• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN

4. Ketentuan pencantuman klausula baku

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga melindungi konsumen dari setiap perbuatan pelaku usaha yang tidak beritikad baik. Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat

yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.32 Klausula baku yang telah dipersiapkan secara sepihak terkadang dipergunakan oleh pelaku usaha untuk hal-hal yang dapat menguntungkan pihak pelaku usaha. Dengan adanya klausula baku tersebut maka konsumen berada dalam posisi yang lemah untuk mengalami kerugian dikarenakan pencantuman klausula baku dipersiapkan secara sepihak tanpa sepengetahuan konsumen. Pencantuman klausula baku telah diatur dalam Pasal 18 UUPK yang menyebutkan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha (pelaku usaha tidak bisa melepaskan hak dan tanggung jawabnya kepada pihak lain);

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

      

32

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 angka 10.

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan

baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

i. Pelaku usaha juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas agar dapat lebih mudah untuk dimengerti.

Pencantuman klausula baku oleh pelaku usaha dalam dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen tetap diperbolehkan selama pencantuman klausula tersebut harus dapat dilihat serta mudah dipahami dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah mengatur mengenai hak serta kewajiban konsumen dalam Pasal 4 sampai 5 UUPK, hak serta kewajiban pelaku usaha pada Pasal 6 sampai 7 UUPK, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dalam Pasal 8 sampai 17 UUPK, sedangkan terkait dengan pencantuman klausula baku diatur pada Pasal 18 UUPK. Pelaku usaha memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang jelas

mengenai jasa yang diberikan kepada konsumen sesuai dengan Pasal 7 UUPK, artinya segala sesuatu yang dilakukan pelaku usaha terhadap jasa yang diberikan kepada konsumen wajib diketahui oleh konsumen itu sendiri dikarenakan memang merupakan hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai jasa yang diberikan pelaku usaha sebagaimana diatur pada Pasal 4 UUPK.

Pelaku usaha dan konsumen merupakan bagian dari hubungan atau transaksi ekonomi, dan agar terciptanya hubungan ekonomi yang baik dan dapat memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak dan kewajiban antara kedua belah pihak dalam bertransaksi maka Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut dijadikan dasar dalam memberikan kepastian hukum.33

Tanggung jawab yang dipegang oleh pelaku usaha merupakan bagian dari kewajiban yang mengikat kegiatan pelaku usaha itu sendiri. Tanggung jawab ini disebut dengan istilah product liabilitiy (tanggung gugat produk).34 Pelaku usaha memiliki kewajiban untuk selalu bersikap hati-hati dalam memproduksi barang dan jasa yang dihasilkan. Segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha akan berimplikasi pada adanya hak konsumen untuk meminta pertanggungjawaban pelaku usaha yang telah merugikannya.35

Pengaturan terkait adanya hak dan tanggung jawab pelaku usaha, hak dan tanggung jawab konsumen, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha serta ketentuan pencantuman klausula baku merupakan aturan-aturan yang termuat dalam UUPK. Undang-Undang Perlindungan Konsumen merupakan cara yang

      

33

Happy Susanto, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan ( Jakarta: Visimedia, 2008), hlm. 34.

34

Ibid., hlm. 36.

35

dibuat agar hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen menjadi nyaman dan dapat memberikan kepastian hukum.

B.Bentuk-Bentuk Jasa Perbankan dalam Kegiatan Perbankan

Pelaku usaha menurut UUPK adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Sedangkan yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.36

Secara pengertian bank memiliki arti sebuah institusi yang memiliki surat izin bank, menerima tabungan dan deposito, memberikan pinjaman dan menerima serta menerbitkan check.37 Bank terbagi atas dua bentuk, yaitu bank umum dan bank perkreditan umum. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.38 Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.39

      

36

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 1.

37

Sulad S. Hardanto, Manajemen Resiko Bagi Bank Umum (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2006), hlm. 4.

38

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 3.

39

Bank selain melakukan tugas utama yaitu penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat, bank juga memberikan berbagai layanan jasa kepada masyarakat. Jasa perbankan merupakan layanan yang diberikan oleh bank kepada nasabah atau konsumen berkaitan dengan usaha tersebut. Dengan adanya fasilitas jasa yang lengkap maka nasabah akan lebih tertarik untuk menyimpan dana pada bank tersebut.40 Bentuk-bentuk jasa perbankan yang diberikan oleh bank adalah sebagai berikut:

1. Transfer

Pengiriman uang dilaksanakan secara pemindah bukuan dari satu rekening ke rekening lain atas permintaan dan atas beban pengirim. Menurut Lukman Dendawijaya, transfer adalah jasa yang diberikan bank dalam pengiriman uang antar bank atas permintaa

n pihak ketiga yang ditunjuk kepada penerima ditempat lain.41

Transfer adalah suatu kegiatan jasa bank untuk memindahkan sejumlah dana tertentu sesuai dengan perintah si pemberi amanat yang ditujukan untuk keuntungan seseorang yang ditunjuk sebagai penerima transfer. Baik transfer uang keluar atau masuk akan mengakibatkan adanya hubungan antar cabang yang bersifat timbal balik, artinya bila satu cabang mendebet cabang lain mengkredit.

Menurut Djumhana,

pengiriman uang atau transfer dari dan keluar negeri tersebut menjadi dua macam yaitu:42

      

40

Djoni Gozali dan Rachmadi Usaman, Hukum Perbankan (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 373.

41

Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan Cetakan Kedua (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 29.

42

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 187.

a. Kiriman uang keluar (out ward transfer) artinya bank menerima amanat dari nasabah didalam negeri;

b. Kiriman uang masuk (inward transfer) artinya bank menerima amana t dari pihak luar negeri untuk membayarkan sejumlah uang kepada p ihak tertentu didalam negeri (perusahaan, lembaga atau perorangan).

Munculnya usaha

untuk meningkatkan fee based income barulah ditetapkan tarif fee tertentu atas pelaksanaan jasa transfer tersebut, yang dikenal dengan biaya transfer. 2. Inkaso

Inkaso adalah jasa yang diberikan bank atas permintaan nasabah un

tuk menagihkan pembayaran

surat-surat atau dokumen berharga kepada pihak ketiga ditempat lain dimana ba nk yang bersangkutan mempunyai cabang atau pada bank lain.43

Inkaso merupakan kegiatan jasa Bank untuk melakukan amanat dari pihak ke tiga berupa penagihan sejumlah uang kepada seseorang atau badan tertentu di kota lain yang telah ditunjuk oleh si pemberi amanat. Sebagai imbalan jasa atas jasa tersebut biasanya bank menerapkan sejumlah tarif atau fee tertentu kepada nasabah atau calon nasabahnya. Tarif tersebut dalam dunia perbankan disebut dengan biaya inkaso. Sebagai imbalan, bank meminta imbalan atau pembayaran atas penagihan tersebut ya ng disebut dengan biaya inkaso.

3. Safe deposit box

      

43

Layanan Safe Deposit Box adalah jasa penyewaan kotak penyimpanan harta atau surat-surat berharga yang dirancang secara khusus dari bahan baja dan ditempatkan dalam ruang khasanah yang kokoh, tahan bongkar dan tahan api untuk memberikan rasa aman bagi penggunanya. Penggunaan jasa ini bertujuan untuk menghilangkan rasa khawatir, menyangkut keamanan barang-barang yang tidak ternilai harganya.

Safe Deposit Box merupakan salah satu sistem pelayanan bank kepada masyarakat dalam bentuk bank menyewakan box dengan ukuran tertentu untuk menyimpan barang-barang berharga dengan jangka waktu tertentu dan nasabah menyimpan sendiri kunci kotak pengaman tersebut.44 Dalam menentukan pilihan untuk tempat penyimpanan yang tepat, tentunya harus memilih tempat yang dapat dipercaya oleh konsumen. Kegunaan Safe Deposit Box yaitu:

a. Untuk menyimpan surat-surat berharga dan surat-surat penting seperti sertifikat-sertifikat, saham, obligasi, surat perjanjian, akte kelahiran, ijazah, dan lain-lain;

b. Untuk menyimpan benda-benda berharga seperti emas, berlian, mutiara, intan, dan lain-lain.

4. Kliring

Kata kliring berasal dari bahasa Inggris to clear yang berarti membersihkan, menyelesaikan. Istilah clearing (bahasa Inggris) dalam bahasa Indonesia menjadi kliring.45 Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, kliring adalah suatu pelaksanaan teknis mengenai perhitungan hutang piutang dalam bentuk surat berharga dan surat-surat dagang seperti wesel, cek, bilyet giro dan

      

44

Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan (Jakarta: Gramedia, 1990), hlm. 66. 45

Achmad Anwari, Peranan Kliring Dalam Dunia Perbankan (Jakarta: Balai Aksara, 1985), hlm. 13.

bukti-bukti penerima transfer dari luar kota, nota-nota kredit dan surat-surat dagang lain, diadakan antar bank peserta lainnya melalui lembaga kliring dan menurut tata cara yang ditentukan oleh lembaga kliring.46

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 14/35/KEP/Dir/UPPB tanggal 10 September 1981 menyatakan Kliring adalah sarana perhitungan antar bank guna memperlancar lalu lintas pembayaran giral. Pelaksanaan perhitungan hutang piutang itu diatur oleh suatu lembaga yang berada di bawah Bank Indonesia yang disebut lembaga kliring.

Kliring ini diadakan di tempat-tempat dimana ada Bank Indonesia dan berdasarkan keadaan setempat yang memerlukan dan memenuhi persyaratan untuk diselenggarakannya kliring. Tujuan diselenggarakannya lembaga kliring adalah untuk memajukan / memperlancar lalu lintas pembayaran giral serta pelayanan kepada masyarakat yang menjadi nasabah bank.47

5. Kartu kredit

Kartu Kredit merupakan istilah yang diadopsi dari istilah credit card, merupakan kata majemuk, yang terdiri dari dua kata yang masing-masing mempunyai pengertian dan arti yang berbeda, dalam pengertian yang tidak sepadan serta berbeda pula pengertiannya secara harafiahnya.48

Mengenai pengertian kartu kredit ini masih belum ada kesepakatan dari para ahli, oleh karena itu dikemukakan beberapa pendapat mengenai kartu kredit menurut para ahli hukum dan praktisi sebagai berikut:

       46 Ibid. 47 Ibid., hlm. 12. 48

Sri Redjeki Hartono, Aspek Hukum Penggunaan Kartu Kredit (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, 1995), hlm. 35.

a. Kartu kredit adalah salah satu alat pembayaran paling muktahir setelah cek dan giro yang bersifat tidak tunai. Kartu kredit dibuat dari plastik dengan ukuran standar tertentu dan berisikan data nomor kartu yang terekam dalam magnetic stripe pada bagian belakang kartu. Pada bagian depan kartu terdapat nama dan nomor pemegang kartu yang dicetak timbul, juga terdapat tanggal masa berlaku kartu tersebut. Nomor pemegang kartu biasanya terdiri dari 12-16 digit dan unik untuk setiap bank dan pemegang kartu.49

b. Kartu Kredit adalah kartu atau sejenis kartu yang merupakan fasilitas kredit dan dapat digunakan untuk membayar barang dan atau jasa di tempat-tempat yang sudah ditentukan.50

c. Kartu Kredit adalah kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik dengan dibubuhkan identitas dari pemegang dan penerbitnya, yang memberikan hak terhadap siapa kartu kredit diisukan untuk menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari jasa atau barang yang dibeli di tempat-tempat tertentu, seperti toko, hotel, restoran, penjualan tiket, pengangkutan dan lain-lain. Selanjutnya membebankan kewajiban kepada penerbit kartu kredit untuk melunasi harga barang dan jasa. Kemudian kepada penerbitnya diberikan hak untuk menagih kembali pelunasan harga tersebut dari pihak pemegang kartu kredit plus biaya-biaya lainnya, seperti bunga, biaya tahunan, uang pangkal, dan sebagainya.51

6. Letter of credit

      

49

Undang Nomor 7 Tahun 1972 Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang .Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

50

Sri Redjeki Hartono, Op.Cit., hlm. 36. 51

Munir Fuady, Hukum Pembiayaan (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 218-219.

Letter of credit adalah suatu surat yang dikeluarkan bank devisa atas permintaan importir nasabah bank devisa bersangkutan dan ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi dari importir tersebut. Isi surat itu menyatakan bahwa eksportir penerima L/C diberi hak oleh importir untuk menarik wesel (surat perintah untuk melunasi utang) atas Bank Pembuka untuk sejumlah uang yang disebut dalam surat itu. Bank yang bersangkutan menjamin untuk mengakseptir atau menghonorir wesel yang ditarik tersebut asal sesuai dan memenuhi syarat yang tercantum di dalam surat itu.

Bank memberikan pelayanan jasa perbankan dengan tujuan untuk mempermudah konsumen atau nasabah dalam melakukan suatu transaksi perbankan. Jasa-jasa perbankan yang diberikan oleh bank kepada nasabah atau konsumen salah satunya adalah transfer dana. Transfer dana sebagai salah satu fasilitas pendukung jasa di perbankan merupakan fasilitas yang semakin banyak dibutuhkan masyarakat, hal ini disebabkan tingginya kebutuhan masyarakat akan penggunaan dana mengharuskan kepemilikan dana atau sejumlah dana didapat dengan cepat. Dengan menggunakan transfer dana inilah, nasabah dapat melakukan pemindahan uang dengan cepat kepada yang dituju atau mendapatkan dana dengan cepat dari pihak lain.

Pasal 1 angka 1 UU Perbankan menjelaskan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Ada yang perlu digaris bawahi bahwa dalam pengertian frase “kegiatan usaha” dan “serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usaha”. Kedua frase tersebut menjelaskan bahwa bagaimana bank memiliki kegiatan usaha serta cara dan proses

pelaksanaan kegiatan usahanya yang diberikan kepastian hukum oleh undang-undang ini.

Terkait dengan adanya berbagai bentuk jasa perbankan yang telah berkembang yang mana diawali dari bentuk yang paling sederhana hingga bentuk yang paling kompleks, bank memberikan berbagai fasilitas perbankan kepada nasabahnya sebagai bentuk dari meningkatnya pelayanan yang diberikan oleh bank kepada nasabah. Dan pastinya fasilitas ini merupakan bentuk pelayanan yang dapat menjadi gambaran bahwa semakin meningkatnya kebutuhan manusia terhadap jasa perbankan.

C.Perlindungan Konsumen Dalam Penggunaan Jasa Perbankan

Perkembangan zaman serta diikuti dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang cukup tinggi mengharuskan pemerintah untuk bersikap lebih reaktif atas tingkat kebutuhan tersebut. Hal ini dapat diambil contoh dari bagaimana peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menjadi lembaga pengawas terhadap pelaku jasa keuangan yang salah satunya adalah bank dalam menjalankan usahanya.

Tingkat kebutuhan masyarakat terhadap bank saat ini tidak dapat dikatakan kecil karena dapat dilihat bagaimana bank menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang memberikan pinjaman kepada masyarakat serta menjadi lembaga yang menyimpan uang masyarakat.

Perlindungan konsumen menjadi salah satu alasan dari OJK untuk melakukan pengawasan serta pada akhirnya OJK mengeluarkan suatu aturan yaitu Peraturan OJK Nomor 1/Pojk.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan (selanjutnya disebut Peraturan OJK No. 1 Th. 2013). Dalam Pasal

1 angka 3 Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 disebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah perlindungan terhadap konsumen dengan cakupan perilaku pelaku usaha jasa keuangan.

Pada prinsipnya, perlindungan konsumen hanya dapat berlaku kepada konsumen yang beritikad baik, inilah yang ditekankan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Di dalam Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 juga menekankan dengan adanya itikad baik dari konsumen akan dapat terbelakunya perlindungan konsumen tersebut. Lain dari pada itu, di dalam Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 memberikan peluang kepada pelaku jasa keuangan untuk mengetahui itikad baik konsumen tersebut seperti yang disebutkan di dalam Pasal 3 Peraturan OJK No. 1 Th. 2013, yaitu pelaku usaha jasa keuangan berhak untuk memastikan adanya itikad baik konsumen dan mendapatkan informasi dan/atau dokumen mengenai konsumen yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan.

Selain itu juga, berlakunya perlindungan konsumen sesuai dengan Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 tidak hanya memberikan kewajiban dari konsumen untuk beritikad baik, akan tetapi juga adanya kewajiban dari pihak pelaku usaha untuk melakukan sesuatu dengan sepengetahuan konsumen. Dengan kata lain, adanya kontra-prestasi ini akan memberikan titik keseimbangan dari pihak pelaku usaha dan konsumen dalam penerapan perlindungan konsumen. Adapun kewajiban dari pelaku usaha dalam hal berlakunya perlindungan kosumen tersebut adalah seperti yang disebutkan dalam Pasal 5 Peraturan OJK No. 1 Th. 2013, bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib menyampaikan informasi yang terkini dan mudah diakses kepada konsumen tentang produk dan/atau layanan.

Kedua kewajiban dari kedua belah pihak di atas pada prinsipnya adalah untuk memberikan perlindungan kepada masing-masing pihak apabila di suatu saat timbul adanya sengketa, maka dapat memberikan jawaban pihak mana yang tidak melaksanakan kewajibannya dari awal ketika akan terjalin hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha.

Selanjutnya dalam hal perlindungan konsumen yang wajib diberikan oleh pelaku usaha termasuk dalam bidang perbankan, pada Pasal 25 Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 menyebutkan bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib menjaga keamanan simpanan, dana, atau aset konsumen yang berada dalam tanggung jawab pelaku usaha jasa keuangan. Pasal ini menjelaskan bahwa setiap simpanan, dana, atau aset konsumen menjadi kewajiban pelaku usaha untuk menjaganya dalam segi keamanan dan ini merupakan tanggung jawab dari setiap pelaku usaha khususnya bank. Walaupun tidak ada penjelasan konkrit bagaimana penjagaan keamanan tersebut namun selain dari kejadian kahar, simpanan, dana atapun aset dari pihak konsumen harus tetap terjaga baik dari segi jumlah ataupun bentuknya.

Pada Pasal 29 Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 menyebutkan bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian pengurus, pegawai pelaku usaha jasa keuangan dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan pelaku usaha jasa keuangan. Yang dimaksud dengan “kesalahan dan/atau kelalaian” pada pasal ini adalah kesalahan dan/atau kelalaian dalam menjalankan kegiatan usaha pelaku usaha jasa keuangan, baik yang dilaksanakan oleh pengurus, pegawai pelaku usaha jasa keuangan dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan pelaku usaha jasa keuangan.

Perlindungan konsumen di dalam Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 juga memberikan kewajiban kepada setiap pihak internal pelaku usaha untuk tidak merugikan konsumen dari segi apapun seperti yang terdapat dalam Pasal 30 huruf b Peraturan OJK No. 1 Th. 2013, yaitu pelaku usaha jasa keuangan wajib mencegah pengurus, pengawas, dan pegawainya dari perilaku menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, yang dapat merugikan konsumen. Selanjutnya pada Pasal 30 ayat (3) Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 juga menyebutkan bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib bertanggung jawab kepada konsumen atas tindakan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang bertindak untuk kepentingan pelaku usaha jasa keuangan.

Adanya keluhan akibat penggunaan jasa dari pelaku usaha jasa keuangan, maka konsumen dapat melakukan pengaduan secara langsung kepada pelaku usaha jasa keuangan tersebut. Pasal 32 ayat (1) Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 menyebutkan bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib memiliki dan melaksanakan mekanisme pelayanan dan penyelesaian pengaduan bagi konsumen. Pengaduan tersebut adalah sebagai bentuk dari adanya gangguan ataupun masalah akibat penggunaan jasa dari pelaku usaha jasa keuangan, oleh karena itu pelaku usaha jasa keuangan wajib melaporkan secara berkala adanya pengaduan konsumen dan wajib untuk tindak lanjuti pelayanan dan penyelesaian pengaduan konsumen dimaksud. Pengaduan konsumen dilaporkan kepada OJK, dalam hal ini kepada Kepala Eksekutif yang melakukan pengawasan atas kegiatan pelaku usaha jasa keuangan (Pasal 34 ayat (1) Peraturan OJK No. 1 Th. 2013).

Sebagai bentuk respon agar pengaduan konsumen dapat cepat diselesaikan, Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 telah mengatur terkait berapa lama pengaduan konsumen akan ditanggapi. Pasal 35 ayat (1) Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 menyebutkan bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib segera menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan paling lambat 20 hari kerja setelah tanggal penerimaan pengaduan namun jangka waktu tersebut dapat diperpanjang

Dokumen terkait