• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

2.5 Keterampilan Sosial

2.5.1 Pengertian Keterampilan Sosial

Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan manusia lain dalam memenuhi kehidupannya, sehingga dapat dikatakan bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lain. Manusia hidup berkelompok yang pada akhirnya membentuk suatu masyarakat yang memiliki kebudayaan. Keterampilan berfikir, berdaya nalar, keterampilan hidup bersama, keterampilan bekerja dan keterampilan pengendalian diri merupakan keterampilan dasar untuk menjalani

kehidupan. Semua keterampilan tersebut dimiliki oleh setiap manusia hanya saja dalam pengembangannya masing-masing individu berbeda. Upaya untuk mengembangkan keterampilan tersebut secara optimal dan efektif dilakukan melalui proses pendidikan (Maryani, 2011: 17).

Cartledge dan Milburn dalam Maryani (2011: 17) menyatakan bahwa keterampilan sosial merupakan perilaku yang perlu dipelajari, karena memungkinkan individu dapat berinteraksi, memperoleh respon positif atau negatif. Keterampilan sosial merupakan kompetensi yang sangat penting untuk dimiliki setiap orang termasuk didalamnya siswa, agar supaya dapat memelihara hubungan sosial secara positif dengan keluarga, teman sebaya, masyarakat dan pergaulan di lingkungan yang lebih luas.

Keterampilan sosial tercakup dengan kemampuan mengendalikan diri, adaptasi, toleransi, berkomunikasi berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Maryani (2011: 20-21), di Amerika keterampilan sosial dirumuskan oleh ASCD (Association for Supervision Curriculum Development) meliputi keterampilan

hidup (lifeskill) yang berupa: (1) keterampilan berfikir dan bernalar, (2) keterampilan bekerja dengan orang lain, (3) keterampilan pengendalian diri

dan (4) keterampilan dalam memanfaatkan peluang kerja. Keterampilan sosial dapat dicapai melalui:

a. Proses pembelajaran: dalam menyampaikan materi guru mempergunakan berbagai metode misalnya bertanya, diskusi, bermain peran, investivigasi, kerja kelompok, atau penugasan. Sumber pembelajaran menggunakan lingkungan sekitar.

36

b. Pelatihan: guru membiasakan siswa untuk selalu mematuhi aturan main yang telah ditentukan, misalnya memberi salam, berbiara dengan sopan, mengajak mengunjungi orang yang kena musibah dan sebagainya.

c. Penilaian berbasis portofolio atau kinerja. Penilaian tidak hanya diperoleh dari hasil tes, tetapi juga hasil dari perilaku dan budi pekerti siswa.

Pada pengembangan keterampilan sosial, terutama dalam diskusi kelompok hendaknya dipenuhi persyaratan: (1) suasana yang kondusif, (2) ciptakan rasa aman dan nyaman pada setiap orang, (3) kepemimpinan yang mendukung dan melakukan secara bergiliran, (4) perumusan tujuan dengan jelas apa yang mau didiskusikan, (5) memanfaatkan waktu dengan ketat namun fleksibel, (6) ada kesepahaman atau mufakat sebelumnya (consensus), (7) ciptakan kesadaran kelompok, (8) lakukan evaluasi yang terus menerus (continual evaluation).

Maryani (2011: 4), indikator yang dipergunakan untuk mengukur keberhasilan program pembelajaran IPS yang bermuatan keterampilan sosial yaitu (1) mampu mengendalikan diri dalam bersikap, berucap dan berperilaku; (2) mematuhi aturan-aturan yang berlaku sesuai dengan tempat dimana berada; (3) menghargai keberagaman seperti pendapat, budaya, golongan dan suku; (4) mampu berkomunikasi dengan baik, efektif dan santun; (5) mampu berfikir secara logis, kritis, sistematis dan kreatif; (6) mampu menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan kelompok, bermasyarakat dan berbangsa; (7) memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; (8) mampu bekerjasama dengan orang lain yang berbeda budaya dan latar belakang sosial ekonomi.

Kaitannya dengan penelitian ini indicator keberhasilan keterampilan sosial dibuat menjadi 6 indikator yaitu (1) mampu mengendalikan diri dalam bersikap, berucap dan berprilaku, (2) mematuhi aturan-aturan yang berlaku sesuai dengan tempat dimana berada, (3) memahami perbedaan pendapat, 4) mampu berkomunikasi dengan baik, efektif dan santun, (5) mampu menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kelompok, (6) memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain.

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial

Hasil studi Davis dan Forsythe dalam Mu‟tadin ( 2006: 87), terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi keterampilan sosial dalam kehidupan remaja, yaitu:

a. Keluarga

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana ia akan bereaksi terhadap lingkungan. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis (broken home) di mana anak tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup maka anak akan sulit mengembangkan ketrampilan sosialnya. Hal yang paling penting diperhatikan oleh orang tua adalah menciptakan suasana yang demokratis di dalam keluarga sehingga remaja dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua maupun saudara-saudaranya. Segala konflik yang timbul akan mudah diatasi dengan komunikasi timbal balik antara anak dan orang tua. Sebaliknya komunikasi yang kaku, dingin, terbatas, menekan, penuh otoritas, dan sebagainya, hanya akan dapat memunculkan berbagai konflik yang berkepanjangan sehingga suasana menjadi tegang, panas, emosional, sehingga dapat menyebabkan hubungan sosial antara

38

satu sama lain menjadi rusak. b. Lingkungan

Sejak dini anak-anak harus sudah diperkenalkan dengan lingkungan. Lingkungan dalam batasan ini meliputi lingkungan fisik (rumah, pekarangan) dan lingkungan sosial (tetangga). Lingkungan juga meliputi lingkungan keluarga (keluarga primer dan sekunder), lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat luas. Pengenalan lingkungan sebaiknya dilakukan sejak dini agar anak sudah mengetahui bahwa dia memiliki lingkungan sosial yang luas, tidak hanya terdiri dari orang tua, saudara, atau kakek dan nenek saja.

c. Kepribadian

Secara umum penampilan sering diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang namun sebenarnya tidak, karena apa yang tampil tidak selalu menggambarkan pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Hal ini amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata, sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung dikucilkan. Di sinilah pentingnya orang tua memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.

d. Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri

Sejak awal anak harus diajarkan untuk lebih memahami dirinya sendiri (kelebihan dan kekurangannya) agar ia mampu mengendalikan dirinya sehingga dapat bereaksi secara wajar dan normatif. Jika anak dan remaja sudah dapat menyesuaikan diri dengan kelompok, maka tugas orang tua/pendidik adalah membekali diri anak dengan membiasakannya untuk menerima dirinya, menerima

orang lain, tahu dan mau mengakui kesalahannya, dsb. Sehingga, remaja tersebut tidak akan terkejut menerima kritik atau umpan balik dari orang lain/kelompok, mudah membaur dalam kelompok dan memiliki solidaritas yang tinggi sehingga mudah diterima oleh orang lain/kelompok.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial dipengaruhi berbagai faktor, antara lain faktor keluarga, lingkungan, serta kemamapuan dalam penyesuaian diri.

Beberapa keterampilan sosial yang diperoleh dari pendidikan IPS menurut Maryani (2011: 6) yaitu:

Thinking skills, seperti kecakapan konseptualisai dan interpretasi, analisis, dan generalisasi, menerapkan pengetahuan dan evaluasi pengetahuannya

Social science inquiry skills, yaitu kecakapan memformulasikan pertanyaan dan hipotesa, mengumpulkan data dan menggunakan data untuk pembuktian dan generalisasi.

Academic or study skills, termasuk kecakapan memperoleh informasi melalui membaca, mendengar, observasi, argumen, dan menulis laporan baik dalam bentuk buku, jurnal, maupun penggunaan media massa termasuk internet.

Group skills, yaitu termasuk kecakapan performance (tampilan) yang efektif, baik sebagai pemimpin (leader), maupun staff atau pelaksana. Dalam hal ini dapat dilihat dari effectivitas dalam berkomunikasi dalam kelompok, kepedulian membantu sesama, dan diterima di semua kalangan. Tujuan akhir dari pendidikan IPS adalah membentuk manusia yang mau berkorban, memiliki kemampuan dan terlibat dalam kehidupan nyata di lingkungannya. Bahkan yang lebih baik lagi ketika sebagai warga sosial masyarakat dapat menjadi contoh, teladan, dan membantu sesama terutama terhadap yang membutuhkan.

Keterkaitan antara hasil belajar dengan keterampilan sosial dalam pembelajaran sosiologi dengan menggunakan model Make A Match dapat dilihat dari indikator-

40

indikator keterampilan sosial yaitu (1) mampu mengendalikan diri dalam bersikap, berucap dan berprilaku, (2) mematuhi aturan-aturan yang berlaku sesuai dengan tempat dimana berada, (3) memahami perbedaan pendapat, 4) mampu berkomunikasi dengan baik, efektif dan santun, (5) mampu menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kelompok, (6) memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain, yang pada akhirnya dapat menghasilkan hasil belajar yang optimal.

Penelitian ini melihat hasil belajar dan keterampilan sosial siswa, dalam taksonomi bloom Ranah kognitif mengurutkan keahlian berpikir sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Proses berpikir menggambarkan tahap berpikir yang harus dikuasai oleh siswa agar mampu mengaplikasikan teori kedalam perbuatan. Ranah kognitif ini terdiri atas enam level, yaitu: (1) knowledge (pengetahuan), (2) comprehension (pemahaman atau persepsi), (3) application (penerapan), (4) analysis (penguraian atau penjabaran), (5) synthesis (pemaduan), dan (6) evaluation (penilaian). Sedangkan dalam ranah Psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Ketrampilan ini dapat diasah jika sering melakukannya. Perkembangan tersebut dapat diukur sudut kecepatan, ketepatan, jarak, cara/teknik pelaksanaan.

Dokumen terkait