai kesediaan semua peralatan SPBU dalam keadaan siap pakai dan sesuai dengan standar baik kualitas maupun kuantitas yang telah ditentukan. b. Terhadap masalah teknis pengiriman, pengusaha SPBU diharapkan bisa
menetapkan armada pengangkutan BBM yang memenuhi standar pengangkutan BBM, serta menentukan waktu pengiriman BBM yang tepat ke SPBU untuk menghindari berbagai kemungkinan buruk dalam perjalanan yang merugikan pengusaha dan juga konsumen.
c. Terhadap tindakan human error yang dilakukan oleh pihak pengelola SPBU baik secara langsung maupun tidak langsung.Dalam mengantisipasi masalah ini, Pertamina diharapkan untuk memilih calon kemitraan dalam pengelolaan SPBU dengan baik yang sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan. Dan kepada pengusaha SPBU untuk memilih karyawan yang memiliki kepribadian yang jujur dan bertanggung jawab.
Di dalam pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Pengelolaan SPBU ini, bukan tidak mungkin terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh salah satu pihak yang dapat merugikan pihak lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Berkaitan dengan hal ini, PT. Pertamina dan pengusaha SPBU pada prinsipnya menyelesaikan masalah/sengketa tersebut dengan musyawarah.
Akan tetapi jika musyawarah tersebut tidak menghasilkan menyelesaikan sengketa tersebut, maka perselisihan/sengketa tersebut akan diselesaikan melalui pengadilan.
Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 15 ayat 1 dan ayat 2 Perjanjian Kerjasama Pengelolaan SPBU ini, yang menyatakan bahwa:
1. Apabila terjadi perselisihan dalam rangka pelaksanaan perjanjian ini, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan secara musyawarah dalam waktu 60 (enam puluh) hari kalender setelah diterimanya surat pemberitahuan mengenai adanya sengketa dari salah satu pihak kepada pihak lainnya.
2. Apabila penyelesaian perselisihan secara musyawarah tersebut belum dapat diatasi, maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan tersebut melalui Pengadilan Negeri Medan.
3. Khusus untuk pembangunan dan pengelolaan SPBU yang menjadi obyek dalam tulisan ini, antara PT. Pertamina dan pengusaha SPBU belum terjadi perselisihan atau hal-hal yang merugikan salah satu pihak. Dengan kata lain,
pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Pengelolaan SPBU tersebut sampai saat ini berjalan dengan baik sesuai dengan peraturan dan perjanjian yang telah disepakati dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
A. Kesimpulan
1. Keseimbangan hak dan kewajiban para pihak terdapat pada Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU. Pengelola SPBU berhak menggunakan merek dagang dan logo atau gambar produk milik PT. Pertamina dengan petunjuk dan pengawasan PT. Pertamina. Di samping itu, pengelola SPBU juga berhak mendapatkan keuntungan yang disebut margin yang besarnya ditetapkan PT. Pertamina, dan berkewajiban untuk menjual atau menyalurkan BBM atau BBK. PT. Pertamina berhak melakukan pemeriksaan secara berkala akan barang milik PT. Pertamina yang ditempatkan pada SPBU CODOLite. Pihak PT. Pertamina berkewajiban menyerahkan BBM/BBK atau produk lain kepada SPBU dengan menggunakan alat ukur PT. Pertamina yang memakai takaran berupa indeks baut di mobil tangki bermotor. Harga penjualan BBM harganya telah ditetapkan oleh Pemerintah melalui Keppres dan mengenai BBK atau produk lain PT. Pertamina harganya ditetapkan sendiri oleh PT. Pertamina.
2. Pelaksanaan kontrak SPBU CODOLite dimana dalam melakukan proses pembangunan, pemeliharaan, pengoperasian dan pengelolaan terhadap SPBU terikat kepada ketentuan dan pedoman – pedoman yang telah ditetapkan oleh PT. Pertamina maupun perubahan-perubahan yang ditetapkan oleh pihak PT. Pertamina yang bertujuan untuk tetap mempertahankan dan menjaga mutu pelayanan dan kepuasan kepada pelanggan di SPBU tersebut. Dalam pengelolaan SPBU CODOLite ini,