• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketentuan Pasal 20 UU Pengampunan Pajak tidak menghapuskan penegakan hukum pidana dan tidak pula

Pertumbuhan PDB (%)

B. TANGGAPAN ATAS PERMOHONAN PARA PEMOHON

10) Ketentuan Pasal 20 UU Pengampunan Pajak tidak menghapuskan penegakan hukum pidana dan tidak pula

mengurangi kewenangan kekuasaaan kehakiman untuk menegakkan hukum dan keadilan, sehingga ketentuan Pasal 20 UU Pengampunan Pajak tidak bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945

Wajib Pajak Yang Mengikuti Pengampunan Pajak Tetap Dapat Dilakukan Pemidanaan Sepanjang Data dan Informasi Tidak Berasal Dari Pelaksanaan Pengampunan Pajak

Dalil para Pemohon yang menyatakan bahwa Pasal 20 UU Pengampunan Pajak bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 adalah tidak benar. ParaPemohon telah salah memahami makna dalam ketentuan Pasal 20 UU Pengampunan Pajak. Bahwa Wajib Pajak yang mengikuti program pengampunan pajak sama sekali tidak diberikan imunitas atau dilepaskan pertanggungjawaban pidana perpajakan maupun pidana lainnya. Sebagaimanatelah diatur dalam ketentuan Pasal 3 ayat (3) UU Pengampunan Pajak, Wajib Pajak yang berkas penyidikannya

telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan, Wajib Pajak yang sedang dalam proses peradilan, dan Wajib Pajak yang sedang menjalani hukuman pidana tidak dapat mengikuti program pengampunan pajak.Wajib Pajak yang mengikuti program pengampunan pajak yang berkas perkaranya belum dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan, masih diberikan kesempatan untuk mengungkapkan harta yang sebenarnya berdasarkan asas

presumption of innocent, dengan syarat harus melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan.Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari hukum pajak yang lebih mengutamakan tujuan budgeter dan

regulerend daripada sanksi pidana yang bersifat ultimum remidium

dan telah banyak diterapkan dalam ketentuan perpajakan yang berlaku saat ini.Pasal 44B ayat (1) dan ayat (2) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juga telah mengatur bahwa ayat (1)

"Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan"

ayat (2)

"Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan"

Adapun frase tindak pidana lain dalam penjelasan Pasal 20 UU Pengampunan Pajak tidak berarti bahwa Wajib Pajak yang mengikuti program pengampunan pajak secara mutlak dibebaskan dari suatu pertanggungjawaban pidana (imunitas).Wajib Pajak

yang mengikuti program pengampunan pajak tetap dapat dipidana dengan dasar data dan informasi dari luar data dan informasi perpajakan yang terdapat dalam surat pernyataan dan lampirannya. Hal tersebut bukan berarti membatasi kewenangan dari suatu peradilan dalam menegakkan hukum dan keadilan, akan tetapi Negara lebih mendahulukan kepentingan yang lebih besar untuk rakyat.Tujuan suatu negara yang dalam hal ini melingkupi kekuasaan eksekutf, legislatif dan yudikatif mempunyai tujuan besar yaitu mensejahterakan rakyat sesuai dengan tujuan suatu negara welfarestate. Dalam teori negara kesejahteraan

(welfarestate),Negara wajib menjamin rasa aman dan bahagia dengan terpenuhinya kebutuhan dasar kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan memperoleh perlindungan dari resiko utama yang mengancam kehidupan rakyatnya. Pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 28I ayat (4), Pasal 31 ayat (2), dan Pasal 34 UUD 1945. Selain itu, kerahasiaan data perpajakan diperlukan dengan tujuan antara lain pertama adalah untuk mencegah adanya persaingan antara Wajib Pajak dengan Wajib Pajak yang lainnya, kedua adalah untuk mencegah dalam hal pengungkapan asal usul kekayaan atau penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak yang hakekatnya merupakan rahasia pribadi sesuai dengan asas-asas perpajakan.Kerahasiaan data dan informasi perpajakan merupakan rahasia pribadi berkaitan dengan kekayaan, penghasilan dan utang Wajib Pajak sehingga kerahasiaannya dilindungi oleh Undang-Undang. Pasal 322 ayat (1) KUHP menyatakan, “Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah”. Selanjutnya Pasal 34 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan telah menyatakan, "Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala

sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan".

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, ketentuan Pasal 20 UU Pengampunan Pajak sama sekali tidak bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 karena telah sesuai dengan asas-asas hukum dan memperhatikan prinsip-prinsip keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum.

Bahwa UU Pengampunan Pajak juga tidak membatasi kewenangan aparat penegak hukum untuk melakukan penegakkan hukum. UU Pengampunan Pajak hanya membatasi penggunaan data-data yang bersumber dari permohonan pengampunan pajak.Apabila aparat penegak hukum menemukan data-data terkait tindak pidana tertentu melalui sumber yang lain, tentunya aparat penegak hukum dapat menindaklanjutinya sesuai kewenangannya. Ketentuan yang mengatur bahwa data dan informasi yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan UU Pengampunan Pajak tidak dapat dijadikan sebagai dasar dilakukannya penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan semata-mata ditujukan untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang mengikuti program pengampunan pajak (melaporkan seluruh hartanya) agar data dan informasi yang terdapat dalam Surat Permohonan Pengampunan Pajak hanya digunakan untuk pemberian pengampunan pajak, tidak digunakan untuk tujuan lainnya. Selain itu, ketentuan Pasal 20 UU Pengampunan Pajak juga hanya mengatur kerahasiaan data dan informasi yang berasal dari Surat Pernyataan beserta lampirannya. Kerahasiaan data dan informasi wajib pajak yang berasal dari Surat Pernyataan tersebut adalah bentuk affirmative action yang merupakan diskriminasi positif (positive discrimination) yang dilakukan untuk tercapainya keadilan dan kesetaraan. Bahwa Wajib Pajak yang mengikuti program Pengampunan Pajak tetap dapat dipidana dengan dasar data dan informasi dari luar data dan informasi perpajakan yang

terdapat dalam surat pernyataan dan lampirannya. Berdasarkan hal-hal tersebut, telah jelas bahwa ketentuan Pasal 20 UU Pengampunan Pajak tidak mengurangi kewenangan badan peradilan dalam menegakan hukum dan keadilan serta tidak pula mengabaikan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan.

11) Perlindungan hukum yang diatur dalam Pasal 22 UU