• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL MELALUI

A. Dispute Settlement Body WTO sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa

1. Ketentuan WTO yang menjadi Objek Sengketa

Lahirnya WTO yang menggantikan GATT membawa perubahan penting, salah satunya adalah WTO yang mengambil alih GATT dan menjadikannya salah satu lampiran aturan WTO. GATT berperan sebagai alah satu instrumen yang menjadi landasan dalam pengaturan tata cara perdagangan internasional di bawah WTO. Di dalam GATT, terdapat beberapa ketentuan yang seringkali menjadi objek sengketa sebagai akibat dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan negara anggota dalam melaksanakan kebijakan luar negerinya. Ketentuan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Pasal I: General Most-Favoured Nation Treatment

Pada dasarnya, ketentuan ini menyatakan bahwa dalam hubungannya dengan bea masuk dan biaya pungutan lain yang dikenakan atau yang berhubungan dengan impor atau ekspor, dan juga dalam kaitannya dengan metode pemungutan biaya tersebut, dan mengenai ketentuan yang berkaitan dengan impor dan ekspor, maka setiap keuntungan, hak istimewa atau imunitas yang diberikan oleh salah satu negara peserta kepada produk yang berasal dari atau ditujukan untuk negara lain, harus segera diberikan secara tanpa syarat kepada produk serupa yang berasal atau ditujukan untuk negara-negara yang lain. Ketentuan ini berlaku pula dalam hal pengenaan pajak nasional (interal taxes) dan kaitannya dengan ketentuan penjualan, penawaran, transportasi, distribusi atau penggunaan domestik di mana produk impor diperlakukan setara dengan produk domestik.85

2. Pasal II: Schedules of Concessions

Pemberian konsesi tarif merupakan salah satu kewajiban yang tertuang dalam GATT Pasal II, yaitu suatu komitmen yang dijalankan oleh suatu negara anggota untuk tidak memungut tarif lebih tinggi dari yang dinyatakan di dalam Schedule (konsesi yang disepakati oleh negara anggota) atas suatu produk.86

85 Pasal III ayat 2 dan ayat 4 GATT.

86 Hata, Op.Cit., hal. 96.

3. Pasal III: Perlakuan nasional di bidang perpajakan dan peraturan perundang-undangan

Pasal ini antara lain menyatakan bahwa pajak nasional dan pungutan dalam negeri lainnya, hukum, peraturan, dan persyaratan yang mempengaruhi penjualan domestik, penawaran, pembelian, transportasi, distribusi atau penggunaan produk, dan peraturan kuantitatif nasional yang mengharuskan pencampuran, proses atau penggunaan suatu produk dalam kuantitas atau proporsi tertentu, tidak boleh dikenakan pada produk impor maupun produk domestik sebagai langkah proteksi atas produk domestik. Pada dasarnya pasal ini menghendaki adanya perlakuan yang sama atas produk impor dan produk domestik begitu produk tersebut melewati pabean.

4. Pasal VI: Bea Masuk Anti-Dumping dan Bea Masuk Imbalan

Pasal ini memperkenankan negara anggota untuk menerapkan pungutan berupa Bea Masuk Anti-Dumping atas produk dari negara yang melakukan praktik dumping, di mana produk tersebut dijual di bawah harga normal. Bea Masuk Imabalan atau countervailing duty merupakan suatu ungutan khusus yang dikenakan terhadap suatu produk guna menghilangkan keuntungan atau subsidi yang diberikan atas manufaktur, produksi atau ekspor suatu produk.

Baik Bea Masuk Anti-Dumping maupun countervailing duty tidak dapat dikenakan kecuali telah dibuktikan bahwa praktik dumping

atau pemberian subsidi atas suatu produk telah berdampak pada timbulnya kerugian materil, mengancam timbulnya kerugian materil atau menghambat industri domestik negara tujuan ekspor.

5. Pasal VIII: Pungutan-pungutan dan formalitas yang ada hubungannya dengan impor ekspor

Pasal ini menyatakan bahwa negara anggota perlu mengurangi dan membatasi keanekaragaman pungutan, kecuali pajak ekspor dan impor serta pajak lain yang diatur di dalam Pasal III, sehingga sesuai dengan jasa yang diberikan dan hal tersebut bukan merupakan tindakan proteksi guna melindungi produk domestik ataupun merupakan tindakan untuk tujuan fiskal.

6. Pasal IX: Tanda Asal Barang (Marks of Origin)

Ketentuan mengenai tanda asal barang antara lain adalah penetapan di mana setiap negara anggota harus memberikan perlakuan yang sama terhadap produk impor dari negara lain dalam kaitannya dengan persyaratan penandaan asal barang seperti yang diberikan kepada produk dari negara ketiga atau negara lain. Persyaratan pemberian tanda asal barang ini dapat dianggap sebagai pemberitahuan kepada konsumen yang bermaksud untuk mendapatkan atau

menghindari barang dari negara tertentu, serta diperlukan apabila terjadi tindakan yang diskriminatif dalam perdagangan internasional.87 7. Pasal X: Penerbitan dan pengadministrasian peraturan

perundang-undangan

Pasal ini mewajibkan negara anggota untuk menerbitkan peraturan perundang-undangan yang berkitan dengan perdagangan internasional dan dapat pula berupa putusan peradilan atau putusan administratif yang berlaku umum.

8. Pasal XI: Penghapusan kuota secara umum

Pasal ini melarang negara anggota untuk mengambil tindakan yang dapat menghambat kegiatan ekspor dan impor seperti kuota, lisensi ekspor, lisensi impor, maupun tindakan lain, kecuali tarif, pajak atau pungutan lainnya.

9. Pasal XII: Pembatasan untuk mengamankan neraca pembayaran

Terdapat pengecualian terkait larangan yang diatur di dalam Pasal XI, yaitu apabila negara anggota ingin memperbaiki posisi finansial eksternal dan neraca pembayaran negaranya, dapat melakukan tindakan proteksi yang membatasi jumlah atau nilai barang yang diperbolehkan untuk diimpor ke negaranya dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur di dalam pasal ini.

87 Ibid., hal. 101.

Persyaratan tersebut di antaranya adalah hambatan impor yang dikenakan tidak boleh melebihi apa yang diperlukan untuk mencegah atau menghentikan ancaman penurunan cadangan moneter, dalam hal negara dengan cadangan moneter rendah, tindakan diambil hingga terdapat peningkatan cadangan moneter yang proporsional.

10. Pasal XIII: Pelaksanaan penerapan kuota tanpa diskriminasi

Di dalam pasal ini dinyatakan bahwa apabila suatu negara anggota melakukan hambatan kuantitatif atas produk impor ke negaranya atau ekspor ke negara lain yang merupakan negara anggota, maka hal tersebut harus diterapkan pula terhadap produk yang diimpor dari, maupun diekspor ke negara lainnya.

11. Pasal XVI: Subsidi

Pasal ini menyatakan bahwa apabila negara angota memberikan subsidi, termasuk segala bentuk pendapatan maupun dukungan harga, yang secara langsung maupun tidak langsung meningkatkan jumlah ekspor suatu produk tertentu atau mengurangi jumlah impor suatu produk tertentu ke wilayahnya, maka negara yang bersangkutan harus memberi tahu negara anggota secara tertulis mengenai luas dan sifat pemberian sumsidi, perkiraan dampak pemberian subsidi atas kuantitas ekspor-impor yang terdampak, serta mengenai keadaan yang diperlukan terkait pemberian subsidi. Apabila terdapat kepentingan negara lain yang dirugikan atau terancam oleh

pemberian subsidi ini, maka negara yang memberikan subsidi, jika diminta, harus mengadakan diskusi dengan pihak-pihak terkait atau dengan negara anggota terkait mengenai kemungkinan pembatasan pemberian subsidi tersebut.

Pasal ini juga mengatur mengenai subsidi ekspor, yang menyatakan bahwa negara anggota mengakui bahwa pemberian subsidi terhadap produk ekspor dapat memberikan dampak yang berbahaya bagi negara anggota lainnya yang dapat mengganggu kepentingan komersil negara yang bersangkutan serta dapat menghambat pencapaian dari tujuan GATT. Oleh karena itu, negara-negara anggota harus berupaya menghindari pemberian subsidi terhadap produk-produk ekspor yang bersifat primer.

12. Pasal XIX: Tindakan darurat terhadap impor produk tertentu

Pasal ini bertujuan untuk melindungi produsen domestik dari kenaikan kuantitas impor yang tajam dan tidak teduga, yang mengakibatkan atau memberikan ancaman kerugian yang serius.

Apabila sebagai akibat dari kenaikan yang tak terduga dan sebagai dampak dari kewajiban negara anggota menurut GATT, suatu produk diimpor ke wilayah suatu negara anggota dalam jumlah yang meningkat atau dalam keadaan sedemikian rupa sehingga menyebabkan atau mengancam timbulnya kerugian yang serius pada produsen produk serupa dalam wilayah negara tersebut, maka negara

anggota dibebaskan untuk menangguhkan kewajiban baik secara keseluruhan maupun sebagian, atau menarik atau mengubah konsesinya dalam jangka waktu yang diperlukan untuk mencegah atau memulihkan negara dari kerugian yang ditimbulkan.

Dokumen terkait