• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.4 Keterampilan Membaca dan Menulis Permulaan

Membaca merupakan aktivitas kompleks yang mencakup fisik yang mental (Abdurrahman, 2009: 200). Aktivitas fisik yang terkait dengan membaca adalah gerak mata dan ketajaman pengelihatan.Sedangkan aktivitas mental mencakup ingatan dan pemahaman. Orang dapat membaca dengan baik jika

mampu melihat huruf-huruf dengan jelas, mampu menggerakkan mata secara lincah, mengingat simbol-simbol bahasa dengan tepat, dan memiliki penalaran yang cukup untuk memahami bacaan.

Terdapat lima tahap perkembangan membaca, yaitu (1) kesiapan membaca, (2) membaca permulaan, (3) keterampilan membaca cepat, (4) membaca luas, dan (5) membaca yang sesungguhnya. Tahap perkembangan kesiapan membaca mencakup rentang waktu dari dilahirkan hingga pelajaran membaca diberikan.Tahap membaca permulaan, umumnya dimulai sejak anak masuk kelas satu SD, yaitu pada saat berusia sekitar enam tahun. Tahap keterampilan membaca cepat atau membaca lancar, umumnya terjadi pada saat anak-anak duduk di kelas dua atau kelas tiga. Tahap membaca luas, umumnya terjadi pada saat anak-anak telah duduk di kelas empat atau lima SD. Pada tahap membaca yang sesungguhnya, umumnya terjadi ketika anak-anak sudah duduk di SMP dan berlanjut hingga dewasa.

Beberapa tujuan pembelajaran keterampilan membaca berdasarkan tingkatnya.

Tingkat pemula:

- Mengenali lambang-lambang (simbol-simbol bahasa) - Mengenali kata dan kalimat

- Menemukan ide pokok dan kata-kata kunci - Menceritakan kembali isi bacaan pendek Tingkat menengah:

- Menafsirkan isi bacaan - Membuat intisari bacaan

- Menceritakan kembali berbagai jenis isi bacaan (narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi)

Tingkat mahir/lanjut:

- Menemukan ide pokok dan ide penunjang - Menafsirkan isi bacaan

- Membuat intisari bacaan

- Menceritakan kembali berbagai jenis isi bacaan (narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi)

Terdapat delapan faktor yang memberikan sumbangan bagi keberhasilan belajar membaca, yaitu (1) kematangan mental, (2) kemampuan visual, (3) kemampuan mendengarkan, (4) perkembangan wicara dan bahasa, (5) keterampilan berpikir dan memperhatikan, (6) perkembangan motorik, (7) kematangan social dan emosional, dan (8) motivasi dan minat.

Menulis merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan oleh setiap orang. Menulis membutuhkan keterampilan khusus yang harus dipelajari dan senantiasa dilatih. Menurut Rusyana (Susanto, 2013: 253), menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa dalam penyampaiannya secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan/pesan. Menulis adalah satu cara mengoperasikan otak secara totalitas yang juga menyertakan raga, jari, dan tangan. Menulis adalah cara paling bagus memelihara otak, mengembangkan kapasitasnya.

Fungsi menulis adalah sebagai alat komunikasi tidak langsung karena tidak langsung berhadapan dengan pihak lain yang membaca tulisan kita tetapi melalui bahasa tulisan. Menulis sangatlah penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar untuk berpikir.

Beberapa tujuan pembelajaran keterampilan menulis berdasarkan tingkatnya, adalah sebagai berikut:

Tingkat pemula:

- Menyalin satuan-satuan bahasa yang sederhana - Menulis satuan bahasa yang sederhana

- Menulis pernyataan dan pertanyaan yang sederhana - Menulis paragraph pendek

Tingkat menengah:

- Menulis pernyataan dan pertanyaan - Menulis paragraph

- Menulis surat

- Menulis karangan pendek - Menulis laporan

Tingkat lanjut: - Menulis paragraph - Menulis surat

- Menulis berbagai jenis karangan - Menulis laporan

Menurut Susanto (2013: 254), ada beberapa manfaat dari kegiatan menulis adalah sebagai berikut:

1. Menulis membantu menemukan kembali hal yang pernah diketahui 2. Menulis menghasilkan ide-ide baru

3. Menulis membantu mengorganisasikan pikiran dan menempatkannya dalam suatu wacana yang berdiri sendiri

4. Menulis membuat pikiran seseorang siap untuk dibaca dan dievaluasi 5. Menulis membantu menyerap dan menguasai informasi baru

6. Menulis membantu memecahkan masalah dengan jalan memperjelas unsur-unsurnya dan menempatkannya dalam suatu konteks visual, sehingga dapat diuji

Menurut Tompkins (Susanto, 2013: 256), menguraikan proses menulis menjadi lima tahap yang diidentifikasikan melalui serangkaian penelitian tentang proses menulis yang meliputi: (1) tahap pra-menulis (prewriting), (2) tahap penyusunan draf tulisan (drafting), (3) tahap perbaikan (revisi), (4) tahap penyuntingan (editing), (5) tahap pemublikasian (publishing).

Pada usia kelas bawah (kelas 1-3), pembelajaran menulis yang diterapkan kepada siswa adalah pembelajaran menulis permulaan. Dalam pembelajaran menulis perlu memperhatikan beberapa cara atau langkah yang dapat mengarahkan mereka kepada proses pembelajaran menulis yang baik (Susanto, 2013: 258), yaitu:

1. Pengenalan. Pada taraf pengenalan ini, guru hendaknya memerhatikan benar-benar tulisan yang hendak dikenalkan kepada anak terutama huruf yang belum pernah diperkenalkan

2. Menyalin. Pembelajaran menulis bagi kelas bawah dapat dilakukan dengan alternatif berikut:

a. Menjiplak (menyalin tulisan di papan tulis ke dalam buku latihan sesuai dengan bunyi bacaan tersebut)

b. Menyalin dari tulisan cetak (lepas) ke tulisan sambung atau sebaliknya c. Menyalin dari huruf kecil menjadi huruf besar pada huruf pertama

kata awal kalimat

d. Menyalin dengan cara melengkapi, yakni dengan cara melengkapi dengan tanda baca dan melengkapi dengan kata

3. Menulis halus atau indah. Perbedaan pembelajaran menulis halus di kelas awal hanyalah terletak pada bahan yang diajarkan. Dalam pelaksanaannya pembelajaran menulis indah yang harus diperhatikan yaitu bentuk, ukuran, tebal tipis dan kerapian

4. Menulis nama. Sebagaimana pengajaran menulis di kelas satu, para siswa diberi tugas untuk menulis nama benda, orang, jalan, desa, kota, binatang, tumbuhan, dan sebagainya. Perbedaannya jika di kelas satu masih menggunakan huruf kecil, maka di kelas dua siswa sudah mulai menggunakan huruf besar pada huruf pertama kata awal kalimat. Latihan ini merupakan latihan dasar mengarang.

5. Mengarang sederhana. Pelajaran mengarang di kelas bawah diberikan dalam bentuk mengarang sederhana cukup lima sampai sepuluh baris. Dalam mengarang ini digunakan rangsang visual, dapat juga dengan meminta siswa menuliskan pengalamannya sendiri, cerita dari bangun tidur sampai akan berangkat ke sekolah atau dalam perjalanan menuju ke sekolah dan sebagainya. Dalam mengarang sederhana dinilai tentang kerapian, ketepatan ejaan, dan isi karangan ditekankan kepada siswa untuk diperhatikan.

Membaca dan menulis permulaan merupakan program pembelajaran yang diorientasikan kepada kemampuan membaca dan menulis permulaan di kelas- kelas awal pada saat siswa mulai memasuki bangku sekolah di kelas 1 sekolah dasar (Mulyati, 2011: 5). Selain itu, hal pertama yang diajarkan kepada anak pada awal-awal masa prasekolah adalah kemampuan membaca dan menulis. Kedua kemampuan ini akan menjadi landasan dasar bagi pemerolehan bidang-bidang ilmu lainnya di sekolah. Kemampuan membaca permulaan lebih diorientasikan pada kemampuan membaca tingkat dasar, yakni kemampuan melek huruf. Melek huruf yaitu siswa mampu mengubah dan melafalkan lambang-lambang tertulis menjadi bunyi-bunyi bermakna tanpa diikuti oleh pemahaman. Selanjutnya, dibina dan ditingkatkan kemampuan membaca tingkat lanjut, yakni melek wacana. Melek wacana yaitu kemampuan mengubah lambang-lambang tulis menjadi bunyi-bunyi bermakna disertai dengan pemahaman akan lambang- lambang tersebut. Kemampuan menulis permulaan tidak jauh berbeda dengan kemampuan membaca permulaan. Dalam pembelajaran menulis permulaan lebih

diorientasikan pada kemampuan yang bersifat mekanik, yaitu siswa dilatih untuk dapat menuliskan lambang-lambang tulis yang jika dirangkaikan dalam sebuah struktur, lambang-lambang tersebut menjadi bermakna. Selanjutnya, secara perlahan-lahan siswa digiring pada kemampuan menuangkan gagasan, pikiran, perasaan, ke dalam bentuk bahasa tulis melalui lambang-lambang tulis yang sudah dikuasai (Mulyati, 2011: 5-6).

Terdapat bermacam-macam metode pembelajaran membaca dan menulis permulaan, yaitu metode eja, metode bunyi, metode suku kata, metode kata, metode global, dan metode SAS (Mulyati, 2011: 11-23). Metode eja adalah belajar membaca yang dimulai dari mengeja huruf demi huruf. Pendekatan yang dipakai dalam metode eja adalah pendekatan harfiah. Siswa mulai diperkenalkan dengan lambang-lambang huruf. Pembelajaran metode Eja terdiri dari pengenalan huruf atau abjad A sampai dengan Z dan pengenalan bunyi huruf atau fonem. Pembelajaran membaca permulaan dengan metode ini memulai pengajarannya dengan memperkenalkan huruf-huruf secara alpabetis. Huruf-huruf tersebut dihafalkan dan dilafalkan anak sesuai dengan bunyinya menurut abjad. Setelah melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya. Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat sederhana. Metode bunyi sebenarnya merupakan bagian dari metode eja. Prinsip dasar dan proses pembelajarannya tidak jauh berbeda dengan Metode Eja/Abjad. Perbedaannya hanya terletak pada cara atau sistem pembacaan atau pelafalan abjad (huruf- hurufnya). Metode suku kata, proses pembelajaran membaca permulaan dengan

metode ini diawali dengan pengenalan suku kata. Suku-suku kata tersebut, kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna. Proses perangkaian suku kata menjadi kata, kata menjadi kelompok kata atau kalimat sederhana, kemudian ditindaklanjuti dengan proses pengupasan atau penguraian bentuk-bentuk tersebut menjadi satuan-satuan bahasa terkecil di bawahnya, yakni dari kalimat ke dalam kata-kata dan dari kata ke suku-suku kata. Metode kata, proses pembelajaran membaca permulaan diawali dengan pengenalan sebuah kata tertentu. Kata ini, kemudian dijadikan lembaga sebagai dasar untuk pengenalan suku kata dan huruf. Kata diuraikan (dikupas) menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf. Selanjutnya, dilakukan proses perangkaian huruf menjadi suku kata dan suku kata menjadi kata. Hasil pengupasan tadi dikembalikan lagi ke bentuk asalnya sebagai kata lembaga (kata semula). Metode Global, sebagian orang mengistilahkan metode ini sebagai "Metode kalimat", karena alur proses pembelajaran membaca permulaan yang diperlihatkan melalui metode ini diawali dengan penyajian beberapa kalimat secara global. Untuk membantu pengenalan kalimat dimaksud, biasanya digunakan gambar. Di bawah gambar dimaksud, dituliskan sebuah kalimat yang kira-kira merujuk pada makna gambar tersebut. Melalui proses deglobalisasi (proses penguraian kalimat menjadi satuan-satuan yang lebih kecil, yakni menjadi kata, suku kata, dan huruf), selanjutnya anak menjalani proses belajar membaca permulaan. Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik) pada dasarnya merupakan perpaduan antara metode fonik dengan metode linguistik. Metode alfabetik menggunakan dua langkah, yaitu memperkenalkan kepada anak-anak berbagai huruf alfabetik dan kemudian merangkaikan huruf-

huruf tersebut menjadi suku kata, kata dan kalimat. Pada buku suplemen tersebut, peneliti menggunakan metode bunyi, metode global dan metode SAS dalam mengembangkan keterampilan membaca dan menulis permulaan.

Dokumen terkait