• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian gerak tapak sirang pada, mendak, agem dan agem kanan pada tari Pendet ini hanya difokuskan untuk merancang desain pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu, perlu adanya tahap implementasi rancangan pembelajaran terhadap konsep fisika di kelas.

C. Saran

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi para guru dan/atau calon guru untuk mengajar fisika/sains menggunakan model pembelajaran berbasis budaya lokal.

2. Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan mengujicobakan skenario pembelajaran yang telah dirancang dan menyelidiki variabel–variabel yang terkait, misalnya minat, motivasi, pemahaman konsep, efektivitas proses belajar–mengajar dan variabel–variabel lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Astini, Siluh Made dan Usrek Tani Utina. Tari Pendet Sebagai Tari Balih–Balihan Kajian Koreografi. Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni, Volume VIII No. 2 Edisi Mei – Agustus 2007, hal. 170–179 https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/view/789/720 diakses tanggal 20/02/2018.

Bandem, I Made. 1982. Ensiklopedi Tari Bali. Denpasar: Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar.

Cameron, John R., dkk. 2006. Fisika Kedokteran: Fisika Tubuh Manusia Edisi Ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Djayus, Nyoman. 1980. Teori Tari Bali Cetakan Ketiga. Denpasar: CV. Sumber Mas Bali.

Enita. 2013. Pengetahuan Lokal Sebagai Bagian dalam Pembelajaran Sains pada Pokok Bahasan Fase-Fase Bulan Kelas VIII SMP Negeri 32 Sendawar Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Gabriel, J. F. 2012. Fisika Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Gea, Wihelmina Jelfan. 2017. Lompat Batu Sebagai Media Pembelajaran Sains

Berbasis Budaya Lokal Pada Pokok Bahasan Gerak Parabola. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Gedgrave, Isabel. 2009. Teaching Modern Of Physics. New Delhi: Global Media. Gie, The Liang. 1992. Pendidikan Sains Bagi Pembangunan Nasional. Yogyakarta:

Yayansan Studi Ilmu dan Teknologi.

Halliday, David & Robert Resnick. 1985. Fisika Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Heryadi, Yaya dkk. 2012. Grammar of Dance Gesture from Bali Traditional Dance. https://pdfs.semanticscholar.org/550c/8753691af6b8589a37ec53e8b452ce 90e4a1.pdf diakses tanggal 20/02/2018 16:20.

Heryadi, Yaya dkk. 2014. A Method for Dance Motion Recognition and Scoring Using Two-Layer Classifier Bassed on Conditional Random Field an Stochastic Error-Correcting Context-free Grammar. https://www.researchgate.net/profile/Mohamad_Ivan_Fanany/publication/ 272202289_A_Method_for_Dance_Motion_Recognition_and_Scoring_Us ing_Two-Layer_Classifier_Based_on_Conditional_Random_Field_and_Stochastic_ Error-Correcting_Context- free_Grammar/links/54df7ba80cf29666378b1086/A-Method-for-Dance- Motion-Recognition-and-Scoring-Using-Two-Layer-Classifier-Based-on- Conditional-Random-Field-and-Stochastic-Error-Correcting-Context-free-Grammar.pdf diakses tanggal 20/02/2018 16:24.

Jamalis, Martini. 2013. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Johnson, Elaine B. 2010. Contextual Teaching & Learning Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Penerbit Kaifa. Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.

Bandung: PT Refika Aditama.

Kustandi, Cecep & Bambang Sutjipto. 2013. Media Pembelajaran Manual dan Digital Edisi Kedua. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Santrock, John W. 2014. Psikologi Pendidikan: Educational Psychology Edisi 5 Buku 1. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.

Setiawan, S. Yakobus E. S. 2008. Pengetahuan Lokal Sebagai Bagian Dalam Mengembangkan Desain Pembelajaran Sains di SD Bungkus, Parangtritis, Kretek. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Suastra, I Wayan. 2010. Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains dan Nilai Kearifan Lokal di SMP. http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JPP/article/view/1697/1484 diakses tanggal 06/11/2017.

Suriasumantri, Jujun S. 2017. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer Keterkaitan Ilmu, Agama dan Seni. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Tipler, Paul A. 1998. Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta:

Lampiran 1

Contoh Skenario Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP) Nama Sekolah : SMA NEGERI 1 TORUE Mata Pelajaran : Fisika

Kelas/Semester : XI/I

Kompetensi Inti : KI. 3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis

pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI. 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

Kompetensi Dasar : 3.6 Menerapkan konsep torsi, momen inersia, titik berat, dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari

4.6 Merencanakan dan melaksanakan percobaan titik berat dan keseimbangan benda tegar

Alokasi Waktu : 3 × 45 Menit (1 × pertemuan) A. Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Mengenal tentang kesetimbangan benda tegar dan momen gaya dalam tari Pendet

2. Menganalisis masalah kesetimbangan benda tegar dan momen gaya dalam gerak tapak sirang pada, mendak, agem dan agem kanan dalam tari Pendet 3. Menerapkan konsep titik berat benda dalam kehidupan sehari–hari

B. Tujuan Pembelajaran

1. Mengenal tentang kesetimbangan benda tegar dan momen gaya dalam tari Pendet

2. Menganalisis masalah kesetimbangan benda tegar dan momen gaya dalam gerak tapak sirang pada, mendak, agem dan agem kanan dalam tari Pendet 3. Menerapkan konsep titik berat benda dalam kehidupan sehari–hari

C. Materi Ajar

Kesetimbangan Benda Tegar

Tipler (1998) menyatakan bahwa kesetimbangan benda tegar adalah kondisi benda dengan gaya resultan dan momen gaya resultan sama dengan nol pada benda yang diam (statis) atau benda yang bergerak lurus (dinamis). Pada pokok bahasan Hukum–hukum Newton telah dijelaskan bagaimana sebuah partikel agar tetap diam, yaitu gaya neto yang bekerja pada partikel tersebut adalah nol. Pada kondisi ini, partikel tidak dipercepat, dan jika kecepatan awalnya nol, maka partikel tetap diam. Karena percepatan pusat massa sebuah benda sama dengan gaya neto yang bekerja pada benda dibagi dengan massa total benda, maka syarat ini juga berlaku untuk benda tegar yang berada pada kesetimbangan. Namun, walaupun pusat massa sebuah benda diam, benda dapat berputar. Jadi, syarat lain yang diperlukan adalah torsi neto terhadap pusat massa sama dengan nol. Jika pusat massa sebuah benda diam dan tidak ada rotasi mengelilinginya, maka tidak akan ada rotasi yang mengelilingi titik mana pun. Jadi, agar kesetimbangan statik terjadi, torsi neto yang bekerja pada sebuah benda harus sama dengan nol terhadap setiap titik.

1. Gaya eksternal yang bekerja pada benda sama dengan nol:

𝑭𝒏𝒆𝒕𝒐 = 0 ( 1 )

2. Torsi eksternal neto terhadap setiap titik harus sama dengan nol:

𝝉𝒏𝒆𝒕𝒐 = 0 ( 2 )

Momen Gaya

Halliday (1985) menyatakan bahwa momen gaya atau torsi atau torka dari bahasa Latin torquere yang artinya memutar. Jadi, torsi adalah kecenderungan sebuah gaya untuk memutar suatu benda tegar terhadap suatu titik poros tertentu. Jika torsi resultan yang dialami oleh benda tidak sama dengan nol, maka benda melakukan gerak putar dengan frekuensi sudut ataupun periode yang berubah terhadap waktu. Artinya, bila torsi resultan tidak nol, maka gerak putar itu mempunyai percepatan sudut yang tidak nol. Jika torsi resultan pada benda bersifat nol, maka benda tersebut dalam kesetimbangan rotasi. Selain itu, benda disebut dalam kesetimbangan translasi bila gaya resultannya nol.

Jika benda bermassa m berada di posisi r (yaitu di titik P) relatif terhadap titik asal koordinat (o), dan di titik P bekerja gaya F ( gambar 2.1 ), maka torsi yang bekerja pada benda terhadap o didefenisikan sebagai :

Gambar 2.1 Sebuah benda mengalami gaya di titik P tetapi torsinya bekerja terhadap titik o.

Torsi adalah besaran vektor. Besarnya diberikan oleh :

𝜏 = 𝑟𝐹 sin 𝜃 ( 4 )

dengan θ adalah sudut antara r dan F; arahnya tegak lurus kepada bidang yang dibentuk oleh r dan F. Arahnya dapat ditentukan dengan aturan tangan kanan bagi perkalian vektor antara dua vektor, yaitu ayunkan r dan F melalui sudut terkecil diantaranya dengan cara mengepalkan jari–jemari tangan kanan kemudian memperhatikan arah yang ditunjukkan oleh ibu jari yang ditegakkan menyatakan arah τ.

D. Metode Pembelajaran

Ceramah, Tanya jawab, Diskusi kelas

E. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran 1. Pembuka

a. Memberi salam, melakukan presensi serta mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk pembelajaran.

b. Guru memberikan motivasi atau pertanyaan untuk mendorong keingintahuan siswa tentang materi yang akan dipelajari. Misalnya menanyakan “Apa yang kalian ketahui tentang kesetimbangan benda tegar?” dan “Apa hubungan kesetimbangan dan momen gaya?”.

c. Siswa diminta untuk mengungkapkan ide awal dan keyakinan mereka terhadap pertanyaan tersebut.

d. Guru menuliskan gagasan–gagasan mereka di papan tulis tanpa membenarkan atau menyalahkan jawaban mereka.

2. Inti

a. Guru membagi siswa ke dalam kelompok–kelompok kecil (3–5 orang) dan memberikan LKS kepada masing–masing siswa.

b. Siswa menyaksikan dan memperhatikan video singkat latihan gerak– gerak pokok dalam tari Pendet yang diputar oleh guru menggunakan proyektor.

c. Setiap kelompok melakukan penyelidikan tentang kesetimbangan benda tegar dan momen gaya dari video yang telah diputarkan.

d. Setiap kelompok disarankan membuat laporan hasil penyelidikan. e. Perwakilan kelompok melaporkan hasil penyelidikan di papan tulis. f. Perwakilan kelompok menyampaikan hasil penyelidikan kelompok dan

siswa lain diberi kesempatan menyanggah atau memberi komentar. g. Guru mengajukan pertanyaan–pertanyaan yang bersifat terbuka untuk

mengecek kompetensi dasar siswa maupun budaya lokal terkait dengan topik yang dipelajari.

h. Guru memfasilitasi siswa untuk berkomentar, mengajukan pertanyaan, mengklarifikasi topik yang dipelajari dan melakukan refleksi.

j. Guru memberikan umpan balik positif dalam bentuk pujian tertulis atau pun lisan terhadap keberhasilan siswa.

k. Guru melakukan penilaian selama proses berlangsung.

3. Penutup

a. Guru menyarankan siswa menyimpulan materi/hasil pembelajaran yang telah dipelajari sebagai catatan rangkuman siswa.

b. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di rumah c. Menginformasikan materi yang akan dibahas berikutnya

d. Berdoa untuk mengakhiri proses belajar mengajar. I. ALAT/ SUMBER BELAJAR

• LKS, LCD, Laptop, Power Point, Gambar dan Video

• Kanginan, Marthen. 2007. Fisika Untuk SMA Kelas XI Semester 1. Jakarta: Erlangga.

• Halliday, David & Robert Resnick. 1985. FISIKA JILID I EDISI KETIGA. Jakarta: PENERBIT ERLANGGA.

• Tipler, Paul A. 1998. FISIKA Untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: PENERBIT ERLANGGA.

J. PENILAIAN

a. Teknik penilaian : Tugas, tes tertulis, pengamatan nilai karakter b. Bentuk instrumen : Esai, tabel pengamatan nilai karakter

Nilai = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟

Lampiran 2

Hasil Data Wawancara dengan Masyarakat Pelatih tari Pendet

Q : Apa makna Tari Pendet dalam kebudayaan Bali?

A : Tari Pendet adalah sebuah tari penyambutan, tari selamat datang yang awalnya bahwa Tari Pendet itu perkembangan dari memendet yaitu menari perilaku manusia ketika kita ngaturang ayah atau mempersembahkan kemampuan yang kita miliki ketika kita ada di pura dalam pelaksanaan upacara. Dari memendet itu terus dikembangkan atau diperbaiki akhirnya menjadi tarian Pendet yang merupakan tarian penyambutan (selamat datang) yang kemudian sekarang berkembang juga dipergunakan untuk pariwisata. Tarian ini biasanya ditarikan oleh para gadis atau putri-putri remaja baik itu secara kelompok kecil, kelompok besar, ataupun secara masal yang menggunakan properti berupa bokor dan ada juntaian daun janur yang disebut dengan sampiyan. Di atas sampiyan diisi dengan bunga tabur.

Q : Di mana awal adanya Tari Pendet?

A : Tari Pendet berawal dari tarian upacara, memendet (bergerak). Bagi putri-putri di Bali kan yang menari itu adalah putri-putri, kaum remaja putri, anak-anak. Memendet diambil dari gerakan secara otomatis mengikuti alunan gending atau ngigelan gending (menarikan musik) karena musik dan tari itu adalah

Bergerak saja dengan menggunakan properti berupa sarana upacara seperti tabung (sebuah botol yang berisi arak, berem, dan air suci) dan sajen. Bergerak, melangkah mengikuti alunan musik. Ketika ada SMKI di Denpasar melihat bahwa tarian ini perlu dikembangkan untuk generasi kita berikutnya. Dari memendet menjadi Tari Pendet.

Q : Bagaimana posisi atau gerakan Agem Kanan yang baik dalam Tari Pendet?

A : Dalam setiap tarian di Bali, agem itu adalah sikap dasar. Kita mengatakan kalau agem seseorang itu bagus (baik), sikap dasar dari gerak agem itu adalah sikap dasar yang sebenarnya. Tidak hanya di Tari Pendet, di tari yang lain pun agem itu harus ada baik itu agem kanan atau agem kiri. Dua sisi itu harus ada. Kanan kiri atau atas bawah. Karena orang Bali percaya dengan konsep rwa bhinneda (dua sisi yang berbeda tetapi selalu berdampingan). Pada kesempatan ini agem kanan yang ditanyakan begitu ya. Agem kanan itu sikap dasarnya bagaimana kita memahami sikap tubuh. Sikap tubuh yang pertama, tubuh itu harus merendah atau disebut dengan mendak. Kemudian mendorong ke depan atau disebut dengan ngeep atau di Jawa dikenal dengan mayuk. Cengked itu menarik tulang ekor supaya melengkung. Awalnya adalah tulang belikat menarik bahu ke belakang, menyatunya tulang belikat kemudian mendorong ngeep (columna vertebrae dilengkungkan yang ditarik adalah tulang ekornya). Mendak, cengked, mayuk atau ngeed adalah posisi yang harus dipahami oleh penari Bali. Terlepas dari ada koordinasi antara kepala, tangan, torso, dan gerak kaki yang disebut dengan tribangga (tiga gerak tubuh dalam Tari Bali). Mengawali

disebut agem. Tapi proses nari Bali ini tapak sirang pada. Kalau agem kanan-nya, posisi kaki kanan diagonal dan berat badan itu ada di tengah. Seluruh berat badan dan konsentrasi itu ada sisi yang tengah dahulu. Kaki kanan diagonal, kaki kiri juga diagonal, diambil garis diagonal di antara posisi kaki. Kesepuluh jari kaki disebut nyelekenting (pangkal jari kaki sampai ujung jari kaki ditarik ke atas). Jarak antara kaki kanan yang posisinya diagonal dengan posisi kaki kiri diagonal kira-kira satu genggaman tangan. Berat badan di tengah dulu kemudian mendak (merendah). Otomatis dalam Tari Bali itu tidak ada pemaksaan. Tubuh tidak harus kontemporer. Tubuh mengikuti secara alami saja. Sekarang kita rendah, maka tubuh ikut merendah atau turun kemudian didorong ke depan mayuk. Otomatis ini (gerakan tersebut) akibat saja, ini semuanya akibat. Ketika kita naik maka itu adalah akibat juga. Ketika kita turun artinya kita tidak sengaja untuk meletakkan berat badan kita di kanan, otomatis berat badan kita di kanan. Sedikit mendorong pantat ke kiri dan pinggang ke kanan kemudian kepala. Nah sekarang berat badan itu ada di mana? Ada di kanan. Semua berat badan kita ada di kanan. Ketika kaki kiri diangkat penari tidak jatuh. Ketika agem kiri maka semua berat badan ada di kiri. Posisi tubuh dan kaki sebagai support atau penyangga. Kemudian posisi tangan dalam agem kanan disebut dengan sirang susu. Bahu tidak boleh naik kalau dalam tari putri. Tulang belikat yang ditarik. Posisi tangan kiri sirang susu, posisi jari-jari adalah ibu jari ditekuk ke belakang kemudian empat jari lainnya melengkung ke belakang dan digetarkan yang disebut dengan jeriring.

susu dan ini namanya sepat pale (posisi tangan kanan sejajar bahu kemudian lengan bawah ditekuk ke depan membentuk sudut siku-siku dengan lengan atas) dan posisi jari-jari sama yaitu ibu jari disembunyikan dan empat jari lainnya diberdirikan jeriring. Posisi kepala ke kanan (rebahnya ke kanan), mata dibuka diam dan fokusnya ke depan. Ketika bergerak (mengangkat) semuanya ada di kanan. Secara utuh dilihat dari ujung kaki sampai rambut, kepala ke kanan, posisi tangan kiri sirang susu, posisi tangan kanan sepat pale, di dorong ke depan inilah sikap agem. Ketika berpindah lain lagi yang disebut dengan tandang.

Q : Dalam melakukan gerak atau posisi Agem Kanan ada kemungkinan penari terjatuh. Sebagai pelatih Tari Bali, bagaimana instruksi Anda supaya penari dapat melakukan posisi Agem Kanan dengan baik?

A : Mengawali dari anak-anak kecil yang belajar nari di Sanggar Saraswati, di kampus atau di mana saja yang memang mereka belajar dari nol. Mengawali itu kita memang harus memotivasi mereka, memberikan pemahaman kepada mereka bahwa tubuh dalam penari Bali itu berbeda dengan tubuh penari Jawa misalnya Tari Jogja. Tubuh penari Bali itu cenderung melengkung. Itu yang selalu saya berikan pemahaman diawal bahwa tubuh itu selalu melengkung. Tariklah tulang belikatmu ke belakang sehingga itu seperti ini (tulang belikat itu menyatu). Menyatu dia. Sehingga tidak malu-malu untuk mendorong ke depan dalam artian susunya (payudaranya) didorong. Terkadang yang baru-baru itu mereka malu. Kelebihan yang kita miliki itu yang ditonjolkan. Penari

merendah mendak, cengked, mayuk atau ngeep tadi itu baru kita mengajarkan ini sikap dasarnya seperti apa. Dari sikap kaki terlebih dahulu karena support yang paling penting. Kaki dahulu yang mengawali. Ada beberapa sikap kaki dalam Tari Bali. Dalam kali ini hanya mengenai agem kanan saja. Sikap ini yang dipahami. Kalau sikap ini sudah benar, karena berbeda ketika orang memposisikan kaki kirinya di depan sini (tengah-tengah kaki kanan) maka hasilnya akan berbeda. Ini adalah posisi yang salah. Posisi yang benar adalah di mana diagonal. Ini yang benar dulu kayak orang pencak silat kan kuda-kudanya harus betul dulu. Dalam Tari Bali pun sama, belajar tari apapun sama. Posisi kaki dulu kemudian merendah pelan. Mahasiswa diajak pelan-pelan turun. Telapak tangan harus menyentuh lutut. Di sinilah jangkauannya. Kita tidak boleh menari berdiri dan posisi kaki tidak boleh dalam keadaan berdiri sempurna. Jadi ini (lutut) harus menekuk dan ukurannya adalah peganglah lututmu sekuat-kuatnya dan diam. Tangan harus diluruskan (siku tidak boleh menekuk) dan badan melengkung ke belakang (tidak boleh bungkuk, harus menarik tulang belikat ke belakang). Tegap, optimis, tarik. Bukan bahu yang diangkat. Kalau bahu yang diangkat itu berbeda dengan menarik tulang belikat. Penari Bali harus memiliki adeg-adeg atau aturan tentang agem yang benar. Jadi mereka mengawali dengan sikap tarik. Proses ini membutuhkan waktu yang lama. Tapi sebelum agem itu ada sikap yang namanya tapak sirang pada dulu. Sebelum masuk ke agem harus mengajari dulu siswanya kembang pada yaitu posisi tegap ke depan. Tarik tulang belikat, kempeskan perut kemudian

selangkang) dan di dorong ke depan. Ini dulu lama mereka belajarnya sampai saya biasanya duduk di paha supaya di sini (paha) ada bonjengan. Kalau sudah bisa kita duduk di situ berarti itu posisi benar sedangkan kalau mereka terjatuh berarti mereka tidak seimbang. Kalau mereka menahan berat badan berarti mereka sudah mengunci di area sacrum. Itu yang pertama. Kemudian tapak sirang pade ini berat badan juga di tengah. Ini sudah bisa dibilang agem karena posisinya tegak dengan kaki membentuk huruf “V” atau kaki mengerucut. Tapi agem kanan dari sini kita memposisikan kaki seperti ini (sedikit serong ke kanan) dan posisi tubuh yang lain mengikuti secara otomatis. Kita memberikan keseimbangan dahulu. Selain kembang pade, anak-anak juga harus diajari teknik berjalan hingga mereka memahami kaki kanan yang mana dan kaki kiri yang mana serta melangkahnya seperti apa. Biasanya ada anak yang melangkah dompo yaitu gerakan kaki dan kepala tidak serasi. Koordinasinya kita harus memberikan pemahaman kepada anak didik ketika mengangkat kaki kanan mengawali gong dengan delapan hitungan yang jatuh pada pukulan gong. Anak didik diajar untuk jalan ditempat dulu dengan hitungan seperti berjalan natural. Kemudian jari kaki nyelekenting dalam beberapa hitungan lalu mereka diminta merendah atau mendak. Ketika mereka sudah terbiasa, tangan ditarik ke depan seperti memegang bokor di depan dada. Kalau mereka sudah punya basic itu maka akan otomatis bergerak. Walau yang belum punya basic pun mengikuti. Setelah itu barulah lanjut kepala. Kepala ke kanan, kakinya jatuh kanan. Begitu pula sebaliknya. Tapi ada juga yang dompo. Makanya memberikan pemahaman kepada mereka butuh waktu untuk menyesuaikan tempo. Kepala

harus jatuh bukan menoleh. Koordinasi kepala, tubuh, kaki. Tari Pendet merupakan tarian yang menggunakan properti bokor makan diajar juga cara memegang bokor. Ini juga mempengaruhi keseimbangan. Tangan ditarik ke depan, lengan bawah ditekuk ke depan dada kemudian merendah. Memulai tempo, gerakan kaki dan kepala akan otomatis jika sudah bisa. Dasarnya ini dulu. Sebelum berangkat pada gerakan agem harus diajarkan gerakan ini dahulu. Dari unsur-unsur tubuh apa yang dia miliki. Dari jari-jari, tangan dia, kemudian bagaimana caranya menggerakan kaki, bagaimana cara menggerakan kepala. Cara alami atau tidak mengada-ngada. Semuanya dicoba. Seperti olahraga barulah ke gaya. Keunikannya karena dalam olahraga tidak ada mendak, cengked, mayuk atau ngeed itu. Dalam tari Jawa juga berbeda.

Q : Berapa lama waktu yang dibutuhkan penari untuk mempelajari gerakan Agem Kanan?

A : Cukup lama sebenarnya kalau ingin baik dalam artian memahami teknis. Belajar sebuah budaya itu kan tidak bisa instan. Pertama dari melihat, lingkungannya terdapat Tari Bali atau tidak. Tapi murid-murid yang saya ajar itu butuh waktu yang cukup lama untuk posisi agem-nya baik. Jika mereka

Dokumen terkait