• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggung Jawaban atas Pemblokiran Rekening Nasabah Bank (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.43 K/Pdt.Sus/2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertanggung Jawaban atas Pemblokiran Rekening Nasabah Bank (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.43 K/Pdt.Sus/2013)"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANGGUNG JAWABAN BANK ATAS PEMBLOKIRAN REKENING NASABAH BANK (STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH

AGUNG NO.43 K/Pdt.Sus/2013)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi

Syarat-Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

JENSEN TIOPAN

100200384

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERTANGGUNG JAWABAN BANK ATAS PEMBLOKIRAN REKENING NASABAH BANK (STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH

AGUNG NO.43 K/Pdt.Sus/2013)

S k r i p s i

Diajukan untuk memenuhi tugas akhir dan melengkapi syarat dalam memperoleh gelar sarjana hukum

Oleh :

JENSEN TIOPAN 100200384

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, S.H., M.Hum NIP : 197501122005012002

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum Windha, S.H., M.Hum NIP : 196302151989032002 NIP : 197501122005012002

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis mampu untuk menjalankan perkuliahan sampai tahap penyelesaian skripsi pada jurusan Hukum Ekonomi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “PERTANGGUNG JAWABAN BANK ATAS PEMBLOKIRAN REKENING NASABAH BANK (STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.43 K/Pdt.Sus/2013)”. Judul ini diangkat karena ketertarikan penulis untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab bank atas kerugian yang dialami nasabah akibat pemblokiran rekening milik nasabah.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang banyak membantu Penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Untuk semua ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada.

1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

(4)

5. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum, selaku Dosen Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU) dan Dosen Pembimbing I, yang sudah menyediakan waktu dan membagi pengetahuan berkenaan dengan skripsi yang dibahas, serta memberikan kritik dan saran sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Ibu Windha, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing II, yang sudah menyediakan waktu dan memberikan motivasi untuk dapat menyelesaikan skripsi ini, serta memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini..

7. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Departemen Hukum Ekonomi.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) atas segala ilmu yang telah diberikan sejak awal masuk perkuliahan hingga terselesainya penulisan skripsi ini.

9. Seluruh Dosen Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memberikan segala ilmu yang dapat menambah pengetahuan penulis.

10.Seluruh Staf Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). 11.Orang tua penulis, Tirto Tiopan dan Aida yang telah membesarkan, mendidik,

memberikan kasih sayang, serta memberikan dukungan yang luar biasa selama ini.

(5)

13. Teman baik penulis, Jocelyn yang telah memberikan semangat selama kegiatan perkuliahan dan mendukung penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

14.Guru SMA SUTOMO 1 MEDAN yang telah mengajar dan memberikan ilmu sampai penulis dapat melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara (USU) hingga menyelesaikan skripsi ini.

15.Sahabat seperjuangan penulis, yaitu Daniel Cendrico, Ripin Winardi, Rudy Himawan Gono, dan Suhendra yang telah bersama-sama sejak awal memasuki perkuliahan dan saling memberikan dukungan sampai terselesainya skripsi ini. 16.Kawan-kawan akrab penulis, yaitu Christian Yoritomo, Steven Wang, Jerry

Thomas, Edward Zai, Robert Kie, Sally Putri, Rivera Wijaya, Vellichia Lawrence, Imelda, serta yang lainnya yang saling membantu selama kegiatan perkuliahan.

17.Senior-senior di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yaitu Yuvindri S.H., dan Cindy S.H. yang telah memberikan banyak informasi mengenai kegiatan perkuliahan dan memberikan nasihat-nasihat positif kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

18.Teman-teman organisasi Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI).

(6)

Medan, 18 Agustus 2014 Penulis

JENSEN TIOPAN

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN JASA PERBANKAN A. Pengaturan Perlindungan Konsumen Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen... 18

1. Hak dan kewajiban pelaku usaha... 21

2. Hak dan kewajiban konsumen... 23

3. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha... 26

(8)

B. Bentuk-Bentuk Jasa Perbankan dalam Kegiatan

Perbankan... 34 C. Perlindungan Konsumen Dalam Penggunaan Jasa

Perbankan... 42

BAB III BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA JASA KEPADA KONSUMEN ATAS KERUGIAN YANG DIALAMI AKIBAT PEMAKAIAN JASA

A. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen... 49 B. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Kepada Konsumen Atas

Kerugian yang Dialami Akibat Pemakaian Jasa... 58 C. Upaya Hukum yang dapat Ditempuh Konsumen Atas Kerugian yang Dialami Konsumen... 60

BAB IV TANGGUNG JAWAB BANK ATAS PEMBLOKIRAN REKENING NASABAH SECARA SEPIHAK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.43 K/Pdt.Sus/2013 A. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Mahkamah Agung No.43

K/Pdt.Sus/2013... 66 B. Kewenangan Bank Dalam Melakukan Pemblokiran Rekening

Milik Nasabah Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen... 71 C. Tanggung Jawab Bank Atas Kerugian yang Dialami Nasabah

(9)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen... 75

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 79 B. Saran... 80

(10)

ABSTRAK

PERTANGGUNG JAWABAN BANK ATAS PEMBLOKIRAN REKENING NASABAH BANK (STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH

AGUNG NO.43 K/Pdt.Sus/2013)

Jensen Tiopan* Sunarmi ** Windha ***

Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang, bank juga memberikan layanan jasa kepada nasabah. Transfer dana merupakan bentuk fasilitas jasa yang diberikan bank kepada nasabah dalam hal mempermudah mengirim uang dengan cara elektronik. Akan tetapi pada kenyataannya penggunaan transfer dana sering terjadi kesalahan sehingga merugikan nasabah atau konsumen yaitu dengan adanya pemblokiran rekening. Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana perlindungan konsumen dalam penggunaan jasa perbankan, bagaimana bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha jasa kepada konsumen atas kerugian yang dialami konsumen akibat pemakaian jasa, dan bagaimana tanggung jawab bank atas pemblokiran rekening nasabah secara sepihak dalam putusan Mahkamah Agung No.43 K/Pdt.Sus/2013.

Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan, yang menggunakan sumber data sekunder dengan bantuan berupa buku-buku, undang-undang, internet dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan permasalahan yang diteliti.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada prinsipnya berjalan apabila kedua belah pihak telah melakukan prinsip itikad baik, dengan kata lain seorang konsumen hanya dapat dilindungi apabila sudah melakukan itikad baik terhadap pelaku usaha atau lembaga jasa keuangan. Apabila terjadi suatu sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen, maka upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak-pihak yang bersengketa ada dua jalan, yaitu melalui litigasi dan non litigasi. Tanggung jawab bank atas kerugian yang dialami nasabah, pada prinsipnya berdasarkan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) artinya bahwa pelaku usaha harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen secara langsung tanpa memperhatikan ada tidaknya unsur kesalahan. Kurangnya kesadaran dari pihak pelaku usaha jasa keuangan untuk memberikan ganti rugi atas kerugian yang dimunculkannya kepada konsumen atau nasabah bank seharusnya lebih diawasi oleh pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pihak yang memiliki wewenang dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan khususnya bank.

Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Pemblokiran, Rekening, Nasabah, Bank.

      

  *

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Dosen Pembimbing I

***

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian rupa sesuai dengan perkembangan sektor perekonomian di Indonesia yang semakin cepat. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) disebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Bank dalam melakukan kegiatan perbankan harus mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik, dengan cara-cara yang diatur dalam peraturan perbankan yang berlaku. Bank juga harus mempunyai kemampuan untuk menghimpun dana dari masyarakat, kemampuan untuk mengelola dana, dan kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat.

(12)

berpengaruh karena dengan adanya pelayanan yang baik kepada penyimpan dana maka penyimpan dana akan merasa dihormati sehingga penyimpan dana merasa senang untuk menyimpan dananya pada bank tersebut.

Bank adalah sebagai lembaga intermediasi, dimana proses pemberian dana dari unit surplus (penabung) untuk selanjutnya disalurkan kepada unit defisit (peminjam) yang terdiri dari sektor usaha, pemerintah dan individu/rumah tangga.1

Sejalan dengan perkembangan waktu maka kebutuhan masyarakat terhadap jumlah barang dan jasa juga semakin meningkat, kegiatan transaksi tidak dapat lagi dilakukan dengan pertemuan langsung oleh para pihak setiap hari sehingga memerlukan pihak perantara untuk mempermudah transaksi tersebut. Perantara dalam hal ini disebut dengan lembaga keuangan.2

Lembaga keuangan mempunyai peran penting terhadap kegiatan perekonomian yang terjadi pada masyarakat. Lembaga keuangan merupakan lembaga perantara keuangan yang mampu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif untuk memberikan kelancaran dalam perekonomian. Lembaga keuangan sebagai suatu perantara keuangan dapat memungkinkan terjadinya suatu aliran dana dari pihak yang kelebihan dana sebagai pemberi pinjaman kepada pihak yang kekurangan dana sebagai peminjam.3

Bank merupakan lembaga keuangan yang dalam usahanya dapat memberikan kredit dan jasa-jasa dalam peredaran uang. Sedangkan pengertian lembaga keuangan adalah semua badan yang melalui kegiatan-kegiatannya di

      

1

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan Perbankan

(Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hlm. 6.

2

Y. Stri Susilo, Bank & Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hlm. 4.

(13)

bidang keuangan, menarik uang dari masyarakat dan menyalurkan kepada masyarakat. Bank adalah suatu lembaga keuangan yang berusaha dalam bidang penerimaan-penerimaan kewajiban keuangan, sehingga dapat meluaskan pemberian kredit. Tujuan bank sebagai penghimpun dan penyalur dana dalam masyarakat adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan rakyat.

Selain dari fungsi penting bank, terdapat pula jenis-jenis layanan bank yang diberikan kepada masyarakat, yang salah satunya adalah Pemindahan uang. Bank umum menjalankan usaha memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.4 Pemindahan uang ini disebut juga dengan kegiatan transfer dana.

Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana (selanjutnya disebut UU Transfer Dana), transfer dana adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perintah dari pengirim asal yang bertujuan memindahkan sejumlah dana kepada penerima yang disebutkan dalam perintah transfer dana sampai dengan diterimanya dana oleh penerima. Transfer dana adalah bentuk fasilitas jasa yang diberikan bank kepada nasabah dalam hal mempermudah mengirim uang dengan cara elektronik. Penggunaan jasa transfer dana yang diberikan oleh bank tentu saja dapat mempermudah nasabah dalam melakukan kegiatan usahanya dan dengan adanya kecanggihan teknologi yang dimiliki bank, nasabah dapat terlayani dengan baik. Akan tetapi pada kenyataannya penggunaan transfer dana sering terjadi kesalahan sehingga dapat merugikan nasabah.

      

4

(14)

Ketentuan penyelenggara transfer dana juga telah ditentukan di dalam Pasal 1 angka 2 UU Transfer Dana yang menyebutkan Penyelenggara Transfer Dana, yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah Bank dan badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang menyelenggarakan kegiatan Transfer Dana.

Dengan adanya jasa transfer dana yang disediakan oleh bank maka nasabah memperoleh keuntungan untuk dapat melakukan transaksi perdagangan yang lancar dengan pihak lain, memudahkan transaksi pembayaran kepada pihak lain, dan yang terpenting keamanan nasabah dalam melakukan pemindahan uang lebih terjamin dikarenakan kegiatan transfer dana dilakukan secara elektronik.5

Keuntungan yang didapat dari transfer dana dan penggunaannya yang mudah dilakukan oleh nasabah membuat jasa transfer dana ini menjadi suatu kebutuhan tertentu. Tetapi pada kenyataannya transfer dana juga menimbulkan sedikit masalah atau timbulnya keluhan dari nasabah ketika mesin yang digunakan untuk melakukan transfer dana tersebut mengalami gangguan seperti offline, rusak bahkan dapat terjadinya pemblokiran rekening yang dilakukan oleh pihak bank. Permasalahan ini sudah menjadi umum bagi kalangan nasabah akan tetapi kerugian yang ditimbulkan kepada nasabah sering kali dikarenakan adanya pemblokiran rekening dari pihak bank sendiri.

Pemblokiran rekening nasabah oleh pihak bank cukup memiliki kesalahan, bisa saja dari kepentingan bank misalnya terjadi suatu tindak pidana pencucian uang sehingga rekening nasabah tersebut harus diblokir oleh pihak bank dan bisa saja dari kepentingan nasabah itu sendiri, yang dikarenakan adanya pembobolan

      

5

(15)

rekening sehingga rekening nasabah juga diblokir. Alasan pihak bank untuk melakukan pemblokiran dengan argumen hukum adalah alasan yang cukup kuat, namun apabila pemblokiran tersebut dilakukan tanpa ada argumen hukum yang jelas maka hanya akan merugikan nasabah bahkan dapat menimbulkan sejumlah kerugian dari segi lain, apalagi pemblokiran tersebut dilakukan oleh pihak bank tanpa adanya pemberitahuan kepada pemilik rekening atau nasabah. Dengan adanya pemblokiran rekening maka kerugian yang dialami nasabah pastinya berdampak domino, tidak bisa melakukan penarikan dana, melakukan pen-transferan dana, apalagi melakukan penyimpanan dana. Tidak ada pihak yang mau disalahkan, namun dengan jalur hukum para pihak dapat menentukan siapa yang telah melakukan kesalahan apakah bank yang sepihak melakukan pemblokiran atau nasabah yang telah mengalami kerugian akibat adanya pemblokiran rekening.

Pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap jasa yang diberikan kepada konsumen pada prinsipnya harus dilaksanakan dengan baik akan tetapi pelaku usaha tersebut dapat melepaskan tanggung jawabnya karena keadaan-keadaan tertentu yang pada akhirnya pelaku usaha tidak harus bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan kepada konsumen. Nasabah/konsumen dalam hal ini yang mengalami kerugian akibat terjadinya pemblokiran rekening, sebenarnya merupakan tanggung jawab bank/pelaku usaha, akan tetapi pada awal pembukaan rekening tentu saja bank memberikan syarat-syarat tertentu.

(16)

Niaga Syariah, Tbk dengan Rosman M dalam perkara di Badan Penyelesain Sengketa Konsumen (BPSK) yang kemudian berakhir di pengadilan.

Adapun perkara tersebut adalah mengenai kerugian yang dialami oleh Rosman M dikarenakan hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan akibat adanya pemblokiran rekening. Rosman M awalnya telah menyelesaikan sengketa ini melalui BPSK akan tetapi Rosman M tidak puas dengan putusan yang telah ditetapkan oleh BPSK dan Pengadilan Negeri. Oleh karena itu Rosman M mengajukan kasasi sehingga dalam hal ini Rosman M menjadi Pemohon Kasasi dan PT. Bank Cimb Niaga menjadi Termohon Kasasi.

Masalah-masalah yang muncul atas pemblokiran rekening milik nasabah pada putusan Mahkamah Agung Nomor: 43 K/Pdt.Sus/2013 ini tentu saja menjadi kajian yang menarik, sehingga penting dan perlu diteliti untuk melihat sejauh mana peraturan-peraturan yang ada dapat memberikan kepastian hukum atas dampak kerugian yang ditimbulkan dan juga untuk mengetahui sejauh mana peraturan-peraturan yang ada dapat memberikan perlindungan hukum terhadap dana milik nasabah.

B. Rumusan Masalah

Adapun 3 permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini, yaitu:

1. Bagaimanakah perlindungan konsumen dalam penggunaan jasa perbankan? 2. Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha jasa kepada

konsumen atas kerugian yang dialami akibat pemakaian jasa?

(17)

C. Tujuan dan Manfaat penelitian

Adapun tujuan dari tulisan ini diangkat adalah:

1. Untuk mengetahui perlindungan konsumen dalam penggunaan jasa perbankan. 2. Untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha jasa kepada

konsumen atas kerugian yang dialami akibat pemakaian jasa.

3. Untuk mengetahui tanggung jawab bank atas pemblokiran rekening nasabah secara sepihak dalam putusan Mahkamah Agung No.43 K/Pdt.Sus/2013.

Adapun manfaat dari tulisan ini diangkat adalah: 1. Manfaat teoritis

Memberikan pengetahuan yang besar bagi penulis sendiri mengenai pertanggungjawaban bank atas pemblokiran rekening nasabah bank di Indonesia serta dalam pembangunan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu hukum ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan hukum perlindungan konsumen.

2. Manfaat praktis

a. Memberikan kontribusi terhadap masyarakat untuk dapat mengetahui pertanggungjawaban bank atas pemblokiran rekening nasabah bank;

(18)

D. Keaslian Penulisan

Skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban Bank Atas Pemblokiran Rekening Nasabah Bank (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.43 K/Pdt.Sus/2013)” ini disusun berdasarkan pengumpulan bahan-bahan baik berupa bahan pustaka, undang-undang, peraturan perlindungan konsumen, maupun peraturan lainnya yang berkaitan dengan perlindungan konsumen dan lembaga lainnya, yang diperoleh dari perpustakaan, media cetak, serta media elektronik. Sehubungan dengan keaslian judul ini, penulis telah melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi ini belum pernah ditulis oleh orang lain di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun di lingkungan universitas/perguruan tinggi lainnya dalam wilayah Republik Indonesia. Apabila di kemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban.

E. Tinjauan Kepustakaan

Tujuan perlindungan konsumen diatur pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) menyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan untuk:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

(19)

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga mengatur hak-hak konsumen, dalam hal ini tentunya menyangkut tentang hak-hak asasi konsumen. Penegakan Hak Asasi Manusia bukan semata-mata untuk kepentingan manusia sendiri akan tetapi yang terpenting adalah diakui dan dihormatinya martabat kemanusiaan setiap manusia, tanpa membedakan strata sosial, status sosial, status politik, etnik, agama, keyakinan politik, budaya ras, golongan dan sejenisnya.6 Hal ini terlihat jelas dalam mukadimanya, yaitu:7 ”bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab.” Selanjutnya tujuan perlindungan konsumen, adalah untuk

      

6

Wulanmas Frederik, Aktualisasi Hukum Perlindungan Konsumen (Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro, 2010), hlm. 14.

(20)

mengangkat harkat hidup dan martabat konsumen, yaitu dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa.8

Menurut Pasal 1 angka 1 UUPK yang dimaksud perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Dalam ruang lingkup perlindungan konsumen terdapat dua pihak yang melakukan hubungan hukum yaitu konsumen dengan pelaku usaha. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.9 Sedangkan pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.10

Pasal 1 angka 4 UUPK menyatakan bahwa barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.11

      

8

Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen (Bandung: Nusa Media, 2010), hlm. 48.

9

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 angka 2.

10

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 angka 3.

11

(21)

Menurut Pasal 1 angka 1 UU Perbankan yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan mempunyai fungsi utama yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.12

Bank selain melakukan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga menyediakan beberapa layanan jasa perbankan. Bentuk jasa perbankan salah satunya adalah jasa pemindahan uang, yaitu dengan adanya perintah dari si pemilik dana untuk mengirimkan sejumlah dana kepada si penerima. Pemindahan uang dalam hal ini disebut juga dengan transfer dana.

Di dalam transfer ada berupa dana yang dikirimkan dari satu pihak ke pihak lain, dana ini juga sering disebut dengan uang dalam jumlah nominal tertentu. Pasal 1 angka 4 UU Transfer Dana, menyebutkan dana adalah:

1. Uang tunai yang diserahkan oleh pengirim kepada penyelenggara penerima; 2. Uang yang tersimpan dalam rekening pengirim pada penyelenggara penerima; 3. Uang yang tersimpan dalam rekening penyelenggara penerima pada

penyelenggara penerima lain;

4. Uang yang tersimpan dalam rekening penerima pada penyelenggara penerima akhir;

5. Uang yang tersimpan dalam rekening penyelenggara penerima yang dialokasikan untuk kepentingan penerima yang tidak mempunyai rekening pada penyelenggara tersebut dan/atau;

      

12

(22)

6. Fasilitas cerukan (overdraft) atau fasilitas kredit yang diberikan penyelenggara kepada pengirim.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah mengatur upaya penyelesaian yang dapat ditempuh oleh pelaku usaha dan konsumen yang bersengketa baik melalui pengadilan maupun diluar pengadilan yaitu melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya disebut BPSK). Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.13

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan kontruksi yang dilakukan secara metodologi, sistematis dan konsisten. Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten adalah tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.14

Adapun penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian normatif dapat dikatakan juga dengan penelitian sistematik hukum sehingga bertujuan mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokok/dasar dalam hukum, yakni pertanggung jawaban bank atas pemblokiran

      

13

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 angka 11.

14

(23)

rekening nasabah bank.15 Metode penelitian hukum normatif adalah untuk mengetahui atau mengenal apakah dan bagaimanakah hukum positifnya mengenai suatu masalah yang tertentu. Penelitian ini juga dapat menjelaskan dan menerangkan kepada orang lain dan bagaimana hukumnya mengenai peristiwa atau masalah tertentu.16

Adapun sifat penelitian skripsi ini bersifat deskriptif analitis yang merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum.17 Penelitian akan menguji, mengkaji ketentuan-ketentuan penerapan peraturan yang mengatur tentang pertanggungjawaban bank atas pemblokiran rekening nasabah bank. Jenis penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan kualitatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian dengan penelusuran dokumen atau lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.

2. Data penelitian

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.18 Sumber data di dapat dari Data Primer dan Data Sekunder. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, dimana data yang diperoleh secara tidak langsung.

a. Bahan hukum primer

      

15

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Rajawali, 1985), hlm. 15.

16

C. F. G Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir abad ke-20

(Bandung: Alumni, 1994), hlm. 140.

17

Soerjono Seokanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 63.

18

(24)

Diperoleh melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana. b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder berupa karya-karya ilmiah, berita-berita serta tulisan dan buku yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diajukan.

c. Bahan hukum tertier

Bahan hukum tertier berupa bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus Bahasa Indonesia dan lain sebagainya.

3. Alat pengumpulan data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah dengan studi dokumen melalui penelusuran pustaka (library research) yaitu mengumpulkan data dari informasi dengan bantuan buku, karya ilmiah dan juga perundang-undangan yang berkaitan dengan materi penelitian. Menurut M. Nazil studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.19

4. Analisis data

      

19

(25)

Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder menyajikan data berikut dengan analisisnya.20 Metode analisis data yang dilakukan adalah dengan metode kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif.

Metode penarikan kesimpulan pada dasarnya ada dua, yaitu metode penarikan kesimpulan secara deduktif dan induktif. Metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.21 Metode penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada skesimpulan (pengetahuan baru) berupa asas umum.22

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan ilmiah yang baik, maka penulisan skripsi ini diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur dan terbagi dalam bab-bab yang saling berkaitan satu sama lain.

Adapaun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mengenai latar belakang penelitian, yang berisi alasan-alasan penulis mengambil judul sebagaimana tercantum diatas. Uraian-uraian dalam bab ini ditujukan sebagai penjelasan awal mengenai terminologi-terminologi yang digunakan untuk mengemukakan

      

20

Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 69.

21

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 11.

22

(26)

permasalahan dalam mengidentifikasi masalah sebagai proses signifikasi pembahasan. Disamping itu untuk mempertegas pembahasan dicantum pula maksud dan tujuan serta kegunaan penelitian.

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN JASA PERBANKAN

Bab ini menjelaskan bagaimana pengaturan perlindungan konsumen dalam penggunaan jasa perbankan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia. Dalam bab ini akan membahas secara normatif bagaimana landasan hukum pengaturan perlindungan konsumen serta hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, dan pencantuman klausula baku di Indonesia.

BAB III BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA JASA KEPADA KONSUMEN ATAS KERUGIAN YANG DIALAMI AKIBAT PEMAKAIAN JASA

Bab ini menjelaskan bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha jasa kepada konsumen atas kerugian yang dialami akibat pemakaian jasa menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen atas kerugian yang muncul akibat pemblokiran rekening tersebut.

(27)

Bab ini menjelaskan tanggung jawab bank atas pemblokiran rekening nasabah secara sepihak dalam putusan Mahkamah Agung No.43 K/Pdt.Sus/2013. Bab ini juga berisi kewenangan bank Persero dalam melakukan pemblokiran atas rekening milik nasabah, serta bagaimana tanggung jawab bank atas kerugian yang dialami nasabah akibat adanya pemblokiran rekening tersebut.

BAB V PENUTUP

(28)

BAB II

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN JASA PERBANKAN

A.Pengaturan Perlindungan Konsumen Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen (consumer protection) merupakan salah satu sisi dari korelasi antara lapangan perekonomian dengan lapangan etika.23 Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara pelaku usaha dan konsumen. Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba (profit) dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu. Dalam hubungan yang demikian seringkali terdapat ketidaksetaraan antara keduanya. Konsumen biasanya berada dalam posisi yang lemah dan karenanya dapat menjadi sasaran eksploitasi dari pelaku usaha yang secara sosial dan ekonomi mempunyai posisi yang kuat.24

Hukum, khususnya hukum ekonomi mempunyai tugas untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pengusaha, masyarakat, dan pemerintah. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen secara tegas menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi nasional pada era globalisasi harus mampu menghasilkan aneka barang dan jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat menjadi sarana penting kesejahteraan rakyat, dan

      

23

Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994), hlm. 150.

24

Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus

(29)

sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen. Selanjutnya, upaya menjaga harkat dan martabat konsumen perlu didukung dengan meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab.25

Menurut Hans W. Micklitz, perlindungan konsumen secara garis besar dapat ditempuh dengan dua model kebijakan. Pertama, kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi yang memadai kepada konsumen (hak atas informasi). Kedua, kebijakan yang berisikan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi konsumen (hak atas kesehatan dan keamanan).26

Terkait dengan adanya perbedaan kedudukan antara pelaku usaha dengan konsumen dimana pelaku usaha pada umumnya memiliki posisi yang lebih kuat dibandingkan dengan posisi konsumen yang lemah, maka sangat perlu adanya perlindungan terhadap konsumen. Kedudukan konsumen dalam melakukan hubungan hukum dengan pelaku usaha memiliki beberapa prinsip-prinsip, yaitu:27 1. Let the buyer beware

Prinsip ini berasumsi bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi si konsumen. Dalam kenyataannya konsumen tidak mendapat informasi yang lengkap terhadap barang dan/atau jasa yang diperdagangkan pelaku usaha, sehingga kerugian yang timbul akibat pemakaian barang dan/atau jasa dianggap merupakan kelalaian

      

25

Dhaniswara K. Harjono, Pemahaman Hukum Bisnis bagi Pengusaha (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 72-73.

26

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia (Jakarta: Grasindo, 2000), hlm. 49.

27

(30)

konsumen sendiri karena tidak hati-hati. Pelaku usaha tidak bertanggungjawab apabila konsumen mengalami kerugian akibat pemakaian barang dan/atau jasa tersebut. Menurut prinsip ini, dalam suatu hubungan jual beli antara pelaku usaha dengan konsumen, yang wajib berhati-hati adalah pembeli (konsumen) dan merupakan kesalahan pembeli (konsumen) jika sampai terjadi kerugian akibat mengkonsumsi barang-barang yang tidak layak.

2. The Due Care Theory

Prinsip atau teori ini menyatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan atau memperdagangkan produk kepada konsumen wajib untuk berhati-hati. Pelaku usaha dalam hal ini yang telah berhati-hati dalam menawarkan atau memperdagangkan barang maupun jasa tidak dapat dipersalahkan meskipun timbul suatu kerugian akibat barang atau jasa yang diperdagangkan. Dengan demikian untuk dapat mempersalahkan pelaku usaha, konsumen harus dapat membuktikan bahwa pelaku usaha tersebut telah melanggar prinsip kehati-hatian. 3. The Privity of Contract

Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha yang terjalin suatu hubungan kontraktual dengan konsumen wajib untuk melindungi konsumen. Pelaku usaha hanya dapat diminta pertanggungjawaban sesuai dengan yang diperjanjikan dengan konsumen. Dengan demikian pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal-hal di luar yang diperjanjikan.

(31)

pencantuman klasula baku. Tanggung jawab pelaku usaha juga merupakan bagian yang diatur di dalam UUPK, akan tetapi dijelaskan dalam bab selanjutnya.

1. Hak dan kewajiban pelaku usaha

Pasal 6 UUPK menyatakan hak-hak yang dimiliki oleh pelaku usaha, antara lain: a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan untuk kewajiban, pelaku usaha memiliki kewajiban sesuai dengan Pasal 7 UUPK yang di antaranya yaitu:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

(32)

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen lebih menekankan itikad baik pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancang sampai pada tahap purna penjualan.28

Kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan disebabkan karena informasi di samping merupakan hak konsumen, juga karena ketiadaan informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah satu jenis produk cacat yang sangat merugikan konsumen.29

      

28

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 54.

29

(33)

2. Hak dan kewajiban konsumen

Pasal 4 UUPK menyatakan hak-hak yang dimiliki konsumen, antara lain:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Mengenai kewajiban konsumen, telah diatur di dalam Pasal 5 UUPK yaitu:

(34)

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Selain hak-hak di atas, Shidarta juga mengklasifikasikan hak-hak konsumen, yaitu:30

a. Hak untuk mendapatkan keamanan

Konsumen berhak untuk mendapatkan keamanan dari barang dan jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha. Pelaku usaha tidak boleh memperdagangkan produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan kerugian secara jasmani atau rohani apabila dikonsumsi oleh konsumen. Dalam hal ini pelaku usaha dalam memperdagangkan barang dan jasa berkewajiban untuk menjamin keamanan konsumen. Hak konsumen untuk mendapatkan keamanan penting untuk diutamakan, karena pada dulunya kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa yang tidak layak merupakan kesalahan konsumen sendiri sesuai dengan prinsip let the buyer beware yang mewajibkan konsumen untuk berhati-hati.

b. Hak untuk mendapatkan informasi

Konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang benar atas barang dan jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha. Pelaku usaha dalam hal ini berkewajiban untuk memberikan informasi yang benar kepada konsumen. Hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar

      

30

(35)

diperlukan agar konsumen tidak mempunyai gambaran yang keliru atas produk barang dan jasa tersebut.

c. Hak untuk memilih

Konsumen berhak untuk memilih produk barang dan/atau jasa yang akan dibeli. Pihak pelaku usaha dilarang memaksa konsumen untuk membeli suatu produk tertentu, karena hak untuk memilih produk mana yang akan dibeli merupakan hak konsumen untuk memilih.

d. Hak untuk didengar

Konsumen berhak untuk mengajukan pertanyaan kepada pelaku usaha mengenai informasi-informasi yang diperlukan. Pelaku usaha harus bersedia untuk mendengarkan pertanyaan yang diajukan oleh konsumen, lalu pelaku usaha juga wajib untuk memberikan penjelasan mengenai informasi tersebut. Hak konsumen untuk didengar erat kaitannya dengan hak untuk mendapatkan informasi.

3. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha

Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha merupakan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan menurut undang-undang, karena dapat menimbulkan kerugian pada konsumen apabila perbuatan tersebut dilakukan. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha bertujuan agar pelaku usaha tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan suatu kerugian bagi konsumen serta pelaku usaha dapat menghindari perbuatan tersebut sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum.

(36)

memperdagangkan barang dan/atau jasa yang dimaksud. Larangan-larangan tersebut agar barang dan/atau jasa yang beredar di masyarakat merupakan produk yang layak edar, antara lain asal-usul, kualitas sesuai dengan informasi pengusaha baik melalui label, etiket, iklan dan lain sebagainya. 31

Adapaun bentuk perbuatan larangan yang dikenakan kepada pelaku usaha terdapat dalam Pasal 8 UUPK, yaitu:

a. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen;

b. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar, tidak akurat, dan yang menyesatkan konsumen.

Sedangkan larangan-larangan yang diberlakukan kepada pelaku usaha sesuai dengan Pasal 9 UUPK adalah:

a. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah;

1) Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;

2) Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

3) Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja, atau aksesoris tertentu;

      

31

(37)

4) Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;

5) Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

6) Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

7) Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu; 8) Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

9) Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;

10) Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;

11) Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

b. Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada huruf a dilarang untuk diperdagangkan kembali karena bertentangan dengan ketentuan yang telah dibuat;

c. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap huruf a dilarang untuk melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.

Pasal 10 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:

(38)

c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;

d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Pasal 11 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:

a. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;

b. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;

c. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;

d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;

e. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;

(39)

Kemudian di dalam Pasal 13 ayat (1) UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang untuk mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang secara cuma-cuma dengan maksud untuk tidak merealisasikan apa yang telah dijanjikan sebelumnya atau pun tidak seperti yang telah dijanjikan oleh pelaku usaha tersebut.

Pasal 13 ayat (2) UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.

Pada Pasal 14 UUPK disebutkan bahwa adanya beberapa larangan yang diberikan kepada pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, seperti:

a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan; b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;

c. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;

(40)

Pasal 16 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan apabila tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan dan tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi yang telah dijanjikan.

Pasal 17 ayat (1) UUPK menyatakan bahwa, pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:

a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;

b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;

c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;

d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa; e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang

atau persetujuan yang bersangkutan;

f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

Pasal 17 ayat (2) UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1).

4. Ketentuan pencantuman klausula baku

(41)

yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.32 Klausula baku yang telah dipersiapkan secara sepihak terkadang dipergunakan oleh pelaku usaha untuk hal-hal yang dapat menguntungkan pihak pelaku usaha. Dengan adanya klausula baku tersebut maka konsumen berada dalam posisi yang lemah untuk mengalami kerugian dikarenakan pencantuman klausula baku dipersiapkan secara sepihak tanpa sepengetahuan konsumen. Pencantuman klausula baku telah diatur dalam Pasal 18 UUPK yang menyebutkan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha (pelaku usaha tidak bisa melepaskan hak dan tanggung jawabnya kepada pihak lain);

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

      

32

(42)

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan

baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

i. Pelaku usaha juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas agar dapat lebih mudah untuk dimengerti.

Pencantuman klausula baku oleh pelaku usaha dalam dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen tetap diperbolehkan selama pencantuman klausula tersebut harus dapat dilihat serta mudah dipahami dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

(43)

mengenai jasa yang diberikan kepada konsumen sesuai dengan Pasal 7 UUPK, artinya segala sesuatu yang dilakukan pelaku usaha terhadap jasa yang diberikan kepada konsumen wajib diketahui oleh konsumen itu sendiri dikarenakan memang merupakan hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai jasa yang diberikan pelaku usaha sebagaimana diatur pada Pasal 4 UUPK.

Pelaku usaha dan konsumen merupakan bagian dari hubungan atau transaksi ekonomi, dan agar terciptanya hubungan ekonomi yang baik dan dapat memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak dan kewajiban antara kedua belah pihak dalam bertransaksi maka Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut dijadikan dasar dalam memberikan kepastian hukum.33

Tanggung jawab yang dipegang oleh pelaku usaha merupakan bagian dari kewajiban yang mengikat kegiatan pelaku usaha itu sendiri. Tanggung jawab ini disebut dengan istilah product liabilitiy (tanggung gugat produk).34 Pelaku usaha memiliki kewajiban untuk selalu bersikap hati-hati dalam memproduksi barang dan jasa yang dihasilkan. Segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha akan berimplikasi pada adanya hak konsumen untuk meminta pertanggungjawaban pelaku usaha yang telah merugikannya.35

Pengaturan terkait adanya hak dan tanggung jawab pelaku usaha, hak dan tanggung jawab konsumen, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha serta ketentuan pencantuman klausula baku merupakan aturan-aturan yang termuat dalam UUPK. Undang-Undang Perlindungan Konsumen merupakan cara yang

      

33

Happy Susanto, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan ( Jakarta: Visimedia, 2008), hlm. 34.

34

Ibid., hlm. 36.

35

(44)

dibuat agar hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen menjadi nyaman dan dapat memberikan kepastian hukum.

B.Bentuk-Bentuk Jasa Perbankan dalam Kegiatan Perbankan

Pelaku usaha menurut UUPK adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Sedangkan yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.36

Secara pengertian bank memiliki arti sebuah institusi yang memiliki surat izin bank, menerima tabungan dan deposito, memberikan pinjaman dan menerima serta menerbitkan check.37 Bank terbagi atas dua bentuk, yaitu bank umum dan bank perkreditan umum. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.38 Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.39

      

36

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 1.

37

Sulad S. Hardanto, Manajemen Resiko Bagi Bank Umum (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2006), hlm. 4.

38

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 3.

39

(45)

Bank selain melakukan tugas utama yaitu penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat, bank juga memberikan berbagai layanan jasa kepada masyarakat. Jasa perbankan merupakan layanan yang diberikan oleh bank kepada nasabah atau konsumen berkaitan dengan usaha tersebut. Dengan adanya fasilitas jasa yang lengkap maka nasabah akan lebih tertarik untuk menyimpan dana pada bank tersebut.40 Bentuk-bentuk jasa perbankan yang diberikan oleh bank adalah sebagai berikut:

1. Transfer

Pengiriman uang dilaksanakan secara pemindah bukuan dari satu rekening ke rekening lain atas permintaan dan atas beban pengirim. Menurut Lukman Dendawijaya, transfer adalah jasa yang diberikan bank dalam pengiriman uang antar bank atas permintaa

n pihak ketiga yang ditunjuk kepada penerima ditempat lain.41

Transfer adalah suatu kegiatan jasa bank untuk memindahkan sejumlah dana tertentu sesuai dengan perintah si pemberi amanat yang ditujukan untuk keuntungan seseorang yang ditunjuk sebagai penerima transfer. Baik transfer uang keluar atau masuk akan mengakibatkan adanya hubungan antar cabang yang bersifat timbal balik, artinya bila satu cabang mendebet cabang lain mengkredit.

Menurut Djumhana,

pengiriman uang atau transfer dari dan keluar negeri tersebut menjadi dua macam yaitu:42

      

40

Djoni Gozali dan Rachmadi Usaman, Hukum Perbankan (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 373.

41

Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan Cetakan Kedua (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 29.

42

(46)

a. Kiriman uang keluar (out ward transfer) artinya bank menerima amanat dari nasabah didalam

negeri;

b. Kiriman uang masuk (inward transfer) artinya bank menerima amana t dari pihak luar negeri untuk membayarkan sejumlah uang kepada p ihak tertentu didalam negeri (perusahaan, lembaga atau perorangan).

Munculnya usaha

untuk meningkatkan fee based income barulah ditetapkan tarif fee tertentu atas pelaksanaan jasa transfer tersebut, yang dikenal dengan biaya transfer. 2. Inkaso

Inkaso adalah jasa yang diberikan bank atas permintaan nasabah un

tuk menagihkan pembayaran

surat-surat atau dokumen berharga kepada pihak ketiga ditempat lain dimana ba

nk yang bersangkutan mempunyai cabang atau pada bank lain.43

Inkaso merupakan kegiatan jasa Bank untuk melakukan amanat dari pihak ke tiga berupa penagihan sejumlah uang kepada seseorang atau badan tertentu di kota lain yang telah ditunjuk oleh si pemberi amanat. Sebagai imbalan jasa atas jasa tersebut biasanya bank menerapkan sejumlah tarif atau fee tertentu kepada nasabah atau calon nasabahnya. Tarif tersebut dalam dunia perbankan disebut dengan biaya inkaso. Sebagai imbalan, bank meminta imbalan atau pembayaran atas penagihan tersebut ya ng disebut dengan biaya inkaso.

3. Safe deposit box

      

43

(47)

Layanan Safe Deposit Box adalah jasa penyewaan kotak penyimpanan harta atau surat-surat berharga yang dirancang secara khusus dari bahan baja dan ditempatkan dalam ruang khasanah yang kokoh, tahan bongkar dan tahan api untuk memberikan rasa aman bagi penggunanya. Penggunaan jasa ini bertujuan untuk menghilangkan rasa khawatir, menyangkut keamanan barang-barang yang tidak ternilai harganya.

Safe Deposit Box merupakan salah satu sistem pelayanan bank kepada

masyarakat dalam bentuk bank menyewakan box dengan ukuran tertentu untuk menyimpan barang-barang berharga dengan jangka waktu tertentu dan nasabah menyimpan sendiri kunci kotak pengaman tersebut.44 Dalam menentukan pilihan untuk tempat penyimpanan yang tepat, tentunya harus memilih tempat yang dapat dipercaya oleh konsumen. Kegunaan Safe Deposit Box yaitu:

a. Untuk menyimpan surat-surat berharga dan surat-surat penting seperti sertifikat-sertifikat, saham, obligasi, surat perjanjian, akte kelahiran, ijazah, dan lain-lain;

b. Untuk menyimpan benda-benda berharga seperti emas, berlian, mutiara, intan, dan lain-lain.

4. Kliring

Kata kliring berasal dari bahasa Inggris to clear yang berarti membersihkan, menyelesaikan. Istilah clearing (bahasa Inggris) dalam bahasa Indonesia menjadi kliring.45 Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, kliring adalah suatu pelaksanaan teknis mengenai perhitungan hutang piutang dalam bentuk surat berharga dan surat-surat dagang seperti wesel, cek, bilyet giro dan

      

44

Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan (Jakarta: Gramedia, 1990), hlm. 66. 45

(48)

bukti-bukti penerima transfer dari luar kota, nota-nota kredit dan surat-surat dagang lain, diadakan antar bank peserta lainnya melalui lembaga kliring dan menurut tata cara yang ditentukan oleh lembaga kliring.46

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 14/35/KEP/Dir/UPPB tanggal 10 September 1981 menyatakan Kliring adalah sarana perhitungan antar bank guna memperlancar lalu lintas pembayaran giral. Pelaksanaan perhitungan hutang piutang itu diatur oleh suatu lembaga yang berada di bawah Bank Indonesia yang disebut lembaga kliring.

Kliring ini diadakan di tempat-tempat dimana ada Bank Indonesia dan berdasarkan keadaan setempat yang memerlukan dan memenuhi persyaratan untuk diselenggarakannya kliring. Tujuan diselenggarakannya lembaga kliring adalah untuk memajukan / memperlancar lalu lintas pembayaran giral serta pelayanan kepada masyarakat yang menjadi nasabah bank.47

5. Kartu kredit

Kartu Kredit merupakan istilah yang diadopsi dari istilah credit card, merupakan kata majemuk, yang terdiri dari dua kata yang masing-masing mempunyai pengertian dan arti yang berbeda, dalam pengertian yang tidak sepadan serta berbeda pula pengertiannya secara harafiahnya.48

Mengenai pengertian kartu kredit ini masih belum ada kesepakatan dari para ahli, oleh karena itu dikemukakan beberapa pendapat mengenai kartu kredit menurut para ahli hukum dan praktisi sebagai berikut:

      

(49)

a. Kartu kredit adalah salah satu alat pembayaran paling muktahir setelah cek dan giro yang bersifat tidak tunai. Kartu kredit dibuat dari plastik dengan ukuran standar tertentu dan berisikan data nomor kartu yang terekam dalam magnetic stripe pada bagian belakang kartu. Pada bagian depan kartu terdapat nama dan nomor pemegang kartu yang dicetak timbul, juga terdapat tanggal masa berlaku kartu tersebut. Nomor pemegang kartu biasanya terdiri dari 12-16 digit dan unik untuk setiap bank dan pemegang kartu.49

b. Kartu Kredit adalah kartu atau sejenis kartu yang merupakan fasilitas kredit dan dapat digunakan untuk membayar barang dan atau jasa di tempat-tempat yang sudah ditentukan.50

c. Kartu Kredit adalah kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik dengan dibubuhkan identitas dari pemegang dan penerbitnya, yang memberikan hak terhadap siapa kartu kredit diisukan untuk menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari jasa atau barang yang dibeli di tempat-tempat tertentu, seperti toko, hotel, restoran, penjualan tiket, pengangkutan dan lain-lain. Selanjutnya membebankan kewajiban kepada penerbit kartu kredit untuk melunasi harga barang dan jasa. Kemudian kepada penerbitnya diberikan hak untuk menagih kembali pelunasan harga tersebut dari pihak pemegang kartu kredit plus biaya-biaya lainnya, seperti bunga, biaya tahunan, uang pangkal, dan sebagainya.51

6. Letter of credit

      

49

Undang Nomor 7 Tahun 1972 Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang .Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

50

Sri Redjeki Hartono, Op.Cit., hlm. 36. 51

(50)

Letter of credit adalah suatu surat yang dikeluarkan bank devisa atas

permintaan importir nasabah bank devisa bersangkutan dan ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi dari importir tersebut. Isi surat itu menyatakan bahwa eksportir penerima L/C diberi hak oleh importir untuk menarik wesel (surat perintah untuk melunasi utang) atas Bank Pembuka untuk sejumlah uang yang disebut dalam surat itu. Bank yang bersangkutan menjamin untuk mengakseptir atau menghonorir wesel yang ditarik tersebut asal sesuai dan memenuhi syarat yang tercantum di dalam surat itu.

Bank memberikan pelayanan jasa perbankan dengan tujuan untuk mempermudah konsumen atau nasabah dalam melakukan suatu transaksi perbankan. Jasa-jasa perbankan yang diberikan oleh bank kepada nasabah atau konsumen salah satunya adalah transfer dana. Transfer dana sebagai salah satu fasilitas pendukung jasa di perbankan merupakan fasilitas yang semakin banyak dibutuhkan masyarakat, hal ini disebabkan tingginya kebutuhan masyarakat akan penggunaan dana mengharuskan kepemilikan dana atau sejumlah dana didapat dengan cepat. Dengan menggunakan transfer dana inilah, nasabah dapat melakukan pemindahan uang dengan cepat kepada yang dituju atau mendapatkan dana dengan cepat dari pihak lain.

(51)

pelaksanaan kegiatan usahanya yang diberikan kepastian hukum oleh undang-undang ini.

Terkait dengan adanya berbagai bentuk jasa perbankan yang telah berkembang yang mana diawali dari bentuk yang paling sederhana hingga bentuk yang paling kompleks, bank memberikan berbagai fasilitas perbankan kepada nasabahnya sebagai bentuk dari meningkatnya pelayanan yang diberikan oleh bank kepada nasabah. Dan pastinya fasilitas ini merupakan bentuk pelayanan yang dapat menjadi gambaran bahwa semakin meningkatnya kebutuhan manusia terhadap jasa perbankan.

C.Perlindungan Konsumen Dalam Penggunaan Jasa Perbankan

Perkembangan zaman serta diikuti dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang cukup tinggi mengharuskan pemerintah untuk bersikap lebih reaktif atas tingkat kebutuhan tersebut. Hal ini dapat diambil contoh dari bagaimana peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menjadi lembaga pengawas terhadap pelaku jasa keuangan yang salah satunya adalah bank dalam menjalankan usahanya.

Tingkat kebutuhan masyarakat terhadap bank saat ini tidak dapat dikatakan kecil karena dapat dilihat bagaimana bank menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang memberikan pinjaman kepada masyarakat serta menjadi lembaga yang menyimpan uang masyarakat.

(52)

1 angka 3 Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 disebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah perlindungan terhadap konsumen dengan cakupan perilaku pelaku usaha jasa keuangan.

Pada prinsipnya, perlindungan konsumen hanya dapat berlaku kepada konsumen yang beritikad baik, inilah yang ditekankan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Di dalam Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 juga menekankan dengan adanya itikad baik dari konsumen akan dapat terbelakunya perlindungan konsumen tersebut. Lain dari pada itu, di dalam Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 memberikan peluang kepada pelaku jasa keuangan untuk mengetahui itikad baik konsumen tersebut seperti yang disebutkan di dalam Pasal 3 Peraturan OJK No. 1 Th. 2013, yaitu pelaku usaha jasa keuangan berhak untuk memastikan adanya itikad baik konsumen dan mendapatkan informasi dan/atau dokumen mengenai konsumen yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan.

(53)

Kedua kewajiban dari kedua belah pihak di atas pada prinsipnya adalah untuk memberikan perlindungan kepada masing-masing pihak apabila di suatu saat timbul adanya sengketa, maka dapat memberikan jawaban pihak mana yang tidak melaksanakan kewajibannya dari awal ketika akan terjalin hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha.

Selanjutnya dalam hal perlindungan konsumen yang wajib diberikan oleh pelaku usaha termasuk dalam bidang perbankan, pada Pasal 25 Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 menyebutkan bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib menjaga keamanan simpanan, dana, atau aset konsumen yang berada dalam tanggung jawab pelaku usaha jasa keuangan. Pasal ini menjelaskan bahwa setiap simpanan, dana, atau aset konsumen menjadi kewajiban pelaku usaha untuk menjaganya dalam segi keamanan dan ini merupakan tanggung jawab dari setiap pelaku usaha khususnya bank. Walaupun tidak ada penjelasan konkrit bagaimana penjagaan keamanan tersebut namun selain dari kejadian kahar, simpanan, dana atapun aset dari pihak konsumen harus tetap terjaga baik dari segi jumlah ataupun bentuknya.

(54)

Perlindungan konsumen di dalam Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 juga memberikan kewajiban kepada setiap pihak internal pelaku usaha untuk tidak merugikan konsumen dari segi apapun seperti yang terdapat dalam Pasal 30 huruf b Peraturan OJK No. 1 Th. 2013, yaitu pelaku usaha jasa keuangan wajib mencegah pengurus, pengawas, dan pegawainya dari perilaku menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, yang dapat merugikan konsumen. Selanjutnya pada Pasal 30 ayat (3) Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 juga menyebutkan bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib bertanggung jawab kepada konsumen atas tindakan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang bertindak untuk kepentingan pelaku usaha jasa keuangan.

(55)

Sebagai bentuk respon agar pengaduan konsumen dapat cepat diselesaikan, Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 telah mengatur terkait berapa lama pengaduan konsumen akan ditanggapi. Pasal 35 ayat (1) Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 menyebutkan bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib segera menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan paling lambat 20 hari kerja setelah tanggal penerimaan pengaduan namun jangka waktu tersebut dapat diperpanjang selama 20 hari berikutnya dikarenakan hal-hal tertentu yang telah ditentukan oleh Peraturan OJK No. 1 Th. 2013. Sebagai bentuk dari respon cepat pengaduan, pelaku usaha jasa keuangan wajib memiliki unit kerja dan/atau fungsi untuk menangani dan menyelesaikan pengaduan yang diajukan Konsumen (Pasal 36 Peraturan OJK No. 1 Th. 2013).

Pihak OJK juga memberikan perlindungan kepada konsumen apabila konsumen mengalami kerugian akibat penggunaan jasa tersebut. Adapun bentuk perlindungan yang diberikan oleh OJK adalah memberikan kesempatan kepada konsumen untuk melakukan pengaduan hingga penyelesaian sengketanya. Pada Pasal 40 ayat (1) Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 disebutkan bahwa konsumen dapat menyampaikan pengaduan yang berindikasi sengketa antara pelaku usaha jasa keuangan dengan konsumen kepada OJK. Pada ayat (2) nya juga dijelaskan bahwa konsumen dan/atau masyarakat dapat menyampaikan pengaduan yang berindikasi pelanggaran atas ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan kepada OJK.

(56)

konsumen oleh OJK dilakukan terhadap pengaduan yang berindikasi sengketa di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dan harus memenuhi persyaratan bahwa konsumen mengalami kerugian finansial yang ditimbulkan oleh:

1. Pelaku usaha jasa keuangan di bidang Perbankan, Pasar Modal, Dana Pensiun, Asuransi Jiwa, Pembiayaan, Perusahaan Gadai, atau Penjaminan, paling banyak sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

2. Pelaku usaha jasa keuangan di bidang asuransi umum paling banyak sebesar Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Kemudian apabila pelaku usaha jasa keuangan terbukti melakukan kesalahan atau pelanggaran sesuai yang telah ditentukan Peraturan OJK No. 1 Th. 2013, maka pada Pasal 53 ayat (1) Peraturan OJK No. 1 Th. 2013 disebutkan bahwa Peraturan Otoritas Jasa Keuangan akan mengenakan sanksi administratif, antara lain berupa:

1. Peringatan tertulis;

2. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; 3. Pembatasan kegiatan usaha;

4. Pembekuan kegiatan usaha dan; 5. Pencabutan izin kegiatan usaha.

(57)

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan Muchtadi (1997) dalam Martunis (2012) yang menyatakan bahwa nilai kadar air yang meningkat dan tidak merata merupakan akibat dari

- Foto yang akan dicantumkan di IJAZAH & BUKU WISUDA adalah Foto yang sesuai dengan ketentuan yang diminta.. Bagi yang ferdaffar sebagai wisudawan

Data yang dianalisis menggunaan model regresi Linear berganda yaitu suatu analisis untuk mengetahui masing-masing variable bebas (X) yang terdiri dari variable Jumlah Wajib Pajak,

TESIS PEMBATALAN PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH NEGARA DEWI HANDAYANI SUDANA... ADLN Perpustakaan

Pada grafik pengembangan arah vertikal dan horisontal, setelah dilakukan pengujian pengembangan dengan alat uji dan dengan pengaruh variasi kadar air pemadatan

Berdasarkan lokasi Pulau Pannikiang, lokasi penelitian berada tidak jauh dari adanya pemukiman masyarakat dimana sesuai dengan pernyataan dari Efriyeldi (2012)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional dan pemberdayaan psikologis terhadap kinerja karyawan dengan kreativitas

(2) Kinerja guru Pendidikan Agama Islam dalam kompetensi pedagogik dalam pelaksanaan pembelajaran media yang digunakan ialah buku paket sebagai media yang utama dalam