• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketentuan WTO juga mengatur mengenai pengecualian atas integrasi regional.90 Kesepakatan integrasi regional (RIAs) telah menjadi isu penting dalam ranah integrasi ekonomi.91 Kesepakatan tersebut, yang memberikan perlakuan khusus pada kelompok negara tertentu, telah memunculkan isu kompatibilitas kesepakatan tersebut dengan GATT/WTO.92

Dalam beberapa tahun terakhir, perjanjjian integrasi regional antara anggota WTO semakin berkembang. Tetapi, terdapat suatu kekhawatiran banyaknya customs union93 dan area perdagangan bebas (Free Trade Area) yang pada hakekatnya mendiskriminasi anggota WTO yang bukan bagian dari

      

90 Pasal XXIV GATT 1994 untuk perjanjian integrasi regional berkaitan perdagangan barang dan pada Pasal V GATS, berkaitan dengan integrasi regional berkaitan perdagangan sektor jasa, memperbolehkan anggota WTO untuk melakukan perdagangan bebas dengan lebih cepat diantara anggota-anggota tertentu yang membentuk suatu kelompok.

91 Proses integrasi ekonomi dilandasi oleh konsep dasar bahwa manfaat ekonomi yang akan diperoleh dari proses tersebut lebih besar dibandingkan dengan biaya atau resiko yang mungkin dihadapi apabila tidak terlibat dalam proses tersebut. Akan hal tersebut, banyak pengambil kebijakan mencoba menempuh kebijakan liberalisasi perdagangan atau mencapai integrasi ekonomi dengan negara lain.

92 Dalam studi yang dilakukan Sekretariat WTO (1995) menyimpulkan bahwa kesepakatan regional merupakan upaya untuk saling melengkapi ketimbang sebagai alternatif usaha untuk menciptakan perdagangan dunia yang lebih bebas.

93 Penyatuan beberapa negara dalam satu kesatuan, teori customs union oleh Viner, orang pertama yang meletakan dasar-dasar teori custom union yang mempresentasikan pokok-pokok teori tradisional integrasi ekonomi.

organisasi regional tersebut, yang dicurigai dapat menimbulkan ancaman terhadap sistem perdagangan multilateral.

Pada Pasal V GATS mempunyai persyaratan yang sama dengan Pasal XXIV GATT 1994. Menurut ketentuan ini, suatu tindakan yang seharusnya dilarang oleh GATS, dan yang terutama bertentangan dengan kewajiban MFN yang diatur dalam Pasal II GATS dibenarkan bila:

1. Tindakan tersebut diberlakukan sebagai bagian dari sebuah perjanjian yang meliberalisasikan perdagangan di bidang jasa yang memenuhi seluruh persyaratan yang ditentukan dalam Pasal V.

2. Jika tindakan tersebut tidak diperbolehkan, anggota WTO tersebut tidak dapat terlibat dalam perjanjian yang meliberalisasikan perdagangan di bidang jasa tersebut.

Dalam kenyataanya Pasal XXIV GATT 1994 dan Pasal V GATS seringkali diabaikan, meskipun setiap anggota WTO yang ingin membentuk suatu perjanjian integrasi regional berkewajiban untuk melakukan notifikasi dan komite di WTO yang menangani di bidang Regional Trade Agreement

harus melakukan telaah agar sesuai dengan ketentuan WTO.

2. Liberalisasi Perdagangan Sektor Jasa Dalam Kerangka ASEAN

2.1 Latar Belakang Perdagangan Bebas Regional ASEAN

Perkembangan ekonomi kawasan global dewasa ini cukup berpengaruh terhadap ekonomi regional. Arus globalisasi membuat perubahan mendasar dalam tata dunia internasional terlebih pada aspek ekonomi. Salah satu ciri perkembangan ekonomi global adalah adanya liberalisasi arus barang,

jasa, modal dan investasi. Adanya liberalisasi ini membuat sistem perekonomian dunia menjadi terbuka dimana terintegrasinya pasar keuangan secara internasional. Proses liberalisasi menyebabkan perekonomian global semakin terpadu (integrated) dan terindepedensi juga semakin kuat.94 Keadaan ini sangat berpengaruh signifikan dalam perkembangan ekonomi kawasan Asia Tenggara.

Perdagangan bebas di tingkat bilateral dan kawasan regional disebut sebagai BFTA (Bilateral Free Trade Agreement) dan RTA (Regional Trade

Agreement), keduanya kemudia biasa dikenal sebagai FTA (Free Trade

Agreement) atau Perjanjian Perdagngan Bebas. Perlu dipahami bahwa aturan di FTA baik yang bersifat bilateral maupun regional, berinduk kepada perjanjian (agreement) di WTO yang berssifat multilateral. Hal ini selalu ditekankan di setiap klausul kesepakatan FTA.

Integrasi ekonomi Asia Tenggara95 ini sesuai dengan ketentuan perjanjian WTO dengan tujuan saling menguntungkan dengan cara pemberlakuan tarif yang lebih rendah sesama anggota bila dibandingkan dengan non-anggota (Prefential Trade Agreement/ASEAN PTA)96 antar negara-negara anggota sekawasan ini. Tetapi menemukan kendala, belum

      

94 J. Soedjati Jiwandono, Perubahan Global dan Perkembangan Studi Ilmu Hubungan Internasional, (Bandung; Kata pengantar, 1999)

95 Tujuan bagi integrasi ekonomintersebut diantaranya adalah penghapusan tarif, kebebasan bergerakdari kaum professional, kebebassan bergerak dari modal, serta penyederhanaan prosedur kepabeanan. Untuk itu diperlukan pembentukan kesepakatan-kesepakatan perdagangan bebas (FTA) yang merupakan strategi kunci bagi ASEAN untuk mendapatkan akses pasar yang lebih besar ke mitra dagang ASEAN serta guna menarik investasi ke dalam ASEAN.

96 Persetujuan Pengaturan Perdagngan Preferensi ASEAN (PTA) Manila, Filiphina, tanggal 24 Februari 1977 dan mulai diberlakukan tahun 1978.

dapat memberikan tingkat preferensi yang memadai, rendahnya tingkat komplementaritas, sehingga kurang mendukung upaya perdagangan.97

Saat ini di tingkat regional ASEAN sudah dibuat payung bagi rezim perdagangan bebas yang komprehensif yang memayungi semua perjanjian perdagangan bebas, didalamnya ada AFTA (ASEAN Free Trade Area).98 AFTA merupakan mekanisme dan regionalisme dengan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. Kesepakatan merealisasikan AFTA ini dilakukan melalui skema yang disebut “Commmon Effective Prefential Tariffs” (CEPT).99

Realisasi AFTA melalui CEPT merupakan jalur perdagangan bebas dalam bidang barang (trade in goods) dengan mekanisme penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Sedangkan dalam bidang jasa (trade in service) melalui kerangka perjanjian AFAS sebagai upaya melakukan liberalisasi dengan tingkat lebih tinggi. Dalam area jasa, deklarasi Konvensi Bangkok menyepakati untuk meningkatkan kerjasama dan kebebasan perdagangan dibidang jasa melalui perwujudan ASEAN Framework Agreement on Service (AFAS). Perjanjian ini khususnya berusaha meningkatkan efesiensi dan tingkat kompetitif dari anggota

      

97 Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Internasional, (Jakarta; PT. Tatanusa, 2007), hlm 14.

98 AFTA adalah hasil kesepakatan para kepala negara ASEAN dalam ASEAN Summit IV di singapura pada bulan Januari 1992 ketika ditandatanganinya “Singapore Declaration and Agreement for Enchacing ASEAN Economic Cooperation”.

99Commmon Effective Prefential Tariffs (CEPT), suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui penurunan tariff hingga 0-5%. Penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non-tarif lainnya.

ASEAN sebagai penyedia jasa, khususnya mengeliminasi pembatasan perdagangan dibidang jasa antar anggota ASEAN, dan meliberalisasi perdagangan jasa dengan memperluas tingkatan dan lingkup dari liberalisasi melampaui yang telah ada di dalam GATS (General Agreement Trade in Service) dengan tujuan sebuah area perdagangan bebas dibidang jasa.100

Para memimpin ASEAN telah mengesahkan AFAS pada KTT ke-5 ASEAN tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand, dan Indonesia telah meratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 1995, dimana AFAS antara lain berisi kesepakatan untuk101:

a. Meningkatkan kerjasama dibidang jasa diantara negara-negara ASEAN dalam rangka meningkatkan efesiensi dan daya saing, diversifikasi kapasitas produksi serta pemasokan dan distribusi jasa, baik antara penyedia jasa di ASEAN maupun diluar ASEAN.

b. Menghapus hambatan perdagangan dibidang jasa secara substansial antar negara ASEAN.

c. Meliberalisasi perdagangan bidang jasa dengan memperdalam dan memperluas cakupan liberalisasi yang telah dilakukan oleh negaranegara dalam kerangka GATS/WTO, dengan tujuan mewujudkan perdagangan bebas dibidang jasa. Sedangkan sesuai Artikel I AFAS:102

a. to enhance cooperation in services amongst Member States in order to

improve the efficiency and competitiveness, diversify production capacity and

      

100 Hadi Soesastro, A New ASEAN in a New Millenium, (Jakarta; Centre for Strategic and International Student, 2000 ) hlm. 215.

101 Dirjen Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Integrasi Ekonomi ASEAN dibidang Jasa, Jakarta, 2009, hlm 7

102 httpwww.asean.orgcommunitiesasean-economic-communityitemasean-framework-agreement-on-services.html, diakses pada tanggal 21 Januari 2014.

supply and distribution of services of their service suppliers within and outside ASEAN;

b. to eliminate substantially restrictions to trade in services amongst Member States; and

c. to liberalise trade in services by expanding the depth and scope of

liberalisation beyond those undertaken by Member States under the GATS with the aim to realising a free trade area in services.

Dalam proses perudingan, sektor jasa memiliki keunikan tersendiri yang berbeda dengan proses perundingan liberalisasi sektor barang. Pada sektor barang, perundingan liberalisasi dilakukan dengan penurunan tariff dan non tarif. Sementara di perdagangan jasa, perundingan dilakukan dengan melakukan pengurangan atau penghjjilangan hambatan dalam empat cara ketersediaan jasa dari penyedia jasa kepada pengguna jasa (mode of supply). Kempat mode of supply dalam perdagangan jasa adalah sebagai berikut:103

1. Mode1 (cross-border-supply) merupakan jasa yang diberikan secara langsung oleh penyedia jasa luar negeri dengan pengguna dalam negeri. Contohnya pertimbangan hukum yang diberikan oleh pengacara di luar negeri lewat surat atau telepon.

2. Mode 2 (consumption abroad) merupakan jasa yang diberikan oleh penyedia Jasa diluar negeri kepada konsumen domestik setelah konsumen tersebut berpindah secara fisik ke negara penyedia jasa. Contohnya pasien Indonesia berobat ke rumah sakit di Singapura.

3. Mode 3 (commercial Presence) merupakan jasa yang disediakan dengan kehadiran penyedia jasa dari luar negeri kepada konsumen di negara konsumen. Contoh : pendirian rumah sakit milik Singapura di Indonesia.

      

103 Lihat “ASEAN Framework Agreement on Service”,Fact Sheet ASEAN, Public Affairs Office of the ASEAN Secretariat, Jakarta, 26 Februari 2009

4. Mode 4 (movement of individual service providers) merupakan penyediaan jasa langsung berupa tenaga kerja asing yang memiliki keahlian tertentu kepada konsumen di negara konsumen, contohnya dokter Singapura melakukan praktik di Indonesia.

Pengesahan protokol AFAS akan melengkapi perangkat hukum secara nasional pelaksanaan persetujuan terkait dengan perdagangan jasa di Indonesia. Adapun peraturan terkait dengan protokol AFAS, adalah:

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang pengesahan Agreement Establishing the World Trade Oeganization (persetujuan pembentukan organisasi Perdagangan Dunia).

2. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 1995 tentang pengesahan ASEAN Framework Agreement on Services (persetujuan perdagangan bidang jasa di ASEAN).

3. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Internasional. 4. Keputusan Presiden Nomor61 Tahun 1998 tentang Perusahaan Pembiayaan. 5. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 1999 tentang perubahan atas PP Nomor

73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Pengansuransian.

2.2Prinsip-Prinsip dalam AFAS

Dalam perundingan liberalisasi bidang jasa, AFAS menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana yang diterapkan dalam WTO. Prinsip-prinsip tersebut antara lain :104

      

104 Aida S Budiman (dkk), Masyarakat EKonomi ASEAN 2015, (Jakarta; PT.Elex Media Komputindo, 2008), hlm 8-9.

a. Most Favoured Nation (MFN) Treatment- kemudahan yang diberikan kepada suatu negara berlaku juga untuk semua negara lain.

b. Non discriminative, pemberlakuan hambatan perdagangan diterapkan untuk semua negara, tanpa pengecualian;

c. Transparancy, setiap negara wajib mempublikasikan semua peraturan,

perundang-undangan, pedoman pelaksanaan dan semua keputusan/ ketentuan yang berlaku secara umum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah;

d. Progressive liberalization, liberalisasi secara bertahap sesuai dengan tinggat perkembangan ekonomi setiap negara anggota.

Kemudian dalam komitmen liberalisasi perdagangan jasa dilakukan dalam empat derajat liberalisasi yang berbeda-beda, yaitu113:

a. None, artinya terbuka penuh atau tidak ada hambatan dan pembatasan pada sektor jasa tersebut.

b. Bound with limitations; artinya liberalisasi dengan

pembatasan-pembatasan tertentu yang disebutkan dalam komitmen, dimasa yang akan dating, pembatasan ini dapat dibuka lebih lanjut.

c. Unbound, artinya tidak ada komitment, dikarenakan adanya aturan-

aturan yang tidak sejalan dengan akses pasar atau perlakuan pasar.

d. No commitment, tidak ada komitmen karena memang secara teknis tidak

dimungkinkan.

Untuk sektor jasa, ASEAN harus mengijinkan upaya liberalisasi sektor jasa keuangan dari negara anggota untuk menjamin pengembangan

sektor keuangan dan menjaga stabilitas keuangan dan sosial ekonomi. Maka negara anggota akan berpedoman pada prinsip-prinsip sebagai berikut:105

a. Liberalisasi (melaui formula ASEAN minus X) dimana negara-negara yang telah siap dapat terlebih dahulu melaksanakan liberalisasi dan negara yang belum siap dapat bergabung kemudian; dan.

b. Proses liberalisasi harus sesuai dengan tujuan kebijakan nasional dan tingkat pembangunan ekonomi serta sektor keuangan di setiap negara anggota.

Mengenai komitmen dalam liberalisasi sektor jasa, AFAS mempunyai kesamaan dalam hal negosiasi setiap anggotanya menawarkan pembukaan sektor jasa mana yang akan di kontribusikan dalam rangka peningkatan liberalisasi. Aturan AFAS mengenai spesifik komitmen (specific commitments) diatur dalam artikel IV, ayat 1 yang berbunyi:

“Member States shall enter into negotiations on measures affecting trade in specific service sectors. Such negotiations shall be directed towards achieving commitments which are beyond those inscribed in each Member State's schedule of specific commitments under the GATS and for which Member States shall accord preferential treatment to one another on an MFN basis.“

Dalam pemberian komitmen di AFAS, negara anggota diharuskan untuk memberikan tingkat komitmen yang lebih baik untuk sesama anggota ASEAN dibandingkan dengan komitmennya dalam GATS/WTO, serta membuka lebih banyak sektor atau sub-sektor, berdasarkan prinsip MFN. Sehingga AFAS dikenal juga dengan Istilah GATS Plus.106

       105 Ibid, hlm 12-13

106 Komitmen dalam rangka AFAS adalah GATS Plus artinya komitmen Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN untuk liberalisasi sektor perdagangan jasa pada tingkat ASEAN lebih besar dari[pada komitmen yang diberikan pada tingkat GATS/WTO.

Dokumen terkait