• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Keterampilan Sosial

a. Pengertian Keterampilan Sosial

Williamson dan Cohen (1991) mengungkapkan bahwa keterampilan sosial tidak hanya membantu seseorang berinteraksi dengan orang lain, namun juga membantu individu untuk mengkomunikasikan kebutuhan dan harapannya.

Tom McIntyre (2005) mendefinisikan keterampilan sosial sebagai kemampuan untuk merespon apa yang lingkungan berikan dalam suatu tata krama atau aturan tertentu yang dapat meningkatkan dan mempertahankan hubungan dengan orang lain.

Keterampilan Sosial menurut APA Dictionary of Psychology (2002) adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk berinteraksi

dengan sebagaimana mestinya yang diberikan dalam situasi sosial. Umumnya yang termasuk keterampilan sosial adalah mampu bertindak asertif (tegas), mampu menjalin komunikasi dan persahabatan dengan orang lain, mampu memecahkan masalah antar pribadi dan mampu mengatur pikiran, perasaan dan perbuatan.

Seorang individu dengan keterampilan sosial yang baik akan mampu menghadapi berbagai situasi yang dihadapi, karena individu tersebut mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya tanpa perasaan malu dan bersalah (Colhaun dan Accocella, 1990). Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Ramdhani (1994) bahwa seorang individu dengan keterampilan sosial yang baik, dapat menyatakan perasaan positif atau negatifnya kepada orang lain dengan cara-cara yang tegas dan tepat sesuai dengan norma sosial tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain.

Elksnin dan Elksnin (1995) mengidentifikasikan individu dengan keterampilan sosial yang baik (dalam Ambar, 2003) dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Memiliki Perilaku Interpersonal

Perilaku Interpersonal adalah perilaku yang menyangkut keterampilan yang digunakan selama melakukan interaksi sosial (misalnya menyapa, memperkenalkan diri, bergabung dengan orang lain, menawarkan bantuan, ,memberikan dan menerima pujian).

b. Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri

Perilaku yang dimiliki oleh individu yang dapat mengatur diri sendiri dalam berbagai situasi sosial, sehingga dalam berbagai interaksi sosial individu mampu menempatkan atau membawakan diri sesuai dengan situasi sosial yang dihadapi.

c. Memiliki perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis Seorang individu dengan keterampilan sosial yang baik akan mampu menunjukkan perilaku positif dalam hal-hal yang mendukung prestasi belajar di sekolah, misalnya mampu mendengarkan guru, mengerjakan tugas sekolah dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di sekolah.

d. Mendapat penerimaan dari teman sebaya (Peer Accaptance)

Seorang individu dengan keterampilan sosial yang baik akan mendapat penerimaan dari teman sebaya, khususnya apabila individu tersebut memiliki kepekaan dan empati yang tinggi terhadap orang lain.

e. Memiliki keterampilan berkomunikasi

Seorang individu dengan keterampilan sosial yang baik akan memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. Individu dengan kemampuan ini akan mampu menjadi pendengar yang responsif, mempertahankan perhatian dalam pembicaraan dan memberikan umpan balik terhadap lawan bicara.

National Association of School Psychologists (NASP, 2002) juga menyatakan bahwa individu yang mempunyai keterampilan sosial yang baik akan sukses di sekolah, bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tidak melakukan tindakan yang agresif atau tidak melakukan kekerasan, serta mampu menghadapi masa depan (dalam Social Skills, 2002). NASP (2002) juga menyebutkan 4 (empat) area keterampilan sosial, antara lain :

1. Keterampilan berkomunikasi (seperti mendengarkan, mengikuti aturan, mengabaikan gangguan yang muncul, berani berbicara, menghargai diri sendiri),

2. Keterampilan interpersonal (seperti bercerita, meminta ijin, bertanya, bermain bersama, dll)

3. Keterampilan memecahkan masalah (seperti meminta bantuan, meminta maaf, menerima segala konsekuensi, memutuskan apa yang harus dilakukan, dll)

4. Keterampilan menyelesaikan konflik (seperti berbicara dengan orang yang menggodanya, menuduhnya, dan yang menekannya)

Hal serupa juga diungkapkan oleh Buhrmester (1988), mengemukakan 5 aspek yang terdapat dalam keterampilan sosial (dalam Mulyati, 1997) antara lain :

a. Kemampuan berinisiatif

Menurut Bee (1997) inisiatif adalah kemampuan untuk memulai suatu bentuk usaha untuk mencapai suatu tujuan. Buhrmester,

dkk (1988) menyebutkan inisiatif sebagai usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dengan individu lain atau dengan lingkungan sosial yang lebih luas. Erickson (1978) mendeskripsikan inisiatif sebagai suatu usaha mencari informasi dan meneliti secara aktif terhadap lingkungannya (dalam Mulyati, 1997).

Dengan kemapuan berinisiatif, anak akan mampu melakukan penjelajahan/eksplorasi ketika memulai suatu hubungan dan bergerak secara aktif dan mandiri.

b. Kemampuan membuka diri

Wrigtsman dan Deaux (1981) mengartikannya sebagai kemampuan untuk mengungkapkan informasi yang bersifat pribadi atau bisa dikatakan sebagai kemampuan untuk membicarakan diri sendiri. Keterbukaan diperlukan untuk dapat menyampaikan penghargaan dan perasaan kepada orang lain.

Dengan adanya keterbukaan, kebutuhan akan mengungkapkan perasaan dan perasaan dihargai antara seorang dengan yang lain akan terpenuhi.

c. Kemampuan bersikap asertif

Asertivitas menurut Perlman dan Cozby (1983) dikatakan sebagai kemampuan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas dan mempertahankan hak-haknya secara tegas.

Lange dan Jakubowsky (1990), menyatakan bahwa asertivitas adalah kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi,

mengemukakan gagasan, perasaan dan keyakinan secara langsung, jujur dan sesuai atau dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu yang diinginkan dan menolak untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkan.

Perilaku asertif yang paling sederhana menurut Buhrmester, dkk (1988) adalah mampu mengatakan “tidak” jika diminta untuk melakukan sesuatu yang tidak disukai.

Dengan memiliki sikap asertif, individu tidak akan diperlakukan secara tidak pantas oleh lingkungan sosialnya dan dianggap sebagai individu yang memiliki harga diri.

d. Kemampuan untuk memberikan dukungan emosional

Hill (1991) mengemukakan bahwa dukungan emosional adalah pengekspresian perhatian, rasa aman dan nyaman, serta empati. Allen (1980) menyebutnya dengan ekspresi afektif dan salah satu ekspresi afektif tersebut adalah empati.

Dengan kemampuan ini seseorang akan lebih mudah melakukan penyesuaian diri ketika berinteraksi dengan orang lain. e. Kemampuan mengatasi konflik

Konflik, menurut Grasha (1987) senantiasa hadir dalam setiap hubungan antar individu dan bisa muncul karena berbagai sebab. Johnson dan Medinnus (1969) mengatakan bahwa konflik merupakan situasi yang ditandai oleh adanya tindakan salah satu pihak yang menghalangi, menghambat,atau mengganggu tidak orang lain.

Konflik menurut Wehr adalah suatu konsekuensi dari komunikasi yang buruk, salah pengertian, salah perhitungan, dan proses-proses lain yang tidak kita sadari (dalam Chandra, 1992).

Apabila seseorang dapat menyelesaikan permasalahan, maka yang bersangkutan dapat dikatakan memiliki kemampuan mengatasi konflik. Buhrmester (1988) mengatakan bahwa kemampuan mengatasi konflik adalah upaya, supaya konflik yang muncul tidak menjadi semakin luas/besar.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial anak adalah kemampuan atau kecakapan yang dimiliki seorang anak untuk memberikan respon terhadap lingkungan atas interaksinya dengan orang lain dalam berbagai situasi sosial. Jenis keterampilan sosial yang ingin dilihat adalah keterampilan interpersonal, keterampilan berkomunikasi, keterampilan menyelesaikan konflik, keterampilan bersikap asertif, serta keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan kesuksesan akademis. Keterampilan tersebut merupakan gabungan dari aspek dan ciri-ciri yang diungkapkan oleh NASP (2002), Buhrmester (1988), Elksnin dan Elksnin (1995). Aspek dan ciri-ciri tersebut dipilih karena didalamnya terdapat aspek dan ciri-ciri dari keterampilan sosial yang lain.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi atau turut membentuk keterampilan sosial, faktor tersebut antara lain usia, jenis kelamin, dan lingkungan (dalam Cartledge dan Milburn, 1995).

1. Usia

Respon yang ditunjukkan dalam menanggapi berbagai proses sosial atau tuntutan sosial yang dihadapi berbeda pada setiap tahap (Wood, dalam JoAnne, 1995). Kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang anak dalam usia tertentu turut menentukan penguasaan berbagai bentuk keterampilan sosial. Kemampuan tersebut menurut Robinson dan Garber (1995) antara lain, kemampuan mengenali isyarat sosial, menginterpretasi isyarat sosial dengan cara yang tepat dan bermakna, mengevaluasi konsekuensi dari beberapa kemungkinan respon serta memilih respon yang akan dilakukan. Selain itu juga kemampuan untuk melihat dari perspektif orang lain dan kemampuan empati.

2. Jenis kelamin.

Ada perlakuan yang berbeda yang diberikan orang tua kepada anak perempuan dan anak laki-laki (Fagot, Rodgers, Leinbach, 2000; Ruble, Martin, Berenbaum, 2006). Perlakuan berbeda ini juga diberikan oleh budaya, sekolah, teman sebaya, media, dan anggota keluarga yang lain. Ini memunculkan

perbedaan sosialisasi emosi antara laki-laki dengan perempuan, perempuan lebih dapat berhubungan secara emosi dengan orang lain daripada laki-laki.

3. Lingkungan

Di samping kedua faktor tersebut terdapat satu faktor yang didalamnya terdapat beberapa hal yang turut membentuk keterampilan sosial. Faktor tersebut adalah faktor lingkungan, termasuk didalamnya adalah teman sebaya, budaya, keluarga, area tempat tinggal, serta situasi khusus (di sekolah atau di rumah). Pada kelompok usia yang berbeda kondisi keterampilan sosial yang dimiliki individu juga akan berbeda. Individu yang memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan perkembangan sosial, perkembangan emosi, dan lebih mudah membina hubungan dengan orang lain (Kramer dan Gottman dalam Ambar, 2003).

Selain itu juga dipengaruhi oleh suatu situasi khusus, misalnya situasi saat anak di sekolah dan situasi saat anak di rumah. Seperti yang dikemukakan oleh Dodge, McClaskey, dan Feldman (1985) bahwa respon yang ditunjukkan individu disesuaikan dengan situasi yang dihadapinya, misalnya disesuaikan dengan aturan yang ada.

Argyle (1986) menyatakan bahwa keterampilan sosial dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan dalam hal ini merupakan

lingkungan tempat anak sehari-hari berinteraksi dan bersosialisasi, yaitu lingkungan tempat tinggal dengan konteks budaya tertentu, dimana didalamnya terdapat keluarga yang merupakan lingkungan pertama tempat anak berinteraksi dan belajar sosialisasi, serta mendapatkan berbagai didikan atau pengasuhan. Lingkungan tempat tinggal ini adalah desa dan kota. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh House dan Wolf (1978) yang menemukan bahwa tempat tinggal dapat mempengaruhi suatu hubungan interpersonal. Orang yang bertempat tinggal di daerah pedesaan atau kota kecil lebih mempunyai sifat menolong dan menerima orang lain dibandingkan dengan masyarakat kota (dalam Moningka dan Widyarini, 2005)

Melihat uraian diatas, perilaku anak yang berhubungan dengan keterampilan sosial seseorang tidak begitu saja dilakukan karena hal tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan antara lain, bagaimana anak seusianya merespon suatu interaksi, bagaimana ia dikonstruksikan secara sosial sesuai jenis kelaminnya, dan bagaimana lingkungan mengajarkan berperilaku.

Dokumen terkait