• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Besaran Risiko Kesehatan Paparan Benzena Pada Petugas Operator SPBU di wilayah Ciputat Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Besaran Risiko Kesehatan Paparan Benzena Pada Petugas Operator SPBU di wilayah Ciputat Tahun 2012"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

DI WILAYAH CIPUTAT

TAHUN 2012

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Irmayanti Hayat

NIM: 108101000035

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 25 Juli 2013

(3)

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, Juli 2013

IRMAYANTI HAYAT, NIM 108101000035

Analisis Besaran Risiko Kesehatan Paparan Benzena Pada Petugas Operator SPBU di wilayah Ciputat Tahun 2012

XV + 75 halaman, 1 Gambar, 11 Tabel, 5 Lampiran

ABSTRAK

Benzena adalah karsinogenik pada manusia melalui pajanan inhalasi. Karyawan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) khususnya operator pengisian BBM adalah salah satu populasi pekerja yang memiliki tingkat risiko pajanan benzena yang tinggi, terutama melalui jalur inhalasi dalam waktu pajanan yang kontinyu. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pada lima SPBU di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur, didapati tidak adanya petugas operator SPBU yang memakai APD saat bekerja.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis besaran risiko kesehatan paparan benzena pada petugas operator SPBU di Wilayah Ciputat Tahun 2012. SPBU yang menjadi tempat penelitian adalah 2 SPBU yaitu SPBU X dan Y dengan jumlah sampel keseluruhan yaitu 43 petugas operator SPBU. Data penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner, observasi dan pengukuran langsung berat badan pekerja serta kadar benzena di udara pekerja. Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis kuantitatif dimana membandingkan nilai intake yang didapat dari pekerja dengan nilai konsentrasi referensi (RƒC) yang aman bagi pajanan benzena untuk efek-efek nonkarsinogenik dan Cancer Slope Factor (CSF) untuk efek-efek karsinogenik.

Hasil penelitian menunjukkan hasil konsentrasi agen berisiko dapat menimbulkan efek merugikan kesehatan non-karsinogenik yaitu pada pajanan realtime terdapat 9 orang (21%) dan pajanan lifetime terdapat 42 orang (98%). Sedangkan hasil perhitungan efek karsinogenik adalah pada pajanan realtime 9 orang (21%) dan pada pajanan lifetime terdapat 43 orang (100%). Pada perhitungan pajanan risiko kanker ataupun non-kanker didapatkan bahwa seluruh populasi petugas operator SPBU ini berisiko pada pajanan lifetime.

(4)

OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY Thesis, July 2013

Irmayanti HAYAT, NIM 108101000035

Health Risk Analysis Of Benzene Exposure to Operator Officer gas stations in Ciputat 2012

XiV + 75 pages, 1 Picture, 11 tables, 5 attachments

ABSTRACT

Benzene is carcinogenic to humans through inhalation exposure. Employees of General Fuel Filling Stations especially petrol operator is one of the working population that has a high risk of benzene exposure, primarily through inhalation pathways of exposure are continuous in time. Based on the observations that have been carried out at five stations in the District of Ciputat and East Ciputat, was found no operator a gas station attendant operator who wear PPE when working.

The general objective of this study was to analyze the health risk analysis of benzene exposure to operator officer gas stations in Ciputat 2012. A gas station pump which to be research place is 2 stations X and Y with the overall sample size is 43 officers filling station operator. The research data obtained from interviews using questionnaires, direct

observation and measurement of worker‟s body weight levels of benzene in the air. Data

were analyzed by using methods of quantitative analysis which compares the value obtained from the intake worker with the safe reference concentration value (RƒC) for exposure benzene to non-carcinogenic effects and Cancer Slope Factor (CSF) for carcinogenic effects.

The results showed of concentration risk agents can cause non-carcinogenic adverse health effects in realtime exposure are 9 people (21%) and lifetime exposure there are 42 people (98%). While the calculation on the carcinogenic effects is 9 people (21%) at exposure realtime and 43 people (100%) at the lifetime exposure. In the calculation of risk exposure or non-cancerous cancer found that the entire population of is operator stations have risk on lifetime exposure.

Keywords: Benzene, Health Risk Analysis, Operator Officer gas stations

(5)
(6)
(7)

Nama : Irmayanti Hayat

TTL : Kuningan, 14 Maret 1991

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Blok Paksilaur no. 30 Rt 17 Rw 09 Ds. Cibuntu Kec. Cigandamekar Kab. Kuningan - Jawa Barat 45556

No. Telp : 085295591114

Email : mayha_syaza@yahoo.co.id/ irma.hayat@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL

2008 – 2013 S1-Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2005 – 2008 SMA Negeri 2 Cirebon

(8)

Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Tangerang Selatan 2010 – 2011 Koordinator Akhwat Hubungan Masyarakat Kesatuan Aksi

Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2010 – 2011 Staff Kajian Strategis BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2009 – 2010 Staff Kementrian Pendidikan & Budaya Forum Lingkar Pena (FLP) Cabang Ciputat

2008 – 2010 Staff Sosial Masyarakat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(9)

Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrahNya yang Ia berikan selama ini sehinga penulis dapat

menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul “Analisis Besaran Risiko Kesehatan Paparan

Benzena pada Petugas Operator SPBU di Wilayah Ciputat Tahun 2012” dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya menuju pecerahan sehingga kita dapat menikmati indahnya islam sampai saat ini.

Penulis ingin menyampaikan secara khusus ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak dan Mamah tersayang atas segala dukungan dan doanya yang tiada henti-hentinya selalu dipanjatkan kepada Allah SWT untuk keberhasilan penulis dalam menjalani kehidupan ini.

Dalam proses pembuatan laporan Skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis sendiri, melainkan penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, motivasi dan semangat serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Keluarga besar tersayang, terimakasih atas doa dan kesabaran yang tulus. Kakak-kakaku yang telah memberikan support penyemangat untuk tetap berjalan meniti perjuangan. Terimakasih untuk semua motivasi dan kemudahan yang diberikan

2. Bapak Dr. H. Arif sumantri, M.Kes selaku Pembimbing I, terimakasih atas bimbingan, pengertian dan waktunya untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Raihana Nadra Alkaff, S.KM, M.MA selaku pembimbing 2, terimakasih atas

bimbingan, motivasi dan kemudahan yang diberikan selama penyelesaian skripsi. 4. Ibu Catur Rosidati, S.KM, M.Kes selaku pembimbing akademik, terikasih atas

nasihatnya selama ini.

(10)

7. Bapak dr. Satria Pratama, Sp.P selaku penguji skripsi, terimakasih untuk masukan dan bimbingannya.

8. Saudariku Mbakun dan Unild, sahabat-sahabat di UIN, FKIK, dan K3 terimakasih atas kebersamaannya.

9. Teman seperjuangan di Faza Zukhrufillah, terimakasih atas pacuan motivasi yang telah diberikan.

10.Para muslimah hebat di KAMMI, terimakasih atas bantuan dan pengingatannya untuk menyelesaikan yang sudah dimulai.

11.Bapak Ghozali terimakasih atas kemudahan yang diberikan untuk memenuhi administrasi jurusan.

12.Seluruh dosen dan staff Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan banyak ilmu untuk penulis sehingga dapat memahami bagaimana menjadi manusia bermanfaat dalam bidang ilmu kesmas.

13.Lembaga ZIS Indosat yang telah membantu penelitian ini, terimakasih.

14.Serta semua pihak yang telah membantu dalam kegiatan dan pembuatan laporan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

Semoga laporan skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan semua pihak pada umumnya

Jakarta, 25 Juli 2013

(11)

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6

1.4 Tujuan ... 7

1.4.1 Tujuan Umum ... 7

1.4.2 Tujuan Khusus ... 7

1.5 Manfaat ... 7

1.5.1 Bagi SPBU ... 7

1.5.2 Bagi Fakultas ... 8

1.5.3 Bagi Peneliti ... 8

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Benzena ... 9

2.1.1 Karakteristik Benzena... 10

(12)

2.1.3 Jalur Pajanan Benzena ... 11

2.1.3.1 Inhalasi ... 12

2.1.3.2 Ingesti ... 12

2.1.3.3 Kulit dan Mata ... 13

2.1.4 Dampak Pajanan Benzena ... 13

2.1.4.1 Dampak Akut ... 14

2.1.4.2 Dampak Kronis ... 14

2.1.5 Nilai Ambang Batas Pajanan Benzena ... 15

2.1.6 Mekanisme toksisitas Benzena dalam Tubuh ... 16

2.1.6.1 Absorpsi ... 17

2.1.6.2 Distribusi ... 17

2.1.6.3 Metabolisme ... 18

2.1.6.4 Eliminasi dan Eksresi ... 18

2.2 Monitoring Benzena di Lingkungan ... 19

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pajanan Pekerja ... 21

2.4 Analisis Risiko ... 22

2.4.1 Identifikasi Bahaya (Hazard Identification) ... 23

2.4.2 Penilaian Risiko (Risk Assessment) ... 23

2.4.3 Penilaian Pajanan (Exposure Assessment) ... 24

2.4.4 Analisis Dosis-Respon (Dose-Response Assessment) ... 25

2.4.5 Karakteristik Risiko ... 26

2.5 Manajemen Risiko ... 27

2.6 Komunikasi Risiko ... 28

(13)

3.2 Definisi Istilah ... 31

BAB IV METODE PENELITIAN ... 35

4.1 Rancangan Penelitian ... 35

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

4.3 Populasi dan Sampel ... 36

4.3.1 Populasi ... 36

4.3.2 Sampel ... 36

4.4 Instumen Penelitian ... 37

4.5 Metode Pengumpulan Data ... 38

4.5.1 Bahan dan Cara Kerja ... 38

4.6 Pengolahan Data ... 39

4.7 Analisis Data ... 39

4.7.1 Perhitungan Nilai Intake ... 39

4.7.2 Perhitungan Risiko Non-kanker ... 40

4.7.3 Perhitungan Risiko Kanker ... 41

BAB V HASIL ... 42

5.1 Konsentrasi Benzena di Udara Kerja... 42

5.2 Nilai Intake Pajanan Benzena ... 43

5.2.1 Waktu Pajanan (tE) ... 43

5.2.2 Durasi Pajanan (Dt) ... 43

5.2.3 Umur Petugas Operator SPBU ... 44

5.2.4 Berat Badan Petugas Operator SPBU (Wb) ... 45

5.2.5 Perhitungan Intake ... 45

(14)

5.3.2 Perhitungan Excess Cancer Risk (ECR) Individu Pekerja pada pajanan

yang Mengakibatkan Kanker ... 55

5.4 Estimasi Risiko Kesehatan Petugas Operator SPBU terhadap PajananBenzena ... 58

5.4.1 Estimasi Risiko Populasi terhadap Efek Kesehatan Non-kanker ... 59

5.4.2 Estimasi Risiko Populasi terhadap Efek Kesehatan Kanker ... 61

BAB VI PEMBAHASAN ... 62

6.1 Keterbatasan Penelitian ... 62

6.2 Konsentrasi Benzena di Udara Kerja... 62

6.3 Nilai Intake Pajanan Benzena ... 64

6.4 Karakteristik Risiko ... 66

6.5 Estimasi Risiko Kesehatan Petugas Operator SPBU terhadap Pajanan Benzena ... 67

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 70

7.1 Simpulan ... 70

7.2 Saran ... 71

(15)

2.1 Sifat Fisik dan Sifat Kimia Benzena 10

5.1 Konsentrasi Benzena di Udara 42

5.2 Distribusi Durasi Kerja Petugas Operator SPBU 44 5.3 Distribusi Umur Petugas Operator SPBU 44 5.4 Distribusi Berat Badan Petugas Operator SPBU 45 5.5 Distribusi Intake (Asupan) Efek Non-kanker berdasarkan Pajanan

Benzena Realtime dan Lifetime pada Petugas Operator SPBU 47 5.6 Distribusi Intake (Asupan) Efek Kanker berdasarkan Pajanan Benzena

Realtime dan Lifetime pada petugas Operator SPBU 49 5.7 Distribusi Risk Quotient (RQ) Berdasarkan Pajanan Benzena Realtime

dan Lifetime pada Petugas Operator SPBU 52 5.8 Distribusi Risk Quotient (RQ) Berdasarkan Pajanan Benzena Realtime

dan Lifetime pada Petugas Operator SPBU 54 5.9 Distribusi Excess Cancer Risk (ECR) Realtime & Lifetime Berdasarkan

Perhitungan Individu pada Petugas Operator SPBU 55 5.10 Distribusi Excess Cancer Risk (ECR) Realtime & Lifetime Berdasarkan

(16)
(17)

1.1Latar Belakang

Menurut data Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 Indonesia merupakan negara terpadat keempat di dunia, dengan jumlah penduduk sebanyak 237.641.326 jiwa. Sebanding dengan meningkatnya populasi penduduk, angka kepemilikan kendaraan di Indonesiapun meningkat. Terbukti dengan semakin padatnya arus kendaraan di jalan raya dan semakin tidak teraturnya lalu lintas. Dengan meningkatnya jumlah kepemilikan kendaraan, hal ini pun mengakibatkan peningkatan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM).

Disadari akan kebutuhan BBM yang meningkat, Pemerintah berupaya mengadakan bahan bakar yang aman untuk lingkungan dan kesehatan, dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri pertambangan dan energi No. 1585/K/32/MPE/1999 tentang Persyaratan Pemasaran bahan bakar Jenis Bensin dan Solar di Dalam Negeri. Dimana dalam ketentuannya dikatakan bahwa penghapusan bensin bertimbal dilakukan secara bertahap dan timbal sudah harus dihapuskan di seluruh wilayah Indonesia pada awal Januari 2003.

(18)

untuk meningkatkan nilai oktan adalah High Octane Mogas Component (HOMC). HOMC yang digunakan dalam bahan BBM akan berubah menjadi benzena pada akhir proses pembakaran BBM dalam kendaraan bermotor. Benzena yang dihasilkan dari proses tersebut akan mencemari udara dan berpotensi terhirup oleh manusia yang kemudian dapat memberikan efek buruk terhadap kesehatan. (Azhari, 2010).

Menurut Tennessee University (2009) benzena diserap melalui pencernaan, inhalasi, dan aplikasi kulit. Data eksperimental menunjukkan bahwa manusia dapat menyerap hingga 80% dari benzena yang dihirup (setelah 5 menit terpapar). Inhalasi merupakan rute paling mungkin dari paparan bahan kimia, terutama di tempat kerja.

Benzena adalah karsinogenik pada manusia melalui pajanan inhalasi. Pajanan benzena di lingkungan kerja telah dikaitkan terutama dengan peningkatan insiden leukemia myeloblastic atau erythroblastic myeloid akut dan kronis dan leukemia

limfoid di antara para pekerja (Tennessee University, 2009). Efek paparan benzena

secara kronik yaitu kerusakan pada sistem pembentukan darah (sumsum tulang) yang dapat menimbulkan kerusakan sumsum tulang, ini adalah risiko terjadinya penurunan jumlah elemen sel darah secara progresif (Mahawati et al., 2006). Sementara Haryanto (2005) menyatakan, tidak ada batas terendah yang aman terhadap pemajanan senyawa kimia ini untuk mendapatkan resiko leukemia pada semua tingkat pajanan.

(19)

pengisian BBM adalah salah satu populasi pekerja yang memiliki tingkat resiko pajanan benzena yang tinggi, terutama melalui jalur inhalasi dalam waktu pajanan yang kontinyu (Pudyoko, 2010). Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR) (2007) mengestimasikan bahwa rata-rata pajanan benzena terhadap pekerja pada area SPBU adalah sebesar 0,12 ppm.

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 01/MEN/1997 mengenai Nilai Ambang Batas (NAB) Bahan-Bahan Kimia, nilai ambang batas paparan benzena di tempat kerja adalah sebesar 10 ppm. Hal ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan NAB di tingkat internasional seperti di Amerika, ACGIH (American Conference of Governmental Industrial Hygienists) pada tahun 2000 merekomendasikan NAB (TLV – Threshold Limit Value) untuk benzena sebesar 0,5 ppm.

(20)

didapatkan sebanyak 68,03% pekerja mempunyai jumlah netrofil yang tidak normal, 45,65% jumlah limfositnya tidak normal, 73,91% jumlah monositnya tidak normal, 34,78% laju endapan darah 1 jamnya tidak normal dan 52,17% laju endapan darah 2 jamnya tidak normal. Hal ini menunjukkan bahwa paparan benzena mempengaruhi sistem hematopoietic.

Penggunaan masker half mask respirator with organic vapor catridge pada konsentrasi pajanan benzena kurang atau sama dengan 10 ppm, dapat dijadikan sebagai alternatif penurunan resiko eksposur benzena (Gunawan, 2000). Namun pada kenyataan di lapangan, tidak ada fasilitas alat pelindung diri untuk inhalasi yang diberikan kepada Operator SPBU, bahkan kebijakan perusahaan menganjurkan petugas operator SPBU memberikan senyum, salam, sapa kepada konsumen. Hal ini secara tidak langsung menganjurkan operator SPBU tidak memakai masker.

Penilaian pajanan dapat dilakukan melalui pengukuran udara ambient (ambient air monitoring) dan pengukuran bahan biologis (biological monitoring). Penilaian pajanan secara akurat merupakan langkah penting, baik dalam hal penilaian resiko maupun studi epidemiologi, yang melibatkan pajanan potensial oleh agent lingkungan (Zuliyawan, 2010). The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOS) merekomendasikan pengukuran konsentrasi benzena di udara dengan pengumpulan melalui kantung udara, yang kemudian dianalisis dengan kromatografi gas portable dengan detector fotoionisasi.

(21)

kimia dan agen fisik dengan efek negatif yang mungkin terjadi (Louvar & Louvar, 1998 dalam zuliyawan, 2010 ).

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pada lima SPBU di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur, didapati tidak adanya petugas operator SPBU yang memakai Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja. Padahal menurut ATSDR (2007) jalur inhalasi terbukti merupakan jalur pajanan yang sangat berisiko menimbulkan peyakit yang diakibatkan benzena. Setelah dilakukan pengukuran kadar benzena di udara kerja pada empat titik di dua SPBU,dengan menggunakan alat Air Sampling Pump pada 23 Februari 2013 didapati hasil rata-rata yaitu 0,19 ppm dan ini melebihi nilai NAB yang ditentukan NIOSH. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa perlu untuk menganalisis besaran risiko kesehatan paparan benzena pada petugas operator SPBU di wilayah Ciputat Tahun 2012.

1.2Perumusan Masalah

Benzena merupakan zat yang terbukti menyebabkan kanker pada manusia. Menurut Tennessee University (2009) benzena diserap melalui pencernaan, inhalasi, dan aplikasi kulit. Data eksperimental menunjukkan bahwa manusia dapat menyerap hingga 80% dari benzena yang dihirup (setelah 5 menit terpapar). Inhalasi merupakan rute paling mungkin dari paparan bahan kimia, terutama di tempat kerja.

(22)

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pada lima SPBU di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur, didapati tidak adanya petugas operator SPBU yang memakai APD saat bekerja. Padahal menurut ATSDR (2007) jalur inhalasi terbukti merupakan jalur pajanan yang sangat berisiko menimbulkan peyakit yang diakibatkan benzena. Setelah dilakukan pengukuran kadar benzena di udara kerja pada dua SPBU, didapati hasil rata-rata yaitu 0,19 ppm dan ini melebihi nilai NAB yang ditentukan NIOSH. Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian tentang analisis besaran risiko kesehatan paparan benzena pada petugas operator SPBU di wilayah Ciputat Tahun 2012.

1.3Pertanyaan Penelitian

1. Berapakah konsentrasi benzena di udara ambient kawasan SPBU di wilayah Ciputat tahun 2012?

2. Berapakah konsentrasi intake pajanan benzena pada petugas operator SPBU di wilayah Ciputat tahun 2012?

3. Bagaimanakah karakteristik risiko kesehatan (kanker dan non-kanker) individu terhadap pajanan benzena pada petugas operator SPBU di wilayah Ciputat tahun 2012?

(23)

1.4Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahui besar risiko kesehatan pajanan inhalasi udara yang mengandung benzena yang mungkin dialami petugas operator SPBU di wilayah Ciputat tahun 2012.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya konsentrasi benzena di udara ambient kawasan SPBU di wilayah Ciputat tahun 2012?

2 Diketahuinya nilai konsentrasi intake pajanan benzena pada petugas operator SPBU di wilayah Ciputat tahun 2012?

3 Diketahuinya karakteristik risiko kesehatan (kanker dan non-kanker) individu terhadap pajanan benzena pada petugas operator SPBU di wilayah Ciputat tahun 2012?

4 Diketahuinya estimasi risiko kesehatan (kanker dan non-kanker) populasi terhadap pajanan benzena pada petugas operator SPBU di wilayah Ciputat tahun 2012?

1.5Manfaat

1.5.1 Bagi SPBU

(24)

1.5.2 Bagi Fakultas

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan referensi serta membuka wawasan ilmiah bagi civitas akademik program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam negeri syarif Hidayatullah Jakarta mengenai benzena.

1.5.3 Bagi Peneliti

Diharapkan peneliti mendapatkan tambahan wawasan tentang dampak paparan benzena dan juga dapat mengaplikasikan teori yang didapat saat kuliah sehingga dapat meningkatkan pengetahuan langsung di lapangan.

1.6Ruang Lingkup Penelitian

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Benzena

ATSDR (2007) menyebutkan bahwa benzena merupakan senyawa hidrokarbon aromatik rantai tertutup tidak jenuh. Mempunyai nama lain benzol, cyclohexatrene, phenyl hydride, atau coal naphta. Benzena merupakan cairan tidak berwarna dengan bau yang manis. Benzena menguap ke udara sangat cepat dan sedikit larut dalam air. Adapun rumus struktur benzena adalah sebagai berikut,

Gambar 2.1 Rumus Struktur Benzena

Sumber : http://www.ilmukimia.org

(26)

2.1.1 Karakteristik Benzena

Benzena adalah senyawa hidrokarbon aromatik. Dalam suhu ruangan, benzena adalah cairan tidak berwarna, mudah menguap dengan bau aromatik yang khas. sedikit larut dalam air tetapi sangat mudah larut dengan pelarut organik, benzena akan mengapung di permukaan air. Mendidih pada suhu 80,1°C dan sangat mudah terbakar serta dapat menyebar ke sumber api. Uapnya sangat mudah meledak, memiliki titik leleh 5,5°C dan spontan terbakar pada suhu 498°C (ATSDR, 2007). Adapun sifat fisik dan kimia dari benzena dapat dilihat di tabel di bawah ini,

Tabel 2.1

Sifat Fisik dan Sifat Kimia Benzena No Sifat Fisik dan Kimia Informasi

1 Rumus kimia C6H6

2 Berat molekul 78, 11gr/mol

3 Titik nyala -11,10C

4 Titik leleh 5,50C

5 Titik didih 80,10C

6 Berat jenis pada suhu 150C 0,8787 gr/L

7 Kelarutan dalam air pada 250C 0,188 % (w/w) atau 1,8 gr/L 8 Kelarutan dalam Pelarut Alkohol, Kloroform, eter, karbon sulfide,

aseton, minyak, karbon tetraklorida, asam asetat glacial

(27)

2.1.2 Sumber Pajanan Benzena

Menurut ATSDR (2007) Benzena ditemukan di udara, air, dan tanah. Benzena berasal dari sumber industri dan alam.

2.1.2.1Sumber Industri

Benzena pertama kali ditemukan dan diisolasi dari tar batubara di tahun 1800-an. Saat ini, benzena sebagian besar berasal dari minyak bumi. Karena penggunaannya yang luas, benzena termasuk dalam 20 zat teratas yang dipakai untuk bahan kimia yang diproduksi di Amerika Serikat. Berbagai industri menggunakan bensin untuk membuat bahan kimia lainnya, seperti stirena (untuk Styrofoam dan plastik), cumena (untuk berbagai resin), dan sikloheksana (untuk

nilon dan serat sintetis). Benzena juga digunakan dalam pembuatan beberapa jenis karet, pelumas, pewarna, deterjen, obat-obatan, dan pestisida (CDC, 2013).

2.1.2.2Sumber Alam

Sumber alami dari benzena, yang meliputi emisi gas dari gunung berapi dan kebakaran hutan, juga berkontribusi terhadap keberadaan benzena di lingkungan. Benzena juga hadir dalam minyak mentah dan bensin dan asap rokok. (ATSDR 2007).

2.1.3 Jalur Pajanan Benzena

(28)

melalui inhalasi, ingesti dan kulit. Inhalasi dan kulit adalah jalur yang menjadi perhatian utama pada beberapa skenario pajanan (ATSDR, 2007).

2.1.3.1Inhalasi

Inhalasi adalah jalur pajanan yang dominan. Konsentrasi ambang bau benzena (1,5-5 ppm) umumnya memberikan peringatan yang cukup tentang bahaya akut. Uap benzena lebih berat daripada udara dan dapat menyebabkan sesak napas di ruang tertutup, berventilasi buruk atau di dataran rendah. Jalur pajanan inhalasi menyebabkan terjadinya asupan harian sebesar 99% dari seluruh jalur pajanan. Laporan kasus pada pajanan inhalasi akut telah ada sejak awal tahun 1900. Kejadian kematian tiba-tiba terjadi setelah beberapa jam pajanan. Tidak diketahui berapa konsentrasi benzena yang ditemukan pada korban. Namun diperkirakan bahwa pajanan sebesar 20.000 ppm selama 5-10 menit akan mengakibatkan hal kejadian yang fatal (ATSDR, 2007).

2.1.3.2Ingesti

(29)

1900. Tidak diketahui berapa konsentrasi benzena yang ditemukan pada korban. Namun diperkirakan bahwa pajanan sebesar 10 mL adalah dosis mematikan bagi manusia (Zuliyawan, 2010).

2.1.3.3Kulit dan Mata

Benzena yang memercik di mata dapat mengakibatkan rasa sakit dan cedera pada kornea. Tidak terdapat penelitian yang berhubungan dengan kematian hewan percobaan setelah terjadi pajanan Benzena pada kulit. Sebuah penelitian kohort terhadap 338 pekerja laki-laki menemukan 3 kematian. Kematian ini disebabkan oleh leukimia pada mekanik, yang biasanya menggunakan BBM untuk membersihkan onderdil kendaraan dan mencuci tangan (Hunting et al, 2005 dalam ATSDR, 2007).

2.1.4 Dampak Pajanan Benzena

(30)

2.1.4.1 Dampak akut

Individu yang tidak sengaja menelan atau menghirup benzena untuk jangka waktu singkat cenderung tidak mengalami risiko kesehatan. Namun demikian, efek samping tertentu masih terjadi dan meliputi peningkatan denyut jantung, sesak napas, sakit kepala, pingsan, dan kerusakan sistem saraf. ( SA Health, 2008).

Adapun efek akut dari paparan benzena menurut WHO (2010) adalah dapat menyebabkan narkosis: sakit kepala, pusing, mengantuk, kebingungan, tremor dan kehilangan kesadaran, dan pada pengguna alkohol dapat meningkatkan efek toksik. Benzena juga merupakan iritan yang dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kulit.

2.1.4.2 Dampak Kronis

Depresi sumsum tulang dengan efek lambat, pada beberapa kasus, sampai beberapa tahun. Gejala dan tanda yang pertama sangat samar, namun kemudian kelelahan dan pendarahan spontan yang akan mengakibatkan anemia, selain itu terjadi penurunan jumlah berbagai sel darah di sirkulasi darah dan berkurangnya keeping trombosit dalam darah. Anemia aplastik, leukemia mieloblastik akut dan eritroleukimia akut merupakan efek yang paling ditakutkan pada pemajanan kronik.

(31)

EPA memperkirakan bahwa pajanan benzena seumur hidup pada konsentrasi 4 ppb di udara akan menghasilkan 1 tambahan kasus leukemia dalam 10.000 orang yang terpajan. EPA juga memperkirakan bahwa pajanan benzena seumur hidup pada konsentrasi 100 ppb dalam air minum akan menambah 1 kasus kanker tambahan dalam 10.000 orang yang terpajan (ATSDR, 2006).

2.1.5 Nilai Ambang Batas Panjanan Benzena

Internal Agency for Research on Cancer (IARC), mengindikasikan

bahwa tidak ada tingkat pajanan yang aman untuk semua jalur pajanan benzena. Untuk batas pajanan benzena di udara, Occupational Safety and Health Administration (OSHA) menetapkan untuk pajanan 8 jam waktu kerja (TWA)

sebesar 1 ppm dan pajanan singkat 15 menit (STEL) 5 ppm. ACGIH menetapkan untuk pajanan 8 jam waktu kerja (TWA) sebesar 0,5 ppm dan pajanan singkat 15 menit (STEL) sebesar 2,5 ppm. Sedangkan National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) menetapkan untuk pajanan 10 jam waktu kerja

(TWA) sebesar 0,1 ppm dan pajanan singkat 15 menit (STEL) 1 ppm (ATSDR, 2006).

(32)

dosis respon melalui jalur ingesti yaitu sebesar 4x10-3 mg/kg/hari .Sedangkan Rfc adalah batas dosis respon benzena melalui jalur inhalasi adalah 0,03 mg/m3 (IRIS, 2003).

2.1.6 Mekanisme Toksisitas Benzena dalam Tubuh

Industri petrokimia dan pengilangan minyak adalah sumber utama pajanan terhadap benzena. Benzena juga dipakai dalam pembuatan plastik, serat sintesis, karet sintesi. Dan laboratorium, benzena sering dipakai untuk membuat ekstrak dari bahan organik. Walaupun kadar benzena dalam pelarut industri (seperti touene dan xylene) rendah, pajanan terhadap benzena mungkin tinggi oleh karena volume

pelarut industri yang dipakai besar dan pekerjaan yang dilakukan di ruang tertutup. (Jeyaratman, 2010).

Pemantauan biologis pekerja pajanan benzena termasuk pemeriksaan kadar hemoglobin, hitung jenis sel darah lengkap dan sediaan hapusan darah perifer. Kadar fenol urin pada akhir giliran kerja berguna untuk memperkirakan kadar pajanan terhadap benzena bila kadar lingkungan di atas 5 ppm. Untuk pajanan dibawah 5 ppm, trans,trans - muconic acid (t,t-MA) dalam urin merupakan biomarker yang lebih baik (Jeyaratman, 2010).

(33)

2.1.6.1 Absorpsi

Paparan inhalasi adalah rute utama paparan benzena, dan banyak penelitian dari penyerapan benzena setelah paparan inhalasi dalam situasi yang berbeda telah dilakukan. Hasil dari penelitian terhadap 23 subyek yang menghirup 47-110 ppm benzena selama 2-3 jam menunjukkan bahwa penyerapan tertinggi di beberapa menit pertama paparan, tetapi menurun dengan cepat setelah itu (Srbova et al. 1950 dalam ATDSR 2007). Dalam 5 menit paparan pertama, penyerapan adalah 70-80%, tetapi dengan 1 jam, berkurang menjadi sekitar 50% (kisaran, 20-60%).

2.1.6.2 Distribusi

Karena sifatnya yang lipofil diduga distribusi benzena yang besar terdapat pada jaringan yang banyak mengandung lemak seperti otak dan lemak. Benzena juga dapat melewati plasenta bayi dan dapat berikatan langsung dengan protein. Benzena juga didistribusikan ke ginjal, paru-paru, hati, dan otak. Metabolit benzena yaitu katekol, hidrokuinon, dan fenol terdeteksi dalam darah dan sum-sum tulang setelah 6 jam terpapar benzena.

Kadar dalam sumsum tulang melebihi kadar dalam darah. Kadar fenol dalam darah dan sumsum tulang menurun drastis setelah paparan berhenti. Hal ini tidak terjadi pada katekol dan hidrokuinon, yang berarti kemungkinan kedua zat ini terakumulasi dalam tubuh lebih besar.

(34)

pernapasan, pencernaan, dan ginjal. Metabolit benzena yang terkonjugasi akan terkumpul di darah, sumsum tulang, saluran pencernaan, ginjal, dan hati. Benzena yang terabsorpsi oleh kulit akan terdistribusi paling banyak ke ginjal, hati, dan kulit.

2.1.6.3 Metabolisme

Metabolisme benzena sebenarnya terjadi di hampir seluruh jaringan, namun tempat penyimpanan metabolit benzena yang utama ialah pada hati. Metabolit yang dihasilkan di hati selanjutnya dibawa ke sumsum tulang. Tiap metabolit fenolik dari benzena (katekol, hidrokuinon, 1,2,4-benzenatriol, dan fenol) dapat mengalami konjugasi sulfonat ataupun glukuronat. Hasil konjugat dari fenol dan hidrokuinon merupakan metabolit yang paling banyak ditemukan di urin. Asam trans-trans mukonat, fenol, katekol, hidrokuinon, dan benzokuinon dapat merangsang enzim sitokrom p-450 pada sistem sel darah manusia. Enzim ini mengkatalisis reaksi metabolisme benzena pada sumsum tulang, karena itu benzena dapat menyebabkan efek toksisitas pada sel darah (hematotoxicity).

2.1.6.4Eliminasi dan Eksresi

(35)

ditahan diekskresikan dengan paru-paru dalam hitungan jam 5-7 (Srbova et al. 1950 dalam ATSDR 2007).

Tingkat ekskresi benzena adalah yang terbesar selama satu jam pertama. benzena terutama dieksresikan di dalam urin sebagai metabolit khususnya konjugasi phenol, glucuronic dan sulphuric acid, dan dihembuskan ke udara dalam bentuk yang tidak berubah. Diperkirakan sesudah terpajan benzena di tempat kerja pada tingkat 100 cm3/m3, sejumlah 13,2% fenol, 10,2% quinol, 1,9 % t,t-MA, 1,6 % kathekol, dan 0,5% 1,2,4,-benzenatriol dari jumlah yang diabsorpsi, diekskresikan lewat urin sesudah jam kerja (ATSDR 2006).

2.2 Monitoring Benzena di Lingkungan

Monitoring adalah suatu program berkelanjutan yang terdiri dari observasi, pengukuran dan memutuskan dalam rangka mengenali bahaya kesehatan yang potensial dan memutuskan apakah perlindungannya telah cukup baik (Lestari 2010 dalam Susilowati, 2011).

(36)

Sedangkan untuk mengukur pajanan benzena yang masuk dalam tubuh dapat dilakukan dengan memeriksa biomarker dari benzena, biomarker merupakan indikator sinyal peristiwa dalam sistem biologis atau sampel (ATSDR 2007). WHO (1996) dan Taylor et al (1996) menyebutkan bahwa biomarker yang dapat dijadikan indikator pajanan benzena antara lain adalah benzena dalam darah, benzena dalam urin, benzena dalam udara pernapasan, phenol dalam urin, cathecol dalam urin, hydroquinon dalam urin, 1,2,4 trihydroxi benzena dalam urin,

phenylmercapturic acid dalam urin dan trans,trans - muconic acid dalam urin.

Beberapa penelitian mengindikasikan hubungan kuantitas antara pajanan inhalasi benzena dengan konsentrasi t,t-MA dalam urin (WHO, 1996). Dari penelitian Boogaard, PJ, at all (1995) tentang komparasi teknik monitoring biologi paparan benzena antara pengujian asam S-phenylmercapturic (S-PMA), trans,trans - muconic acid (t,t-MA), dan fenol, dinyatakan bahwa S-PMA dan t,t-MA sangat

(37)

2.3 Faktor yang mempengaruhi pajanan pekerja

Pajanan benzena pada individu berbeda-beda. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor dari masing-masing individu itu sendiri yang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, daya tahan tubuh, perilaku hidup sehat, lama pajanan, frekuensi pajanan, durasi pajanan dan pekerja yang pernah dilakukan sebelumnya (Susilowati, 2011).

Usia atau umur seseorang akan mempengaruhi daya tahan tubuh terhadap paparan zat toksik/bahan kimia. Menurut ILO, tenaga kerja yang berumur kurang dari 18 tahun sebaiknya tidak bekerja di lingkungan yang terpapar benzena, sebab pada umur tersebut ketahanan sumsum tulang terhadap efek toksik benzena masih rendah. Semakin tua umur tenaga kerja maka semakin tinggi risiko keracunan benzena (Mahawati, 2006).

Berkaitan dengan perbedaan gender dalam kerentanan terhadap toksisitas benzena telah diamati pada hewan. Dari banyak penelitian menunjukkan hasil konsisten bahwa peningkatan metabolisme dan genotoxicity tinggi terhadap jantan dibandingkan pada betina (ATSDR, 2007). Menurut Sato et al. (1975) dibandingkan kinetika eliminasi benzena pada pria dan perempuan sama usia. Laki-laki menunjukkan kinetika eliminasi yang kurang dibanding perempuan. Hal ini dikarenakan lemak dalam perempuan lebih banyak dibanding pada laki-laki.

(38)

pada orang yang gemuk menjadi lebih rendah jika dibandingkan dengan orang yang kurus (Mukono, 2005).

Perilaku hidup sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku sehat ini meliputi makan dengan menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, istirahat yang cukup dan mengendalikan stress serta menggunakan alat pelindung diri selama bekerja untuk mencegah pajanan. Lama pajanan adalah lamanya seseorang terpajan bahaya dalam satuan jam perhari, sedangkan frekuensi pajanan adalah banyaknya hari per tahun bagi seseorang terpajan suatu bahaya di suatu lingkungan. Durasi pajanan adalah lamanya seseorang terpajan suatu bahaya dalam satu tahun. Durasi pajanan seseorang bergantung dari pekerjaan yang sebelumnya pernah digeluti, sehingga pengalaman kerja seseorang akan memperngaruhi pajanan benzena yang diterima oleh pekerja tersebut. EPA memperkirakan bahwa pajanan benzena seumur hidup pada konsentrasi 4 ppb di udara akan menghasilkan 1 tambahan kasus leukemia dalam 10.000 orang yang terpajan (ATSDR, 2006).

2.4 Analisis Risiko

(39)

terjadi. Risk Asessment adalah penilaian tingkat efek dari kemungkinan bahaya pada populasi atau ekosistem akibat pajanan suatu agent.

Proses Analisis risiko terdiri atas tiga komponen, yaitu penilaian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko. Analisis risiko bisa dilakukan untuk pemajanan bahaya lingkungan yang telah lampau, dengan efek yang merugikan sudah atau belum terjadi, dapat pula dijadikan suatu prediksi risiko untuk pemajanan yang akan datang (Rahman, 2007).

2.4.1 Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)

Identifikasi Bahaya merupakan langkah awal dan penting dalam penerapan keselamatan kesehatan kerja. Bahaya dapat diketahui dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber yaitu dari peristiwa yang pernah terjadi, pemeriksaan ke tempat kerja, melakukan wawancara dengan pekerja di lokasi kerja, informasi dari manajemen tempat kerja, dan keselamatan bahan (MSDS) dan lainnya (Ramon, 2007).

2.4.2 Penilaian risiko (risk assessment)

(40)

biasanya dikelompokkan menjadi kelompok karsinogen, berpotensi karsinogen dan bukan karsinogen (Louvar & Louver, 1998 dalam Susilowati 2011).

2.4.3 Penilaian pajanan (Exposure Assessment)

Analisis pemajanan adalah evaluasi pemajanan dari organisme, sistem, atau sub populsi terhadap agen (IPCS, 2004). Dalam analisis ini dilakukan identifikasi tentang dosisi atau jumlah risk agen yang diterima seseorang (intake/asupan). Data intake ini dapat dengan menggunakan persamaan Luovar & louver 1998 (Rahman, 2007)

Intake (I) =

Untuk menghitung nilai intake, asumsi-asumsi yang digunakan yaitu :

1. Konestrasi (C) agen didapat dari data konsentrasi benzena di udara (mg/ ) 2. Laju Asupan (R) 20 M3 untuk dewasa, berdasarkan US- EPA Default

Exposure Factor dengan efek pajanan bukan kanker atau tidak menyebabkan

kanker.

3. Lama pajanan (tE) diperoleh dari lama kerja karyawan di daerah kerja berpaparan benzena.

4. Frekuensi Pajanan (fE) 350 hari per tahun berdasarkan US-EPA Default Exposure Factor dengan efek pajanan bukan kanker atau tidak menyebabkan

kanker hasil penelitian Nukman et al (2005) dalam Zuliyawan (2010).

(41)

6. Berat Badan (Wb), berat badan pekerja berdasarkan pengukuran.

7. Periode waktu rata-rata (tavg) yaitu 365 hari selama 30 tahun untuk dewasa berdasarkan faktor pajanan non-karsinogen dan 70 tahun untuk pajanan karsinogen.

2.4.4 Analisis Dosis-Respon ( Dose- Response Assessment)

Dosis merupakan unit yang menyatakan pajanan terhadap bahan kimia, fisik, atau biologis yang sampai ke organ sasaran. RfD atau RfC adalah toksisitas kuantitatif nonkarsinogenik, menyatakan estimasi dosis pajanan harian yang diprakirakan tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan meskipun pajanan berlanjut seumur hidup (IPCS, 2004).

Dosis Referensi dibedakan untuk pajanan oral atau tertelan yang disebut RfD, dan untuk pajanan inhalasi disebut RfC. Menentukan dosis-respon suatu

risk agent sangat sulit, membutuhkan data dan informasi studi toksisitas yang asli dan lengkap, ahli-ahli kimia, toksikologi, farmakologi, biologi, epidemiologi dan spesialis-spesialis lain yang berhubungan dengan toksisitas dan farma-kologi zat. Namun, saat ini RfD, RfC, SF dan UCR zat-zat kimia dalam berbagai spesi, termasuk fomulanya, telah ada dalam pangkalan data Integrated Risk Information System dari US-EPA (IRIS 2007). Ada ratusan spesi kimia zat yang

telah dimasukkan ke dalam daftar IRIS dan sudah ditabulasi sehingga bisa langsung digunakan (Rahman, 2007).

(42)

di konversi ke dalam satuan (mg/kg/hari) adalah 0,0086 mg/kg/hari. Sedangkan menurut EPA 1998 dalam Zuliyawan 2010 Dosis-Respon kuantitafi karsinogenik CSF adalah 2,73E-02 (mg/kg/hari)⁻1.

2.4.5 Karakteristik Risiko

Rahman (2007) menyatakan bahwa Karakteristik risiko kesehatan dinyatakan sebagai Risk Quotient (RQ, Tingkat Risiko) untuk efek-efek non-karsinogenik (ATSDR 2005; EPA 1986; IPCS 2004; Kolluru 1996; Louvar and Louvar 1998) dan Excess Cancer Risk (ECR) untuk efek-efek karsinogenik (EPA, 2005). RQ dihitung dengan membagi asupan non-karsinogenik (Ink) risk agent dengan RfD atau RfC-nya menurut persamaan

RQ =

Keterangan :

1. Ink adalah Intake non-kanker dari hasil perhitungan pajanan (mg/kg/hari) 2. RfC adalah dosis atau konsentrasi referensi (mg/M3) dalam perhitungan ini

yang dipergunakan adalah RfC karena pajanan melalui inhalasi Hasil perhitungan RQ akan diketahui,

a) Jika RQ > 1 maka konsentrasi agen berisiko dapat menimbulkan efek merugikan kesehatan.

(43)

Sedangkan Karakteristik risiko kanker diketahui dengan melakukan perhitungan dengan rumus :

ECR = CSF x Ik

1. Ink = Intake kanker dari hasil perhitungan penilaian pajanan (mg/kg/hari) 2. CSF = Dosis atau konsentrasi referensi (mg/kg/hari)-1

EPA membatasi ECR pada rentang 10-4 sampai dengan 10-6, ECR dinyatakan aman apabila <E-4 (1 dalam 10.000) yang dapat diinterpretasikan akan terjadi penambahan kasus kanker 1 kasus dalam 10.000 populasi (Rahman, 2007).

2.5 Manajemen Risiko

Manajemen Risiko terbagi atas tiga bagian, yaitu Hazard Identification, Risk Assessmet, dan Risk Control (HIRARC). Manajemen risiko sebenarnya

merupakan pilihan-pilihan yang dilakukan untuk memperkecil risiko dampak pajanan benzena terhadap kesehatan pekerja. Dengan cara mengubah nilai faktor-fator pemajanan, sehingga asupan lebih kecil atau sama dengan dosis referensi toksisitasnya yang pada dasarnya ada dua cara untuk menyamakan intake dengan RfC, yaitu dengan menurunkan konsentrasi risk agent atau mengurangi waktu kontak (Rahman, 2007).

Pengendalian terhadap pajanan bahan kimia di lingkungan kerja dapat dilakukan dalam 3 hal yaitu terhadap sumbernya, media pengantar dan terhadap

(44)

- Pencegahan terhadap sumbernya

Yaitu dilakukan dengan cara pengontrolan penggunaan bahan berbahaya seperti benzena di ruang kerja. Hal itu dapat dilakukan dngan isolasi sumber agar tidak mengeluarkan konsentrasi benzena di ruang kerja dengan „Local

Exhauster’

- Pencegahan Terhadap Transmisi

Pencegahan pada transmisi atau penyalurannya dapat dilakukan dengan cara memperbanyak ventilasi udara dan alat bantu pertukaran udara di ruang kerja. - Pencegahan terhadap pekerja

- Pencegahan pada tenaga kerja dapat dilakukan dengan cara menggunakan APD (Alat pelindung Diri) berupa masker, sarung tangan, dll. Serta pemberian pembekalan atau informasi mengenai masalah kesehatan dan keselamatan dalam bekerja.

2.6 Komunikasi Risiko

(45)

2.7 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan kepustakaan mengenai benzena, maka dapat disusun kerangka teori sebagai berikut:

Sumber : ATDSR (2007), Salim (2012), Zuliyawan (2010) Absorpsi

Kulit

Antropometri 1. Laju Asupan 2. Berat Badan Pola Pajanan

3. Frekuensi Pajanan 4. Durasi Pajanan 5. Waktu Pajanan 6. Konsetrasi Dosis

Risiko Kesehatan

tubuh Inhalasi

Ingesti

Benzena

Kanker Non Kanker

(46)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada kerangka teori. Kerangka konsep akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

Sumber : ATDSR (2007), Salim (2012), Zuliyawan (2010) Kanker Non-Kanker

RfC CSF

Pola Pajanan

1. Frekuensi Pajanan 2. Durasi Pajanan 3. Waktu Pajanan 4. Konsetrasi Dosis

Risiko Kesehatan

tubuh

(47)

No Variable Definisi Alat ukur Cara ukur Satuan Skala

Pengukuran dengan Alat mg/m3 rasio

2 Waktu pajanan

5 Inhalation (R) Jumlah udara yang dihirup pekerja dalam satu hari

Default US - EPA 0,83 m3/jam

Literatur m3/jam rasio

(48)

timbangan berat badan

(49)
(50)

pajanan benzena di udara lingkungan kerja dihitung dengan perbandingan antara intake (non-kanker)

dengan konsentrasi referensi

12 Risiko Kanker (ECR)

Perkiraan besar risiko kanker, dihitung dengan intake benzena (kanker) x nilai

estimasi kanker

(Cancer Slope Factor)

Kalkulator Perhitungan : ECR = CSF x Ik

Perkiraan jumlah kasus perpopulasi

(51)

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan analisis risiko kesehatan lingkungan. Dilakukan dengan tujuan utama adalah untuk mengimplementasikan aksi dari manajemen risiko yang dapat menurunkan risiko yang ada. Pengambilan keputusan dilakukan dengan mengikuti 3 langkah utama yaitu, penelitian, penilaian risiko dan manajemen risiko (IPCS 2009 dan Zuliyawan 2010).

Adapun langkah-langkah penilaian risiko sebagai berikut :

a) Identifikasi bahaya (hazard identification) dengan megumpulkan informasi terkait zat/bahan yang akan diteliti.

b) Analisis Pajanan (exposure assessment), yaitu dengan melihat rute pajanan, jumlah pajanan, serta durasi dan frekuensi.

c) Analisis efek (dose-response assessment), dengan mengidentifikasi efek merugikan yang diakibatkan zat/bahan tersebu.

d) Karakteristik risiko (risk characterization), dengan memperkirakan risiko yang mungkin mucul akibat pajanan.

(52)

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SPBU yang berada di wilayah Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Ciputat Timur. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 - Juli 2013, termasuk pengumpulan data primer, pengolahan serta penyajian data.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh operator SPBU di Wilayah

Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Ciputat Timur. Adapun seluruh populasi

pekerja operator SPBU adalah sebanyak 90 orang yang tersebar dalam lima

SPBU yang bersedia menjadi obyek penelitian.

4.3.2 Sampel

Sampel yaitu pembagian yang diambil dari keselurah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Dari lima SPBU di Wilayah Ciputat, dipilih kembali SPBU yang akan dilakukan penelitian, yaitu berdasarkan kriteria lamanya SPBU berdiri, banyaknya kendaraan yang mengisi BBM di SPBU tersebut serta banyaknya laju kendaraan yang melintas di SPBU yang akan menjadi tempat penelitian. Sehingga terpilih 2 SPBU yang akan menjadi tempat penelitian, yaitu SPBU „X‟dan SPBU ‟Y‟. Masing-masing pada 2 SPBU ini diambil 2 titik

(53)

mempekerjakan pertugas operator SPBU berturut-turut sebanyak 17 dan 26 pekerja. Adapun penentuan sampel pekerja adalah total sampling, sehingga seluruh pekerja di SPBU tersebut menjadi sampel dalam penelitian.

4.4 Instrumen Penelitian

1. Kuesioner

Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden salah satunya berbentuk kuesioner. Kuesioner merupakan pertanyaan terstruktur yang diisi sendiri oleh responden atau diisi oleh pewawancara yang membacakan pertanyaan dan kemudian mencatat jawaban yang berikan oleh responden.

2. Timbangan Berat Badan

Adalat alat ukur yang digunakan untuk mengukur berat badan responden.

3. Kalkulator

Kalkulator adalah alat penghitung yang digunakan untuk menghitung. 4. Air Sampling Pump

(54)

4.5 Metode Pengumpulan Data

Jenis data dalam penelitian ini yaitu data primer, didapatkan melalui kuesioner dan observasi juga dengan pengukuran benzena di udara tempat kerja responden. Dalam pengumpuan data, pertama kali peneliti menyebarkan kuesioner kepada operator mengenai identitas, masa kerja, pemakaian APD. Setelah selesai mengisi kuesioner, dilakukan pengukuran tentang berat badan responden. kemudian dilakukan pengukuran kadar benzena di udara tempat kerja responden.

4.5.1 Bahan dan Cara Kerja

Pengambilan sampling benzena menggunakan mekanisme adsorbs yaitu kontaminan gas dan uap ditangkap pada permukaan suatu media sorben yang padat (activated carbon). Udara ditangkap melalui gelas kecil yang didalamnya berisi padatan sorben (activated carbon). Tabung ini memiliki dua bagian yaitu bagian depan yang merupakan lapisan utama sorben yang akan menangkap gas dan uap. Bagian kedua adalah bagian belakang yang merupakan cadangan untuk menampung kontaminan yang tidak dapat tertampung pada bagian depan.

Perangkat lain yang dibutuhkan dalam sampling benzena adalah pelindung sample tube, low flow tube holder yang dapat diadjust, selang fleksibel dan pompa sampling. Alat-alat ini diletakkan di dekat pekerja selama 3 jam selama dilakukan sampling.

Langkah tahapan pengambilan sampling ini yaitu :

(55)

2. Menyiapkan carcoal tube dengan kedua ujungnya dilepaskan agar udara dapat masuk di dalamnya

3. Merangkai carcoal tube pada sampling pump

4. Mengatur kecepatan aliran udara antara 0,01 sampai dengan 0,2 liter/menit. 5. Meletakkan sampling pump pada lokasi pengukuran sampai 3 jam.

6. Setelah selesai, Melepaskan carcoal dari sampling pump dan menutup ujung-ujung carcoal yang terbuka dengan tutupnya.

Kemudian sampel di bawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis kadar benzena di udara lingkungan kerja.

4.6 Pengolahan data

Untuk memperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti, maka analisis data merupakan suatu langkah penting dalam penelitian. Pengolahan data akan menggunakan metode pendekatan analisis risiko kesehatan lingkungan dimana membandingkan nilai intake yang didapat dari pekerja dengan nilai konsentrasi

referensi (RƒC) yang aman bagi pajanan benzena untuk efek-efek non-kanker

dan Cancer Slope Factor (CSF) untuk efek-efek kanker.

4.7Analisis data

4.7.1 Perhitungan nilai intake

Untuk menghitung nilai intake, menggunakan rumus di bawah ini,

Intake (I) =

(56)

Dengan asumsi-asumsi yang digunakan yaitu :

1. Kosentrasi (C) agen didapat dari data konsentrasi benzena di udara (mg/ )

2. Laju Asupan (R) 20 M3 untuk dewasa, berdasarkan US- EPA Default Exposure Factor dengan efek pajanan bukan kanker atau tidak

menyebabkan kanker.

3. Lama pajanan (tE) diperoleh dari lama kerja karyawan di daerah kerja berpaparan benzena.

4. Frekuensi Pajanan (fE) 350 hari per tahun berdasarkan US-EPA Default Exposure Factor dengan efek pajanan bukan kanker atau tidak menyebabkan kanker hasil penelitian nukman et al (2005) dalam zuliyawan (2010).

5. Durasi Pajanan (Dt) 30 tahun untuk dewasa, berdasarkan US-EPA Default Exposure Factor.

6. Berat Badan (Wb), berat badan pekerja berdasarkan pengukuran.

7. Periode waktu rata-rata (tavg) yaitu 365 hari selama 30 tahun untuk dewasa berdasarkan faktor pajanan non-kanker dan 70 tahun untuk pajanan kanker.

4.7.2 Perhitungan risiko non-kanker

Untuk menghitung risiko non-kanker menggunakan rumus di bawah ini,

RQ =

(57)

Keterangan :

1. Ink adalah Intake non-kanker dari hasil perhitungan pajanan (mg/kg/hari) 2. RfC adalah dosis atau konsentrasi referensi (mg/M3), dalam perhitungan

ini yang dipergunakan adalah RfC karena pajanan melalui inhalasi Hasil perhitungan RQ akan diketahui,

a. Jika RQ > 1 maka konsentrasi agen berisiko dapat menimbulkan efek merugikan kesehatan.

b. Jika RQ ≤ 1 maka konsentrasi agen belum berisiko dapat menimbulkan efek kesehatan.

4.7.3 Perhitungan risiko kanker

Karakteristik risiko kanker diketahui dengan melakukan perhitungan dengan rumus :

ECR = CSF x Ik

1. Ik = Intake kanker dari hasil perhitungan penilaian pajanan (mg/kg/hari). 2. CSF = Dosis atau konsentrasi referensi (mg/kg/hari)-1

(58)

BAB V

HASIL

5.1Konsentrasi Benzena di Udara Kerja

Untuk mengetahui konsentrasi pajanan benzena dalam area pernapasan, dilakukan pengukuran udara di tempat kerja operator SPBU. Dengan pengambilan sampel udara yang kemudian dianalisis di laboratorium. Pengambilan sampling udara dilakukan pada Sabtu, 23 Februari 2013 di empat titik, titik 1 dan 2 di SPBU „X‟ dan titik 3 dan 4 di SPBU „Y‟.

Tabel 5.1

Konsentrasi Benzena di Udara Sampel Waktu

pengambilan

Hasil NAB

(ppm) ( ) (ppm) ( )

Titik 1 7.45 – 10.45 0,23 0,73 0,5 32

Titik 2 10.53 – 13.53 0,18 0,58 0,5 32 Titik 3 14.25 - 17.25 0,18 0,58 0,5 32 Titik 4 17.32 – 20.32 0,18 0,58 0,5 32

(59)

5.2Nilai intake pajanan benzena

Intake (asupan) dihitung berdasarkan kondisi pajanan realtime dan lifetime.

Analisis pajanan diketahui dari perhitungan intake (asupan) benzena dengan memasukan nilai variabel yang dibutuhkan dalam perhitungan, memakai rumus,

Intake (I) =

Untuk menghitung intake, diperlukan data-data berkaitan dengan variabel yang akan digunakan dalam rumus di atas. Dan dari hasil kuesioner yang dibagikan kepada pekerja operator SPBU didapat data sebagai berikut :

5.2.1 Waktu Pajanan (tE)

Waktu pajanan ditentukan dari berapa lama operator SPBU melayani pembelian BBM. Berdasarkan dari kuesioner yang dibagikan kepada petugas operator SPBU, dalam satu hari pekerja operator SPBU memiliki waktu kerja yang sama yaitu 8 jam. Jadi dapat disimpulkan bahwa waktu pajanan dari petugas operator SPBU adalah 8 jam/hari.

5.2.2 Durasi Pajanan (Dt)

(60)

Tabel 5.2

Distribusi durasi Kerja Petugas Operator SPBU

Variabel Mean Median Minimal Maksimal SD

Lama Kerja (Bulan)

33 21 3 303 48,97

Dari hasil analisis didapat masa kerja responden minimal 3 bulan dan maksimal 303 bulan atau 25 tahun 3 bulan. Nilai rata-rata yang didapat adalah 33 bulan dengan standar deviasi 48,97. Adapun data spesifik dari keseluruhan lama kerja karyawan dapat dilihat pada lampiran 1.

5.2.3 Umur Petugas Operator SPBU

Umur responden dihitung dari tahun kelahiran sampai tahun saat penelitian dilakukan. Adapun distribusi umur petugas operator di SPBU Wilayah Ciputat tahun 2012 adalah sebagai berikut,

Tabel 5.3

Distribusi Umur Operator SPBU

Variabel Mean Median Minimal Maksimal SD Umur

(Tahun)

24,5 22 18 54 6,9

(61)

adalah 18 tahun dan maksimal 54 tahun. Adapun distribusi lebih spesifik umur petugas operator SPBU dapat dilihat pada lampiran 1.

5.2.4 Berat Badan Petugas Operator SPBU (Wb)

Adapun distribusi berat badan petugas operator SPBU di Wilayah Ciputat tahun 2012 adalah sebagai berikut,

Tabel 5.4

Distribusi Berat Badan Petugas Operator SPBU

Variabel Mean Median Minimal Maksimal SD Berat Badan

(Kg)

58,14 57 44 83 10,6

Diketahui bahwa berat badan rata-rata responden adalah 58,14 Kg dengan berat minimal 44 dan berat maksimal 83. Adapun distribusi berat badan operator SPBU bisa dilihat pada lampiran 1.

5.2.5 Perhitungan Intake

 Perhitungan Intake Pajanan non-kanker

(62)

Irealtime = 0,73 x 0,83 x 8 x 350 x 3,5 th

50 Kg x 30 th x 365

= 0,01 mg/kg/hr

Ilife time = 0,73 x 0,83 x 8 x 350 x 30 th

50 Kg x 30 th x 365

= 9,3 x 10-2 mg/kg/hr

Pehitungan asupan pajanan non-kanker dihitung pada pajangan realtime yaitu lama sebenarnya responden bekerja di SPBU dan lifetime 30 tahun yaitu nilai default durasi untuk pajanan non-kanker.

(63)

Setelah dilakukan perhitungan intake menggunakan rumus, maka intake pada masing-masing petugas operator SPBU adalah pada tabel di bawah ini,

Tabel 5.5

Distribusi Intake (Asupan) efek non-kanker berdasarkan pajanan Benzena realtime dan lifetime pada Petugas Operator SPBU

(64)

Ket: posisi bekerja *titik1, **titik2, ***titik3, ****titik4

 Perhitungan Intake pada Pajanan Kanker

Untuk menghitung intake pajanan kanker tidak jauh berbeda dengan intake pada pajanan non-kanker, hanya yang membedakan adalah nilai

(65)

periode waktu rata-rata (tavg) menggunakan nilai default dari US-EPA

Standard Default Exposure Factors (1991) sebesar 70 thn x 365

Adapun hasil dari perhitungan intake pada semua responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini,

Tabel 5.6

Distribusi Intake (Asupan) berdasarkan pajanan Benzena realtime dan lifetime pada Petugas Operator SPBU

(66)
(67)

Ket: posisi bekerja *titik1, **titik2, ***titik3, ****titik4

5.3Karakteristik Risiko

5.3.1 Perhitungan Risk Quotient (RQ) pada Individu Pekerja untuk pajanan

non-kanker

Diketahuinya Karakteristik risiko untuk efek non-kanker adalah dengan membagi nilai intake dengan RfD atau RfC,

Risk Quotient RQ =

Dalam penelitian ini menggunakan dosis referensi untuk inhalasi sehingga menggunakan nilai RfC (Reference Concentration). Nilai RfC yang digunakan adalah yang ditetapkan oleh IRIS dari US-EPA yaitu sebesar 3x10-2 mg/m3. Nilai RfC ini harus di konversi sehingga memiliki satuan mg/kg/hr. nilai konversi didapat dari penelitian yang dilakukan Rothman et al (US-EPA, 2002) yang menggunakan nilai default dari US-EPA yaitu Berat badan (Wb) adalah 70 kg dan Laju Inhalasi (R) adalah 20 m3/hari. Maka,

(68)

RfC = 0,03 x 20

x = 0,0086 mg/kg/hr

Dari hasil RQ dilihat dengan cara,

a. Jika RQ > 1 maka konsentrasi agen berisiko dapat menimbulkan efek merugikan kesehatan.

b. Jika RQ ≤ 1 maka konsentrasi agen belum berisiko dapat menimbulkan efek kesehatan.

Perhitungan Risk Quotient (RQ) pada individu pekerja untuk pajanan nonkanker pada responden pertama adalah sebagai berikut,

RQrealtime =

= 11,6

RQlifetime =

= 10,8

(69)

Tabel 5.7

Distribusi Risk Quotient berdasarkan Pajanan Benzena realtime dan lifetime pada Petugas Operator SPBU

(70)

25 25**** 0,29 Blm Berisiko 6,1 Berisiko

26 26**** 0,15 Blm Berisiko 8,8 Berisiko

27 27*** 0,46 Blm Berisiko 6,1 Berisiko 28 28*** 0,77 Blm Berisiko 8,6 Berisiko 29 29*** 0,28 Blm Berisiko 6,6 Berisiko

30 30**** 2,33 Berisiko 7,2 Berisiko

31 31*** 0,23 Blm Berisiko 6,4 Berisiko

32 32**** 0,62 Blm Berisiko 8,9 Berisiko

33 33**** 6,63 Berisiko 7,9 Berisiko

34 34**** 3,26 Berisiko 8,6 Berisiko

35 35**** 0,094 Blm Berisiko 6,8 Berisiko

36 36**** 0,26 Blm Berisiko 6,1 Berisiko

37 37**** 0,3 Blm Berisiko 7,8 Berisiko

38 38*** 1,28 Berisiko 5,8 Berisiko

39 39*** 1,1 Berisiko 6,6 Berisiko

40 40**** 0,1 Blm Berisiko 7,5 Berisiko

41 41*** 0,13 Blm Berisiko 7,8 Berisiko

42 42**** 0,52 Blm Berisiko 9 Berisiko

43 43*** 1,86 Berisiko 6,2 Berisiko

(71)

Tabel 5.8

Distribusi Risk Quotient realtime dan lifetime Berdasarkan Perhitungan Individu Pada Operator SPBU

Risk

Diketahui bahwa durasi pajanan berisiko non kanker terbanyak terdapat pada pekerja dengan pajanan life time, dimana terdapat 98% pekerja berisiko. Sedangkan untuk realtime adalah 21%.

5.3.2 Perhitungan Risiko Kanker (ECR) Individu Pekerja pada pajanan yang mengakibatkan kanker

Perhitungan risiko kanker ini akan dihitung pada masing-masing individu dan dihitung dari berapa lama pajanan sepanjang hayat (lifetime) selama 70 tahun (Louvar & Louvar, 1998) dan nilai CSF (Cancer Slope Factor). Nilai CSF ini dapat ditentukan dari nilai unit risiko benzena melalui inhalasi yang sudah ditetapkan oleh The Risk Assessment Information System untuk Benzena yaitu 2,73 x 10-2. Perhitungan ini menggunakan rumus,

ECR = CSF x Ik

(72)

a. Jika ECR < 10-4, maka konsentrasi paparan benzena belum berisiko menimbulkan efek kesehatan karsinogenik

b. Jika ECR ≥ 10-4, maka konsentrasi paparan benzena sudah dapat berisiko

efek kesehatan karsinogenik.

Perhitungan pada responden pertama adalah sebagai berikut, ECRrealtime = 0,0273 x 4,6 x 10-3 = 1,26 x 10-4

ECRlifetime = 0,0273 x 3,98 x 10-2= 1,09 x 10-3

Adapun hasil dari perhitungan ECR pada semua responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini,

Tabel 5.9

Distribusi Excess Cancer Risk Realtime dan Lifetime Berdasarkan Perhitungan Individu Pada Petugas Operator SPBU No Responden Realtime Tingkat

(73)
(74)

43 43*** 1,8 x 10-4 Berisiko 6,2 x 10-4 Berisiko Ket: posisi bekerja *titik1, **titik2, ***titik3, ****titik4

Tabel 5.10

Distribusi Excess Cancer Risk realtime dan lifetime Berdasarkan

Perhitungan Individu Pada Petugas Operator SPBU

Risk

Dari data di atas telihat bahwa risiko kesehatan kanker 100% terdapat pada pajanan lifetime.

5.4Estimasi Risiko Kesehatan Petugas Operator SPBU terhadap Pajanan Benzena

Estimasi risiko kesehatan pekerja adalah perhitungan risiko populasi terhadap pajanan benzena yang dilakukan pada durasi pajanan realtime dan lifetime. Yang membedakan perhitungan populasi dengan individu adalah nilai variabel yang digunakan pada perhitungan ini merupakan nilai-nilai yang mewakili nilai tiap-tiap variabel pada populasi.

(75)

(R) yang digunakan sama seperti pada perhitungan individu, yaitu nilai default laju inhalasi (20 m3/hari) yang dikonvert kedalam jam, sehingga didapatkan nilai 0,83 m3/jam. Waktu per lama pajanan (tE) adalah nilai waktu pajanan responden selama 1 hari, yaitu 8 jam/hari. Nilai ini sama pada semua responden karena lama jam kerja responden adalah 8 jam dalam 1 shift.

Variabel frekuensi pajanan (fE) adalah jumlah hari kerja responden satu tahun, variabel ini menggunakan data default US – EPA yaitu 350 hari/tahun. Untuk Durasi pajanan (Dt) pada masing-masing responden berbeda tergantung dari berapa lama responden telah bekerja untuk pajanan realtime. Nilai durasi pajanan pada petugas operator SPBU berdistribusi tidak normal sehingga menggunakan nilai median yaitu 21 bulan atau 1,75 tahun.

Pajanan lifetime digunakan nilai default (30 tahun untuk non-kanker dan 70 tahun untuk kanker). Nilai berat badan (Wb) yang dimasukkan pada perhitungan analisis risiko populasi adalah nilai berat badan dari distribusi data yang dianggap mewakili populasi, karena data berdistribusi tidak normal maka menggunakan nilai median yaitu 57 kg.

5.4.1 Estimasi Risiko Populasi terhadap Efek Kesehatan non-kanker

(76)

Irealtime = 0,58 x 0,83 x 8 x 350 x 1,75 th

57 Kg x 30 th x 365

= 3,8 x 10-3 mg/kg/hr

Ilifetime = 0,58 x 0,83 x 8 x 350 x 30 th

57 Kg x 30 th x 365

= 6,5 x 10-2 mg/kg/hr

Berdasarkan perhitungan diatas didapat intake pajanan realtime adalah 3,8 x 10-3 mg/kg/hr, sedangkan intake pada pajanan lifetime adalah 6,5 x 10-2 mg/kg/hr. Kemudian dilanjutkan dengan Perhitungan Risk Quotient seperti di bawah ini,

RQrealtime =

= 0,44

RQlifetime =

= 7,6

(77)

5.4.2 Estimasi Risiko Populasi terhadap Efek Kesehatan kanker

Dari nilai variabel yang didapat yang mewakili populasi petugas operator SPBU, kemudian dihitung nilai intake dengan menggunakan rumus untuk efek kesehatan kanker seperti berikut,

Irealtime = 0,58 x 0,83 x 8 x 350 x 1,75 th

57 Kg x 70 th x 365

= 1,6 x 10-3 mg/kg/hr

Ilife time = 0,58 x 0,83 x 8 x 350 x 30 th

57 Kg x 70 th x 365

= 2,8 x 10-2 mg/kg/hr

Didapati bahwa nilai intake populasi operator SPBU pada pajanan realtime dan lifetime berturut-turut adalah 1,6 x 10-3 mg/kg/hr dan 2,8 x 10-2 mg/kg/hr. Sedangkan untuk perhitungan risiko efek kanker adalah sebagai berikut :

ECRrealtime = 0,0273 x 1,6 x 10-3 = 4,4 x 10-5 ECRlifetime = 0,0273 x 2,8 x 10-2 = 7,6 x 10-4

Gambar

Gambar 2.1 Rumus Struktur Benzena
Tabel 2.1 Sifat Fisik dan Sifat Kimia Benzena
Tabel 5.1 Konsentrasi Benzena di Udara
Tabel 5.3 Distribusi Umur Operator SPBU
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan studi kasus untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada proyek pembangunan Gunawangsa MERR

Perbedaan yang penelitian ini dengan yang lain selain pada unsur dan lokasi penelitian adalah ada para analisis risiko paparan terhadap anak sekolah yang juga

Analisis manajemen pengendalian risiko ditinjau dari aspek penilaian risiko kesehatan dinilai kurang efektif karena tidak ada penilaian risiko paparan lingkungan kerja di

715 pertanian, belum dilakukan penilaian risiko paparan ( risk assessment ) pestisida dalam media lingkungan dan manusia, karakterisasi risiko ( risk

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bersifat analitik deskriptif untuk mendapatkan gambaran tentang analisis faktor kontribusi risiko klinis yang mempengaruhi

Analisis risiko adalah padanan istilah untuk risk assessment, yaitu karakterisasi efek-efek yang potensial merugikan kesehatan manusia oleh pajanan bahaya lingkungan

Dikirim/submitted: 11 Desember 2020 Diterima/accepted: 14 Januari 2021 ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAPARAN DEBU TERHADAP FUNGSI PARU PADA PEKERJA DI HOME INDUSTRY C-MAX Azham Umar

Tujuan dari studi analisis risiko kesehatan lingkungan akibat pencemaran kendaraan bermotor di Kota Surabaya adalah pertama, memperkirakan tingkat risiko kesehatan warga yang tinggal di