• Tidak ada hasil yang ditemukan

...

7. Giro adalah simpanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan.7

Dalam perkembangannya, simpanan giro begitu populer sehingga jumlahnya melebihi jumlah uang kertas dan logam yang digunakan pada waktu itu. Sejalan dengan perkembangan tersebut, simpanan tabungan (savings deposit) juga mulai dikenal. Perkembangan dan inovasi sistem perbankan yang pesat selanjutnya mengarahkan penggunaan uang sebagai suatu komoditas yang tidak berbentuk secara konkrit (intangible money). Hal ini terkait dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dapat meningkatkan efisiensi sistem pembayaran serta mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk melakukan transaksi dengan menggunakan cek.8

7 Pasal 1 ayat 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 8 Solikin dan Suseno, UANG ... (Jakarta: PPSK BI, 2002), 9

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juga membagi perbankan menjadi 3 yaitu Bank Indonesia, Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat. Perbedaan terkait keuangan dari ketiga bank ini adalah mengenai hak penerbitan uang. Bank Indonesia, berhak menerbitkan uang kartal (kertas dan logam) sebagaimana telah diatur pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968. Bank Umum merupakan bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran9 baik dalam bentuk kartal maupun simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Bank Umum juga dapat menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.10 Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat hanya berhak menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, serta tidak diperkenankan menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.11

Evolusi uang tidak berhenti di sini. Uang giral mulai muncul dalam bentuk elektronis seperti seperti internet banking, debit cards, dan automatic teller machine (ATM) cards yang pada masanya disebut sebagai APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu). Uang giral terus berkembang hingga berbentuk smart cards, yaitu penggunaan chip pada sebuah kartu. Penggunaan

smart cards sangat praktis, yaitu dengan “mengisi” chips dengan sejumlah uang tertentu yang dikehendaki, dan selanjutnya menggunakannya untuk

9 Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 10 Pasal 6 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 11 Pasal 13-14 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

melakukan transaksi.12 Hal ini diperkenalkan pertama kali oleh PT. Telkomsel Indonesia pada tahun 2007 dalam bentuk stiker yang dikenal sebagai T-Cash.13

Alat Pembayaran Menggunkan Kartu (APMK) dan uang elektronik pernah diatur dalam sejumlah regulasi Peraturan Bank Indonesia yaitu PBI Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) dan PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK. Selanjutnya, diperbarui dengan PBI Nomor 14/2/PBI/2012 tentang perubahan atas PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK.

Selain dalam PBI, Alat Pembayaran Menggunkan Kartu (APMK) dan uang elektronik juga diatur dalam sejumlah Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) antara lain SE BI Nomor 11/10/DASP/2009 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan APMK, SE BI Nomor 11/11/DASP/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money), dan SE BI Nomor 13/22/DASP/2011 tentang Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number (PIN) pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang Diterbitkan di Indonesia.

Pada awal mula, PBI dan SE BI menggolongkan kartu ATM, kartu Debet, kartu Kredit, dan kartu Prabayar (uang elektronik) dalam satu kategori yaitu Alat Pembayaran Menggunkan Kartu (APMK). Namun, sejak pemberlakuan PBI Nomor 11/11/PBI/2009 dan PBI Nomor 11/12/PBI/2009, terjadi perubahan dimana produk kartu ATM, kartu Debet, kartu Kredit

12 Solikin dan Suseno, UANG ... (Jakarta: PPSK BI, 2002), 9.

digolongkan sebagai APMK, sedangkan kartu Prabayar digolongkan sebagai uang elektronik.14

Perubahan penggolongan tersebut antara lain dilatarbelakangi fakta bahwa uang elektronik (electronicmoney/e-money) tidak hanya diterbitkan oleh bank tetapi juga diterbitkan lembaga selain bank (perusahaan telekomunikasi). Di samping itu, uang elektronik juga memiliki perbedaan dengan APMK, karena pengguna uang elekrtonik tidak harus menjadi nasabah bank atau membuka rekening di bank.

Alat pembayaran menggunakan produk prabayar (uang elektronik) telah berkembang pesat sehingga memerlukan perhatian khusus dari sisi pengaturan dan pengawasan. Sehubungan hal tersebut, pengaturan produk prabayar (uang elektronik) perlu diatur lebih lengkap dalam PBI tersendiri yang terpisah dari pengaturan APMK.

PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK telah diperbaharui berdasarkan PBI 14/2/PBI/2012. Pembaharuan PBI tersebut disebabkan banyaknya kasus pelanggaran dan tindak pidana kartu kredit. Perubahan PBI ditujukan untuk menyempurnakan regulasi kartu kredit yang dalam pelaksanaannya telah menimbulkan sejumlah dampak negatif di masyarakat. Penyempurnaan PBI tahun 2009 tersebut diperlukan dalam rangka mendorong pertumbuhan yang lebih sehat dalam transaksi pembayaran

14 Andri Indradie, Raymond Reynaldi, dan Arief Ardiansyah, “Aturan Baru Lebih Ketat, Bisnis Justru Lebih Melesat” dalam Kontan, 14 (November 2011).

menggunakan kartu dan menekan seminimal mungkin keluhan dari para pengguna jasa APMK khususnya kartu kredit.15

Selain dalam PBI dan SE BI, APMK dan Uang Elektronik belum pernah diatur dalam UU maupun PP. Sedangkan tentang Uang Kartal Undang-undang pernah menyinggungnya dalam16 Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral, Undang-Undang No. 11 tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia dan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Peraturan Bank Indonesia adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.17 Secara hirarki, kedudukan PBI hanyalah sebatas ketentuan pelaksana undang-undang di bawah lembaga presidensial (PP). Namun ditinjau dari fungsinya sebagai materi untuk menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang Bank Indonesia, maka PBI bisa disetarakan dengan PP hal ini merupakan penafsiran sistematis dimana UU dan PBI mengatur objek yang sama dalam hal ini uang giral.

Sayangnya, penafsiran sistematis ini dapat dikesampingkan dengan adanya pasal 5 ayat 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/42/PBI/2016 tentang Pembentukan Peraturan di Bank Indonesia yang berbunyi: “materi yang diperintahkan oleh undang-undang untuk diatur dengan PBI”.18 Sehingga apabila dalam undang-undang tidak dijelaskan bahwa pelaksanaan suatu pasal akan diatur dalam PBI, maka PBI tidaklah berlaku.

15 R.Serfianto, dkk., Untung dengan Kartu ..., 64.

16 www.bi.go.id/id/pencarian/Default.aspx?k=PBI diakses pada 17 Juli 2018. 17 Pasal 1 ayat 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 18 Pasal 5 ayat 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/42/PBI/2016 tentang Pembentukan Peraturan di Bank Indonesia.

Kesimpulannya, PBI hanya berhak mengatur uang giral sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pasal 6 ayat 1 dan ayat 7 yaitu sebatas pada APMK dan tidak berlaku pada Uang Elektronik. Uang Elektronik tidaklah sah beredar di Indonesia meskipun telah diatur dalam PBI. Hal ini karena PBI Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik terpaksa batal demi hukum.

Pasal 6

Usaha Bank Umum meliputi :

a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

...

g. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa, latar belakang perbedaan APMK dan Uang Elektronik adalah fakta bahwa uang elektronik (electronicmoney/e-money) tidak hanya diterbitkan oleh bank tetapi juga diterbitkan lembaga selain bank (perusahaan telekomunikasi). Di samping itu, uang elektronik juga memiliki perbedaan dengan APMK, karena pengguna uang elekrtonik tidak harus menjadi nasabah bank atau membuka rekening di bank. Sehingga pasal 6 ayat 1 dan 7 tidak berlaku karena pembayaran uang elektronik tidak lagi melalui bank tetapi langsung terjadi dengan sistem stored-value atau prepaid dimana sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronik yang dimiliki seseorang dan langsung dipindahbukukan pada media elektronik merchant.19

Tidak dapat dipungkiri, pertumbuhan transaksi uang elektronik berupa kartu prabayar di Indonesia tergolong sangat cepat, melampaui pertumbuhan transaksi kartu kredit, kartu ATM, dan kartu debit. Kondisi semacam ini mendorong BI menyempurnakan pengaturan uang elektronik guna mendukung penerbitan satu kartu prabayar multiguna untuk beragam kebutuhan transaksi pembayaran.

Walhasil terbitlah Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang didalamnya terdapat pasal yang menjadi angin segar bagi PBI. Pasal 16 ayat 3 undang-undang tersebut berbunyi: “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengedarkan Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia”20. Disusul dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/42/PBI/2016 tentang Pembentukan Peraturan di Bank Indonesia. Dengan demikian, Uang Elektronik tidak lagi ilegal baik secara regulasi maupun secara evolutif-dinamis.

B.Pengaruh PBI Nomor 14/2/PBI/2012 terhadap Transaksi Non Tunai

Saat ini, uang elektronik (e-money) telah diterbitkan oleh 11 penerbit yang terdiri dari satu Bank Pembangunan Daerah (BPD), lima Bank Umum dan Lembaga Selain Bank (perusahaan telekomunikasi). Ke-11 penerbit uang elektronik meliputi:

1. Bank DKI Jakarta (JakCard) 2. Bank Central Asia Tbk (Flazz)

3. Bank Mandiri (Persero) Tbk (IndomaretCard, Gaz Card dan E-TollCard)

4. Bank Mega Tbk (Studio Pass Card dan SmartCard) 5. Bank BNI (Persero) Tbk (Java JazzCard dan Kartuku) 6. Bank BRI (Persero) Tbk (BRIZZI)

7. PT Indosat (Dompetku)

8. PT SkyeSab Indonesia (SkyeCard)

9. PT Telkom (Persero) (FlexyCash dan i-Vas Card) 10. PT Telkomsel (T-Cash)

11. PT XL Axiata Tbk (XL Tunai)

Penggunaan uang elektronik tahun 2010 mencapai 26,4 juta transaksi atau meningkat 51,4 % dibanding 2009, Nilai transaksinya mencapai Rp707,7 miliar atau meningkat 36,3 % dibanding 2009. Meskipun baru hadir April 2007, jumlah uang elektronik telah mencapai sekitar 7,9 juta kartu pada tahun 2010. Uang elektronik yang diterbitkan saat ini ada yang berbasis chip (chip base) seperti kartu prabayar dan ada pula yang berbasis server (server base) seperti uang elektronik yang dapat diakses melalui telepon seluler (handphone).

Sesuai data BI ada 36,225 juta kartu prabayar pada akhir 2013, berkurang menjadi 35,738 juta kartu prabayar pada akhir 2014. Pada akhir tahun 2015, masih stabil pada angka 34,314 juta kartu prabayar. Pada akhir tahun 2016 naik menjadi 51,204 juta kartu prabayar.21 Padahal akhir tahun 2007 hanya ada 165.193 kartu prabayar. Berarti dalam sepuluh tahun jumlah kartu prabayar meningkat pesat hingga 300 kali.

Bank BRI (Persero)Tbk ikut menerbitkan uang elektronik bermerek BRIZZI. Uang elektronik milik BRI tersebut bisa diisi ulang dimanapun serta bisa dimiliki oleh siapapun tanpa harus memiliki rekening di Bank BRI. BRIZZI juga bisa digunakan untuk berbagai macam transaksi, seperti belanja barang/jasa, makan di restoran, pembayaran rekening listrik atau telepon, pembelian tiket pesawat terbang atau kereta api, dan pembayaran parkir. Proses isi ulang BRIZZI dapat dilakukan melalui ATM BRI, ATM bank lain (Prima/Link/Bersama), internet banking BRI, mobile banking BRI, dan di seluruh penjual (merchant) BRIZZI.

Saat ini, kartu prabayar Bank Mandiri yang terbit sejak 2009 sudah ada 2 juta kartu dengan 2,8 juta transaksi per bulan. Perbandingannya kartu kredit Mandiri yang terbit sejak tahun 2000 saat ini membukukan 1,8 juta transaksi per bulan. Adapun kartu debit yang diterbitkan sejak tahun 2007 saat ini ada 2,4 juta transaksi per bulan. Ini menunjukkan perkembangan transaksi kartu prabayar lebih besar dibandingkan transaksi menggunakan kartu kredit maupun kartu debit. Bank Mandiri saat ini menguasai pembayaran jalan tol dengan menerbitkan kartu prabayar E-Toll.

Sedangkan uang elektronik yang dikeluarkan perusahaan telekomunikasi, metode layanannya relatif sama. Pelanggan terlebih dulu mengisi rekening pulsa mulai dari puluhan ribu, ratusan ribu, hingga jutaan rupiah. Rekening ini akan tersimpan dalam server milik operator seluler. Selanjutnya, pelanggan atau pemilik telepon seluler menggunakanpulsa untuk bertransaksi di gerai-gerai tertentu yang sudah bekerja sama dengan operator. Pulsa yang selama ini

hanya bisa dipakai untuk SMS dan telepon kini bisa digunakan untuk berbelanja tanpa perlu repot membawa dompet. Biaya per transaksi juga murah, misalnya XL menarik biaya Rp2000 dan Indosat Rp1000. Kini, dengan uang elektronik via pulsa berbagai transaksi bisa dilakukan menggunakan ponsel.

T-Cash adalah salah satu produk uang elektronik yang diterbitkan perusahaan telekomunikasi yaitu PT. Telkomsel. Semua informasi dan transaksi menggunakan T-Cash cukup dilakukan dengan menghubungi #828# melalui ponsel pribadi, sebelumnya melakukan registrasi via sms ke 2828. Untuk pelanggan basic service, batas transaksi senilai Rp1.000.000 per hari, sedangkan untuk pelanggan full service batas transaksi senilai Rp5.000.000 per hari. Selain untuk berbelanja barang/jasa, T-Cash juga bisa digunakan untuk membeli token listrik prabayar dari PLN, penarikan uang tunai di beberapa gerai hingga mengirimkan uang.22

Sayangnya, masyarakat belum terbiasa dan masih nyaman memilih sistem pembayaran konvensional yang dianggap lebih aman Padahal BI telah menyiapkan aturan khusus guna menjamin keamanan transaksi pembayaran lewat ponsel ini. Operator wajib menyediakan dana jaminan di bank senilai uang elektronik yang diterbitkan untuk berjaga-jaga ketika operator gagal bayar. Untuk meminimalkan risiko, pelanggan hanya diperbolehkan mengisi pulsa atau rekening uangnya maksimal 20 juta rupiah sebulan.23

22 R.Serfianto, dkk., Untung dengan Kartu ..., 102. 23 Ibid.

83

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Tanpa adanya benda yang dapat digunakan sebagai alat tukar dalam perekonomian moderen ini, maka transaksi hanya dilakukan dengan barter. Semakin mendesaknya kebutuhan masyarakat akan adanya sebuah alat tukar yang lebih mudah, praktis dan aman, uang giral mulai muncul dalam bentuk elektronis seperti seperti internet banking, debit cards, dan automatic teller machine (ATM) cards dan terus berkembang hingga berbentuk smart cards, yaitu penggunaan chip pada sebuah kartu.

Alat Pembayaran Menggunkan Kartu (APMK) dan uang elektronik pernah diatur dalam sejumlah regulasi Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI). Selain PBI dan SE BI, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1953 juga mengakui keberadaan Uang Giral. Namun, secara gramatikal dengan diundangkannya pasal 26 ayat 2 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, maka secara tidak langsung uang giral tidak lagi dianggap sebagai alat pembayaran yang sah.

Secara Sistematis uang giral yang bisa digunakan masyarakat hanyalah APMK. Namun, dengan adanya perubahan pandangan masyarakat dan situasi kemasyarakatan maka terjadilah penafsiran evolutiv dinamis pada UU nomor 13 tahun 1968 yang mendesak diakuinya uang elektronik sebagai uang giral. Penafsiran ini kemudian didukung dengan terbitnya Undang-undang Nomor 7

Tahun 2011 tentang Mata Uang. Sehingga uang giral baik APMK maupun Uang Elektronik sekarang telah legal beredar di Indonesia dan dapat bertransformasi dalam bentuk apapun sepanjang diatur oleh PBI dan disetujui oleh Bank Indonesia.

Terbitnya PBI Nomor 14/2/PBI/2012 merupakan angin segar bagi perkembangan uang giral juga sangat berpengaruh terhadap transaksi non tunai di Indonesia. Sesuai data BI ada 36,225 juta kartu prabayar pada akhir 2013, berkurang menjadi 35,738 juta kartu prabayar pada akhir 2014. Pada akhir tahun 2015, masih stabil pada angka 34,314 juta kartu prabayar. Pada akhir tahun 2016 naik menjadi 51,204 juta kartu prabayar.1 Padahal akhir tahun 2007 hanya ada 165.193 kartu prabayar. Berarti dalam sepuluh tahun jumlah kartu prabayar meningkat pesat hingga 300 kali.

B. Saran

1. Menurut penulis, pemerintah kurang sigap dalam mengambil keputusan tekait apa-apa yang terjadi di masyarakat. Seyogyanya pemerintah haruslah tanggap, cepat, dan sigap dalam mengambil keputusan. Jika memang iya segera keluarkan aturan yang mendukung kebijakan terkait, bila tidak maka segera pula mengambil tindakan atas perkara yang tidak legal di Indonesia. Karena Indoneisa merupakan negara hukum.

2. Jika tidak dibatasi, maka akan terjadi tumpang tindih antara wewenang Bank dan perusahaan telekomunikasi dalam penerbitan uang elektronik. Hendaknya dibuat pula aturan baik dalam PBI maupun Undang-undang

mengenai pembagian tugas, wewenang, hak, dan kewajiban terkait uang elektronik antara bank dan perusahaan telekomunikasi atau perusahaan lain yang menerbitkan uang elektronik.

3. Meskipun uang elektronik sudah sah dengan diundangkannya PBI Nomor 14/2/PBI/2012, hendaklah uang giral berupa APMK terlebih uang elektronik dibuatkan undang-undang tersendiri secara khusus yang memuat pokok atau aturan baku dan aturan minimal ciri-ciri uang giral yang bisa berlaku dan diakui di Indonesia. Mengingat perkembangan era digital sudah sangat pesat dan inovasi-inovasi terus bermunculan. Hal ini demi menjaga stabilitas rupiah baik secara tunai maupun non tunai.

DAFTARPUSTAKA

Sumber Buku

Hasan, Ahmad. 2005. Mata Uang Islami (Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islam). Trej. Saifurrahman Barito dan Zulfakar Ali. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Asshiddiqie, Jimly dan Ali Syafaat, M. 2006. Teori Hans Keslen Tentang Hukum. Jakarta: Setjen & Kepaniteraan MK-RI.

Bank Indonesia. 2015. Daftar Istilah Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah. Jakarta: Bank Indonesia.

Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wijaya, Dimaz Ankaa. 2016. Mengenal Bitcoin dan Cryptocurrency. Medan:

Puspantara.

Ranggawidjaja, H. Rosjidi. 1998. Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia. Bandung: Mandar Maju.

Sadzilly, Hasan, dkk.. 1995. EnsiklopediIndonesia. Jakarta: Ihtiar Baru.

Ridwan, Juniarso. 2009. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa.

S, Kusni Goesniadhie. 2010. Harmonisasi Sistem Hukum, Mewujudkan Tata PemerintahanyangBaik. Malang : Nasa Media.

Moeloeng, Lexy J.. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.

Gandhi, LM.. 1980. Harmonisasi Hukum Menuju Hukum yang Responsif. Yogyakarta: Kansius.

Subana, M.. 2005. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.

Soeprapto, Maria Farida Indrati. 1998. Ilmu Perundang-undangan: Dasar-Dasar dan Pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius.

Nasution, Mustafa Edwin, dkk.. 2006. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Hoft, Ph. Visser’t. 2001. Penemuan Hukum. Terj. B. Arief Sidharta. Bandung: Laboratorium Hukum FH Univ Parahyangan.

Rahardjo, Satjipto. 1991. IlmuHukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

D.P., Serfianto, Iswi Hariyani dan Cita Yustisia Serfianai. 2012. Untung dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit, & Uang Elektronik. Jakarta: Visimedia. Solikin dan Suseno. 2002. UANG: Pengertian, Penciptaan dan Peranannya

dalam perekonomian. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.

Arikunto, Suharsimi. 2000. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Utrecht. 1983. Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Terj. Moh. Saleh Djindang. Jakarta: Ichtiar Baru.

Sumber Jurnal

Wicipto Setiadi, “Proses Pengharmonisan sebagai Upaya untuk Memperbaiki Kualitas Perundangundangan”, dalam Legislasi Indonesia, 4 (Juni 2004).

Septi Wulan Sari, “Perkembangan dan Pemikiran Uang” dalam An-Nisbah, 3 (Oktober 2016).

Andri Indradie, Raymond Reynaldi, dan Arief Ardiansyah, “Aturan Baru Lebih Ketat, Bisnis Justru Lebih Melesat” dalam Kontan, 14 (November 2011). Axel Yohandi, Nanik Trihastuti, dan Darminto Hartono, “Implikasi Yuridis

Penggunaan Mata Uang Virtual Bitcoin sebagai Alat Pembayaran dalam Transaksi Komersial (Studi Komparasi Antara Indonesia-Singapura)”, dalam Diponegoro Law Journal, 6 (Juni, 2017).

Ayu Bimo Setyo Putri, “Itikad Baik pada Pendaftaran Hak atas Tanah dalam Sistem Hukum Pertanahan”, dalam CakrawalaHukum, 1 (Agustus 2017). Rachmadi Usman, “Karakteristik Uang Elektronik”, dalam Yuridika, 32 (Januari,

2017).

Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/11/PBI/2009 jo. PBI Nomor 14/12/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/42/PBI/2016 tentang Pembentukan Peraturan di Bank Indonesia.

Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) Nomor 11/10/DASP/ 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK.

Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) Nomor 11/11/DASP tanggal 13 April 2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money).

Undang-undang Nomor 11 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-undang Pokok Bank Indonesia.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Sumber Internet https://digitalpayment.telkomsel.com/ https://ekonomi.kompas.com/ https://inet.detik.com/ https://www.bi.go.id/id/ https://www.republika.co.id/ Sumber Lain

Kompas, Senin, 28 November 2011. Jumlah Kartu Prabayar Meningkat 70 kali, I Gede Artha, “Reformulasi Pengaturan Putusan Bebas dan Upaya Hukumnya

bagi Penuntut Umum Perspektif Sistem Peradilan Pidana Indonesia”, (Disertasi, Universitas Brawijaya, Malang, 2012).

Sidharta, “Inisiatif Harmonisasi Sistem Hukum Pengelolaan Wilayah Pesisir Indonesia (Menuju Harmonisasi Sistem Hukum sebagai Pilar Pengelolaan Wilayah Pesisir Indonersia)”, Kementrian Bappenas, Departemen Kelautan

dan Perikanan, Departemen Hukum dan HAM kerjasama dengan Mitra Pesisir/Coastal Resources Management Project, 2, 2005.

A. Hamid S Attamimi, Hukum Tentang Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengaturan) (Jakarta: Fakutlas Hukum UI, 1993).

Dokumen terkait