• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK PEREMPUAN USIA 10-12 TAHUN YANG TINGGAL DI DESA DAN YANG TINGGAL DI KOTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KETERAMPILAN SOSIAL ANAK PEREMPUAN USIA 10-12 TAHUN YANG TINGGAL DI DESA DAN YANG TINGGAL DI KOTA"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Ratna Kusmartini

NIM: 039114028

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh: Ratna Kusmartini

NIM: 039114028

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

(6)

v

! "

" #$ %

(7)
(8)

vii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran keterampilan sosial anak perempuan usia 10-12 tahun yang tinggal di desa dan di kota. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang difokuskan pada kasus tertentu, yaitu keterampilan sosial anak perempuan usia 10-12 tahun. Subjek penelitian ini adalah anak-anak perempuan usia 10-10-12 tahun yang tinggal di desa dan yang tinggal di kota, berjumlah 4 (empat) orang. Peneliti menentukan subjek berdasarkan pada kecocokan konteks atau kriteria yang telah ditentukan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara. Observasi dilakukan secara mendalam dengan mengacu pada daftar yang telah dibuat sebelumnya. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan pertanyaan yang mencantumkan indikator yang harus ditanyakan.pertanyaan tidak harus sesuai urutan, dapat berubah dan bertambah sesuai dengan kondisi dan respon subjek saat di wawancarai. Data dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut, menulis transkip verbatim dengan memberikan keterangan waktu dan tempat pada setiap berkas, membaca transkip verbatim dengan seksama, pengkodean pada transkip verbatim, melakukan kategorisasi, interpretasi dan pembahasan hasil penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak perempuan baik yang tinggal di desa dan di kota sama-sama memiliki keterampilan sosial, hanya saja dalam perwujudannya mereka memiliki kekhasan masing-masing. Anak kota lebih ekspresif atau langsung dalam mewujudkannya dan anak desa mewujudkannya secara tidak langsung. Perilaku yang ditunjukkan anak desa dan anak kota dipengaruhi oleh lingkungannya dan secara tidak langsung menjadikan anak berperilaku sesuai dengan kebiasaan lingkungannya.

(9)

viii

The research was aimed to know the description of the social skills about 10-12 years old girls who live in village and city. The research was descriptive qualitative research which focused on a certain case. The case discussed was the social skills of the young girl about 10-12 years old. The subject of this research are four persons who lived in the village and the city. The researcher determined the subject based on the appropriateness of the young girls population.The data gathering in this research was done using interview and observation method. The interview technique used was using the depth observation. The interview was done by using a question guideline which include the indicators that should be asked. The questions were not required to be asked in order, they could be changed and added according to the conditions and responses of subjects when interviewed. The steps of analisys are as follow writing verbatim transcript by giving time and place information on each file, reading the verbatim transcripct thoroughly, encoding the verbatim transcript, doing categorization, interpretation and research result discussion.The result of this research are that the young girls who lived in village and lived in city having the social skills both of them, but having the different showing. The young girls of the city more expression and the young girls of the village not straightaway.

(10)
(11)

x rasakan hingga karya ini telah selesai di tulis. Bukan waktu yang singkat untuk

menyelesaikan ini semua, banyak suka dan duka yang penulis telah lewati. Namun

berkat pertolongan Tuhan melalui orang-orang yang hadir di sekeliling penulis,

akhirnya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam karya

ini, penulis sangat mengharapkan masukan dari berbagai pihak agar karya ini

menjadi semakin lebih baik lagi.

Melalui kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus, maturnuwun Gusti untuk segala waktu dan kesempatan yang Kau berikan padaku. Takkan habis kata kuucapkan

syukur padaMu. Kau mengajariku menjadi pribadi yang luar biasa bagi

orang-orang disekitarku selama aku menyelesaikan karya ini. Kiranya ini

semua boleh menjadi berkat.

(12)

xi 4. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dosen Pembimbing

Akademik selama penulis belajar di Fakultas Psikologi USD, terima kasih

ya pak untuk pertanyaan yang selalu bapak lontarkan setiap semester

kapan target lulus, ada kesulitan apa?”, ini menjadi semangat untuk maju bagi penulis. Tuhan memberkati.

5. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi, M. Si. Selaku Dekan Fakultas Psikologi

USD pada periode sebelumnya, terima kasih untuk keramahan dan

kesempatan yang telah bapak berikan. Tuhan memberkati.

6. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M. Si. Selaku Dosen Pembimbing

Skripsi penulis pada periode sebelumnya. Terima kasih banyak ya bu buat segala masukannya, saya belajar banyak dari ibu, bagaimana tata penulisan skripsi yang benar. Mohon maaf jika selama menjadi anak bimbingan ibu saya sering menjengkelkan. Jaga kesehatan selalu ya bu. Tuhan memberkati.

7. Ibu Y. Titik Kristiyani, M. Psi dan Ibu M. M. Nimas Eki S, S. Psi, Psi, M. Si, terima kasih atas segala masukan yang telah diberikan kepada penulis,

serta perhatiannya kepada penulis. Salam unyuk si kecil ya bu, kiranya mereka dapat menjadi berkat bagi sekelilingnya. Tuhan memberkati. 8. Seluruh dosen Fakultas Psikologi USD yang telah mendidik dan

(13)

xii dengan penuh semangat melayani dan membantu kegiatan akademis para

mahasiswa, terimakasih juga. Begitu juga dengan staf dan karyawan USD

yang lainnya, Tuhan memberkati.

10.Bapak Warigit Koesoemo Hadi, SE dan Ibu Sudiarti, BSc. Bapak, Ibuk terima kasih tak terhingga ku berikan, untuk doa, cinta, kasih sayang, dan

kesabarannya yang tiada henti. Maaf, mbak nana terlalu lama menyelesaikan study ini, kiranya karya ini mampu menghadirkan senyum bahagia di wajah bapak dan ibuk. I love both of you. Gusti mberkahi. 11. Rintan Kusumaningtyas. Makasih ya dek buat semangatnya, maaf ya aku

sering marahin kamu, tapi itu karena aku sayang kamu. Ayo yang semangat kuliahnya, waktunya di manage yang baik, ojo boros-boros yo! Hehe,, Jangan tiru aku ya, kalau bisa lulus tepat waktu. Mbak nana pasti akan selalu ada buat kamu. Buat bapak dan ibuk bangga ya dek.

(14)

xiii 14.Bapak B. Marsidi, Ibu M. Istirah, dan Y. Arista Wijaya. Bapak, mama, dek anes, terima kasih banyak buat doa, dukungan dan kasih sayang yang terus mengalir. Senang rasanya bisa menjadi bagian keluarga ini. Gusti mberkahi.

15.Antonius Wiwit Marista, S. Psi. “masnya”. Trimakasih ya masnya buat

semuanya, takkan cukup lembar ini untukmu. Terimakasih untuk cinta, kasih sayang, perhatian dan pengertian untukku. Juga IBT4U nya, mbanya juga begitu. Semangat, masa depan menanti kita…trimakasih untuk anugerahMu ini ya Allah. GBU mas.

16.LPK ABBI dan Kelompok Bermain ABBI. Terima kasih ya Bu Damai atas kesempatannya untuk saya. Ibu tak hanya sebagai atasan bagi saya, tapi juga teman yang saling menguatkan. Terimakasih untuk teman-teman guru di ABBI, saya banyak belajar di sini. Terkhusus untuk 12 muridku yang luar biasa unik dan membuatku semakin mencintai dunia anak. Kalian begitu lucu, manja, polos, cerdas, walau kadang harus memanjangkan ususku hingga 600 meter (baca : sabaaaaar). Takkan ku lupa sapaan manja dan pelukan kalian di pagi hari untuk “Bu Nana” dan di sore hari untuk ”Miss Nana”.

(15)

xiv segera selesaikan. Juga tak lupa untuk PMK Ebenhaezer, trimakasih untuk dinamika bersama tuk mengenalNya. Semoga kita selalu diberkati dan menjadi berkat.

Teman-teman Keluarga Cemara Æ Suster Marianne, Wira, Iin, Githa, Wida, Tiwi, Alma, Shinta, Lilo, Arya, Bella, Lucky, Budi, Baka. Makasih

ya temans, untuk diskusi, canda tawa, dukungan dan proses karantina di Cemara. Ayo wisuda bareng. Hehe. Gbu all.

18.My Spicek Girl`ku Æ wiwid “oid”, nonie, sari, deedee. Hmmm, aku paling terakhir nie menyabet gelar. Makasih ya teman buat semangat dan ledekannya. Ada warna tersendiri yang terlukis saat bersama kalian. Kapan kita kemana yuk!

19.Linda “nduty”, Ninis “gembus“, Inung ”injhung”, kakak-kakakku “Mas Adit, Mas Aan, Mas Yoel, Mas Wuri, Mbak Upik”, terimakasih kalian nggak lelah dengar keluh kesahku, meski kadang aku kena marah juga dari kalian..hehe. I love u all.

20.

Teman-temanku di kos Palem, mbak Grace, mbak Erlin, mbak Sita, mbak
(16)

xv moncu, yesmon, ane, ani, marni, ivon, siska, badai, widia, eva, dan

teman-teman yang lain. Makasih banget buat kebersamaannya, keramaiannya, gosipnya, sinetronnya, dan “rabu gaulnya”. Hehehehe. Tak lupa buat sapaannya tiap hari “mba Na”. Ngangeni.

Oiya, untuk Ely “jadhul”, thanks banget ya el tuk pinjaman laptopnya,

sangat membantu. Tuhan memberkati kalian semua.

21. Temen-temen KKN (Devi, Mei, Lely, Inge, Mba Fitri, Datu, Tommy, mas

Tato, dan Mas Wawan) sueneng buanget bisa mengenal dan ngabisin

waktu bersama kalian. Keep in touch… Tuhan memberkati.

22. Semua anak-anak dan orang tua yang telah terlibat dan membantu penulis

dalam penelitian ini, terimakasih untuk kerjasama dan segala

informasinya. Skripsi ini ada berkat kalian… Tuhan memberkati.

23.Tak lupa khusus untuk Gephit, Pooh, Ci cri yang setia mengantarku kemanapun aku pergi, khususnya selama penelitian. Juga my diery yang menghiburku dengan acara-acaramu, dan terlebih untuk my skaters tanpamu karya ini nggak akan jadi.

24. Buat yang tidak disebutkan di sini karena keterbatasan tempat, bukan

berarti kalian tidak berarti bagiku. Penulis percaya, setiap pribadi yang

boleh kukenal merupakan berkat bagiku. Terimakasih untuk segalanya.

(17)
(18)

xvii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………ii

HALAMAN PENGESAHAN ………...iii

HALAMAN MOTTO...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ………...v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………...….……...vi

ABSTRAK ………....vii

ABSTRACT ……….…viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………..………ix

KATA PENGANTAR ………....x

DAFTAR ISI ...………...…...xvii

DAFTAR TABEL ………..…...xx

DAFTAR GAMBAR...xxi

DAFTAR LAMPIRAN ...………....xxii

BAB I. PENDAHULUAN ……….1

A. Latar Belakang Masalah ………....1

B. Rumusan Masalah ……….7

C. Tujuan Penelitian ………..7

D. Manfaat Penelitian ………8

BAB II. LANDASAN TEORI ………9

A. Keterampilan Sosial ...………..……….9

(19)

xviii

2. Desa……….. ………...19

C. Anak Perempuan ……….………21

. D. Keterampilan Sosial Anak Perempuan Usia 10-12 Tahun Yang Tinggal Di Desa dan Yang Tinggal di Kota………….……….22

BAB III. METODE PENELITIAN .………..26

A. Jenis Penelitian ….………...26

B. Subjek Penelitian……….. ...………27

C. Batasan Istilah ...……….………...28

D. Metode Pengambilan Data ……...……….………..29

E. Pelaksanaan Penelitian………….. ..………33

F. Analisis Data……… ………..……….37

G. Keabsahan Data Penelitian ………..……….….…..38

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..………...39

A. Tahap Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian..…...…..………….…...39

B. Subjek Penelitian..……….………...42

C. Analisis Data Hasil Penelitian..……….………...43

1. Desa...43

2. Kota………..47

(20)
(21)

xx

Tabel 2. Panduan Wawancara Anak………31

Tabel 3. Panduan Wawancara Orang Tua………32

Tabel 4. Jadwal Observasi dan Wawancara……….40

Tabel 5. Data Subjek………43

Tabel 6.1. Ringkasan Analisis Keterampilan Interpersonal (Relasi/sosialisasi dengan sekitar)………..52

Tabel 6.2. Ringkasan Analisis Keterampilan Interpersonal (Kekeluargaan)………...59

Tabel 6.3. Ringkasan Analisis Keterampilan Interpersonal (Sopan santun)...61

Tabel 7. Ringkasan Analisis Keterampilan Berkomunikasi……….63

Tabel 8. Ringkasan Analisis Keterampilan Menyelesaikan Konflik……...66

Tabel 9. Ringkasan Analisis Keterampilan Bersikap Asertif………..68

(22)
(23)

xxii Lampiran 2. Verbatim Wawancara Subjek 3………..85

(24)

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Berbagai pandangan menunjukkan bahwa keberhasilan hidup

seseorang banyak ditentukan oleh kemampuan mengelola diri dan kemampuan

mengelola hubungan dengan orang lain. Keterampilan sosial turut menentukan

keberhasilan menjalin hubungan dengan orang lain. Keterampilan sosial

merupakan kemampuan atau kecakapan yang dimiliki seseorang untuk

memberikan respon terhadap lingkungan atas interaskinya dengan orang lain

dalam berbagai situasi sosial (dalam Nashori, 2003).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa keterampilan sosial

dipengaruhi oleh lingkungan keluarga maupun proses hidup yang dijalani

seseorang dengan masyarakat. Kebiasaan untuk hidup bersama dan

mengembangan pergaulan yang intens menjadikan keterampilan sosial tumbuh

dan berkembang (dalam Martani & Adiyanti, 1990; Nashori, 2003; Tarigan,

2009). Kebiasaan ini juga dijalani oleh orang-orang yang tinggal di desa dan

di kota. Hal inilah yang membuat peneliti melakukan penelitian pendahuluan.

Kondisi yang berjalan di desa dan di kota juga mempengaruhi keterampilan

sosial seseorang, pada penelitian pendahuluan yang peneliti lakukan pada

bulan Januari 2009 yang dilakukan di sebuah desa dan sebuah kota pada

(25)

desa dan di kota.

Di desa masyarakatnya sopan dan ramah, relasi personalnya baik,

solidaritas relative kuat, intensitas dan frekuensi bertemu keluarga serta waktu

bermain yang dimiliki anak relatif banyak. Lain halnya situasi yang ada di

kota, kegiatan anak-anak di kota lebih banyak dari pada bermain, intensitas

dan frekuensi bertemu keluarga kurang, serta solidaritas relatif kurang.

Gambaran situasi tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Adi Subroto (1979) yang menemukan bahwa ciri-ciri kepribadian orang

desa yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta lebih memiliki dorongan untuk

saling menolong, ulet, tekun. Di samping itu orang kota lebih memiliki

keinginan untuk berprestasi, hidup teratur, dapat berdiri sendiri, ada kebutuhan

untuk bekerja sama dengan orang lain, ingin mendominasi atau mempengaruhi

orang lain, ada rasa tanggung jawab dan memiliki sifat agresif. Selanjutnya

hasil penelitian Sugiyanto (1981) diketemukan bahwa orang desa cenderung

lebih beroientasi kepada nilai-nilai religius dan sosial daripada orang kota

(dalam Ikawati dan Wahyuningtyastuti, 2005).

Di desa biasanya hubungan yang terjalin satu sama lain cukup erat, ini

terjadi karena adanya perasaan sama dalam hal kebiasaan, kepercayaan, dan

tradisi. Orang tua sering mengajak anaknya mengunjungi sanak saudara atau

kerabat diwilayahnya dan selalu melakukan pekerjaan untuk kepentingan

bersama, mereka biasanya bergantian mengunjungi dalam tempo yang agak

(26)

cenderung mengembangkan kemampuan sosialisasinya hanya di sekolah saja,

sepulang sekolah anak-anak ini cenderung disibukkan dengan berbagai

kegiatan. Dalam seminar ’Pro-Kontra di Balik Bermain’ yang diselenggarakan

Radani Edutainment dan Rinso pada 26 April 2008 mengungkapkan fakta

bahwa 60 persen anak-anak di Jabodetabek harus pergi les seusai pulang

sekolah dan hanya sekitar 25 persen anak-anak yang bisa bermain sesuai

kesenangan mereka. Orang tua terlalu banyak memberi batasan pada anak,

terlebih waktu bermainnya, padahal bagi anak-anak bermain adalah kebutuhan

yang seharusnya tidak dibatasi oleh orang tua. Menurut Sarwono (2007)

dalam bermain anak kota diatur jamnya, tempatnya, jenis permainannya,

bahkan teman bermainnya. Jika ada sisa waktu lebih banyak digunakan untuk

menonton televisi atau bermain permainan yang modern atau elektronik,

seperti games di komputer, play station, dan games yang ada di mall. Orang tua cenderung sibuk dengan pekerjaannya, mereka seharusnya mampu

menyempatkan waktunya untuk bermain bersama anak-anaknya dan mampu

menjadi teman atau sahabat bagi anaknya. Melalui permainan-permainan

sederhana, seperti kuda-kudaan, kereta api-kereta apian, bercerita atau

bermain di halaman. Hal tersebut akan membuat potensi kognisi, emosi, dan

sosial dalam diri anak terlibat semua, selain itu ikatan emosi antara anak dan

orang tua menjadi lebih erat (dalam Bermain Cerdaskan emosi, 2007).

Terdapat perbedaan situasi anak yang tinggal di desa dan yang tinggal

(27)

orang tua. Anak desa mengembangkannya sosialisasinya melalui permainan,

seperti permainan tradisional (ketapel, kelereng), bersepeda, duduk-duduk

bersama dengan teman sebaya dan melalui kegiatannya bersama orang tua

ataupun saudara, seperti membantu pekerjaan orang tua di sawah atau kebun.

Di kota, anak-anak sepulang sekolah, mereka disibukkan dengan berbagai les,

waktu bermain dengan teman sebaya sangat terbatas. Anak-anak di kota

mengembangkan sosialisasinya lebih banyak di sekolah, karena di rumah

waktu mereka terbatas dan waktu bertemu dengan orangtuapun sedikit (dalam

Soekanto, 2006).

Selain proses hidup yang dijalani seseorang dalam masyarakat, yang

termasuk dalam lingkungan antara budaya, situasi khusus (di sekolah atau di

rumah), serta teman sebaya ini dapat menyumbang pembentukan keterampilan

sosial anak (dalam Cartledge & Milburn, 1995). Dalam lingkungan anak

menjalin interaksi dengan orang lain, baik dengan sebaya ataupun di luar

sebayanya. Jika ia di rumah, interaksi terjadi dengan keluarga dan orang-orang

di sekitar tempat tinggalnya, sedangkan jika ia di sekolah, interaksi terjadi

dengan guru dan anggota sekolah yang lain. Le Croy (1983), menyatakan

bahwa keterampilan sosial akan berkembang melalui proses sosial yang

dilakukan oleh individu dalam berinteraksi dengan lingkungan (dalam Ambar,

2005).

Lingkungan pertama tempat anak berinteraksi dan belajar

(28)

inti dari proses perkembangan anak karena keluarga telah menjadi tempat

awal bagi anak untuk mendapatkan kasih sayang, perasaan aman, model

perilaku, bimbingan dalam memecahkan masalah, bantuan untuk aktualisasi

diri dan sumber inspirasi dalam membina persahabatan (misalnya dalam

menyapa, mengucapkan salam atau memperkenalkan diri). Keterampilan anak

dalam berinteraksi dengan orang lain sangat dipengaruhi oleh model

komunikasi yang dilakukan orang tua di dalam keluarga, orang tua juga

berperan penting untuk mengajak anaknya untuk bermain bersama karena

orang tua adalah role model yang terbaik bagi anak-anaknya. Lewat kegiatan

bermain, orang tua memiliki kesempatan untuk mengajarkan nilai-nilai yang

ingin ditanamkan dengan cara yang lebih menyenangkan (dalam Bermain

Cerdaskan emosi, 2007). Melalui proses modelling anak menyerap segala hal yang diterimanya untuk kemudian ditiru dan dipraktekkan dalam kehidupan

sehari-hari. Hasil dari proses modelling yang dilakukan anak pada setiap keluarga akan berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh budaya, yaitu budaya

Jawa dalam penelitian ini mereka tinggal di Yogyakarta. Orangtua mendidik

anaknya sesuai dengan latar belakang budaya masing-masing dan disesuaikan

dengan wilayah mereka tinggal, yaitu wilayah desa dan kota.

Selain ditentukan oleh lingkungan, keterampilan sosial anak juga

ditentukan oleh usia dan jenis kelamin. Setiap tahapan usia memiliki

karakteristik dan keterampilan yang berbeda. Eisenberg dan Harris (1984)

(29)

memecahkan masalah, dan memiliki kecakapan berkomunikasi (dalam

Cartledge dan Milburn, 1986). Jenis kelamin juga turut menentukan

pembentukan keterampilan sosial anak. Seorang anak dengan jenis kelamin

tertentu (laki-laki atau perempuan) dikonstruksikan secara sosial, sehingga

menimbulkan perbedaan dalam perilaku, kegiatan, sikap, budaya, dan

pengetahuan (Moore dan Sinclair, 1995; Macionis, 1996; Horton dan Hunt,

1984; Lasswell dan Lasswell, 1987, dalam Sunarto 2004).

Dalam penelitian ini peneliti tertarik pada anak perempuan. Penelitian

ini dilatarbelakangi oleh penelitian yang dilakukan oleh Silawati (1991) yang

yang menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak bersama orang lain,

terutama dengan sesama perempuan (dalam Nashori, 2003). Anak perempuan

banyak terlibat pada pembicaraan yang berorientasi pada hubungan

interpersonal daripada laki-laki, anak perempuan pada waktu-waktu tertentu

suka duduk mengobrol satu sama lain dan memikirkan apa yang mereka

disukai atau tidak oleh anak lain (dalam Santrock, 2007). Pada masa sekolah

dasar, anak perempuan mampu mengolah emosi yang ia rasakan, mereka

memandang diri mereka lebih prososial, lebih empatik, dan banyak terlibat

dalam perilaku prososial, seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh

Einseberng dan Fabes (1998) menemukan bahwa selama masa kanak-kanak,

perempuan lebih banyak terlibat dalam perilaku prososial dan perbedaan

gender terbesar terjadi pada perilaku ramah dan memperhatikan orang lain,

(30)

nilai yang lebih baik dibandingkan anak laki-laki, anak perempuan lebih

merasa terlibat dengan materi akademis, lebih memperhatikan di kelas,

berusaha lebih giat dalam bidang akademis, dan lebih berpartisipasi dalam

kelas dibandingkan dengan anak laki-laki (dalam Santrock, 2007).

Berdasar hal tersebut, penelitian ini ingin menguraikan keterampilan

sosial pada anak perempuan usia 10-12 tahun yang tinggal di desa dan di kota.

Peneliti tidak akan mengkajinya secara kuantitatif hipotetik, tetapi secara

kualitatif dengan mendeskripsikannya melalui observasi dan wawancara.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan masalah

yang diajukan peneliti adalah “Bagaimana gambaran keterampilan sosial anak

perempuan usia 10-12 tahun di desa dan di kota?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang hendak diraih dari penelitian ini adalah untuk

memberikan gambaran mengenai bagaimana keterampilan sosial anak

(31)

1. Teoritis : Memberikan sumbangan ilmu khususnya bagi Psikologi

Perkembangan yang berhubungan dengan Keterampilan

Sosial Anak.

Sebagai sumber informasi yang akurat serta dapat menjadi

bahan untuk menemukan kajian baru berkaitan dengan

hubungan anggota keluarga terhadap perkembangan anak

khususnya dalam hal keterampilan sosial.

2. Praktis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

yang lebih jelas mengenai keterampilan sosial anak

(32)

Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan keterampilan sosial

anak perempuan usia 10-12 tahun di desa dan di kota. Bab ini menjelaskan

beberapa hal yang saling terkait, yaitu apa yang dimaksud dengan

keterampilan sosial dan bagaimana gambaran tentang anak perempuan di

desa dan di kota. Beberapa variabel tersebut perlu dijelaskan terlebih

dahulu agar keterkaitan antar keterampilan sosial pada anak perempuan di

desa dan di kota lebih mudah dipahami.

1. Keterampilan Sosial

a. Pengertian Keterampilan Sosial

Williamson dan Cohen (1991) mengungkapkan bahwa

keterampilan sosial tidak hanya membantu seseorang berinteraksi dengan

orang lain, namun juga membantu individu untuk mengkomunikasikan

kebutuhan dan harapannya.

Tom McIntyre (2005) mendefinisikan keterampilan sosial sebagai

kemampuan untuk merespon apa yang lingkungan berikan dalam suatu

tata krama atau aturan tertentu yang dapat meningkatkan dan

mempertahankan hubungan dengan orang lain.

Keterampilan Sosial menurut APA Dictionary of Psychology

(33)

dengan sebagaimana mestinya yang diberikan dalam situasi sosial.

Umumnya yang termasuk keterampilan sosial adalah mampu bertindak

asertif (tegas), mampu menjalin komunikasi dan persahabatan dengan

orang lain, mampu memecahkan masalah antar pribadi dan mampu

mengatur pikiran, perasaan dan perbuatan.

Seorang individu dengan keterampilan sosial yang baik akan

mampu menghadapi berbagai situasi yang dihadapi, karena individu

tersebut mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya tanpa perasaan

malu dan bersalah (Colhaun dan Accocella, 1990). Sejalan dengan yang

diungkapkan oleh Ramdhani (1994) bahwa seorang individu dengan

keterampilan sosial yang baik, dapat menyatakan perasaan positif atau

negatifnya kepada orang lain dengan cara-cara yang tegas dan tepat sesuai

dengan norma sosial tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain.

Elksnin dan Elksnin (1995) mengidentifikasikan individu dengan

keterampilan sosial yang baik (dalam Ambar, 2003) dengan ciri-ciri

sebagai berikut:

a. Memiliki Perilaku Interpersonal

Perilaku Interpersonal adalah perilaku yang menyangkut

keterampilan yang digunakan selama melakukan interaksi sosial

(misalnya menyapa, memperkenalkan diri, bergabung dengan orang

(34)

b. Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri

Perilaku yang dimiliki oleh individu yang dapat mengatur diri

sendiri dalam berbagai situasi sosial, sehingga dalam berbagai interaksi

sosial individu mampu menempatkan atau membawakan diri sesuai

dengan situasi sosial yang dihadapi.

c. Memiliki perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis

Seorang individu dengan keterampilan sosial yang baik akan

mampu menunjukkan perilaku positif dalam hal-hal yang mendukung

prestasi belajar di sekolah, misalnya mampu mendengarkan guru,

mengerjakan tugas sekolah dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku

di sekolah.

d. Mendapat penerimaan dari teman sebaya (Peer Accaptance)

Seorang individu dengan keterampilan sosial yang baik akan

mendapat penerimaan dari teman sebaya, khususnya apabila individu

tersebut memiliki kepekaan dan empati yang tinggi terhadap orang

lain.

e. Memiliki keterampilan berkomunikasi

Seorang individu dengan keterampilan sosial yang baik akan

memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan

orang lain. Individu dengan kemampuan ini akan mampu menjadi

pendengar yang responsif, mempertahankan perhatian dalam

(35)

National Association of School Psychologists (NASP, 2002) juga

menyatakan bahwa individu yang mempunyai keterampilan sosial yang

baik akan sukses di sekolah, bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri,

tidak melakukan tindakan yang agresif atau tidak melakukan kekerasan,

serta mampu menghadapi masa depan (dalam Social Skills, 2002). NASP

(2002) juga menyebutkan 4 (empat) area keterampilan sosial, antara lain :

1. Keterampilan berkomunikasi (seperti mendengarkan, mengikuti

aturan, mengabaikan gangguan yang muncul, berani berbicara,

menghargai diri sendiri),

2. Keterampilan interpersonal (seperti bercerita, meminta ijin,

bertanya, bermain bersama, dll)

3. Keterampilan memecahkan masalah (seperti meminta bantuan,

meminta maaf, menerima segala konsekuensi, memutuskan apa

yang harus dilakukan, dll)

4. Keterampilan menyelesaikan konflik (seperti berbicara dengan

orang yang menggodanya, menuduhnya, dan yang menekannya)

Hal serupa juga diungkapkan oleh Buhrmester (1988),

mengemukakan 5 aspek yang terdapat dalam keterampilan sosial (dalam

Mulyati, 1997) antara lain :

a. Kemampuan berinisiatif

Menurut Bee (1997) inisiatif adalah kemampuan untuk

(36)

dkk (1988) menyebutkan inisiatif sebagai usaha untuk memulai suatu

bentuk interaksi dengan individu lain atau dengan lingkungan sosial

yang lebih luas. Erickson (1978) mendeskripsikan inisiatif sebagai

suatu usaha mencari informasi dan meneliti secara aktif terhadap

lingkungannya (dalam Mulyati, 1997).

Dengan kemapuan berinisiatif, anak akan mampu melakukan

penjelajahan/eksplorasi ketika memulai suatu hubungan dan bergerak

secara aktif dan mandiri.

b. Kemampuan membuka diri

Wrigtsman dan Deaux (1981) mengartikannya sebagai

kemampuan untuk mengungkapkan informasi yang bersifat pribadi

atau bisa dikatakan sebagai kemampuan untuk membicarakan diri

sendiri. Keterbukaan diperlukan untuk dapat menyampaikan

penghargaan dan perasaan kepada orang lain.

Dengan adanya keterbukaan, kebutuhan akan mengungkapkan

perasaan dan perasaan dihargai antara seorang dengan yang lain akan

terpenuhi.

c. Kemampuan bersikap asertif

Asertivitas menurut Perlman dan Cozby (1983) dikatakan

sebagai kemampuan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan secara

jelas dan mempertahankan hak-haknya secara tegas.

Lange dan Jakubowsky (1990), menyatakan bahwa asertivitas

(37)

mengemukakan gagasan, perasaan dan keyakinan secara langsung,

jujur dan sesuai atau dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk

melakukan sesuatu yang diinginkan dan menolak untuk melakukan

sesuatu yang tidak diinginkan.

Perilaku asertif yang paling sederhana menurut Buhrmester,

dkk (1988) adalah mampu mengatakan “tidak” jika diminta untuk

melakukan sesuatu yang tidak disukai.

Dengan memiliki sikap asertif, individu tidak akan

diperlakukan secara tidak pantas oleh lingkungan sosialnya dan

dianggap sebagai individu yang memiliki harga diri.

d. Kemampuan untuk memberikan dukungan emosional

Hill (1991) mengemukakan bahwa dukungan emosional adalah

pengekspresian perhatian, rasa aman dan nyaman, serta empati. Allen

(1980) menyebutnya dengan ekspresi afektif dan salah satu ekspresi

afektif tersebut adalah empati.

Dengan kemampuan ini seseorang akan lebih mudah

melakukan penyesuaian diri ketika berinteraksi dengan orang lain.

e. Kemampuan mengatasi konflik

Konflik, menurut Grasha (1987) senantiasa hadir dalam setiap

hubungan antar individu dan bisa muncul karena berbagai sebab.

Johnson dan Medinnus (1969) mengatakan bahwa konflik merupakan

situasi yang ditandai oleh adanya tindakan salah satu pihak yang

(38)

Konflik menurut Wehr adalah suatu konsekuensi dari

komunikasi yang buruk, salah pengertian, salah perhitungan, dan

proses-proses lain yang tidak kita sadari (dalam Chandra, 1992).

Apabila seseorang dapat menyelesaikan permasalahan, maka

yang bersangkutan dapat dikatakan memiliki kemampuan mengatasi

konflik. Buhrmester (1988) mengatakan bahwa kemampuan mengatasi

konflik adalah upaya, supaya konflik yang muncul tidak menjadi

semakin luas/besar.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

keterampilan sosial anak adalah kemampuan atau kecakapan yang

dimiliki seorang anak untuk memberikan respon terhadap lingkungan

atas interaksinya dengan orang lain dalam berbagai situasi sosial.

Jenis keterampilan sosial yang ingin dilihat adalah keterampilan

interpersonal, keterampilan berkomunikasi, keterampilan

menyelesaikan konflik, keterampilan bersikap asertif, serta

keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan kesuksesan

akademis. Keterampilan tersebut merupakan gabungan dari aspek dan

ciri-ciri yang diungkapkan oleh NASP (2002), Buhrmester (1988),

Elksnin dan Elksnin (1995). Aspek dan ciri-ciri tersebut dipilih karena

didalamnya terdapat aspek dan ciri-ciri dari keterampilan sosial yang

(39)

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi atau turut

membentuk keterampilan sosial, faktor tersebut antara lain usia, jenis

kelamin, dan lingkungan (dalam Cartledge dan Milburn, 1995).

1. Usia

Respon yang ditunjukkan dalam menanggapi berbagai

proses sosial atau tuntutan sosial yang dihadapi berbeda pada

setiap tahap (Wood, dalam JoAnne, 1995).

Kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang anak dalam usia tertentu turut

menentukan penguasaan berbagai bentuk keterampilan sosial.

Kemampuan tersebut menurut Robinson dan Garber (1995) antara

lain, kemampuan mengenali isyarat sosial, menginterpretasi isyarat

sosial dengan cara yang tepat dan bermakna, mengevaluasi

konsekuensi dari beberapa kemungkinan respon serta memilih

respon yang akan dilakukan. Selain itu juga kemampuan untuk

melihat dari perspektif orang lain dan kemampuan empati.

2. Jenis kelamin.

Ada perlakuan yang berbeda yang diberikan orang tua

kepada anak perempuan dan anak laki-laki (Fagot, Rodgers,

Leinbach, 2000; Ruble, Martin, Berenbaum, 2006). Perlakuan

berbeda ini juga diberikan oleh budaya, sekolah, teman sebaya,

(40)

perbedaan sosialisasi emosi antara laki-laki dengan perempuan,

perempuan lebih dapat berhubungan secara emosi dengan orang

lain daripada laki-laki.

3. Lingkungan

Di samping kedua faktor tersebut terdapat satu faktor yang

didalamnya terdapat beberapa hal yang turut membentuk

keterampilan sosial. Faktor tersebut adalah faktor lingkungan,

termasuk didalamnya adalah teman sebaya, budaya, keluarga, area

tempat tinggal, serta situasi khusus (di sekolah atau di rumah).

Pada kelompok usia yang berbeda kondisi keterampilan sosial yang

dimiliki individu juga akan berbeda. Individu yang memiliki

kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya memiliki

kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan perkembangan

sosial, perkembangan emosi, dan lebih mudah membina hubungan

dengan orang lain (Kramer dan Gottman dalam Ambar, 2003).

Selain itu juga dipengaruhi oleh suatu situasi khusus,

misalnya situasi saat anak di sekolah dan situasi saat anak di

rumah. Seperti yang dikemukakan oleh Dodge, McClaskey, dan

Feldman (1985) bahwa respon yang ditunjukkan individu

disesuaikan dengan situasi yang dihadapinya, misalnya disesuaikan

dengan aturan yang ada.

Argyle (1986) menyatakan bahwa keterampilan sosial

(41)

lingkungan tempat anak sehari-hari berinteraksi dan bersosialisasi,

yaitu lingkungan tempat tinggal dengan konteks budaya tertentu,

dimana didalamnya terdapat keluarga yang merupakan lingkungan

pertama tempat anak berinteraksi dan belajar sosialisasi, serta

mendapatkan berbagai didikan atau pengasuhan. Lingkungan

tempat tinggal ini adalah desa dan kota. Sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh House dan Wolf (1978) yang menemukan

bahwa tempat tinggal dapat mempengaruhi suatu hubungan

interpersonal. Orang yang bertempat tinggal di daerah pedesaan

atau kota kecil lebih mempunyai sifat menolong dan menerima

orang lain dibandingkan dengan masyarakat kota (dalam Moningka

dan Widyarini, 2005)

Melihat uraian diatas, perilaku anak yang berhubungan

dengan keterampilan sosial seseorang tidak begitu saja dilakukan

karena hal tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan

antara lain, bagaimana anak seusianya merespon suatu interaksi,

bagaimana ia dikonstruksikan secara sosial sesuai jenis

kelaminnya, dan bagaimana lingkungan mengajarkan berperilaku.

2. Area Tempat Tinggal

Untuk mengenal lebih jauh tentang masyarakat desa dan masyarakat

(42)

a. Desa

Menurut Polak (1960), Desa merupakan bentuk masyarakat atau

kehidupan, yaitu kelompok orang-orang yang mendiami suatu wilayah

tertentu dan meliputi suatu wilayah tertentu dan meliputi berbagai asosiasi

dan lembaga. Kodiran (dalam Koentjoroningrat, 1984) menjelaskan bahwa

desa adalah tempat kediaman yang tetap pada masayarakat Jawa di daerah

pedalaman, dan merupakan suatu wilayah hukum yang sekaligus menjadi

pusat pemerintah tingkat daerah paling rendah. Sistem hidup

masyarakatnya adalah hidup gotongroyong, pasif, bersikap nrimo, tabah

dan ulet. Pendudyknya bersifat homogen, statis, memiliki tradisi yang

kuat, sehingga tidak mudah untuk berubah atau meniru hal-hal yang baru

(dalam Ikawati dan Wahyuningtyastuti, 2005).

Penelitian ini memilih wilayah Desa Kokap, Hargorejo,

Kulonprogo.

b. Kota

Menurut Soekandar Wiriatmadja (1981), Kota adalah suatu

himpunan penduduk yang tidak agraris yang bertempat tinggal di dalam

dan di sekitar suatu pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, kesenian, dan

ilmu pengetahuan. Bouman (dalam Jalil Adisubroto, 1979) menjelaskan

bahwa kota adalah penggundukan besar-besaran dari penghuni yang tidak

agraris dengan perekonomian yang diatur secara rasional dan kurang

(43)

disebabkan karena lingkungan hidupnya itulah, maka orang kota/warga

kota mudah berubah-ubah oleh sebab itu kebudayaan kota pada umumnya

dinamis. Bintarto (1983) menambahkan bahwa kota sebagai sistem

jaringan kehidupan manusia yang ditandai dan diwarnai dengan strata

sosial-ekonomi yang heterogin yang coraknya materialistik (dalam Ikawati

dan Wahyuningtyastuti, 2005).

Wilayah Kota yang digunakan dalam penelitian ini adalah wilayah

Perumahan Condongcatur dan Perumahan Banteng, Jalan Kaliurang,

Yogyakarta..

Berdasar beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa desa

adalah wilayah yang terdiri dari kelompok orang-orang yang bersifat

homogen, statis, memiliki tradisi yang kuat, sistem kekerabtanm yang erat

dengan menjunjung tinggi senioritas, hidup gotong royong, nrimo, tabah

dan ulet. Selain itu dapat disimpulkan bahwa kota merupakan himpunan

penduduk yang massal dengan jumlah penduduk yang tinggi, mempunyai

corak pekerjaan yang beranekaragam, tidak agraris, serta bertempat tinggal

di dalam atau sekitar pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, kesenian,

ilmu pengetahuan, bersifat heterogen dan materialistik, hubungan

(44)

3. Anak Perempuan

Tidak ada kesepakatan dari beberapa ahli kapan usia akhir

anak-anak terjadi. Peneliti mengambil usia Sekolah Dasar berdasarkan tuntutan

sosial yang dijalani anak-anak pada usia sekolah dasar. Di Indonesia

jenjang paling dasar pada pendidikan formal ditempuh dalam waktu 6

tahun, mulai dari kelas 1 hingga kelas 6 dengan usia 7-12 tahun. Sama

halnya yang diungkapkan oleh Camenicus (1670), bahwa pada tahap ini

merupakan tahap pendidikan dasar, dimana pada usia ini diberikan

pelajaran-pelajaran bahasa, kebiasaan sosial dan agama (dalam Sarwono,

2007). Pada usia tersebut mulai berkembang kemampuan membuat

keputusan, memahami hubungan sebab-akibat, pemahaman sosial,

mengatur emosi, dan kesadaran diri. Dunia sosial anak merentang dari

lingkungan rumah hingga sekolah dan lingkungan kawan-kawan sebaya.

Di sekolah dasar, anak-anak menerima suatu peran baru yaitu

sebagai murid, anak-anak berinteraksi dan mengembangkan hubungan

dengan orang-orang baru yang penting lainnya, menghadapi kelompok

acuan baru dan mengembangkan standar-standar baru untuk menilai diri

mereka sendiri. Sekolah memberi anak suatu sumber gagasan-gagasan

baru yang kaya untuk membentuk rasa diri mereka.

Dalam dunia sosialnya anak cenderung menerima perlakuan yang

cenderung berbeda, baik dari keluarga, teman sebaya, ataupun sekolahnya.

Terdapat perbedaan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan,

(45)

secara sosial. Kondisi ini biasa di sebut dengan perbedaan gender,

perbedaan itu meliputi perbedaan sifat, peran, posisi, dan tanggungjawab

antara laki-laki dan perempuan (dalam Asfiyak, 2009). Perbedaan ini dapat

dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan, bisa berubah dari

waktu ke waktu serta berbeda dari tempat satu ke tempat lain, maupun

berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain (dalam Fakih, 1996).

Lingkungan sosial mengajarkan bagaimana laki-laki atau

perempuan seharusnya berfikir, bertindak atau merasakan. Anak

perempuan didorong untuk lebih mengasuh dan emosional dibanding

laki-laki, jika bersama teman sebaya, mereka saling mengajarkan budaya

perempuan dan biasanya saling berkumpul dengan sesamanya (Soenarto

2004; Santrock, 2007).

4. Keterampilan Sosial Anak Perempuan Usia 10-12 tahun yang Tinggal di Desa dan di Kota

Masa akhir anak-anak merupakan masa menyesuaikan diri dengan

lingkungan sosialnya atau kelompoknya, perhatian anak tertuju pada

keinginan untuk diterima teman-teman sebayanya sebagai anggota kelompok.

Minat mereka tekankan pada pengembangan keterampilan sosial dan

intelektual. Setiap anak menjalani perannya masing-masing dalam suatu

lingkungan sosial, demikian pula dengan anak perempuan. Dalam

mengembangkan keterampilan sosialnya mereka menyesuaikan dengan

(46)

Seorang anak dikatakan dapat mengembangkan keterampilan sosialnya

dengan baik apabila ia mampu berinisiatif, mampu bersikap asertif, mampu

membuka diri, mampu memberikan dukungan emosional, dan mampu

mengatasi konflik yang ada dalam pergaulannya dengan orang lain. Dengan

keterampilan-keterampilan tersebut, anak akan mudah untuk masuk dan

diterima oleh lingkungan. Semakin baik keterampilan sosial anak, semakin ia

mudah diterima lingkungannya (dalam Hurlock, 1999).

Lingkungan memandang perempuan cenderung menunjukkan sifat

feminim, seperti perasaan bergantung, ketakberdayaan, pasivitas, sangat

emosional atau temperamental, dan subjektivitas. Di samping itu juga anak

perempuan didorong untuk lebih mengasuh dan emosional dibanding laki-laki,

jika bersama teman sebaya, mereka saling mengajarkan budaya perempuan

dan biasanya saling berkumpul dengan sesamanya (Soenarto 2004; Santrock,

2007).

Keterampilan sosial anak secara tidak langsung berkembang sesuai

dengan peranan orang tua dan orang-orang disekitar anak dalam mendidik

atau membimbing anak, serta lingkungan dimana mereka tinggal. Perilaku

yang ditunjukkan orang tua atau orang-orang disekitar akan terbawa ke

lingkungan sosial, lingkungan sosial anak disini adalah lingkungan tempat

mereka tinggal, yaitu kota dan desa. Kedua jenis lingkungan ini akan

mempengaruhi anak dalam bersosialisasi dengan orang lain.

Saat berhubungan atau melakukan interaksi dengan orang lain, seorang

(47)

diwujudkan sesuai dengan keinginan mereka dalam menentukan sikap, namun

perilaku yang ditunjukkan tidak selalu sesuai dengan keinginan mereka. Hal

tersebut dikarenakan masyarakat mengharapkan seseorang berperilaku sesuai

dengan apa yang menjadi kebiasaan lingkungannya. Perilaku atau respon yang

ditunjukkan anak-anak yang tinggal di desa disesuaikan dengan kebiasaan

hidup yang ada di masyarakat. Demikian halnya dengan anak-anak yang

tinggal di kota. Di desa masyarakatnya menunjukkan hubungan yang saling

tolong menolong, simpati, tidak suka menonjolkan diri, tidak suka orang

berbeda pendapat, mementingkan kebersamaan, dan untuk menunjukkan

sesuatu menggunakan bahasa tidak langsung. Di kota masyarakatnya

cenderung individualistik, lebih rasional, penerimaan berdasar prestasi atau

keahlian yang dimiliki, terbuka dan mementingkan kepentingan sendiri

(Talcot Parsons dalam Sumadilaga, 2009).

Penelitian ini ingin menggambarkan keterampilan sosial anak

perempuan usia 10-12 tahun di desa dan di kota. Berbagai kondisi yang di

alami anak perempuan dalam lingkunganya turut membentuk perkembangan

keterampilan sosial anak, termasuk kondisi lingkungan yang memberi

perlakuan berbeda pada laki-laki dan perempuan. Kondisi yang berbeda di

desa dan di kota ini memungkinkan munculnya perbedaan keterampilan sosial

(48)

SKEMA

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK PEREMPUAN USIA 10-12 TAHUN YANG TINGGAL DI DESA DAN YANG TINGGAL DI KOTA

Kondisi lingkungan pada umumnya

Faktor yang mempengaruhi Aspek keterampilan sosial

(49)

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian

deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan

(deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian secara sistematis,

faktual, dan akurat tanpa perlu mencari atau menerangkan saling

hubungan, mentest hipotesis, atau membuat ramalan.

Penelitian deskriptif yang digunakan adalah deskriptif dengan

metode kualitatif. Metode kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1975)

didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diamati (dalam Moleong, 2004).

Penelitian deskriptif yang dipakai dalam penelitian ini adalah

penelitian deskriptif kualitatif yang difokuskan pada suatu kasus tertentu.

Beberapa ahli (Guba dan Lincoln (1988); Stake (1995); Creswell (1997)

menyatakan bahwa penelitian studi kasus adalah penelitian yang

dilakukan terhadap suatu objek yang disebut sebagai kasus, yang

dilakukan secara seutuhnya, menyeluruh, dan mendalam dengan

menggunakan berbagai sumber data (dalam Creswell,1997)

Kasus yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah tentang

(50)

sosial anak perempuan di desa dan di kota, yang akan di gali melalui

berbagai sumber untuk mendapatkan fakta dibalik kasus yang diteliti.

Sumber yang digunakan untuk menggali adalah observasi dan wawancara.

observasi dilakukan pada anak, sedangkan wawancara dilakukan pada

anak dan orang tua.

2. Subjek Penelitian

Kriteria pemilihan subjek berdasar pada kecocokan konteks

penelitian, yaitu keterampilan sosial anak perempuan yang tinggal di desa

dan di kota dengan jumlah subjek penelitian di desa 2 (dua) orang dan di

kota 2 (dua) orang. Kriterianya sebagai berikut :

a. Jenis kelamin

Perempuan. Pemilihan jenis kelamin ini dimaksudkan

karena di Indonesia belum pernah diadakan penelitian pada anak

perempuan usia 10-12 tahun yang terkait dengan keterampilan

sosial.

b. Usia

Dalam penelitian ini usia dibatasi dari usia 10-12 tahun atau

jika dalam pendidikan, berada pada kelas 4- 6 Sekolah Dasar. Hal

tersebut dimaksudkan karena pada usia tersebut anak secara tidak

langsung dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan sekitarnya

dan sudah mampu mengembangkan minat sosialisasi dengan teman

(51)

Subjek tinggal bersama keluarga di lingkungan desa dan di

kota. Subjek tinggal di lingkungan tersebut sejak subjek lahir.

3. Batasan Istilah

Konstruk psikologis yang dikaji dalam penelitian ini adalah

keterampilan sosial anak perempuan usia 10-12 tahun yang tinggal di desa

dan di kota.

Keterampilan sosial anak didefinisikan sebagai kemampuan atau

kecakapan yang dimiliki seorang anak untuk memberikan respon terhadap

lingkungan atas interaksinya dengan orang lain dalam berbagai situasi

sosial. Keterampilan tersebut meliputi keterampilan interpersonal,

keterampilan berkomunikasi, keterampilan menyelesaikan konflik,

keterampilan bersikap asertif, serta keterampilan-keterampilan yang

berhubungan dengan kesuksesan akademis (Buhrmester, 1988: Elksnin

dan Elksnin, 1995: NASP, 2002).

Anak perempuan usia 10-12 tahun di Indonesia berada pada

jenjang pendidikan dasar yaitu kelas 4 hingga 6 SD (Camenicus, 1670).

dimana area tempat tinggal mereka adalah desa dan kota. Desa yang

ditinggali adalah desa dengan kehidupan masyarakatnya menjunjung

tinggi nilai tradisi dan masih kuat kekeluargaannya. Desa dalam penelitian

ini adalah Desa Kokap, Ngaseman, Hargorejo, Kulonprogo (pegunungan

(52)

sudah modern, individualis dan tradisi yang ada mulai berkurang

(Soekanto, 2005). Kota dalam penelitian ini adalah Perum Pandean Sari,

Condong Catur dan Perum Banteng, Sleman, Yogyakarta

4. Metode Pengambilan Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang di

fokuskan pada kasus tertentu. Untuk mengungkapkannya menggunakan

berbagai sumber data, sehingga hasil penelitian dapat diyakini

kebenarannya. Sumber-sumber tersebut antara lain observasi (partisipan

dan non-partisipan), dan wawancara (terbuka dan pedoman umum).

Observasi dilakukan pada anak yang menjadi sampel. Tujuan dilakukan

observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas-aktivitas, dan

makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian

yang diamati. Secara khusus ingin melihat perilaku atau respon yang anak

tunjukkan pada orang lain (dalam Poerwandari, 2005).

Hal terpenting dari observasi adalah membuat catatan lapangan,

peneliti harus dengan segera mencatat apa yang diamatinya, yang perlu

dicatat dalam catatan lapangan adalah tanggal dan waktu, dimana

observasi dilakukan, siapa yang hadir disana, setting fisik lingkungan, interaksi sosial dan aktivitas apa saja yang berlangsung. Pencatatan

disajikan secara deskripstif atau naratif yang sesuai dengan apa yang

(53)

rumah atau sekolah subjek dan untuk mendukung pengambilan data,

peneliti mengambil gambar kegiatan subjek dan jika memungkinkan

merekam kegiatan subjek. Peneliti mengikuti kegiatan subjek, dalam

waktu tertentu dan apabila memungkinkan akan turut berpartisipasi aktif,

misal saat anak bermain dan belajar.

Sumber lain untuk menggali data dengan menggunakan metode

wawancara. Wawancara adalah tanya jawab dan percakapan antara dua

orang untuk mendapatkan informasi berdasarkan tujuan tertentu. Teknik

wawancara yang digunakan adalah wawancara dengan pedoman umum.

Patton (1990) mengungkapkan bahwa wawancara dengan pedoman umum

adalah proses wawancara dimana peneliti sebelumnya telah membuat

kerangka dan garis besar pokok-pokok yang akan ditanyakan. Kerangka

dan garis besar digunakan sebagai acuan, akan tetapi proses

wawancaranya tidak terpaku pada daftar pertanyaan yang telah

dipersiapkan, dapat disesuaikan dengan kondisi pada saat proses

wawancara berlangsung (dalam Poerwandari, 2005).

Panduan observasi dan wawancara dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1 Panduan Observasi

Aspek Perilaku yang di amati

1. keterampilan interpersonal a. bercerita, b. meminta ijin, c. bertanya, d. bermain bersama, e. menyapa,

(54)

j. memberikan pujian k. menerima pujian 2. keterampilan berkomunikasi a. pendengar yang responsif

(mendengarkan dengan baik dan merespon dengan tepat)

b. mempertahankan perhatian dalam pembicaraan

c. memberikan umpan balik terhadap lawan bicara.

3. keterampilan menyelesaikan konflik a. meminta maaf, b. membuat keputusan, c. membicarakan masalah 4. keterampilan bersikap asertif a. meminta bantuan,

b. menolak ajakan, c. memberikan ide/usulan 5. keterampilan-keterampilan yang

berhubungan dengan kesuksesan akademis

a. mendengarkan guru, b. bertanya pada guru, c. mengerjakan tugas sekolah, d. mengikuti aturan sekolah (tidak

mencontek)

Tabel 2

Panduan Wawancara Pada Anak

1. keterampilan interpersonal a. Apa saja yang dilakukan dengan teman?

b. Apakah mempunyai teman dekat? c. Bagaimana jika bertemu dengan

orang baru?

d. Bagaimana jika teman berprestasi? e. Bagaimana jika teman senang? f. Bagaimana jika bertemu dengan

orang lain?

g. Apa yang dilakukan jika teman bersedih?

h. Apa yang dilakukan jika teman Menangis?

i. Apa yang dilakukan jika teman Gagal?

j. Apa yang dilakukan jika teman Sakit? k. Apa yang dilakukan jika teman

Senang?

l. Apa yang dilakukan jika teman Berhasil?

m. Apa yang dilakukan jika Saudara atau keluarga membutuhkan bantuan? 2. keterampilan berkomunikasi a. Apa saja yang dibicarakan dengan

teman-teman/keluarga?

b. Bagaimana jika teman sedang bercerita?

3. keterampilan menyelesaikan konflik a. Apa yang dilakukan jika melakukan kesalahan?

(55)

yang berselisih?

4. keterampilan bersikap asertif a. Bagaimana jika diminta melakukan sesuatu?

b. Apa yang dilakukan jika ada teman yang mengganggu?

5. keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan kesuksesan akademis

a. Apakah pernah mencontek?

b. Bagaimana jika ada temanmu yang mencontek?

c. Bagaimana jika tidak mengerti dengan penjelasan guru?

Tabel 3

Panduan Wawancara pada Orang Tua

1. keterampilan interpersonal a. Apa saja yang dilakukan dengan teman?

b. Apakah mempunyai teman dekat? c. Bagaimana jika bertemu dengan orang

baru?

d. Bagaimana jika teman berprestasi? e. Bagaimana jika teman senang? f. Bagaimana jika bertemu dengan orang

lain?

g. Apa yang dilakukan jika teman bersedih?

h. Apa yang dilakukan jika teman Menangis?

i. Apa yang dilakukan jika teman Gagal?

j. Apa yang dilakukan jika teman Sakit? k. Apa yang dilakukan jika teman

Senang?

l. Apa yang dilakukan jika teman Berhasil?

m. Apakah sering membantu orang tua? n. Bagaimana hubungannya dengan

saudara? Apa saja yang dilakukan bersama saudara?

o. Bagaimana hubungannya dengan orang dewasa lain?

p. Apa hambatan yang dialami anak? 2. keterampilan berkomunikasi a. Apa saja yang dibicarakan dengan

teman-teman/keluarga?

b. Bagaimana jika teman sedang bercerita?

3. keterampilan menyelesaikan konflik

a. Apa yang dilakukan jika melakukan kesalahan?

b. Apa yang dilakukan jika berselisih dengan saudara?

c. Apa yang dilakukan jika ada teman yang berselisih?

4. keterampilan bersikap asertif a. Bagaimana jika diminta melakukan sesuatu?

(56)

berhubungan dengan kesuksesan akademis

mengerjakan tugas sekolah (PR)?

5. Pelaksanaan Penelitian a. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sekolah dan di rumah Subjek. Peneliti

melakukan observasi di kedua tempat tersebut. Lokasinya antara lain :

1) di Desa Æ Desa Kokap, Gunung Kukusan, Hargorejo,

Kulonprogo

2) di Kota Æ Perumahan Pandean Sari Condong Catur, dan

Perumahan Banteng 3, Jl. Kaliurang

b. Persiapan

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti menjalin raport dengan

beberapa partisipan, selanjutnya peneliti meminta kesediaan partisipan,

yaitu anak serta orang tua atau keluarga untuk berpartisipasi dalam

penelitian ini, dan bersedia untuk diambil gambar dan direkam suaranya.

Peneliti memberikan surat pernyataan, sebagai tanda kesediaan dan

kesepakatan. Setelah partisipan menyatakan kesediaannya, kemudian

peneliti membuat kesepakatan mengenai waktu, tanggal, serta tempat

observasi. Peneliti juga meminta ijin kepada pihak sekolah untuk

(57)

1) Observasi :

Observasi dilakukan ± 3 (tiga) hari dan dilaksanakan di sekolah

dan di rumah subjek. Observasi dilakukan di dua tempat yaitu di

sekolah dan di rumah. Di sekolah dilakukan pada saat pelajaran

berlangsung, pada saat jam istirahat, serta sesaat sebelum pelajaran

dimulai dan sepulang sekolah.

Sebelum melakukan observasi, peneliti melakukan observasi

pendahuluan, dengan mengunjungi wilayah yang akan di observasi

dan melihat berbagai kegiatan yang biasa dilakukan

masyarakatnya. Hal ini dilakukan guna menjalin raport dengan

partisipan. Observasi pendahuluan dilakukan pada tanggal 20

Januari 2009 dan 5 Februari 2009.

Observasi dilaksanakan pada bulan Maret, April, dan Agustus

2009. Pada observasi yang dilaksanakan di Desa Kokap,

Hargorejo, Kulonprogo peneliti menginap di salah satu rumah

warga selama 3 hari, hal ini dilakukan untuk mempermudah

sirkulasi penelitian, mengingat jarak tempuh antar rumah dan ke

sekolah cukup jauh. Jarak dari rumah tempat peneliti menginap

dengan rumah subjek ± 1 (satu) KM, dengan melewati jalan yang

berbukit-bukit dan agak curam, serta dijangkau dengan berjalan

(58)

menginap, karena aktivitas dan kesibukan partisipan tidak

memungkinkan peneliti untuk menginap. Peneliti melakukan

observasi ± 3 hari berturut-turut sesuai dengan waktu kesepakatan.

Meskipun jarak tempuh antara rumah dengan sekolah subjek cukup

jauh, namun semuanya dapat ditempuh dengan kendaraan umum,

karena jalan-jalan di kota sudah beraspal dan sudah dilalui banyak

alat transportasi umum.

Pada kedua wilayah ini observasi dilaksanakan secara

berulang-ulang, dengan setting fisik lingkungan yang sama, namun dengan aktivitas dan perilaku yang berbeda. Waktu observasi saat

pelajaran berlangsung —45 menit atau disesuaikan dengan waktu

pertemuan dalam kelas, sedangkan saat istirahat observasi

dilakukan dengan waktu —15 menit. Observasi dilakukan pada

saat pelajaran berlangsung karena pada saat di dalam kelas anak

berinteraksi dengan guru dan teman-temanya, mendengarkan

penjelasan guru, dan mengikuti aturan yang berlaku di dalam kelas,

sedangkan saat istirahat anak banyak berinteraksi dengan

teman-temanya melalui berbagai permainan atau

perbincangan-perbincangan sederhana. Observasi yang dilakukan di rumah anak,

(59)

anak di rumah.

Peneliti mencatat perilaku atau respon yang muncul selama

anak berinteraksi dengan orang lain yang sesuai dengan

perilaku-perilaku yang terdapat dalam aspek-aspek keterampilan sosial,

segera setelah perilaku atau respon itu muncul, tanpa menunggu

setelah observasi selesai. Jika peneliti turut berpartisipasi aktif

dalam kegiatan anak, peneliti mencatatnya, segera setelah

observasi selesai. Pencatatan observasi dengan menggunakan

metode deskriptif atau menguraikannya secara naratif (dalam

Poerwandari, 2005)

2) Wawancara

Wawancara dilakukan pada anak yang dijadikan subjek

penelitian dan orangtua atau keluarganya, dengan menggunakan

alat perekam. Wawancara dilakukan di rumah subjek, yaitu tempat

dimana subjek dan orangtua atau keluarganya tinggal. Waktu

pelaksanaan wawancara disesuaikan dengan jadwal subjek dan

orangtuanya. Pada subjek, wawancara dilakukan untuk mengetahui

respon yang diberikan subjek ketika berhubungan dengan dirinya

sendiri dan orang disekitarnya, seperti teman sebaya, orang tua,

orang dewasa, dan saudara. Pada orang tua atau keluarga, untuk

mengetahui hubungan orang tua dengan anaknya, misalnya dalam

(60)

apa yang akan dilakukan subjek ke lingkungannya. Sebagai contoh

“jika temanmu menangis, apa yang kamu lakukan?”, pertanyaan

selengkapnya terlampir.

6. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil observasi dianalisis. Analisis ini

bertujuan agar diperoleh pemahaman yang baik terhadap data yang telah

diperoleh, sehingga menghasilkan suatu deskripsi data.

Langkah-langkahnya sebagai berikut :

a. Data hasil observasi di salin ke dalam tulisan/transkip verbatim,

b. Transkip verbatim di baca kembali untuk melakukan pengkodean dan

memperoleh ide tentang tema yang berhubungan dengan subjek,

c. Setelah tema teridentifikasi, lalu tema-tema itu dimasukkan ke dalam

kategori-kategori dengan seksama,

d. Kategori-kategori yang diperoleh kemudian di baca dan dicermati

untuk memperoleh pola hubungan dan dinamika psikologi

masing-masing subjek. Sebelumnya, peneliti juga melakukan hal yang sama

pada hasil rekaman wawancara.

e. Melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan prosedur yang telah

ditetapkan. Keabsahan data dengan metode triangulasi dilakukan

dengan mengecek hasil observasi subjek dengan hasil wawancara

(61)

pembahasan sehingga diperoleh deskripsi data penelitian.

7. Keabsahan Data Penelitian

Kredibilitas data diperiksa dengan menggunakan teknik triangulasi

sumber yang dapat dicapai dengan mengecek data yang telah diperoleh

dari berbagai sumber. Data dari ketiga sumber yaitu observasi anak,

wawancara anak, dan wawancara orang tua atau keluarga dideskjripsikan,

dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, mana pandangan yang

beda dan mana spesifik dari tiga sumber data tersebut (dalam Moleong,

(62)

A. Tahap Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan, peneliti menjalin raport dengan

subjek. Pemilihan subjek berdasarkan kriteria yang telah ditentukan

dan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu anak-anak dengan usia 10

sampai 12 tahun atau anak Sekolah Dasar pada kelas 4-6 SD. Peneliti

tidak mengalami kesulitan dalam menjalin raport dengan beberapa

subjek, di desa peneliti melakukan live-in dan sering mengunjungi rumah subjek pada observasi awal, sedangkan di kota peneliti sudah

mengenal subjek sebelumnya dan sering mengunjungi rumah subjek.

Selanjutnya, peneliti meminta kesediaan subjek dan orangtuanya

untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Setelah subjek menyatakan

kesediaannya, kemudian peneliti membuat kesepakatan mengenai

waktu, tanggal serta tempat wawancara dan observasi. Wawancara

dilakukan pada subjek dan orangtuanya di rumah mereka, pada

subjek untuk mengetahui hubungannya dengan diri sendiri, yaitu

bagaimana subjek mengatur dirinya sendiri dalam berbagai situasi

Gambar

Tabel 2
Tabel 3 Panduan Wawancara pada Orang Tua
Tabel 4
Tabel 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyediaan pemanfaatan dan nilai gizi limbah pertanian sebagai makanan ternak di Sumatera Barat , Pusat Penelitian Universitas Andalas, Padang..

Sementara itu transformasi Fourier F ( ω ) diperoleh dengan mengembangkan perioda sinyal menjadi tak-hingga guna mencakup sinyal aperiodik yang kita anggap sebagai sinyal

berpengaruh secara signifikan dan secara simultan pada PT Bank Persero di Indonesia , dan Secara parsial , Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif

Oleh karenaperusahaan adalah pekerjaan tetap, sedangkan tidak setiap pekerjaan tetapadalah perusahaan dalam arti mengejar keuntungan pribadi,

Usulan tugas akhir “ Model Sistem Dinamik Untuk Peningkatan Kinerja UMKM Melalui Pemanfaatan E-commerce (Studi Kasus UMKM Kerajinan Di Kabupaten Lamongan) ”

Dari hasil penelitian dengan menggunakan korelasi rank spearman dapat diketahui bahwa hubungan antara kepuasan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan memiliki koefisien

Beberapa media internet yang digunakan dalam praktek prostitusi secara daring antara lain website untuk menampilkan data-data seperti foto, umur, postur tubuh, harga dan

ekstradisi yang dibuat berdasarkan perjanjian ini sesuai dengan prosedur yang ditetapkan hukum nasionalnya dan harus segera memberitahukan keputusannya kepada pihak peminta.