• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan Ekonomi Pembangunan Infras truktur Antara Wilaya h Selatan dan Utara

Dalam dokumen VIII. MULTIPLIER SEKTOR INFRASTRUKTUR (Halaman 21-31)

Pembangunan wilayah pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pendapatan per kapita dan kesempatan kerja yang sesuai de ngan karakteristik dan ko ndisi wilayah setempat. Tujuan pembangunan tersebut dapat dicapai dengan adanya aktivitas ekonomi yang seiring dengan kemajuan teknologi, maka mulai terdapat spesialisasi aktivitas ekonomi kepada hal- hal yang merupakan keunggulan komparatif di wilayah bersangkutan (local

specific), dengan adanya keunggulan wilayah tersebut, maka akan ada

perda gangan antar wilayah.

Selain itu, kemajuan satu wilayah juga ditentukan oleh kemampuannya menghasilkan satu produk secara efisien dan melakuka n perdagangan, baik di wilayahnya sendiri, antar wilayah maupun pe rda gangan internasional. Terbuka nya perekonomian wilayah yang ditandai dengan terjadinya interaksi perdagangan antar wilayah, menyebabkan faktor luar menjadi salah satu variabel determinasi yang sangat penting dalam mencapai tujuan pembangunan wilayah. Apapun kebijakan produksi yang diterapkan pada suatu wilayah dipastikan akan berdampak luas melewati batas-batas administrasi pada wilayah lain. O leh karena itu, fenomena pengaruh dari luar wilayah terhadap pembangunan dan kemajuan ekonomi pada suatu wilayah tidak dapat diabaikan begitu saja. Terkait dengan pemikiran ini, pembahasan tentang spill-over effect dari sektor-sektor eko nomi di Kalimantan Timur sangat penting, khususnya yang terkait dengan sektor infrastruktur sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 63.

Tabe l 63. Multiplier Keterkaitan Ekonomi Antar wilayah Sektor Infrastruktur di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006

Sektor Produksi Output Tenaga Kerja Pendapatan Nilai Tambah

U-S S-U U-S S-U U-S S-U U-S S-U

Listrik, Gas dan Air

Bersih 0.01704 0.00396 0.00022 0.00007 0.00244 0.00037 0.00727 0.00160 Bangunan 0.37000 0.00272 0.00151 0.00046 0.06872 0.00021 0.01866 0.00083 Angkutan Darat 0.02971 0.00396 0.00017 0.00005 0.00342 0.00034 0.01555 0.00159 Angkutan Laut,

Sungai dan Penyeberangan

0.18202 0.00134 0.00538 0.00003 0.02991 0.00014 0.11450 0.00054

Angkutan Udara 0.03056 0.00623 0.00036 0.00017 0.00364 0.00073 0.01450 0.00256 Pos, Telekomunikasi

dan Jasa Penunjangnya

0.03642 0.00171 0.00025 0.00005 0.00649 0.00020 0.18790 0.00068

Sumber: I-O Antar wilayah Provinsi Ka limantan Timur Tahun 2006

Keterangan :

U : Kalimantan Timur Wilayah Utara S : Kalimantan Timur Wilayah Selatan

Jika diperhatikan secara khusus pada sektor-sektor infrastruktur, dapat dilihat bahwa terjadinya perdagangan antar wilayah Kaltimsela dan Kaltimtara ternyata lebih mengunt ungkan wilayah Kaltimsela dibandingkan Kaltimtara.

Misalkan pada sektor bangunan di Kaltimtara, jika terdapat peningkatan sebesar 1 milyar rupiah pada permintaan akhirnya, wilayah Kaltimtara mampu menciptakan IFS (interregional feed-back and spill-over) pada output wilayah Kaltimsela

sebesar 0.3700 rupiah. Sebaliknya, jika permintaan akhir sektor bangunan di Kaltimsela meningkat sebanyak 1 milyar rupiah, maka output perekonomian wilayah Kaltimtara hanya mendapat efek IFS sebesar 0.0027 milyar rupiah.

Terjadi ketidakseimbangan dalam transaksi antar wilayah di sektor bangunan, dimana Kaltimsela lebih banyak menerima manfaat dari Kaltimtara, namun sebaliknya Kaltimsela memberi manfaat yang sedikit terhadap Kaltimtara.

Fenomena ketidakseimbangan manfaat perdagangan di atas tidak hanya berlaku pada sektor bangunan saja. Semua transaksi antara wilayah Kaltimsela dengan Kaltimtara, khususnya di sektor infrastrukt ur seluruh manfaat eko nomi lebih banyak dinikmati oleh wilayah Kaltimsela. Rata-rata manfaat yang diterima Kaltimsela dalam transaksi antar wilayah dengan Kaltimtara adalah sebesar 6.13%, sementara Kaltimtara hanya mendapat manfaat rata-rata 0.18%. Fenomena ini mengindikasikan adanya backwash effect dari keterkaitan ekonomi antar wilayah di Kalimantan Timur, dimana daerah-daerah yang maju yang umumnya berada di sebelah Selatan menerima manfaat ekonomi yang lebih tinggi karena

melakuka n ekspa nsi ekonomi ke daerah-daerah sebelah Utara yang sebagian besar merupakan daerah kurang berkembang.

Selain itu ketidakseimbangan pada dampak multiplier antar wilayah bukan hanya terlihat pada sisi output perekonomian saja, namun juga dalam penyerapan tenaga kerja, pendapatan rumahtangga dan nilai tambah. Sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 64, ketika ada stimulus fiskal sebesar 1 milyar rupiah di sektor bangunan Kaltimsela akan memberi spill-over effect pada penyerapan tenaga kerja di Kaltimtara hanya sebesar 0.00046. Akan tetapi sebaliknya jika sektor bangunan di Kaltimtara diberikan dana stimulus sebesar 1 milyar rupiah akan membe ri spill-over effect terhadap penyerapan tenaga kerja di Kaltimsela sebanyak 0.00151. Kondisi yang sama juga terlihat pada nilai tambah dan pendapatan rumahtangga. Seda ngka n untuk nilai tambah, jika permintaan akhir sektor bangunan di Kaltimsela diberi stimulus sebesar 1 milyar rupiah akan menciptakan spill-over effect terhadap ke naikan nilai tambah dalam pereko nomian wilayah Kaltimtara hanya sebesar 0.00083 milyar rupiah. Sebaliknya jika stimulus diberikan pada sektor bangunan di Kaltimtara dapat menghasilkan spill-over effect terhadap nilai tambah perekonomian wilayah Kaltimsela sebanyak 0.01866 milyar rupiah. Sedangkan untuk pendapatan, spill-over effect dari sektor bangunan di Kaltimsela adalah sebesar 0.00021 milyar rupiah terhadap Kaltimtara, da n sebesar 0.06872 milyar rupiah dari Kaltimtara terhadap Kaltimsela.

Selain di sektor bangunan, ketidakseimbangan spill-over effect yang dihasilkan pada masing- masing wilayah juga terlihat jelas pada sektor-sektor infrastruktur jasa lainnya. Sehingga dapat dikatakan untuk saat ini jika diperhatikan dari spill-over effect yang dihasilkan dari pembangunan infrastruktur

di Kalimantan Timur, wilayah Kaltimsela akan memperoleh manfaat yang lebih tinggi dibandingkan Kaltimtara, baik itu manfaat yang diterima pada output, penyerapan lapangan kerja, pendapatan maupun nilai tambah.

Adanya fenomena ketidakseimbangan di atas menunjukkan bahwa proses pembangunan infrastruktur yang dijalankan selama ini di Kalimantan Timur belum dapat mengatasi ketimpangan regional. Harapan agar terjadi trickle down effect dari pembangunan infrastruktur di Kalimantan Timur tidak tercapai dengan

baik, akibatnya kesenjangan pembangunan antara wilayah selatan dengan utara belum dapat dikurangi. Bahkan jika diperhatikan dari angka spill-over effect di atas, seanda inya po la pembangunan wilayah di Kalimantan Timur belum berubah, diperkirakan dampak pembangunan infrastruktur akan membuat tingkat kesenjangan semakin tinggi.

Terjadinya proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber berupa modal, tenaga kerja dan sumberda ya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupaka n pe micu bagi laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Hal ini mempunyai pengertian bahwa semakin banyak sumberdaya yang dimiliki oleh suatu wilayah, maka semakin cepat pertumbuhan eko nomi yang dihasilka n.

Adanya infrastruktur, khususnya infrastruktur transportasi aka n membuat mobilisasi segala sumberdaya semakin tinggi. Aliran sumberdaya dapat bergerak ke luar atau masuk ke dalam suatu wilayah dengan dibangunnya transportasi.

Dalam hal ini percepatan pembangunan transpo rtasi akan meningkatkan intensitas arus mobilitas sumberdaya.

Fakta menunjukkan bahwa sumberda ya yang dimiliki oleh sebagian besar wilayah Selatan Provinsi Kalimantan Timur lebih tinggi dibandingkan wilayah

Utara, baik itu dilihat dari segi kuant itas maupun kualitas, seeba ga i contoh adalah adanya ketersediaan tenaga kerja. Apabila dilihat dari tingkat prod uktivitasnya, tenaga kerja di wilayah Selatan memiliki prod uktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingka n wilayah Utara. Antara tahun 2007 - 2009 misalkan, rata-rata produktivitas regional tenaga kerja di wilayah Selatan mencapai 140.59 juta rupiah per tenaga kerja per tahun, sedangkan di wilayah Utara hanya sebesar 31.44 juta rupiah per tenaga kerja per tahun, perhatikan Gambar 8. Kondisi ini menandaka n bahwa kualitas tenaga kerja di sebagian besar wilayah Selatan lebih tinggi dibandingkan di wilayah Utara.

Gambar 8. Produktivitas Regional Tenaga Kerja di Wilayah Selatan dan Utara Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2007 -2009

Adanya pembangunan infrastruktur transpo rtasi di wilayah Utara yang menghubungkan dengan wilayah Selatan membuat mob ilitas tenaga kerja dari wilayah Selatan akan lebih ba nyak mengalir ke wilayah Utara dibandingkan wilayah Utara ke wilayah Selatan. Hal ini terjadi karena permintaan tenaga kerja yang berkualitas, sebagaimana yang ditunjukkan oleh tingkat produktivitasnya di atas, dipastikan akan lebih banyak datang dari wilayah Utara daripada wilayah

146,41 138,94 136,41

Selatan. Artinya kelancaran arus transportasi aka n menyebabkan permintaan tenaga kerja dari wilayah Utara terhadap wilayah Selatan menjadi lebih tinggi dibandingkan dari wilayah Selatan terhadap wilayah Utara yang mempunyai produktivitas tenaga kerja yang sangat rendah. Dengan demikian, spill-over effect yang dihasilkan dari pembangunan infrastruktur transportasi akan lebih menguntungkan tenaga kerja wilayah Selatan dari pada wilayah Utara. Tenaga kerja memperoleh upah yang merupakan sumber pendapatan bagi rumahtangganya, pada akhirnya secara tidak langsung pergerakan tenaga kerja yang lebih banyak dari wilayah Selatan ke Utara menyebabkan pendapatan rumahtangga di wilayah Selatan meningkat lebih besar dibandingkan wilayah Utara. Kondisi ini sekaligus menggambarkan bahwa spill-over effect yang diciptakan dari pembangunan infrastruktur di wilayah Utara lebih menguntungkan pendapatan rumahtangga di wilayah Selatan dari pada sebaliknya.

Pembangunan infrastruktur secara menyeluruh, yang dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, pemeliharaan hingga pemanfataan sangat membutuhkan sumberda ya ekonomi seperti modal, tenaga kerja, dan bahan baku. Semua sumberdaya tersebut selama ini lebih banyak tersedia di wilayah Selatan dibandingkan wilayah Utara. Akibatnya, ketika pembangunan infrastruktur dilaksanakan di wilayah Utara, permintaan input untuk pembuatan infrastruktur akan lebih banyak datang ke wilayah Selatan. Sebaliknya, pelaksanaan pembangunan infrastruktur di wilayah Selatan tidak akan banyak menciptakan permintaan input ke wilayah Utara. Kondisi ini pada akhirnya mengakibatkan para pemilik moda l di wilayah Selatan lebih banyak menerima manfaat dari spill-over effect yang diciptakan pembangunan infrastruktur di wilayah Utara.

Dalam teori Myrdal (Jhingan, 1990), ketimpangan wilayah berkaitan erat dengan sistem kapitalis yang dikendalikan oleh motif laba. Motif laba inilah yang mendorong berkembangnya pembangunan terpusat di wilayah-wilayah yang memiliki harapa n laba tinggi, sementara wilayah-wilayah-wilayah-wilayah yang lainnya tetap terlantar. Ketidakmerataan pembangunan yang mengakibatkan ketimpangan ini, disebabkan karena adanya dampak balik (backwash effect) yang lebih tinggi dibandingkan dengan dampak sebar (spread effect).

Menur ut Myrdal, bahwa investasi cenderung menambah ketidakmerataan, daerah-daerah yang sedang berkembang permintaan barang dan jasa akan mendorong naiknya investasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan. Sebaliknya di daerah-daerah yang kurang berkembang, permintaan akan investasi rendah karena pendapatan masyarakat yang rendah. Selain itu investasi khususnya investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar.

Dalam hal ini, kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swasta ke suatu daerah ada lah ke untungan lok asi yang dimiliki oleh suatu daerah (Sjafrizal, 2008). Perbedaan inilah yang akan menyebabkan ketimpangan antar wilayah menjadi semakin lebar.

Matrik O-D yang telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya, lihat kembali Tabel 40 dapat menggambarkan dengan jelas bagaimana pembangunan transpor tasi di Kalimantan Timur dalam kondisi eksisting akan menghasilkan spill-over effect yang lebih mengun tungkan wilayah Selatan dari pada wilayah

Utara. Berdasarkan matrik O-D tersebut terlihat jelas bahwa sebagian besar daerah di wilayah Selatan seperti Samarinda, Penajam Paser Utara, Balikpapan, dan Paser memperoleh surplus perdagangan antarkabupaten dalam satu provinsi yang lebih

besar dibandingkan daerah di wilayah Utara. Digambarkan juga daerah-daerah di wilayah Utara kecuali Tarakan, mengalami defisit perdagangan antarkabupaten. Gambaran mengenai kondisi perdagangan antarkabupaten ini dapat ditunjukkan dengan melihat arus perdagangan dari Kota Balikpapan yang mewakili wilayah Selatan, dengan Kabupaten Malinau yang mewakili wilayah Utara.

Tabel 64. Volume Perda gangan Antarkabupaten di Kota Balikpapan dengan Mitra Dagang Wilayah Utara Kalimantan Timur Tahun 2006

(ton) Mitra Dagang Kabupaten

Dari Wilayah Utara

Kota Balikpapan

Ekspor Impor Surplus/Defisit

Malinau 5 975 5 515 460

Sumber : Departemen Perhubungan, 2007 (diolah)

Tabel 65. Volume Perdagangan Antarkabupaten di Kabupaten Malinau dengan Mitra Dagang Wilayah Selatan Kalimantan Timur Tahun 2006

(ton) Mitra Dagang Kabupaten

Dari Wilayah Selatan

Kabupaten Malina u

Ekspor Impor Surplus/Defisit

Pasir 0 1 390 -1 390

Sumber : Departemen Perhubungan, 2007 (diolah)

Berdasarkan Tabel 64 terlihat bahwa Kota Balikpapan yang terletak di wilayah Selatan berdasarkan matriks O-D tahun 2006 mengalami surplus perda gangan dengan daerah-daerah di wilayah Utara hingga mencapai 16 934 ton.

Surplus yang terbesar dialami melalui transaksi dagang dengan Kabupaten Berau, dimana volume ekspor Kota Balikpapan ke Kabupaten Berau sebanyak 26 771 ton, sedangkan impor dari Kabupaten Berau sebanyak 17 848 ton.

Kondisi yang sangat kontras pada Kabupaten Malinau yang terletak di wilayah Utara. Berbeda dengan Kota Balikpapan, perdagangan antarkabupaten di Malinau mengalami defisit sebesar 5 176 ton, hal ini disebabkan volume impor lebih besar dibandingkan ekspor, masing- masing sebesar 27 450 ton dan 22 274 ton. Defisit yang paling besar dialami pada transaksi dagang dengan Kota Samarinda mencapai 1 436 ton.

Adanya heterogenitas dan beragam karateristik suatu wilayah menyebabkan kecendrungan terjadinya ketimpangan antardaerah dan antar sektor ekonomi suatu daerah. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, kesenjangan atau ketimpangan antardaerah sebenarnya merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antardaerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effect) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effect) terhadap

pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan.

Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga akan mengakibatkan peningkatan ketimpangan antar daerah. Oleh karena itu, perlu ditegaskan bahwa

tujuan utama dari pembangunan infrastruktur selain menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, juga dapat menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran, serta meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam, daya saing, dan produktivitas regional, yang pada akhirnya akan memberikan pendapatan untuk masyarakat da lam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dibutuhkan suatu peruba han kebijaka n infrastruktur yang lebih terkonsentrasi kepada daerah-daerah kurang berkembang yang berada di wilayah Utara seperti di Kabupaten N unukan, Bulungan, Malinau, Tarakan dan Berau.

Saat ini meningkatkan pengeluaran pembangunan di sektor-sektor bangunan merupakan instrumen kebijakan yang paling tepat dilaksanakan di wilayah Kaltimtara. Fokus pembangunan infrastruktur di Kaltimtara tidak akan mengurangi peranan infrastruktur itu sendiri secara keseluruhan dalam pembangunan ekonomi di provinsi Kalimantan Timur, oleh karena spill-over effect yang diciptakan sektor infrastruktur di Kaltimtara masih cukup besar

diterima oleh Kaltimsela. Dengan kata lain, pereko nomian wilayah Kaltimsela tetap memperoleh manfaat yang besar meskipun fokus pembangunan infrastruktur di arahkan ke Utara. Kondisi ini berbeda jika fokus pembangunan infrastruktur di arahkan ke Kaltimsela, manfaat ekonomi yang di terima Kaltimtara sangat rendah, karena spill-over effect dari Kaltimsela kecil sekali sehingga pembangunan infrastruktur yang dijalankan hanya dapat mendorong wilayah Kaltimsela saja, sementara wilayah Kaltimtara akan semakin tertinggal.

Dalam dokumen VIII. MULTIPLIER SEKTOR INFRASTRUKTUR (Halaman 21-31)

Dokumen terkait