• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPLORASI TARI PENDET SEBAGAI MEDIA BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS BUDAYA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EKSPLORASI TARI PENDET SEBAGAI MEDIA BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS BUDAYA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI TARI PENDET SEBAGAI MEDIA BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS BUDAYA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh :

CLARA DIAN AYU PUSPATANTRI

NIM : 131424002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ku persembahkan karya tulis ini untuk keluargaku, teman–teman, kekasih, dosen–

dosen dan keluarga besar PFIS USD khususnya pak Rohandi dan pak Sarkim,

dan para motivator (Ansi dan Meldi) yang tak pernah lelah sebagai sponsor

(5)

MOTTO

Sebuah pertanyaan “Kapan Lulus?”

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 17 Januari 2019 Penulis

(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Clara Dian Ayu Puspatantri

NIM : 131424002

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

EKSPLORASI TARI PENDET SEBAGAI MEDIA BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS BUDAYA

Dengan demikian, saya memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pengkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin kepada saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 17 Januari 2019

Yang menyatakan

(8)

ABSTRAK

EKSPLORASI TARI PENDET SEBAGAI MEDIA BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS BUDAYA

Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta 2018 Clara Dian Ayu Puspatantri

131424002

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gerak agem kanan dalam tari Pendet yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran sains dan mendesain model pembelajaran sains yang melibatkan budaya Bali.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di Komunitas Tari Bali Sekar Jepun Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada Januari – Mei 2018. Subyek penelitian adalah 1 pelatih tari yang merupakan penduduk asli Bali dan 1 penari tari Pendet. Instrumen penelitian yang digunakan adalah observasi yang memberikan data berupa gambar dan wawancara untuk mengetahui tentang tari Pendet dan gerakan–gerakannya. Hasil observasi dan wawancara selanjutnya dianalisis untuk mengidentifikasi besaran–besaran fisis yang terdapat tari Pendet.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) gerak agem kanan dalam tari Pendet memiliki relevansi terhadap konsep kesetimbangan benda tegar dan momen gaya pada pembelajaran fisika serta (2) dapat dirancang model pembelajaran sains berbasis budaya lokal pada kasus tari Pendet.

(9)

ABSTRACT

TARI PENDET EXPLORATION AS LEARNING MEDIA ON CULTURAL BASED PHYSICS LEARNING

Undergraduate Thesis. Physics Education Study Program, Mathematics and Science Department, Teacher and Education Science Faculty, Sanata Dharma

University, Yogyakarta 2018

Clara Dian Ayu Puspatantri 131424002

This research aims to identify agem kanan motion on tari Pendet which can be integrated on science learning and designing science learning model that involve Balinese culture.

It’s a descriptive qualitative research which held at Tari Bali Sekar Jepun Community of Sanata Dharma University Yogyakarta during January – May 2018. Subject of this research is 1 dance instructor whom a real Balinese resident and 1 tari Pendet dancer. Research instrument that being used is observation, which gives data in the form of pictures and also interview in order to understand tari Pendet and its motions. Observation and interview results then analyzed to identify physical unit that discovered on tari Pendet.

Results of the research shows that (1) agem kanan motion on tari Pendet has relevance towards rigid body equilibrium concept and moment of force on Physics learning (2) can be designed science learning model based on local culture on tari Pendet case.

(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun proposal skripsi dengan judul “EKSPLORASI TARI PENDET SEBAGAI MEDIA BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS BUDAYA”

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan berkat bimbingan dan dukungan dari beberapa pihak yang berperan penting dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.

2. Ibu Ni Kadek Rai Dewi Astini yang bersedia sebagai narasumber saya dan Mam Ni Luh Putu Rosiandani yang telah mengijinkan saya melakukan penelitian di Komunitas Tari Bali Sekar Jepun.

3. Bapak Dr. Ign. Edi Santosa, M.S. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika dan Bapak Drs. Tarsisius Sarkim, M. Ed., Ph. D. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

(11)

5. Keluargaku tercinta papa DM. Daroji, mama Benidita Suardini, AMd. Kep., kembaranku Agnes Diah Ayu Pusparini, AMd. Kep., Nyoman Ludowika, Wayan Servasius, dan Eugenius Ragil yang selalu memberikan dukungan dana dan doa dalam penyelesaian kuliah dan skripsi ini.

6. Ansi Udak, Meldi Danus dan Reza Luthfan yang tidak pernah lelah menemani dan menanti skripsi ini terselesaikan, memberikan motivasi, semangat dan dukungan kepada penulis.

7. Teman-teman pendidikan fisika angkatan 2013 yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.

8. Serta semua pihak yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari jika dalam penulisan skripsi ini memiliki beberapa kesalahan atau kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang berguna membangun skripsi ini. semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 17 Januari 2019

(12)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... .... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

(13)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Budaya dan Sains ... 7

1. Pengertian Budaya ... 7

2. Pengertian Sains ... 7

B. Hakikat Pembelajaran Kontekstual ... 9

1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual ... 9

2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual ... 10

C. Pembelajaran Berbasis Budaya ... 13

1. Belajar dengan budaya ... 13

2. Belajar melalui budaya ... 14

D. Media Pembelajaran ... 16

E. Tari Pendet dan Gerak Agem Kanan ... 18

1. Pengertian dan Makna Tari Pendet ... 18

2. Istilah–Istilah dalam Gerakan Tari Pendet ... 18

3. Agem Kanan ... 19

1. Pengumpulan Informasi Tentang Budaya Bali ... 25

2. Memilih Informasi yang Relevan Terhadap Pembelajaran Sains .... 26

3. Identifikasi Tari Pendet dalam Segala Aspek Terhadap Konsep–Konsep Sains yang Relevan ... 26

4. Perumusan Hasil Kajian ... 26

C. Sampel Penelitian ... 27

D. Waktu Penelitian ... 27

E. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 28

(14)

F. Metode Analisis Data ... 30

1. Analisis informasi dari studi literatur sebagai sumber acuan penulis 30 2. Analisis hasil wawancara dari penari dan pelatih tari Pendet untuk mengetahui budaya lokal ... 30

3. Analisis hasil observasi dari mengamati latihan tari Bali di Komunitas Tari Bali Sekar Jepun Yogyakarta untuk mengetahui besaran–besaran fisis yang terkandung dalam budaya tari Pendet ... 31

4. Proses triangulasi data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian ... 33

B. Gambaran Masyarakat Bali Tentang Tari Pendet... 34

C. Analisis Data dan Pembahasan ... 38

1. Posisi agem kanan dalam tari Pendet ... 39

2. Diagram gerak agem kanan dalam budaya tari Pendet ... 41

3. Hubungan antara gerak agem kanan dan konsep fisika ... 45

4. Skenario pembelajaran berbasis budaya local ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 54

B. Keterbatasan Penelitian ... 54

Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Identifikasi besaran–besaran fisika dalam tari Pendet ... 30

(16)

DAFTAR BAGAN

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sebuah benda mengalami gaya di titik P tetapi torsinya bekerja di titik o ... 22

Gambar 4.1 Data pusat gravitasi tiap segmen tubuh tampak samping pada saat (a) berdiri tegak dan (b) membungkuk ... 38

Gambar 4.2 Diagram gaya dalam gerak dasar tapak sirang pada ... 38

Gambar 4.3 Diagram geraak dasar tapak sirang pada kemudian mendak ... 39

Gambar 4.4 Posisi agem kanan dikombinasikan dengan mendak (a) tampak depan dan (b) tampak samping ... 40

Gambar 4.5 Diagram pada posisi agem kanan dalam tari Pendet (a) tampak depan dan (b) tampak samping ... 41

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Contoh Skenario Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal .... 54

Lampiran 2 Hasil Data Wawancara dengan Masyarakat ... 60

(19)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia tidak terlepas dari budaya yang hidup, tumbuh dan berkembang di sekitar alam dan lingkungannya. Manusia mempunyai tuntutan kebutuhan hidup yang ditempuh dengan mencurahkan akal dan budinya untuk menciptakan kebudayaan dan hidup dalam dunia berbudaya. Sebagai konsekuensinya, manusia harus dilengkapi dengan nilai-nilai atau norma-norma kebudayaan yang wajib disampaikan dalam pendidikan. Berdasarkan hal tersebut, pendidikan merupakan suatu hal yang penting untuk dijadikan sarana penyampaian nilai dan norma kebudayaan kepada generasi selanjutnya. Pendidikan membuat anak–anak diangkat ke dalam masyarakat yang berbudaya juga.

Pendidikan berfungsi memberdayakan potensi manusia untuk mewariskan, mengembangkan serta membangun kebudayaan dan peradaban masa depan. Pendidikan berfungsi untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang positif dan menciptakan perubahan ke arah kehidupan yang lebih inovatif. Berdasarkan hal tersebut, pendidikan dapat dikatakan memiliki fungsi kembar (Budhisantoso, 1992; Pelly, 1992 dalam Suastra, 2010). Hal inilah yang menyebabkan sistem pendidikan asli di suatu daerah memiliki peran penting dalam perkembangan pendidikan dan kebudayaan.

(20)

terdapat mata pelajaran khusus mengenai budaya seperti mata pelajaran seni budaya, seni musik, seni tari, seni lukis, kesenian dan kerajinan tangan, dan beberapa pelajaran tentang budaya lainnya. Sebagian besar pelajaran-pelajaran tersebut hanya sebagai tambahan pengetahuan seputar budaya daerah dan nusantara sehingga sangat jarang diintegrasikan terhadap mata pelajaran lain karena dianggap tidak saling berhubungan.

Pembelajaran sains khususnya pelajaran fisika di sekolah sebagian besar hanya mengacu pada buku teks pegangan siswa dan guru. Buku-buku yang dipakai telah memuat konsep–konsep, fakta, prinsip/hukum, teori dan rumus-rumus serta beberapa contoh aplikasinya unntuk tiap-tiap bab yang dipelajari. Contoh-contoh yang termuat dalam buku teks cenderung mengadopsi pembelajaran budaya Barat yang sebagian tidak dikenal oleh anak-anak Indonesia khususnya yang berada di daerah-daerah tertentu yang masih mengandalkan alam. Mereka akan merasa asing dengan pelajaran fisika beserta dengan contoh–contoh yang termuat di dalam buku. Hal ini dapat menyebabkan pelajaran menjadi kurang bermakna bagi kehidupan sosial–budaya mereka.

(21)

kondisi siswa sehingga mereka mendapatkan pengetahuan dan inovasi melalui pendidikan dan kebudayaan.

Pelestarian budaya diperkenalkan kepada anak–anak Indonesia melalui pendidikan nonformal seperti orang tua, tokoh masyarakat dan lingkungan di mana mereka tinggal, serta pembelajaran budaya dalam mata pelajaran di sekolah sebagai pendidikan formal. Budaya bukan hanya sebagai koleksi daerah atau negara semata. Budaya adalah warisan yang harus dijaga dan diperkenalkan kepada semua generasi. Melestarikan budaya itu juga bukan hanya dimaknai sebagai warisan. Makna lain yang terkandung di dalamnya adalah pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar sehingga kebudayaan dapat dilihat tidak hanya dari pemanfaatan di bidang pariwisata dan seni namun dapat diintegrasikan dan dimanfaatkan pula dalam bidang pendidikan.

Integrasi budaya dalam aspek pendidikan telah dikaji oleh beberapa peneliti. Sebagai contohnya Setiawan (2008) menggunakan pengetahuan budaya Jawa dalam kehidupan sehari–hari dalam pengembangan desain pembelajaran IPA pada jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) di Yogyakarta. Enita (2013) mengintegrasikan pengetahuan masyarakat Dayak mengenai perubahan fase–fase bulan ke dalam pembelajaran fisika kelas VII. Penelitian terbaru dari Gea (2017) mengambil kebudayaan lompat batu dari Nias dan mendapatkan pengintegrasian dalam bahasan gerak parabola untuk pembelajaran sains di sekolah menengah.

(22)

(2012) mengembangkan aplikasi untuk mengenali gerak dari setiap gerakan– gerakan dalam dari penari tari Pendet. Kemudian pada tahun 2015, Heryadi Yaya dan kawan–kawan membuat pembaharuan metode dalam penelitian mereka menggunakan metode pengenal gerak dan skoring dengan klasifikasi dua lapis pada bidang acak dan mendapatkan hasil lebih baik dari penelitian sebelumnya.

Berdasarkan hal di atas, peneliti menyadari perlunya mengintegrasikan tari Pendet sebagai budaya lokal masyarakat Bali ke dalam pembelajaran sains untuk membantu siswa menyadari bahwa belajar sains bukan hanya dipelajari dari buku teks yang mengadopsi budaya Barat. Tari Pendet khususnya untuk gerak agem kanan diangkat sebagai topik penelitian yang diintegrasikan dalam konsep kesetimbangan dan momen gaya yang bertujuan untuk mengembangkan sains berbasis budaya lokal di sekolah– sekolah di Bali dan daerah–daerah transmigran Bali seperti Kabupaten Parigi Moutong di Sulawesi Tengah dan Lampung menggunakan budaya yang sudah ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Sejauh mana gerak tapak sirang pada, mendak, agem dan agem kanan dalam tari Pendet memiliki relevansi dengan konsep kesetimbangan dan momen gaya?

(23)

C. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi gerak tapak sirang pada, mendak, agem dan agem kanan dalam tari Pendet yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran sains. 2. Mendesain model pembelajaran sains yang melibatkan tari Pendet. D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi guru dan calon guru

a. Dapat memperoleh wawasan untuk memperbaiki, meningkatkan, dan mengembangkan kualitas pembelajaran sains dengan memperhatikan lingkungan sosial-budaya anak. Pelatih tari Bali juga memperoleh pengetahuan sains dalam tari Bali untuk meneruskan, meningkatkan, dan mengembangkan latihan tari Bali.

b. Menyediakan alternatif pembelajaran sains dengan memperhatikan aspek budaya dan mengintegrasikannya dalam pembelajaran sains dan sebaliknya menyediakan pula alternatif latihan tari Bali dengan memperhatikan konsep fisika yang terkandung di dalamnya.

(24)

2. Bagi siswa

a. Siswa dapat belajar sains, baik dari adopsi budaya Barat maupun budaya lokal/lingkungan siswa sendiri.

b. Siswa akan lebih menghargai budaya lokalnya sendiri dan mengembangkan pengetahuan lokal.

3. Bagi peneliti

a. Dapat mendorong peneliti untuk melaksanakan penelitian sains berbasis budaya lokal yang lain atau di daerah yang berbeda sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan memperkenalkan budaya lokal di daerah sendiri atau di daerah lain.

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Budaya dan Sains 1. Pengertian Budaya

Istilah budaya berasal dari bahasa Sansekerta, buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi. Kata ini sering diucapkan dalam bahasa Indonesia budi, yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Sementara itu, istilah budaya jika diambil dari bahasa Inggris culture berasal dari bahasa Latin cultura dari kata dasar colere yang artinya mengolah atau mengerjakan (to cultivate).

Menurut Santrock (2014), budaya mengacu pada pola perilaku, keyakinan, dan semua produk lain dari sekelompok orang tertentu yang diwariskan dari generasi ke generasi. Produk ini hasil interaksi antara kelompok orang dan lingkungan mereka selama bertahun-tahun.

Spranger (dalam Suriasumantri, 2017: 471) mengidentifikasikan enam nilai dasar dalam kebudayaan yakni nilai teori, ekonomi, estetika, sosial, politik dan agama. Setiap kebudayaan mempunyai skala hirarki mengenai mana yang lebih penting dan mana yang kurang penting dari nilai-nilai tersebut dari setiap kategori.

2. Pengertian Sains

Sains merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin “Scientia” artinya

“tahu” atau mengetahui. John Woodbum dan E. O. Obourn (dalam Isabel

(26)

untuk mencari penjelasan bahkan meningkatkan akurasi, peristiwa dan kenyataan yang terjadi atau hidup dalam lingkungan alam kita. Walaupun pengertian sains tersebut adalah mengetahui, pada akhirnya sains itu sendiri tidak sekedar hanya untuk mengetahui. Menurut pandangan antropologi budaya, kebudayaan dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan yang berkembang di masyarakat. Dari hal tersebut pembelajaran sains dapat dianggap sebagai transmisi budaya.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa sains merupakan bagian dari budaya, yaitu pada sistem pengetahuan yang dimiliki manusia melalui proses belajar. Proses belajar itu sendiri merupakan proses pembudayaan yang tidak dapat dipisahkan dari aksi dan interaksi. Hal ini dikarenakan persepsi dan aktivitas berjalan seiring secara dialogis.

(27)

B. Hakikat Pembelajaran Kontekstual 1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Menurut Elaine B. Johnson (2010: 14),

“contextual Teaching and Learning adalah sebuah sistem belajar yang

didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila

mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan

mereka menangkap makna-makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka

bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang

sudah mereka miliki sebelumnya.”

Blancard (2001: 1), Berns dan Erickson (2001: 2) dalam Komalasari (2010: 6) mengemukakan bahwa:

“ Contextual teaching and learning is a conception of teaching and learning

that helps teachers relate subject matter content to real world situations;

and motivates students to make connections between knowledge and its

aplications to their lives as family members, citizens, and workers and

engage in the hard work that learning requires.”

(28)

2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik khusus yang membedakannya dengan pendekatan pendidikan lain. Elaine B. Johnson (2010: 65–66) mengidentifikasi ada delapan komponen yang menjadi karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu: (1) membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, (2) melakukan pekerjaan yang berarti, (3) melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, (4) bekerja sama, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) membangun individu untuk tumbuh dan berkembang, (7) mencapai standar yang tinggi, dan (8) menggunakan penilaian autentik.

Sounders (1995: 5–10) dalam Komalasari (2010: 8–10) menjelaskan bahwa pembelajaran difokuskan pada REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transfering) yang diuraikan sebagai berikut;

a. Relating (keterkaitan, relevansi)

(29)

b. Experiencing (pengalaman langsung)

Dalam proses pembelajaran, siswa perlu mendapatkan pengalaman langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery), inventori, investigasi, penelitian, dan sebagainya. Experiencing dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual, proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif. Untuk mendorong daya tarik dan motivasi maka diperlukan penggunaan strategi pembelajaran dan media seperti audio, video, membaca dan menelaah buku teks, dan sebagainya.

c. Applying (aplikasi)

Menerapkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih sekedar hafal. Kemampuan siswa untuk menerapkanmateri yang telah dipelajari untuk diterapkan atau digunakan pada situasi lain yang berbeda merupakan penggunaan (use) fakta konsep, prinsip atau prosedur atau “pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk

menggunakan (use)” (Reigeluth dan Merril, 1987: 7 dalam Komalasari, 2010: 9).

(30)

kontekstual, penerapan ini lebih banyak diarahkan pada dunia kerja. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, pengenalan dunia kerja ini dilaksanakan dengan menggunakan buku teks, video, laboratorium, dan bila memungkinkan ditindaklanjuti dengan memberikan pengalaman langsung melalui kegiatan karyawisata, praktik kerja lapangan, magang, dan sebagainya.

d. Cooperating (kerja sama)

Kerja sama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antarsesama siswa, antarsiswa dengan guru, antarsiswa dengan narasumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa belajar menguasai materi pembelajaran, tetapi juga sekaligus memberikan wawasan pada dunia nyata bahwa untuk menyelesaikan suatu tugas akan lebih berhasil jika dilakukan secara bersama-sama atau kerja sama dalam bentuk tim. e. Transfering (alih pengetahuan)

(31)

masalah-masalah baru merupakan strategi kognitif (Gagne, 1988: 19 dalam Komalasari, 2010: 10) atau “pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menemukan (finding)” (Reigeluth dan Merril, 1987: 17 dalam

Komalasari 2011: 10).

C. Pembelajaran Berbasis Budaya

Pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengitegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran (Suprayekti dkk, 2008: 4.12 dalam Wihelmina, 2017: 13). Pembelajaran berbasis budaya dilandaskan pada pengakuan terhadap budaya sebagai bagian yang fundamental (mendasar dan penting) bagi pendidikan, ekspresi dan komunikasi suatu gagasan dan perkembangan pengetahuan.

Pembelajaran berbasis budaya dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu belajar tentang budaya, belajar dengan budaya, dan belajar melalui budaya. Pada topik ini dibahas integrasi budaya dalam pembelajaran sains sehingga pembahasan hanya difokuskan pada masalah belajar dengan budaya dan belajar melalui budaya.

1. Belajar dengan budaya

(32)

pembelajaran dalam proses belajar menciptakan kondisi di mana siswa mempelajari konteks dari contoh–contoh konsep atau prinsip dalam suatu mata pelajaran menjadi konteks penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu pelajaran.

2. Belajar melalui budaya

Belajar melalui budaya merupakan metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna yang diciptakannya dalam suatu mata pelajaran melalui ragam perwujudan budaya. Belajar melalui budaya juga merupakan salah satu bentuk multiple representation of learning assesment atau bentuk penilaian pemahaman

dalam ragam bentuk. Melalui metode ini memungkinkan siswa untuk memperlihatkan kedalaman pemikirannya, penjiwaannya terhadap konsep atau prinsip yang dipelajari dalam suatu mata pelajaran, serta imajinasi kreatifnya dalam mengekspresikan pemahamannya. Belajar melalui budaya dapat dilakukan di sekolah dasar, sekolah menengah atau perguruan tinggi serta dalam mata pelajaran apapun.

Dalam pengertian yang seluas–luasnya pendidikan dapat dipandang sebagai pengalihan kebudayaan, yakni pemindahan nilai–nilai dan berbagai pengetahuan yang terkumpul dalam sesuatu masyarakat dari generasi yang terdahulu kepada generasi berikutnya. Sains dalam zaman modern ini tumbuh dan berkembang di negara–negara Barat dengan latar belakang kebudayaan Barat. Tetapi, negara–negara sedang berkembang pada umumnya, termasuk

(33)

negara–negara sedang berkembang dan tidak dengan sendirinya berkembang dalam masyarakat. Dengan demikian, pendidikan sains di Indonesia mempunyai peranan utama yang sangat penting untuk menumbuhkan dan membina suatu kebudayaan ilmiah (The Liang Gie, 1992: 21-29).

Pembelajaran berbasis budaya merupakan salah satu cara yang dipersepsikan menjadi dua makna. Pertama, menjadikan pembelajaran bermakna dan kontekstual yang sangat terkait dengan komunitas budaya, di mana suatu bidang ilmu dipelajari dan akan diterapkan nantinya di dalam komunitas budaya dari mana Anda berasal. Kedua, menjadikan pembelajaran menarik dan menyenangkan. Maksudnya ialah menciptakan kondisi belajar yang memungkinkan terjadinya penciptaan makna secara kontekstual berdasarkan pada pengalaman awal Anda sebagai anggota suatu masyarakat yang berbudaya serta merupakan salah satu prinsip dasar dari teori konstruktivisme.

(34)

memberikan makna baru dari pengalaman–pengalaman yang telah mereka miliki (Martini Jamalis, 2013: 151–153).

D. Media Pembelajaran

Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadirman, 1993 dalam Cecep Kustandi & Bambang Sutjipto, 2013: 7). Dijelaskan pula oleh Raharjo (1989) dalam Cecep Kustandi & Bambang Sutjipto (2013: 7) bahwa media adalah wadah dari pesan yang oleh sumbernya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut.

Pembelajaran merupakan usaha–usaha yang terencana dalam

memanipulasi sumber–sumber belajar agar proses belajar terjadi dalam diri siswa. Hal inilah yang dilakukan oleh guru atau tenaga kependidikan secara sadar untuk membantu peserta didik mendapatkan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka. Proses pembelajaran mengandung lima komponen, yaitu komunikasi, guru (komunikator), bahan pembelajaran, siswa (komunikan) dan tujuan pembelajaran. Berdasarkan pengertian–pengertian tersebut, media pembelajaran adalah alat yang membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan (bahan pembelajaran) yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik.

(35)

1. Wakil guru dalam menyampaikan informasi secara lebih teliti, jelas dan menarik;

2. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis;

3. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indera; 4. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid

dan sumber belajar;

5. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestiknya;

6. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama.

Selain itu, Kemp dan Dayton (1985) dalam Cecep Kustandi & Bambang Sutjipto (2013: 21) menjabarkan kontribusi media pembelajaran sebagai berikut.

1. Penyampaian pelajaran tidak kaku. 2. Pembelajaran bisa lebih menarik.

3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar.

4. Lama waktu pembelajaran yang diperlukan dipersingkat. 5. Kualitas belajar dapat ditingkatkan.

(36)

7. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan.

8. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif. E. Tari Pendet dan Gerak Agem Kanan

1. Pengertian dan Makna Tari Pendet

Menurut Kusmayati dkk (2003) dalam Siluh Made A. dan Usrek T. U. (2007: 170)

“Pada jaman dahulu tari Pendet merupakan tarian Pura yang fungsinya untuk

memuja para dewa–dewi yang berdiam di Pura selama upacara odalan

berlangsung.”

Tari Pendet merupakan perkembangan dari memendet yaitu suatu perilaku manusia ketika ngaturang ayah atau mempersembahkan kemampuan yang mereka miliki ketika berada di pura dalam pelaksanaan upacara keagamaan (bebali). Tari Pendet yang sudah dikembangkan dan diperbaiki selama beberapa masa kini dipergunakan juga untuk pariwisata, khususnya di daerah Bali.

Tari Pendet biasanya ditarikan oleh para gadis atau putri-putri remaja baik itu secara kelompok kecil, kelompok besar, maupun secara masal yang menggunakan properti berupa bokor dan ada juntaian daun janur yang disebut dengan sampiyan. Di atas sampiyan diisi dengan bunga tabur.

2. Istilah–Istilah dalam Gerakan Tari Pendet

(37)

a. Agem adalah sikap pokok yang mengandung maksud tertentu yaitu suatu gerak pokok yang tidak berubah-ubah dari suatu sikap pokok ke sikap pokok yang lain.

b. Tandang adalah cara memindahkan gerakan kaki dari suatu gerakan pokok ke gerakan pokok lain sehingga menjadi suatu rangkaian gerak yang saling berhubungan.

c. Tangkis adalah perkembangan gerakan tangan penari sehingga menjadi rangkaian yang selaras dalam suatu tarian.

d. Tangkep adalah mimik yang memancarkan penjiwaan tari yaitu suatu ekspresi yang timbul melalui cahaya muka.

3. Agem Kanan

Seperti yang telah dijelaskan bahwa agem adalah suatu sikap pokok dalam menari Bali. Gerak agem meliputi agem kanan dan kiri, tapak sirang pada, nuding, nabdab gelung dan nabdab gelung kana. Tulisan kali ini akan

lebih memfokuskan penjelasan mengenai gerak agem kanan sebagai suatu media pembelajaran untuk menjelaskan suatu konsep fisika.

Agem kanan adalah sikap dasar bagaimana penari memahami sikap

tubuh. Sikap tubuh yang pertama, tubuh itu harus merendah atau disebut dengan mendak. Kemudian mendorong tubuh ke depan atau disebut dengan ngeed (di Jawa dikenal dengan mayuk). Cengked yaitu gerak menarik tulang

(38)

Posisi kaki kanan diagonal terhadap kaki kiri di mana kaki kiri berada di depan kaki kanan atau membentuk huruf “V”. Jarak antara kaki kanan

yang posisinya diagonal dengan posisi kaki kiri kira–kira satu genggaman

tangan. Kemudian jari kaki kanan dan kiri nyelekenting yaitu jari–jari dinaikan ke atas dan dibuat melengkung ke belakang.

Pada mulanya berat badan diletakkan pada bagian tengah tubuh penari. Ketika penari mendak artinya dia tidak sengaja meletakkan berat badan pada bagian tubuh kanan. Untuk mendapatkan posisi seimbang maka pinggul sedikit didorong ke kiri dan pinggang ke kanan.

Posisi tangan kiri sirang susu yaitu posisi tangan berada di samping dada. Posisi ibu jari ditekuk ke belakang kemudian empat jari lainnya melengkung ke belakang dan digetarkan yang disebut dengan jeriring. Posisi tangan kanan sepat pala yaitu posisi tangan kanan sejajar bahu kemudian lengan bawah ditekuk ke depan membentuk sudut siku–siku dengan lengan atas. Posisi jari–jari pada tangan kanan sama seperti tangan

kiri. Posisi kepala direbahkan ke kanan kemudian mata dibuka lebar tanpa berkedip dan difokus untuk menatap ke depan.

F. Kesetimbangan Benda Tegar

Tipler (1998) menyatakan bahwa kesetimbangan benda tegar adalah kondisi benda dengan gaya resultan dan momen gaya resultan sama dengan nol pada benda yang diam (statis) atau benda yang bergerak lurus (dinamis). Pada pokok bahasan Hukum–hukum Newton telah dijelaskan bagaimana sebuah

(39)

adalah nol. Pada kondisi ini, partikel tidak dipercepat, dan jika kecepatan awalnya nol, maka partikel tetap diam. Karena percepatan pusat massa sebuah benda sama dengan gaya neto yang bekerja pada benda dibagi dengan massa total benda, maka syarat ini juga berlaku untuk benda tegar yang berada pada kesetimbangan. Namun, walaupun pusat massa sebuah benda diam, benda dapat berputar. Jadi, syarat lain yang diperlukan adalah torsi neto terhadap pusat massa sama dengan nol. Jika pusat massa sebuah benda diam dan tidak ada rotasi mengelilinginya, maka tidak akan ada rotasi yang mengelilingi titik mana pun. Jadi, agar kesetimbangan statik terjadi, torsi neto yang bekerja pada sebuah benda harus sama dengan nol terhadap setiap titik.

Kesimpulannya, ada dua syarat yang diperlukan agar benda tegar berada dalam kesetimbangan statik, yaitu;

1. Gaya eksternal yang bekerja pada benda sama dengan nol:

𝑭𝒏𝒆𝒕𝒐 = 0

( 1 )

2. Torsi eksternal neto terhadap setiap titik harus sama dengan nol:

𝝉𝒏𝒆𝒕𝒐 = 0 ( 2 )

G. Momen Gaya

(40)

nol, maka gerak putar itu mempunyai percepatan sudut yang tidak nol. Jika torsi resultan pada benda bersifat nol, maka benda tersebut dalam

kesetimbangan rotasi. Selain itu, benda disebut dalam kesetimbangan translasi

bila gaya resultannya nol.

Jika benda bermassa m berada di posisi r (yaitu di titik P) relatif terhadap titik asal koordinat (o), dan di titik P bekerja gaya F ( gambar 2.1 ), maka torsi yang bekerja pada benda terhadap o didefenisikan sebagai :

𝝉 = 𝒓 × 𝑭 ( 3 )

Gambar 2.1 Sebuah benda mengalami gaya di titik P tetapi torsinya bekerja terhadap titik o.

Torsi adalah besaran vektor. Besarnya diberikan oleh :

𝜏 = 𝑟𝐹 sin 𝜃 ( 4 )

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif yaitu dengan menggunakan studi dokumentasi, observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan kepada penari dan pelatih Tari Bali di Komunitas Sekar Jepun yang berdomisili di Yogyakarta. Observasi dilakukan peneliti untuk membuat rekaman video serta pengambilan gambar tari Pendet. B. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap yang dapat diperhatikan pada bagan berikut ini:

Menganalisis Besaran-Besaran dalam Tari Pendet

Perumusan Hasil Kajian

Pengumpulan Informasi Tentang Budaya Bali

(42)

Adapun penjelasan tahap–tahap pada penelitian ini adalah :

1. Pengumpulan Informasi Tentang Budaya Bali

Pengumpulan informasi tentang budaya Bali menggunakan tiga cara, yaitu studi literatur, observasi dan wawancara. Literatur sangat berperan penting dalam menemukan informasi yang dibutuhkan dalam suatu penelitian. Maka dari itu peneliti mencari literatur yang menggambarkan budaya Bali secara umum dan mengenai tari Pendet secara khusus. Literatur digunakan sebagai referensi untuk melakukan mengetahui kehidupan masyarakat berbudaya di Bali.

Pengumpulan informasi menggunakan metode wawancara dilakukan kepada masyarakat suku Bali sebagai narasumber yang mengenal budaya Bali. Narasumber yang dipilih adalah penduduk asli Bali yang berdomisili di Yogyakarta. Informasi yang didapat oleh peneliti adalah informasi mengenai aspek budaya lokal (budaya Bali) yang ada pada masyarakat di mana mereka berasal serta kaitannya dengan pengetahuan lokal. Wawancara dengan warga diperlukan untuk mendapatkan data tentang pengetahuan lokal yang ada dan berkembang di lingkungan masyarakat tersebut.

(43)

2. Memilih Informasi yang Relevan Terhadap Pembelajaran Sains

Tari Pendet merupakan salah satu budaya lokal yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Bali dan kini juga banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang pariwisata di Bali. Melalui metode pengumpulan informasi di atas, peneliti akan mendapatkan data dari berbagai sumber tertulis maupun hasil wawancara bersama informan. Hasil wawancara kemudian diolah guna mengetahui budaya lokal yang ada di masyarakat. Selanjutnya peneliti memilih data yang relevan terhadap konsep sains. Peneliti melakukan observasi pada salah satu sanggar/komunitas tari Bali di Yogyakarta untuk mendapatkan data berupa video dan foto mengenai tari Pendet yang dapat digunakan sebagai informasi tentang tari Pendet.

3. Identifikasi Tari Pendet dalam Segala Aspek Terhadap Konsep–Konsep Sains yang Relevan

Pada langkah ini akan diidentifikasi konsep–konsep sains yang relevan dari pengetahuan lokal dalam tari Pendet sebagai budaya lokal masyarakat Bali. Pengetahuan ini meliputi beberapa besaran fisika yang dapat dijadikan sebagai fokus kajian dalam penelitian ini dari perspektif penari dan pelatih tari Pendet.

4. Perumusan Hasil kajian

(44)

mengarahkan pengembangan media berbasis budaya lokal sebagai media pembelajaran sains di sekolah.

C. Sampel Penelitian

Tari Pendet digunakan sebagai objek dalam penelitian ini. Sampel pada penelitian ini adalah 3 responden penduduk asli Bali, 1 responden penari Bali, 2 buah video tari Pendet dan gambar gerakan Agem dalam tari Pendet. Dua responden utama adalah 1 penari Bali (bukan penduduk asli Bali) dan 1 pelatih tari Bali (penduduk asli Bali) yang tergabung dalam Komunitas Tari Bali Sekar Jepun Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dua responden lainnya adalah mahasiswa jurusan S1 Psikologi Universitas Sanata Dhama Yogyakarta yang merupakan orang asli Bali.

D. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada Januari – Mei 2018 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dalam Komunitas Tari Bali Sekar Jepun.

E. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan dua cara, yaitu metode observasi dan wawancara.

1. Metode Observasi

(45)

penari berlatih melakukan gerakan-gerakan dan bagaimana instruksi pelatih tari Bali memberikan bimbingan tari kepada penari dari awal sampai penari bisa melakukan gerakan-gerakan dasar tari dan memadukannya menjadi tari Pendet melalui alunan musik.

Observasi ini dilakukan di Komunitas Tari Bali Sekar Jepun yang merupakan sebuah wadah kegiatan pelatihan dan produksi pementasan tari Bali di bawah payung Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang beranggotakan mahasiswa, alumni, dosen dan karyawan Universitas Sanata Dharma. Pada observasi ini peneliti mengambil video latihan tari Pendet dan beberapa foto gerakan–gerakan yang dilakukan penari dan pelatih tari Pendet. Video dan foto akan digunakan sebagai bahan identifikasi budaya lokal yang potensial relevan dengan konsep–konsep sains.

2. Metode Wawancara

(46)

dari pra-sekolah sampai dewasa khususnya untuk anak-anak perempuan serta pengetahuan lokal yang ada di masyarakat Bali. Kemudian, dua narasumber khusus yang bergelut dalam bidang tari Bali (penari dan pelatih tari Bali) memberikan informasi mengenai makna dan gerakan-gerakan yang terdapat dalam tari Pendet.

Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara bebas. Pertanyaan–pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan informasi-informasi yang sesuai dengan aspek budaya Bali dan kaitannya dengan pengetahuan lokal di mana mereka tinggal. Pertanyaan wawancara dapat dikembangkan saat wawancara untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak sesuai dengan topik penelitian.

F. Metode Analisis Data

1. Analisis informasi dari studi literatur sebagai sumber acuan penulisan a. Mencari beberapa informasi dari kumpulan Tugas Akhir mahasiswa

prodi Pendidikan Fisika mengenai budaya lokal yang telah diteliti dan dapat diintegrasikan dalam pembelajaran sains di sekolah

b. Mendapatkan beberapa referensi yang dapat dijadikan acuan penulisan Tugas Akhir peneliti mengenai pemahaman pemanfaatan budaya lokal dalam pendidikan

(47)

d. Dalam konteks bidang fisika peneliti menemukan jika tari Pendet relevan dengan beberapa konsep fisika melalui buku-buku fisika kedokteran dan fisika untuk sains dan teknologi

2. Analisis hasil wawancara dari penari dan pelatih Tari Pendet untuk mengetahui budaya lokal

a. Wawancara memberikan informasi tentang budaya lokal yang ada di daerah tempat pelatih tari berasal

b. Budaya lokal diidentifikasi dan dapat diintegrasikan dalam pembelajaran sains

c. Dari hasil identifikasi, dipilih budaya lokal yang berhubungan dengan konsep fisika yang dapat digunakan dalam penelitian terhadap perancangan media pembelajaran sains di sekolah

3. Analisis hasil observasi dari mengamati latihan tari Bali di Komunitas Tari Bali Sekar Jepun Yogyakarta untuk mengetahui besaran-besaran fisis yang terkandung dalam budaya Tari Pendet

a. Memilih salah satu tari Bali yaitu tari Pendet yang akan digunakan dalam penelitian

b. Membuat dokumentasi berupa video dan foto-foto gerakan-gerakan yang dilakukan penari dalam mempelajari tari Pendet

c. Memilih gerak agem kanan yang akan dianalisis sebagai integrasi pembelajaran sains berbasis budaya lokal

(48)

4. Berdasarkan proses triangulasi data melalui studi literatur, wawancara dan observasi, identifikasi besaran–besaran fisika bertujuan untuk menge-tahui konsep fisika yang terdapat pada realitas latihan (lokal) yakni tari Pendet sebagai media pembelajaran sains berbasis budaya lokal pada pokok bahasan kesetimbangan benda tegar dan momen gaya. Hasil wawancara dikoding ke dalam beberapa tema yang berkaitan dengan konsep fisika yang dapat dilihat dalam tabel identifikasi di berikut ini.

Tabel 3.1 Identifikasi besaran–besaran fisika dalam tari Pendet Deskripsi Data Agem Kanan dalam

Tari Pendet

Konsep Fisika yang relevan Deskripsi gambar 1 dan kutipan

wawancara

Konsep fisika 1

Deskripsi gambar 2 dan kutipan wawancara

Konsep fisika 2

Deskripsi gambar 3 dan kutikan wawancara

Konsep fisika 3

(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara kepada masyarakat dan observasi di Komunitas Tari Bali Sekar Jepun. Wawancara kepada masyarakat Bali yang berdomisili di Yogyakarta dilaksanakan mulai tanggal 12 Januari–23 Februari 2018 di kampus III Paingan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan di Sanggar Saraswati Bantul. Wawancara dilaksanakan kepada tiga orang suku Bali dan satu penari Bali bukan suku Bali. Tiga orang suku Bali yang diwawancarai yaitu dua orang mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan satu orang pelatih tari Bali yang bedomisili di Yogyakarta.

(50)

B. Gambaran Masyarakat Bali Tentang Tari Pendet

Pendet merupakan tari sajian untuk para leluhur (Bhatara dan Bhatari). Tari ini dipentaskan di halaman pura, menghadap ke sebuah

pelinggih, di mana Bhatara dan Bhatari itu bersemayam. Pendet dilakukan

oleh para wanita dengan memakai pakaian adat. Para penari membawa bokor yang berisi canang sari, bunga–bunga dan kewangen. Sebagian diantara mereka juga membawa alat–alat upacara seperti: sangku, kendi dan pengasepan. Tari ini dilakukan secara massal dan dipimpin oleh seorang pemangku (pemimpin upacara) dengan membawa sebuah pengasepan atau alat

pedudusan yang penuh dengan asep menyan yang dibakar. Pada bagian akhir

dari tariannya, para penari meletakkan sajian-sajian, canang sari dan kewangean itu pada pelinggih dan ada juga yang menaburkan bunga kepada Bhatara–Bhatari sebagai suatu penghormatan. Tari ini diiringi dengan

gambelan gong (Bandem, 1982 : 143–144).

Tari Pendet diciptakan pada tahun 1950-an sebagai tari ritual mamendet, yaitu ritual dalam pemujaan kepada para leluhur. Pada tahun 1967,

(51)

Nyoman Djayus (1979) mengatakan bahwa dalam melakukan agem kanan, berat badan berada di kaki kanan dan kaki kiri di depan dengan jarak

satu kepalan tangan dan tubuh dimiringkan ke kanan. Lengan kanan lebih tinggi dari lengan kiri. Jari diluruskan dengan ibu jari menutup telapak tangan. Gerakan-gerakan yang dipelajari sebelum melakukan gerak agem kanan dalam tari Pendet yaitu:

1. Gerakan kaki

a. Tapak sirang pada merupakan gerak/posisi kaki membentuk sudut, posisi tubuh akan naik dan turun ini dilakukan terus menerus untuk mengendurkan otot–otot dalam melakukan gerakan tari jari–jari kaki diangkat.

b. Jinjit merupakan gerakan tumit diangkat dan diturunkan lagi untuk memperkuat daya tahan karena kaki harus string dalam setiap gerakan ketika memegang berat badan. Berjalan di tempat yang sama, kanan dan kiri diangkat secara bergantian dan dilakukan berulang–ulang untuk mengendurkan otot–otot kaki.

c. Nyeregseg merupakan gerakan kaki yang dilakukan secara cepat ke kiri dan ke kanan dengan posisi berjinjit.

d. Pilak adalah kedua tumit bertemu dengan ujung kaki dibuka, kaki kanan mengarah ke kanan dan kaki kiri mengarah ke kiri. Gerakan mendak atau mayuk tetap dilakukan sebagai sikap dasar karena posisi

(52)

2. Gerakan pinggang dan bahu

Pinggang bergeser ke kanan dan kiri sesuai dengan posisi agem tersebut. Jika untuk agem kanan pinggang bergeser ke kanan dan pada agem kiri pinggang bergeser ke kiri. Gerakan ini dilakukan berulang–ulang

sehingga posisi pinggang tidak berubah sesuai dengan agem tersebut. Ngeed: dada dicondongkan ke depan, tulang belikat ditarik ke belakang,

posisi tulang belakang melengkung ke depan. 3. Gerakan kepala

Kipekan: kepala bergerak ke kanan dan kiri, kepala tegak menghadap ke

depan. Jika agem kanan kepala akan bergerak ke kiri dan jika agem kiri kepala bergerak ke kanan.

4. Gerakan tangan

Jeriring: jari bergetar ringan ketika melakukan gerakan apapun. Jari

harus selalu digetarkan ringan untuk membuat tarian terlihat hidup dan tidak kaku.

Posisi lengan saat agem, lengan terentang ke samping dan ditekuk ke depan. Saat agem kanan, lengan kanan lebih tinggi dari dari lengan kiri dan saat agem kiri lengan kiri lebih tinggi dari lengan kanan.

5. Gerakan mata

Ndelik: membuka dan menutup mata untuk mengendurkan otot – otot mata.

(53)

tinju kecuali untuk jari telunjuk, mata melihat tangan kanan dan kemudian tangan kiri, dan seterusnya. Selanjutnya posisi tangan berganti, tangan kiri lurus ke kiri dan kanan lurus ke depan, pertama melihat ke kiri kemudian ke kanan. Gerakan ini dilakukan berulang – ulang.

Ngelier: menyipitkan salah satu mata. Jika ngelier ke kanan mata kiri

disipitkan, jika ngelier ke kiri mata kanan disipitkan.

C. Analisis Data dan Pembahasan

Tari Pendet adalah salah satu budaya dalam masyarakat Bali yang masih diwariskan kepada generasi masa kini. Tari ini pada awalnya berfungsi sebagai tari penyembahan kepada para dewa yang ditarikan di pura. Seiring berkembangnya kebudayaan dalam masyarakat, seniman–seniman Bali mulai menggubah tari Pendet menjadi tari pertunjukkan hiburan tanpa menghilangkan makna sakral dari tarian tersebut.

(54)

1. Posisi agem kanan dalam Tari Pendet

Gerak–gerak dasar yang dipelajari para penari tari Pendet adalah kembang pada, tapak sirang pada, mendak, ngeseh, piles, agem, agem

kanan, agem kiri, seledet. Gerak awal yang utama dipelajari oleh penari

adalah gerak tapak sirang pada yang dikombinasikan dengan gerakan mendak berulang–ulang untuk melatih otot–otot kaki.

Salah satu gerak pokok yang dipelajari dalam tari Pendet adalah gerak agem. Gerak agem dibagi menjadi dua, yaitu agem kanan dan agem kiri. Dalam penelitian ini, gerak agem kanan akan menjadi fokus analisis

yang berkaitan dengan konsep fisika untuk pembelajaran di sekolah menengah. Sebelum melakukan gerakan dasar dalam tari Bali, para penari harus mempelajari adeg–adeg atau aturan tentang agem yang benar seperti yang telah dituturkan oleh pelatih tari Bali;

“Penari Bali harus memiliki adeg–adeg atau aturan tentang agem

yang benar. Jadi mereka mengawali dengan sikap tarik. Proses ini membutuhkan waktu yang lama. Tapi sebelum agem itu ada sikap yang namanya tapak sirang pada dulu. Sebelum masuk ke agem harus mengajari dulu siswanya kembang pada yaitu posisi tegap ke depan.”

Kemudian cara berjalan juga dipelajari untuk memahami gerakan kaki yang harus dilakukan, kanan dan kiri :

(55)

Untuk melakukan gerak agem kanan, posisi tubuh penari tidak boleh dalam keadaan berdiri sempurna. Berbeda dengan penari Jawa, tubuh penari Bali itu cenderung melengkung. Tubuh harus merendah yang disebut dengan mendak atau dalam bahasa Jawa disebut mayuk. Posisi kaki diserong ke kanan dan berbentuk “V” untuk memperkuat pijakan sehingga penari dapat menjaga keseimbangan tubuh lebih lama. Jarak antartumit kaki kira–kira satu kepalan tangan. Meskipun kaki serong ke kanan, tubuh tetap mengarah ke depan dan tidak boleh membungkuk. Posisi tangan kanan berada sejajar mata di atas bahu disebut sepat pala dan tangan kiri sejajar dada yang disebut sirang susu.

2. Diagram Gerak Agem Kanan dalam budaya Tari Pendet

Melalui observasi dan wawancara, gerak agem kanan memiliki kaitan dengan konsep kesetimbangan benda tegar dan momen gaya dalam pelajaran fisika di sekolah menengah. Tubuh manusia mempunyai titik pusat massa gravitasi (center of gravitation on human body) dan titik berat pada setiap segmen–segmen tubuh pusat gravitasi tiap segmen tubuh

(56)

Gambar 4.1. Data pusat gravitasi tiap segmen tubuh tampak samping pada saat (a) berdiri tegak dan (b) membungkuk.

Gambar 4.2. Diagram gaya dalam gerak dasar tapak sirang pada

w

(57)

Gambar 4.3. Diagram gerak dasar tapak sirang pada kemudian mendak.

Pada gerak tapak sirang pada, penari memfokuskan pusat massa tubuh di bagian tengah dengan kedua kaki sebagai penopang berat badan. Dada dicondongkan ke depan, tulang belikat ditarik ke belakang untuk membuat kesan tegap dan optimis. Sikap ini dapat disebut sebagai gaya pelawan dari gaya. Telapak kaki sebagai penopang tubuh dibuat bentuk “V” untuk menjaga keseimbangan tubuh lebih lama dan tidak mudah jatuh.

Gerak mendak kemudian dilanjutkan untuk melatih otot–otot kaki supaya kaki tidak mudah lelah. Mendak yang dilakukan setiap penari bekerja berdasarkan diagram gerak mendak adalah :

F cos α (kiri) +

(58)

mempertimbangkan kenyamanan penari terutama yang memiliki riwayat penyakit peradangan persendian di bagian lutut.

(a) (b)

Gambar 4.4. Posisi agem dikombinasikan dengan mendak (a) tampak depan dan (b) tampak samping.

Pada gerak dasar agem, pusat massa tubuh penari masih dikonsentrasikan di tengah. Kemudian saat pelatih menginstruksikan gerak agem kanan, posisi kaki penari akan serong ke kanan dengan tidak merubah bentuk adeg–adeg-nya. Posisi tubuh menghadap ke depan

Fdorong pantat

N w

Fdorong F sin α F sin α

Fdorong F cos α F cos α α α

(59)

tinggi dari tangan kiri. Posisi pinggul yang awalnya ditengah pun berubah menjadi sedikit dinaikkan ke kiri. Dalam gerak agem maupun agem kanan penari harus dalam keadaan mendak. Keadaan ini secara tidak sengaja telah merubah posisi titik berat penari yang awalnya di tengan menjadi ke kanan. Maka dari itu dalam gerak agem kanan kaki kanan akan menjadi tumpuan berat badan penari.

Gambar 4.5. Diagram pada posisi agem kanan dalam tari Pendet w

Fdorong

pantat

Fdorong

(60)

3. Hubungan antara Gerak Agem Kanan dan Konsep Fisika

Berdasarkan kepercayaan masyarakat Bali tentang tari Pendet dan latihan tari Pendet yang dilakukan oleh para putri di Bali, dapat dianalisis konsep–konsep fisika yang terkandung dalam tari Pendet tersebut, yaitu

gerak kaki sebagai penopang, posisi tangan, keadaan tubuh dan penempatan titik berat yang sempurna difokuskan untuk membuat penari dalam keadaan seimbang dengan posisi melengkung indah sesuai instruksi pelatih sampai penari dapat melakukan gerak agem kanan tanpa mudah terjatuh. Berikut ini adalah konsep–konsep fisika yang terdapat dalam gerak agem kanan pada tari Pendet:

a. Pusat Massa atau Pusat Gravitasi Tubuh Manusia dan Daerah Stabilitas pada Telapak Kaki

J. F. Gabriel (2012: 16) menyatakan titik yang dipakai gaya gravitasi pada tubuh dikenal sebagai pusat gravitasi. Pusat gravitasi ini merupakan bagian dari pusat massa. Pada manusia yang berdiri tegak ketika dilihat dari belakang, pusat gravitasi berlokasi pada pelvis di depan bagian atas depan sacrum dan pada sekitar 58%

tinggi seseorang dari tanah (J. R. Cameron dkk, 2006: 61).

(61)

Gambar 4.6. (a) luas daerah stabil ketika kaki berada berdekatan dan (b) luas daerah stabil ketika kaki terpisah.

Mengawali adegadeg tentang agem yang benar sampai ke gerak agem kanan melalui proses gerak kembang pada, tapak sirang pada, mendak atau mayuk, serong ke kanan, posisi tangan sepat pala

dan sirang susu, posisi kepala dan pandangan mata dapat dilihat perubahan titik berat tubuh yang semula dikonsentrasikan di tengah sampai secara tidak sengaja diletakkan di bagian tubuh sebelah kanan dengan kaki kanan sebagai penopang berat badan.

Pada saat gerakan kembang pada, titik berat tubuh berada di tengah dan ditopang oleh kedua kaki yang membentuk “V”. Tujuan kaki dibuat demikian supaya penari mampu menahan berat badan lebih lama ketika posisi berdiri tegak diubah menjadi posisi mendak/mayuk. Pada saat agem kanan, kaki kanan dan kaki kiri

sama–sama dibuat serong kanan dengan tidak mengubah adeg–adeg telapak kaki yang berbentuk “V”. Tubuh menghadap ke depan

(62)

sedikit dinaikkan sehingga titik berat kini dikonsentrasikan di kanan dengan kaki kanan yang menopang seluruh berat badan.

“ – proses nari Bali ini tapak sirang pada. Kalau agem kanan-nya posisi kaki kanan diagonal dan berat badan itu ada di

b. Kesetimbangan Benda Tegar dan Momen Gaya

Pada konsep kesetimbangan ini, posisi kaki sangat mempengaruhi keadaan penari tari Pendet. Pada posisi kedua telapak kaki lurus ke depan, kecenderungan penari jatuh ketika melengkungkan badan akan lebih besar. Untuk menambah keseimbangan maka adeg–adeg telapak kaki dibuat berbentuk “V” untuk memperluas daerah stabilitas penari. Hal ini juga bisa berlaku dalam kegiatan–kegiatan olahraga yang membutuhkan keseimbangan.

(63)

tinggi dari tangan kanan juga mendukung kesimbangan penari dalam melakukan gerak agem kanan.

Konsep momen gaya juga berlaku dalam gerak agem kanan yang dilakukan oleh penari tari Pendet. Konsep ini dapat diperhatikan dari posisi lutut dan tubuh penari. Ketika penari tidak sanggup menahan massa tubuh, akan ada kecenderungan kaki yang menjadi penopang melakukan perputaran sehingga membuat penari terjatuh. Perputaran terjadi karena torsi yang bekerja pada titik berat bagian lutut tidak sama dengan nol. Hal ini juga terpengaruh ketika lengkungan tubuh penari berada di luar area stabilitas kaki. Seperti yang dituturkan oleh pelatih tari Bali dalam wawancara;

“Sebelum masuk ke agem harus mengajari dulu siswanya kembang pada yaitu posisi tegap ke depan. Tarik tulang belikat, kempeskan perut kemudian merendah sampai kedua tangan masuk di sini (terjepit di sendi tulang selangkang) dan di dorong ke depan. Ini dulu lama mereka belajarnya sampai saya biasanya duduk di paha supaya di sini (paha) ada bonjengan. Kalau sudah bisa kita duduk di situ berarti itu posisi benar sedangkan kalau mereka terjatuh berarti mereka tidak seimbang. Kalau mereka menahan berat badan berarti mereka sudah mengunci di area sacrum. Itu yang pertama.” Hasil analisis pada gambar–gambar tapak sirang pada,

mendak, agem dan agem kanan hanya mencakup gaya – gaya yang bekerja pada gerak–gerak tersebut. Sesuai dengan syarat – syarat

(64)

Tabel 4.1. Deskripsi konseptual gerak dalam tari Pendet terhadap fisika No Gerak Tari Pendet Deskripsi Konseptual

1 Tapak Sirang Pada 1.1.Pada posisi ini penari berdiri tegak, gaya–gaya yang bekerja pada titik pusat massa tubuh dan masing–masing titik berat setiap segmen tubuh adalah gaya berat ke bawah dan gaya normal ke atas.

1.2.Posisi kaki berbentuk “V” untuk memperluas daerah stabilitas. 1.3.Diagram posisi ini dapat dilihat

pada gambar 4.2.

2 Mendak 2.1.Titik berat pada segmen kaki

bergeser (titik berat tidak berpindah dari bagian tubuh yang telah ditentukan) karena kaki ditekuk.

2.2. Gaya–gaya yang bekerja pada titik pusat gravitasi adalah gaya gravitasi ke bawah dan gaya normal

2.3.Gaya–gaya yang bekerja pada segmen lutut dapat dilihat pada diagram gambar 4.3 ketika penari melakukan posisi mendak.

3 Agem 3.1.Antar telapak kaki diberi jarak

sekitar satu kepalan tangan untuk memperluas daerah stabilitas.

3.2.Gaya–gaya yang bekerja pada daerah titik berat di lutut saat posisi ini sama dengan gaya– gaya yang bekerja pada daerah kaki saat posisi mendak.

3.3.Gaya – gaya yang bekerja pada titik pusat gravitasi tubuh masih sama seperti saat penari

melakukan gerak mendak. 3.4.Diagram gaya–gaya yang terjadi

(65)

4 Agem Kanan 4.1.Posisi kaki di serong ke kanan dengan mempertahankan bentuk “V” untuk menjada daerah stabilitas tubuh.

4.2. Gaya–gaya yang bekerja pada titik pusat gravitasi tubuh dan titik berat pada kedua lutut dapat dilihat pada gambar 4.5. 4.3. Lutut kanan yang menjadi pusat

tumpuan tubuh penari cenderung melakukan perputaran atau terjadi torsi karena penari tidak mampu menahan massa tubuhnya.

(66)

Pra

1. Belajar budaya Bali tentang tari Bali khususnya tari Pendet

2. Memperagakan gerak – gerak dasar dalam tari Pendet Memilih informasi yang Relevan terhadap

Pembelajaran Sains:

1. Merekam latihan tari Pendet dan dan mangambil foto setiap gerak–gerak yang terdapat dalam tari Pendet 2. Menganalisis gerak agem kanan

yang terdapat dalam tari Pendet 3. Mengkonfirmasi hasil analisis

dengan mengintegrasikan budaya dan sains

4. Menganalisis besaran–besaran gerak agem kanan ditinjau dari pandangan masyarakat Bali

5. Memahami hubungan antara teknik gerak agem kanan dengan konsep fisika berdasarkan persepsi masyarakat dan sains

Inti

1. Membuat kesimpulan tentang konsep– konsep fisika yang dipelajari

2. Memahami hubungan antara konsep yang dipelajari dan relevansinya dalam budaya tari Pendet

akhir

P

as

ca P

(67)

Bagan 4.1. Skenario Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal (Kasus Tari Pendet)

(68)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa;

1. Tari Pendet yang telah dikenal oleh masyarakat Bali, khususnya pada gerak tapak sirang pada, mendak, agem dan agem kanan mempunyai relevansi dalam pokok bahasan kesetimbangan benda tegar dan momen gaya pada pelajaran sains di sekolah menengah.

2. Rencana Program Pembelajaran (RPP) pada lampiran 1 digunakan sebagai model desain pembelajaran sains di kelas menggunakan gerak tapak sirang pada, mendak, agem dan agem kanan pada tari Pendet untuk pokok

bahasan kesetimbangan benda tegar dan momen gaya sebagai konsep fisika yang dipelajari dalam proses belajar mengajar di kelas.

B. Keterbatasan Penelitian

(69)

C. Saran

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi para guru dan/atau calon guru untuk mengajar fisika/sains menggunakan model pembelajaran berbasis budaya lokal.

2. Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan mengujicobakan skenario pembelajaran yang telah dirancang dan menyelidiki variabel–variabel yang

(70)

DAFTAR PUSTAKA

Astini, Siluh Made dan Usrek Tani Utina. Tari Pendet Sebagai Tari Balih–Balihan Kajian Koreografi. Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni, Volume VIII No. 2 Edisi Mei – Agustus 2007, hal. 170–179 https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/view/789/720 diakses tanggal 20/02/2018.

Bandem, I Made. 1982. Ensiklopedi Tari Bali. Denpasar: Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar.

Cameron, John R., dkk. 2006. Fisika Kedokteran: Fisika Tubuh Manusia Edisi Ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Djayus, Nyoman. 1980. Teori Tari Bali Cetakan Ketiga. Denpasar: CV. Sumber Mas Bali.

Enita. 2013. Pengetahuan Lokal Sebagai Bagian dalam Pembelajaran Sains pada Pokok Bahasan Fase-Fase Bulan Kelas VIII SMP Negeri 32 Sendawar Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Gabriel, J. F. 2012. Fisika Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Gea, Wihelmina Jelfan. 2017. Lompat Batu Sebagai Media Pembelajaran Sains

Berbasis Budaya Lokal Pada Pokok Bahasan Gerak Parabola. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Gedgrave, Isabel. 2009. Teaching Modern Of Physics. New Delhi: Global Media. Gie, The Liang. 1992. Pendidikan Sains Bagi Pembangunan Nasional. Yogyakarta:

Yayansan Studi Ilmu dan Teknologi.

Halliday, David & Robert Resnick. 1985. Fisika Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

(71)

Heryadi, Yaya dkk. 2014. A Method for Dance Motion Recognition and Scoring Using Two-Layer Classifier Bassed on Conditional Random Field an Stochastic Error-Correcting Context-free Grammar. https://www.researchgate.net/profile/Mohamad_Ivan_Fanany/publication/ free-Grammar.pdf diakses tanggal 20/02/2018 16:24.

Jamalis, Martini. 2013. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Johnson, Elaine B. 2010. Contextual Teaching & Learning Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Penerbit Kaifa. Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.

Bandung: PT Refika Aditama.

Kustandi, Cecep & Bambang Sutjipto. 2013. Media Pembelajaran Manual dan Digital Edisi Kedua. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Santrock, John W. 2014. Psikologi Pendidikan: Educational Psychology Edisi 5 Buku 1. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.

Setiawan, S. Yakobus E. S. 2008. Pengetahuan Lokal Sebagai Bagian Dalam Mengembangkan Desain Pembelajaran Sains di SD Bungkus, Parangtritis, Kretek. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Suastra, I Wayan. 2010. Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains dan Nilai Kearifan Lokal di SMP. http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JPP/article/view/1697/1484 diakses tanggal 06/11/2017.

Suriasumantri, Jujun S. 2017. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer Keterkaitan Ilmu, Agama dan Seni. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Tipler, Paul A. 1998. Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta:

(72)

Lampiran 1

Contoh Skenario Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah : SMA NEGERI 1 TORUE Mata Pelajaran : Fisika

Kelas/Semester : XI/I

Kompetensi Inti : KI. 3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis

pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI. 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

Kompetensi Dasar : 3.6 Menerapkan konsep torsi, momen inersia, titik berat, dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari

4.6 Merencanakan dan melaksanakan percobaan titik berat dan keseimbangan benda tegar

Alokasi Waktu : 3 × 45 Menit (1 × pertemuan)

A. Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Mengenal tentang kesetimbangan benda tegar dan momen gaya dalam tari

Pendet

2. Menganalisis masalah kesetimbangan benda tegar dan momen gaya dalam

gerak tapak sirang pada, mendak, agem dan agem kanan dalam tari Pendet

Gambar

Tabel 4.1 Deskripsi konseptual gerak dalam tari Pendet terhadap fisika ........  46
Gambar 4.1 Data pusat gravitasi tiap segmen tubuh tampak samping pada saat (a)
Gambar 2.1 Sebuah benda mengalami
Tabel 3.1 Identifikasi besaran–besaran  fisika dalam tari Pendet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sumber sekunder dalam penelitian ini meliputi: buku, kitab, maupun sumberlainnya yang berisi pembahasan yang mengenai tinjuan hukum islam yang terkait erat dengan reksadana

mereka tidak henti$henhtinya melakukan sosialisasi untuk menaaga mutu sesuai Standar &suhan Keperawatan (S&K+" amun, semua usaha dari Sub Mutu Komite Keperawatan

BAB III. TATA LAKSANA SURVEY.. 1) Survey untuk memperoleh masukan dari tokoh masyarakat dan lintas sektor terhadap kegiatan,progam dan layanan di puskesmas yang di lakukan satu tahun

analisis data meliputi 3 langkah, yaitu : Persiapan, tabulasi, penerapan data sesuai demgan pendekatan penelitian. Penafsiran data sangat penting kedudukannya dalam

adanya proses penguapan kadar air saat proses penjemuran sebelum proses pirolisis sedangkan adanya perbedaan rendemen tersebut karena kandungan air yang terdapat

Dalam hubungannya transparansi dengan meningkatkan kinerja dari perusahaan, prinsip ini mengatur berbagai hal diantaranya mengatur pengembangan teknologi informasi manajemen

Solusi dari pemecahan masalah yang diambil bisa dipertanggungjawabkan dengan pembuktian-pembuktian, (5) rasional dan realistis adalah analisis terhadap sesuatu

Sedangkan dalam Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pengertian perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan