• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan studi analisis risiko kesehatan lingkungan yaitu menghasilkan suatu nilai prediktif mengenai risiko kesehatan dari pajanan agen lingkungan tertentu, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya kesalahan pada perkiraan risiko. Pada penelitian ini peneliti hanya mengukur benzena di lingkungan kerja saja dan tidak mengukur di luar lingkungan kerja. Pengukuran hanya dilakukan satu kali pada setiap titik sehingga kurang mewakili besarnya konsentrasi benzena selama bekerja.

6.2Konsentrasi Benzena di Udara Kerja

Dibandingkan dengan nilai ambang batas (NAB) yang ditentukan oleh ACGIH, NIOSH dan OSHA (0,5 ppm, 0,1 ppm dan 1 ppm). Konsentrasi benzena di udara melebihi NAB yang ditentukan oleh NIOSH, namun nilai ambang batas ini diperuntukkan untuk pekerja yang bekerja 10 jam perhari, sedangkan petugas operator SPBU di Indonesia hanya bekerja 8 jam perhari. Hal ini tetap menjadi risiko bagi pertugas operator SPBU mengingat akumulasi paparan dari benzena yang tidak hanya terpapar di area kerja. Konsentrasi ini pun jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian di SPBU Pancoran depok yaitu sebesar 0,02 ppm (Salim, 2012).

Apabila dibandingkan dengan nilai ambang batas benzena yang ada di Indonesia berdasarkan SE 01/Menaker/1997 maka empat titik ini masih jauh dibawah nilai ambang batas sebesar 32 mg/m3. Sedangkan IRIS menetapkan keputusan bahwa batas konsentrasi benzena yang diizinkan adalah sebesar 0,003 mg/m3 karena benzena terbukti menyebabkan kanker pada manusia. Tentunya hal ini menunjukkan NAB di Indonesia masih jauh dari nilai aman bagi kesehatan, dimana jika membandingkan nilai benzena pada empat titik di SPBU yang telah dilakukan penelitian, keempat titik ini memiliki nilai benzena yang melebihi NAB yang telah ditetapkan IRIS.

Terdapat beberapa sumber pajanan Benzena potensial pada SPBU „X‟ dan „Y‟ di Ciputat , diantaranya sumber pajanan tetap dan sumber tidak tetap. Sumber pajanan tetap adalah diantaranya adalah penyimpanan BBM bawah tanah untuk Premium, Pertamax dan Solar, mesin pompa bahan bakar dan mesin pompa untuk Solar. Sedangkan sumber tidak tetap adalah yang berasal dari pembakaran kendaraan bermotor yang mengantri untuk membeli bahan bakar minyak di SPBU tersebut.

Konsentrasi pajanan benzena tertinggi terdapat pada SPBU X pada titik pertama yang dilakukan pada pagi hari yaitu sebesar 0,23 ppm atau 0,73 mg/m3, sedangkan pada titik lainnya nilai konsentrasi benzenanya cenderung sama yaitu 0,18 ppm atau 0,58 mg/m3 . Hal ini sangat dimungkinkan berkaitan dengan waktu pengukuran dimana pada waktu itu frekuensi pengisian BBM lebih banyak dari waktu lainnya. Selian itu, pada titik satu terdapat tiga tiang pengisian BBM yang

saling berdekatan. Sedangkan pada titik lainnya hanya terdapat dua tiang pengisi BBM pada titik dua, tiga dan empat.

Selain itu, ventilasi udara mempengaruhi konsentrasi benzena. Ventilasi udara merupakan suatu yang harus tersedia di lokasi tempat manusia melakukan aktivitasnya. Pada SPBU X terdapat nilai benzena lebih tinggi, meski sama di ruang terbuka, SPBU X berada di lahan yang tidak seluas SPBU Y, selain itu terdapat kanopi-kanopi rapat yang melindungi SPBU X sehingga pertukaran udara di SPBU X ini cenderung sedikit di banding SPBU Y.

6.3Nilai Intake Pajanan Benzena

Pada penelitian ini nilai intake dihitung dengan membedakan durasi pajanan, yaitu durasi untuk pajanan realtime (Perhitungan berdasarkan durasi pajanan sebenarnya) dan pajanan lifetime (durasi pajanan seumur hidup). Besarnya nilai intake berbanding lurus dengan nilai konsentrasi bahan kimia, laju asupan, frekuensi pajanan dan durasi pajanan, yang dapat diartikan semakin besar nilai tersebut maka akan semakin besar asupan seseorang. Asupan berbanding terbalik dengan nilai berat badan dan periode waktu rata-rata, yaitu semakin besar berat badan maka akan semakin kecil risiko kesehatan.

Dalam perhitungan ini, untuk pajanan non-karsinogenik digunakan periode waktu rata-rata selama 30 tahun untuk orang dewasa, sedangkan pada karsinogenik selama 70 tahun. Nilai risiko (RQ) pajanan non-karsinogenik dengan paparan inhalasi diperhitungkan setelah diketuahi nilai RfC, sedangkan karsinogenik

diperhitungkan setelah diketahui nilai CSF. Dari perhitungan didapatkan hasil nilai intake (non-karsinogenik) realtime dan lifetime secara berturut-turut pada populasi karyawan operator SPBU adalah 3,8 x 10-3 mg/kg/hr ; 6,5 x 10-2 mg/kg/hr. Sedangkan nilai intake (Karsinogenik) realtime dan lifetime secara berturut-turut adalah sebesar 1,6 x 10-3 mg/kg/hr dan 2,8 x 10-2 mg/kg/hr.

Pada penelitian ini, nilai berat badan tidak terlalu spesifik menggambarkan perbedaan nilai intake dari pajanan benzena, namun yang sangat mempengaruhi intake di sini adalah durasi pajanan, terlihat dari hasil perhitungan bahwa semakin lama karyawan bekerja maka nilai intake akan semakin besar sehingga risiko untuk mendapatkan efek yang merugikan kesehatan akan semakin tinggi pula.

Benzena memiliki sifat mudah menguap ke udara bebas sehingga apabila suatu sumber pajanan dibiarkan secara terus menerus terbuka di suatu tempat maka semakin besar konsentrasi benzena yang ada di suatu lingkungan kerja (Fessenden, 1991 dalam Susilowati, 2011), sehingga posisi bekerja operator SPBU pun mempengaruhi paparan benzena, berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa petugas operator SPBU cenderung menghadap kepada tangki kendaraan saat pengisian dan berdiri statis, hal ini memungkinkan benzena yang menguap langsung terhirup oleh petugas operator SPBU. Selain itu tidak ada karyawan di SPBU yang memakai APD seperti masker, hal ini pun mendukung tingginya paparan benzena pada petugas operator SPBU, padahal menurut penelitian Tunsaringkarn et al (2012) penggunaan masker dan mencuci tangan saat bekerja dapat mereduksi 99,7 % paparan benzena.

6.4Karakteristik Risiko

Berdasarkan dari perhitungan didapatkan perkerja yang memiliki risiko kesehatan dan pekerja yang belum memiliki risiko kesehatan, hal ini dipengaruhi oleh besarnya intake yang masuk ke dalam tubuh. Dari hasil perhitungan efek non-karsinogenik, didapat nilai RQ dari seluruh responden yaitu pada pajanan realtime terdapat 9 orang (21%) dengan nilai RQ>1, sedangkan pada pajanan lifetime terdapat 42 orang (98%) dengan nilai RQ>1. Dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya durasi pajanan, responden semakin tinggi memiliki risiko efek non-kanker.

Menurut ATSDR (2007) Efek pajanan akut benzena dengan konsentrasi tinggi dapat segera terjadi pada sistem syaraf, kulit, sistem pernapasan dan pencernaan. Yang pertama muncul di pusat sistem saraf adalah efek neurologis. Reaksi anestesi benzena di pusat sistem saraf mirip dengan gas anestesi lain, pertama merangsang eksitasi diikuti oleh depresi dan jika pajanan terus terjadi, kematian dapat terjadi karena kegagalan pernapasan.

Pada hasil perhitungan efek karsinogenik, didapat nilai ECR seluruh responden yaitu pada pajanan realtime terdapat 9 orang (21%) nilai ECR ≥ 10-4

dan pada pajanan lifetime terdapat 43 orang (100%) nilai ECR ≥ 10-4

.

Sebenarnya tidak ada batas terendah yang aman terhadap pajanan senyawa kimia ini untuk mendapatkan risiko leukemia pada semua tingkat pajanan, benzena ditetapkan karsinogen pada manusia untuk semua rute pajanan. WHO memberikan peringatan bahwa setiap pajanan benzena setingkat 1µg/M3 akan menambah 4-8 kasus leukemia per sejuta populasi selama masa hidup (Larbey, 1994 dalam Salim

2012). US-EPA, IARC, dan Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat telah menyimpulkan bahwa benzena adalah karsinogen terhadap manusia. EPA mengklasifikasikan benzena dalam kategori A (terbukti karsinogen pada manusia) berdasarkan bukti yang meyakinkan pada manusia dan didukung studi terhadap hewan, sedangkan IARC mengklasifikasikan benzena di Grup 1 (Karsinogenik pada manusia).

Selain itu terdapat 77 % petugas operator SPBU yang merokok, hal ini dapat meningkatkan risiko kesehatan efek benzena. Asap rokok merupakan sumber penting dari benzena di udara, terutama di dalam ruangan, dan tingkat rata-rata

memiliki benzena telah ditemukan lebih tinggi di rumah perokok (10,5 μg/m3)

dibandingkan dengan bukan perokok (7 μg/m3) di Amerika Serikat. Merokok dapat menambahkan sebanyak 1800 mg / hari dan pasif merokok 50 mg / hari (WHO-europ, 2000).

Dokumen terkait