BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
8. Keterkaitan Antar Variabel Penelitian
Berdasarkan teori dan pemahaman mengenai faktor pengaruh return on asset, maka keterkaitan variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pengaruh Inflasi terhadap Return On Asset (ROA)
Inflasi adalah suatu kondisi ketika tingkat harga meningkat secara
terus menerus dan mempengaruhi Individu, dunia usaha dan pemerintah.
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan
terus menerus, dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses
menurunnya nilai mata uang secara terus menerus. Inflasi adalah proses
dari suatu peristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat harga artinya tingkat
harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Inflasi
dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus
menerus dan saling mempengaruhi.. Dari segi fiskal, pemerintah
menerapkan kenaikan prosentase pungutan pajak, mengadakan pinjaman
sukarela atau pinjaman paksa,memotong uang, membekukan sebagian
atau seluruhnya simpanan-simpanan (deposito) pihak-pihak partikulir
(bukan punya pemerintah) yang ada dalam bank-bank, serta penurunan
pengeluaran pemerintah (Utomo, 2008:7).
Inflasi yang tinggi akan menyebabkan berkurangnya asset, karena
dengan inflasi yang tinggi akan menyebabkan daya beli masyarakat,
diinvestasikan. Oleh karena itu, risiko inflasi juga bisa disebut sebagai
risiko daya beli. Jika inflasi mengalami peningkatan, investor biasanya
menuntut tambahan premium inflasi untuk mengkompensasi penurunan
daya beli yang dialaminya (Tandelilin, 2010:103).
Secara empiris banyak penelitian dengan latar belakang sampel
yang berbeda beda telah membuktikan bahwa inflasi mempunyai
pengaruh positif terhadap return on asset seperti yang diungkapkan oleh Sahara (2013) dan Kalengkongan (2013) yang menyatakan bahwa
terdapat pengaruh secara parsial maupun simultan antara variabel inflasi
terhadap return on asset.
b. Pengaruh Gross Domestic Bruto (GDP) terhadap Return On Asset (ROA)
Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa Produk Domestik
Bruto mengambarkan peningkatan pendapatan oleh masyarakat.
Perekonomian mengalami pertumbuhan apabila balas jasa faktor
produksi tersebut pada suatu masa tertentu lebih besar dari periode
sebelumnya. Hal ini berarti faktor produksi yang dimilki masyarakat
tersebut memberikan return yang meningkat sehinga tingkat
kesejahteranya mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya
kesejahteran melalui pendapatan masyarakat yang meningkat, maka
tingkat konsumsi atas produk yang dihasilkan perusahan akan meningkat
sehinga akan berdampak pada peningkatan penjualan perusahan yang
meningkatkan ROA. Sehinga dapat disimpulkan pertumbuhan ekonomi
(PDB) berpengaruh positf terhadap Return on Asets. Artinya jika PDB
meningkat maka ROA juga meningkat. Dan sebaliknya jika PDB
mengalami penurunan maka ROA juga akan menurun (Sahara, 2013:4).
Secara empiris banyak penelitian dengan latar belakang sampel
yang berbeda beda telah membuktikan bahwa gross domestic bruto
mempunyai pengaruh positif terhadap return on asset seperti yang diungkapkan oleh Sahara (2013) yang menyatakan bahwa terdapat
pengaruh secara parsial maupun simultan antara variabel gross domestic bruto terhadap return on asset.
c. Pengaruh Non Perfoming Financing (NPF) terhadap Return On Asset (ROA)
Perkembangan pemberian pembiayaan yang paling tidak menggembirakan bagi pihak bank adalah apabila pembiayaan yang diberikanya ternyata menjadi bermasalah. Hal ini terutama disebabkan
oleh kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibanya untuk membayar angsuran (cicilan) pokok pembiayaan beserta bagi hasil yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian pembiayaan
(Deandawijawa, 2005:81).
NPF (Non-Perfoming Financing) merupakan tingkat pengembalian pembiayaan yang diberikan deposan kepada bank dengan kata lain NPF merupakan tingkat pembiayaan macet pada bank tersebut.
NPF diketahui dengan cara menghitung pembiayaan lancer terhadap total pembiayaan (Deandawijaya, 2005:82).
Deandawijaya (2005:82-83) mengatakan terdapat beberapa implikasi bagi pihak bank sebagai akibat timbulnya pembiayaan
bermasalah tersebut yaitu, 1) hilangnya kesempatan untuk memperoleh
income (pendapatan) dari kredit yang diberikanya, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi profitabilitas
bank, 2) rasio kualitas aktiva produktif atau yang lebih dikenal BDR (bad debt ratio) menjadi semakin besar yang menggambarkan terjadinya situasi memburuk, 3) Bank harus memperbesar penyisihan
untuk cadangan aktiva produktif yang diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang ada. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi besarnya
modal bank dan akan sangat berpengaruh terhadap CAR (capital adequacy ratio), 4) Return on asset (ROA) akan mengalami penurunan, 5) sebagai akibat dari komplikasi 2, 3 dan 4 tersebut maka akan
menurunya nilai tingkat kesehatan bank berdasarkan perhitungan menurut metode CAMEL (Deandawijaya, 2005:82-83).
Secara empiris banyak penelitian dengan latar belakang sampel
yang berbeda beda telah membuktikan bahwa non performing financing
mempunyai pengaruh positif terhadap return on asset seperti yang diungkapkan oleh Pratiwi (2012) dan Nugroho (2011) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh secara parsial maupun simultan antara variabel non performing financing terhadap return on asset.
d. Pengaruh Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional terhadap Return on Asset
BOPO (biaya operasional/pendapatan operasional) dijadikan
variable independen yang mempengaruhi ROA didasarkan hubungannya
dengan tingkat risiko bank yang bermuara pada profitabilitas bank
(ROA). Rasio BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Mengingat
kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara,
yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, maka biaya dan
pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil
bunga. Setiap peningkatan biaya operasional akan berakibat pada
berkurangnya laba sebelum pajak yang pada akhirnya akan menurunkan
laba atau profitabilitas (ROA) bank yang bersangkutan (Siamat,
2005:102).
Penelitian mengenai pengaruh BOPO terhadap return on asset
(ROA) telah dilakukan peneliti terdahulu, penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2011), dalam penelitianya yang berjudul “Analisis Pengaruh FDR, NPF, BOPO, KAP dan PLO Terhadap Return On Asset Studi pada Bank Syariah di Indonesia periode tahun 2006 – 2010”, metode yang digunakan analisis regresi linier berganda, hasil analisis menunjukkan
bahwa data FDR, NPF dan BOPO secara parsial signifikan terhadap
e. Pengaruh Net Interest Margin terhadap Return on Asset
Net Margin (NM) dijadikan variabel independen yang mempengaruhi ROA didasarkan hubungannya dengan tingkat risiko bank
yang bermuara pada profitabilitas bank (ROA). Rasio mencerminkan
risiko pasar yang timbul akibat berubahnya kondisi pasar, dimana hal
tersebut dapat merugikan bank. Semakin besar yang dicapai oleh suatu
bank maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif
yang dikelola oleh bank yang bersangkutan, sehingga laba bank (ROA)
akan meningkat.
NIM mencerminkan risiko pasar yang timbul akibat berubahnya
kondisi pasar, di mana hal tersebut dapat merugikan bank (Hasibuan,
2007). NIM digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam menghasilkan pendapatan dari bunga dengan melihat kinerja bank
dalam menyalurkan kredit, mengingat pendapatan operasional bank
sangat tergantung dari selisih bunga dari kredit yang disalurkan
(Mahardian, 2008). Semakin besar NIM yang dicapai oleh suatu bank
maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang
dikelola oleh bank yang bersangkutan, sehingga laba bank (ROA) akan
meningkat. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa NIM berpengaruh
positif signifikan terhadap ROA. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
dari Mawardi (2005) yang menyatakan bahwa NIM berpengaruh positif