8.1. Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Sektor Infras truktur
Hirschman (1958) dalam Jhingan (1993) merinci keterkaitan antar sektor menjadi empat bagian, yakni: (1) keterkaitan langsung ke belakang, (2) keterkaitan langsung ke depan, (3) daya sebar ke depan, dan (4) daya sebar ke belakang. Berdasarkan semua keterangan ini pejabat perencana dapat menentukan pengaruh suatu peruba han da lam satu sektor terhadap semua sektor lain dalam perekonomian dan dengan demikian mereka dapat menyusun rencana yang sesuai dengan ko ndisi pe reko nomian yang terjadi.
Informasi yang disampaikan melalui koefisien keterkaitan secara langsung, baik itu ke belakang maupun ke depan menunjukkan seberapa jauh output dari suatu sektor mencukupi kebutuhan input produksinya atau memenuhi permintaan domestik dari sektor produksi lain. Karena itu perbandingan koefisien langsung antar sektor produksi belum dapat menunjukkan apakah suatu sektor itu bisa dianggap sebagai sektor utama atau buka n pada suatu w ilayah.
Tabe l 54 menunjukkan meskipun terlihat jelas ba hwa sektor angkutan udara memiliki pengaruh langsung ke belakang (backward direct effect) paling besar diantara semua sektor infrastruktur di wilayah Kaltimsela (Kalimantan Timur wilayah Selatan) dan sektor bangunan Kaltimtara (Kalimantan Timur wilayah Utara), dengan nilai masing- masing sebesar 0.7692 dan 0.8398, namun belum bisa dikatakan kedua sektor tersebut merupakan sektor utama infrastruktur pada masing- masing wilayah. Angka koefisien 0.7692 hanya menunjukkan banyaknya input antara yang digunakan oleh sektor angkutan udara untuk menghasilkan produksinya sebesar satu-satuan moneter. Seda ngka n angka
koefisien 0.8398 menunjukkan banyaknya input yang digunakan untuk menghasilkan output dari sektor bangunan sebanyak satu-satuan moneter.
Tabe l 54. Keterkaitan ke Belakang Langsung Sektor Infrastruktur dan Sektor-Sektor Lainnya di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara
Sektor-Sektor Infrastruktur (sarana dan prasarana)
1. Listrik, Gas dan Air Bersih 0.6623 0.4986
2. Bangunan 0.3588 0.8398
3. Angkutan Darat 0.5468 0.5750
4. Angkutan Laut, Sungai dan Penyeberangan 0.5018 0.3387
5. Angkutan Udara 0.7692 0.5634
6. Pos, Telekomonukasi dan Jasa Penunjangnya 0.2347 0.3878 Sektor-Sektor Lainnya
1. Tanaman Pangan 0.0738 0.0246
2. Tanaman Perkebunan 0.2085 0.0977
3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0.3027 0.1960
4. Kehutanan 0.0779 0.3662
5. Perikanan 0.1794 0.1076
6. Pertambangan Migas dan Non Migas 0.3239 0.3894
7. Industri Makanan dan Minuman 0.9839 0.9967
8. Industri Tekstil dan Alas Kaki 0.3082 0.6541
9. Industri Barang Kayu, Rotan dan Bambu 0.9389 0.9752
10. Industri Pulp dan Kertas 0.8666 0.2002
11. Industri Lainnya 0.6373 0.4555
12. Hotel, Restoran dan Perdagangan 0.4494 0.1821
13. Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank 0.1278 0.2256
14. Jasa-jasa Lainnya 0.2235 0.6272
Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
Meskipun koefisien keterkaitan ke belakang langsung memiliki cara perhitungan yang sangat sederhana, namun informasi ya ng diberika n cukup memadai untuk menjelaskan perilaku dari suatu sektor infrastruktur dalam pereko nomian wilayah. Seba gai contoh, berdasarkan rata-rata angka koefisien keterkaitan langsung ke belakang dalam tabel di atas terlihat bahwa peranan
sektor infrastruktur di wilayah Kaltimsela maupun Kaltimtara sangat menonjol dalam menciptakan output pada sektor-sektor eko nomi yang lain. Pada wilayah Kaltimsela, jika terdapat peningkatan pada permintaan akhir sektor infrastruktur sebesar 1 milyar rupiah, maka diperkirakan dapat menciptakan rata-rata output regional sebanyak 0.5123 milyar rupiah, dimana yang paling tinggi peranannya adalah sektor angkutan udara yang dapat menghasilkan output sekitar 0.7692 milyar rupiah. Pada wilayah Kaltimtara peranan sektor infrastruktur dalam pereko nomian wilayah relatif lebih besar dibandingkan Kaltimsela, dengan angka koefisiennya rata-rata sebesar 0.5339. Dengan kata lain untuk 1 milyar rupiah output di sektor infrastruktur dapat menciptakan output secara keseluruhan sebesar 0.5339 milyar rupiah. Berbeda dengan Kaltimsela, peranan sektor infrastruktur yang pa ling menonjol di wilayah Kaltimtara adalah sektor bangunan yang mempunyai koefisien keterkaitan ke belakang sebesar 0.8398.
Jika dibandingkan dengan keterkaitan langsung (direct effect), koefisien keterkaitan total (total effect) akan lebih banyak memberi informasi yang memadai. Koefisien keterkaitan total ini diambil dari nilai multiplier yang mampu mendeskripsikan secara komprehensif pengaruh ke belakang atau ke depan pembangunan dari suatu sektor infrastruktur terhadap perekonomian secara menyeluruh. Semakin tinggi angka koefisiennya maka semakin besar daya sebar (diffusion effect) sektor tersebut dalam memacu pertumbuhan ekonomi wilayah.
Seperti yang disajikan pada Tabel 55, sektor infrastruktur yang memiliki pengaruh total ke belakang paling tinggi dalam pereko nomian wilayah Kaltimsela adalah sektor angkutan udara yang mempunyai nilai koefisien sebesar 2.1625.
Tabel 55. Derajat Penyebaran dan Kepekaan Sektor Infrastruktur dan Sektor Lainnya di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara
Penyebaran Kepekaan Penyebaran Kepekaan Sektor-Sektor Infrastruktur (sarana dan prasarana)
1. Listrik, Gas dan Air Bersih 2.0031 1.2222 1.7816 1.2049
2. Bangunan 1.5468 1.3539 1.7997 1.6541
3. Angkutan Darat 1.8336 1.1958 1.2994 1.2568
4. Angkutan Laut, Sungai dan Penyeberangan 2.0116 2.2187 1.9133 1.1707
5. Angkutan Udara 2.1625 1.2087 1.8234 1.0908
6. Pos, Telekomonukasi dan Jasa Penunjangnya 1.3742 1.2107 1.5755 1.1689 Sektor-Sektor Lainnya
1. Tanaman Pangan 1.1235 1.6862 1.0244 1.3955
2. Tanaman Perkebunan 1.3406 1.4929 1.1229 1.2788
3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.6810 1.1933 1.3082 1.1540
4. Kehutanan 1.1005 1.4240 1.6079 2.0398
5. Perikanan 1.2811 1.3713 1.1322 1.3870
6. Pertambangan Migas dan Non Migas 1.4740 6.9980 1.5964 4.6703
7. Industri Makanan dan Minuman 2.8066 2.2030 2.1926 1.2446
8. Industri Tekstil dan Alas Kaki 1.5981 1.0169 1.9604 1.0132
9. Industri Barang Kayu, Rotan dan Bambu 2.9644 1.5795 2.8227 1.4864
10. Industri Pulp dan Kertas 2.6032 1.1046 1.2667 1.9479
11. Industri Lainnya 1.9663 1.8983 1.6875 1.6660
12. Hotel, Restoran dan Perdagangan 1.8299 2.2473 1.2159 3.0074
13. Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank 1.2033 1.1772 1.3582 1.1208
14. Jasa-jasa Lainnya 1.3705 1.4723 1.7196 1.2509
Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Ka limantan Timu r Tahun 2006
Nilai tersebut memberi makna jika terdapat peningkatan sebesar 1 milyar rupiah pada permintaan akhir (komponen konsumsi rumahtangga, pengeluaran pemerintah, penanaman modal atau ekspor) sektor angkutan udara, maka hal tersebut akan berdampak pada kenaikan output perekonomian wilayah Kaltimsela secara keseluruhan sebesar 2.1625 milyar rupiah. Sektor infrastrukt ur berikutnya yang memberi efek ke belakang terbesar adalah angkutan laut, sungai, dan penyeberangan dengan nilai multiplier sebesar 2.0116 yang kemudian diikuti sektor listrik, gas, da n air bersih dengan nilai multiplier sebesar 2.0031. Adapun sektor infrastruktur yang paling rendah memberi efek ke belakang dalam
perekonomian wilayah Kaltimsela adalah sektor pos, telekomunikasi, dan jasa penunjangnya yang mempunyai multiplier hanya sebesar 1.3742.
Jika dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi yang lain, terutama sektor ind ustri, kontribusi sektor infrastruktur dalam pereko nomian wilayah Kaltimsela termasuk dalam kategori yang tinggi. Seperti yang dipaparkan dalam Tabe l 55, urutan pertama yang paling besar multiplier nya adalah sektor-sektor industri, khususnya industri barang kayu, rotan, dan ba mbu, industri makanan dan minuman, serta industri pulp dan kertas. Ketiga industri ini mempunyai koe fisien keterkaitan ke belakang yang paling tinggi, rata-rata sebesar 2.7914. Perbandingan dengan angka multiplier sektor infrastruktur ternyata tidak begitu jauh. Tiga sektor infrastruktur yang disebutkan pertama yaitu angkutan udara, angkutan laut, sungai, dan penyeberangan serta listrik, gas dan air bersih, mempunyai multiplier rata-rata di atas 2 tepatnya sebesar 2.0591. Kondisi ini mengindikasikan bahwa peranan sektor infrastruktur di wilayah Kaltimsela bersama dengan sektor industri menjadi sangat penting dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian wilayah.
Selain keterkaitannya ke belakang, peranan sektor infrastruktur di Kaltimsela dapat juga ditelusuri ke depan. Dalam hal ini, angka multiplier yang dijadikan sebagai indikatornya adalah forward linkage effect. Sesuai dengan angka multipliernya yang paling tinggi, terlihat sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan merupakan satu-satunya sektor infrastruktur yang mempunyai peranan ke depan terbesar dalam perekonomian wilayah Kaltimsela. Koefisien forward linkage effect untuk sektor tersebut adalah sebesar 2.2187. Angka ini menunjukkan besarnya daya serap (absorption effect) dari sektor angkutan laut,
sungai dan penyeberangan sebesar 2.2187 milyar rupiah jika terjadi peningkatan output perekonomian di Kaltimsela sebanyak 1 milyar rupiah. Dalam pereko nomian wilayah Kaltimsela, sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan ini menempati urutan ketiga sebagai sektor ekonomi yang mempunyai efek keterkaitan ke depan paling besar. Adapun yang pertama terbesar adalah sektor pertambangan migas dan non migas yakni sebesar 6.9980, kemudian yang kedua adalah sektor hotel, restoran, dan perdagangan sebesar 2.2473.
Wilayah Kaltimtara, sektor infrastruktur yang mempunya i keterkaitan ke belakang paling besar adalah sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan dengan nilai multiplier sebesar 1.9133. Angka ini menunjukkan jika ada peningkatan pada permintaan akhir sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan sebesar 1 milyar rupiah, maka diperkirakan output perekonomian wilayah akan bertambah sebesar 1.9133 milyar rupiah. Jika dibandingkan dengan nilai multiplier yang paling tinggi dalam pereko nomian wilayah Kaltimtara tampak tidak beda jauh dengan wilayah Selatan, dimana yang paling tinggi multipliernya adalah sektor industri barang kayu, rotan dan bambu yakni sebesar
2.8227. Peranan sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan di Kaltimtara tergolong cukup tinggi bersama-sama dengan sektor industri. Sedangkan untuk keterkaitannya ke depan berdasarkan indikator koefisien forward linkage effect terlihat bahwa sektor infrastruktur yang mempunyai keterkaitan ke depan paling tinggi dalam perekonomian wilayah Kaltimtara adalah sektor bangunan dengan nilai multiplier sebesar 1.6541. Angka ini mempunyai makna bahwa jika output perekonomian Kaltimtara naik sebesar 1 milyar rupiah, maka besarnya daya serap
sektor bangunan terhadap pertambahan output perekonomian tersebut adalah sebesar 1.6541 milyar rupiah.
Berdasarkan seluruh fenomena keterkaitan eko nomi dari sektor-sektor infrastruktur di atas, dapat digeneralisasikan bahwa peranan sektor infrastruktur dalam perekonomian wilayah Kalimantan Timur, ba ik d i wilayah Selatan maupun Utara terlihat cukup tinggi. Selanjutnya apabila diperhatikan dengan seksama peranan sektor infrastruktur tersebut lebih cenderung kepada keterkaitan ke belakang. Ini berarti peranan terbesar dari sektor infrastruktur di Kalimantan Timur lebih kepada sisi input dibandingkan output.
8.2. Disagregasi Multiplier Sektor Infrastruktur
Terjadinya keterkaitan eko nomi yang kuat, menyeluruh dan berkelanjutan diantara semua sektor ekonomi menjadi kunci keberhasilan pembangunan wilayah, keterkaitan ekonomi akan terlihat jelas dalam interaksi di pasar input.
Misalkan untuk membuat jalan dibutuhkan input aspal, batu koral dan pa sir yang berasal dari sektor penggalian, kemudian dibutuhkan juga kayu yang berasal dari sektor kehutanan, mesin- mesin yang berasal dari sektor industri mesin dan sebagainya. Selanjutnya, jika jalan telah dibangun, dapat menjadi input bagi sektor-sektor yang lain dalam kaitannya untuk mengangkut bahan baku ataupun output ke pasar. Alur keterkaitan ini terlihat adanya hubungan eko nomi antara sektor jalan dengan sektor-sektor lainnya yang bersifat ke belakang (input) dan ke depan (output), dengan kata lain terjadinya peningkatan output di sektor jalan akan memberi dampak terhadap pertambahan output pada sektor-sektor lainnya baik itu terjadi akibat pengaruhnya ke belakang maupun ke depan. Seberapa besar pengaruh yang ditimbulka n, dapat dihitung dengan cara mendisagregasi multiplier
ke sektor-sektor yang terkait. Pada studi kali ini, da mpak yang dijelaskan hanya dampak ke belakang dari sektor-sektor infrastruktur terhadap pertambahan output sektor itu sendiri dan output sektor-sektor lainnya. Satu persatu hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tabe l 56. Disagregasi Multiplier Sektor Bangunan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
(%)
No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara
1 Tanaman Pangan 0.17 0.05
2 Tanaman perkebunan 0.05 0.01
3 Peternaka n da n Hasil- hasilnya 0.05 0.02
4 Kehutanan 0.73 5.23
5 Perikanan 0.05 0.04
6 Pertamba nga n Migas da n Non Migas 28.69 8.91
7 Industri Makanan dan Minuman 0.28 0.06
8 Industri Tekstil dan Alas Kaki 0.00 0.02
9 Industri Barang Kayu, Rotan da n Bambu 0.24 0.01
10 Industri Pulp dan Kertas 0.01 0.38
11 Industri Lainnya 0.69 13.89
12 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.09 0.18
13 Bangunan 64.80 56.60
14 Hotel, Restoran dan Perdagangan 2.01 1.33
15 Angkutan Darat 0.52 8.95
16 Angkutan Laut, S ungai da n Penyebe rangan 0.51 0.69
17 Angkutan Udara 0.22 0.12
18 Pos, Telekomunikasi dan Jasa Penunjangnya 0.07 0.18 19 Lemba ga Keuangan Bank da n Non Bank 0.28 2.66
20 Jasa-jasa Lainnya 0.54 0.66
Total 100.00 100.00
Dampak Total (Multiplier) 1.5468 1.7997
Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
Tabe l 56 menyajikan berapa besar multiplier atau da mpak total dari sektor bangunan terhadap sektor-sektor produksi regional pada wilayah Kaltimsela dan Kaltimtara. Dampak total dari sektor bangunan pada perekonomian wilayah Kaltimsela dan Kaltimtara masing- masing sebesar 1.5468 dan 1.7997 (lihat Tabel 56). Hal ini berarti untuk wilayah Kaltimsela apabila terdapat peningkatan sebesar
1 milyar rupiah pada permintaan akhir sektor bangunan, maka akan memberi dampak kenaikan output pada sektor-sektor yang terkait sebagai inputnya, apabila seluruhnya dijumlahkan maka total pertambahan output pereko nomian di wilayah Kaltimsela adalah sebesar 1.5468 milyar rupiah.
Total pertambahan nilai output pereko nomian sebesar 1.5468 milyar rupiah tersebut, sektor produksi yang paling banyak menerima dampaknya di wilayah Kaltimsela seperti dijelaskan pada Tabel 56, adalah sektor bangunan itu sendiri yakni sebesar 64.80%. Setelah itu sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 28.69% dan sisanya 6.51% tersebar ke sektor-sektor produksi lainnya, dimana presentase terbanyak diterima oleh sektor hotel, restoran dan perdagangan yakni sebesar 2.01%. Sedangkan di wilayah Kaltimtara, dari total multiplier sektor bangunan sebesar 1.7997 milyar rupiah, sektor produksi yang
paling banyak menerima dampaknya adalah sektor bangunan sebesar 56.60%, sektor industri lainnya sebesar 13.89%, sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 8.91%, sektor angkutan darat sebesar 8.95% dan sektor kehutanan sebesar 5.23%, sisanya rata-rata di bawah 1% tersebar ke sektor-sektor produksi lainnya.
Dibandingkan wilayah Kaltimsela, dampak sektor bangunan terhadap output perekonomian Kaltimtara lebih banyak menyebar ke sektor-sektor produksi yang lain. Wilayah Kaltimsela hanya ada dua sektor yang paling dominan menerima dampak multiplier tersebut yakni sektor bangunan, serta sektor pertambangan migas dan non migas. Sementara di wilayah Kaltimtara dampak pengembangan sektor bangunan dapat disebar lebih banyak lagi ke sektor-sektor ekonomi lain yakni sektor bangunan, sektor industri lain, sektor pertambangan migas dan non migas, sektor angkutan darat dan sektor kehutanan. Keadaan ini
menunjukkan bahwa peranan sektor bangunan di wilayah Kaltimtara lebih opt imal dibandingkan di Kaltimsela, dalam rangka mendorong pertumbuhan output pereko nomian.
Tabe l 57. Disagregasi Multiplier Sektor Angkutan Darat Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
(%)
No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara
1 Tanaman Pangan 0.07 0.07
2 Tanaman Perkebunan 0.04 0.02
3 Peternakan dan Hasil- hasilnya 0.03 0.03
4 Kehutanan 0.02 0.13
5 Perikanan 0.03 0.09
6 Pertamba nga n Migas da n Non Migas 7.87 34.46
7 Industri Makanan dan Minuman 0.20 0.11
8 Industri Tekstil dan Alas kaki 0.01 0.02
9 Industri Barang Kayu, Rotan da n Bambu 0.01 0.01
10 Industri Pulp dan Kertas 0.02 1.31
11 Industri Lainnya 0.38 0.56
12 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.52 0.54
13 Bangunan 1.43 1.39
14 Hotel, Restoran dan Perdagangan 0.30 2.93
15 Angkutan Darat 81.08 52.15
16 Angkutan Laut, S ungai da n Penyeberangan 0.61 0.97
17 Angkutan Udara 0.07 0.22
18 Pos, Telekomonukasi dan Jasa Penunjangnya 1.01 0.97 19 Lembaga keuangan Bank dan Non Bank 0.80 0.34
20 Jasa-jasa Lainnya 5.50 3.67
Total 100.00 100.00
Dampak Total (Multiplier) 1.8336 1.2994
Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
Sektor infrastruktur yang penting untuk dibahas dan juga diketahui dampaknya adalah sektor angkutan darat. Pada Tabel 57 terlihat bahwa dari total multiplier sektor angkutan darat di Kaltimsela sebesar 1.8336, sektor-sektor
ekonomi yang paling banyak menerima dampaknya tersebut adalah sektor angkutan darat dan sektor pertambangan migas dan non migas, masing- masing sebesar 81.08% dan 7.87%. Sisanya sebesar 11.05% tersebar kepada sektor-
sektor ekonomi lainnya. Sedangkan di wilayah Kaltimtara, dampak multiplier sektor angkutan darat sebesar 1.2994 diberikan kepada sektor angkutan darat itu sendiri sebesar 52.15%, serta sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 34.46%. Sektor-sektor ekonomi lainnya hanya memperoleh dampak multiplier output kurang lebih sekitar 0.02% paling rendah dan 3.67% paling tinggi.
Dalam kaitannya dengan dampak pembangunan sektor angkutan darat antara wilayah Kaltimsela dengan Kaltimtara, tidak terjadi perbedaan yang mencolok. Pada kedua wilayah tersebut pembangunan sektor angkutan darat memberi dampak paling besar terhadap sektor angkuatan darat itu sendiri, dan sektor pertambangan migas dan non migas. Namun, untuk sektor pertambangan migas dan non migas di Kaltimtara tampaknya menerima dampak yang lebih besar di bandingkan Kaltimsela.
Topo grafi Kalimantan Timur yang banyak memiliki sungai menyebabkan peranan sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan di wilayah ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Terlebih lagi jangkauan ke pedalaman selama ini lebih banyak mengandalkan transportasi air tersebut, oleh karena itu keberadaan sektor ini dipastikan akan memberi dampak juga terhadap pertambahan output bagi sektor-sektor produksi yang lain, untuk hal itu dapat dilihat pada Tabel 58.
Dampak sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan di wilayah Kaltimsela lebih besar dibandingka n Kaltimtara. Pada wilayah Kaltimsela untuk setiap peningkatan sebesar 1 milyar rupiah pada permintaan akhirnya akan memberi dampak terhadap pertambahan output pereko nomian wilayah sebesar
Tabe l 58. Disagregasi Multiplier Sektor Angkutan Laut, Sungai dan Penyebe rangan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
(%)
No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara
1 Tanaman Pangan 1.78 3.53
2 Tanaman Perkebunan 1.11 0.35
3 Peternakan dan Hasil- hasilnya 0.11 0.06
4 Kehutanan 0.04 0.11
5 Perikanan 0.93 0.76
6 Pertamba nga n Migas da n Non Migas 24.77 8.76
7 Industri Makanan dan Minuman 6.15 2.70
8 Industri Tekstil dan Alas Kaki 0.01 1.07
9 Industri Barang Kayu, Rotan da n Bambu 0.03 0.01
10 Industri Pulp dan Kertas 0.06 1.43
11 Industri Lainnya 0.52 0.58
12 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.37 0.29
13 Bangunan 1.14 5.62
14 Hotel, Restoran dan Perdagangan 1.53 2.61
15 Angkutan Darat 0.48 0.28
16 Angkutan Laut, S ungai da n Penyeberangan 54.75 67.94
17 Angkutan Udara 0.16 0.11
18 Pos, Telekomonukasi dan Jasa Penunjangnya 0.52 1.89 19 Lemba ga Keuangan Bank da n Non Bank 0.55 0.08
20 Jasa-jasa Lainnya 4.99 1.82
Total 100.00 100.00
Dampak Total (Multiplier) 2.0116 1.9133
Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
2.0116 milyar rupiah, dimana yang paling banyak menerima dampak tersebut adalah sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan sebesar 54.75% dan sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 24.77%. Sedangkan di wilayah Kaltimtara, dampak total yang diberikan oleh sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan terhadap pertambahan output perekonomian adalah sebesar 1.9133 milyar rupiah, yang disebar lebih banyak ke sektor itu sendiri sebanyak 67.94%, sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 8.76%, sektor bangunan 5.62%
dan sektor tanaman pangan sebesar 3.53%. Meskipun dampaknya lebih rendah dibandingkan Kaltimsela, namun dampak sektor transportasi air di Kaltimtara
terasa lebih menyebar ke beberapa sektor. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pembangunan sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan di wilayah Kaltimtara lebih efektif di dalam mendorong pertumbuhan output perekonomian, dibandingkan di wilayah Kaltimsela.
Tabe l 59. Disagregasi Multiplier Sektor Angkutan Udara Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
(%)
No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara
1 Tanaman Pangan 0.40 0.18
2 Tanaman Perkebunan 0.16 0.07
3 Peternakan dan Hasil- hasilnya 0.13 0.11
4 Kehutanan 0.05 0.13
5 Perikanan 0.13 0.29
6 Pertamba nga n Migas da n Non Migas 41.52 23.59
7 Industri Makanan dan Minuman 0.90 0.39
8 Industri Tekstil dan Alas Kaki 0.01 0.05
9 Industri Barang Kayu, Rotan da n Bambu 0.03 0.02
10 Industri Pulp dan Kertas 0.09 3.54
11 Industri Lainnya 0.31 0.75
12 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.15 0.21
13 Bangunan 0.75 1.26
14 Hotel, Restoran dan Perdagangan 3.52 11.19
15 Angkutan Darat 0.81 0.24
16 Angkutan Laut, S ungai da n Penyeberangan 0.40 0.86
17 Angkutan Udara 46.47 54.26
18 Pos, Telekomonukasi dan Jasa Penunjangnya 0.26 0.33 19 Lemba ga Keuangan Bank da n Non Bank 0.78 0.20
20 Jasa-jasa Lainnya 3.13 2.32
Total 100.00 100.00
Dampak Total (Multiplier) 2.1625 1.8234
Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
Tabe l 59 menyajikan dampak pembangunan sektor angkutan udara terhadap pereko nomian wilayah Kaltimsela dan Kaltimtara. Berdasarkan penjelasan pada tabel tersebut, bahwa penyebaran dampak sektor angkutan udara di Kaltimsela lebih tinggi dibandingkan Kaltimtara. Wilayah Kaltimtara, dari total dampak sebesar 1.8234 terdapat tiga sektor produksi yang menerima dampak
lebih dari 10% yakni sektor angkutan udara itu sendiri sebanyak 54.26%, sektor pertambangan migas dan non migas sebanyak 23.59% dan sektor hotel, restoran dan perdagangan sebesar 11.19%. Sedangkan pada wilayah Kaltimsela, dari total dampak sebesar 2.1625, hanya terdapat dua sektor yang menerima dampak di atas 10%, yakni sektor angkutan udara sebesar 46.47% dan sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 41.52%, sedangkan untuk sektor-sektor lainnya berkisar di bawah 5%.
Tabel 60. Disagregasi Multiplier Sektor Pos, Telekomunikasi dan Jasa Penunjangnya Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
(%)
No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara
1 Tanaman Pangan 0.16 0.09
2 Tanaman Perkebunan 0.05 0.02
3 Peternakan dan Hasil-hasilnya 0.06 0.04
4 Kehutanan 0.09 0.72
5 Perikanan 0.05 0.09
6 Pertambangan Migas dan Non Migas 9.95 4.78
7 Industri Makanan dan Minuman 0.31 0.10
8 Industri Tekstil dan Alas Kaki 0.02 0.02
9 Industri Barang Kayu, Rotan dan Bambu 0.08 0.04
10 Industri Pulp dan Kertas 0.35 10.68
11 Industri Lainnya 0.30 1.93
12 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.98 0.98
13 Bangunan 6.17 7.51
14 Hotel, Restoran dan Perdagangan 1.63 3.65
15 Angkutan Darat 0.79 1.15
16 Angkutan Laut, Sungai dan Penyeberangan 1.11 1.52
17 Angkutan Udara 0.78 0.82
18 Pos, Telekomonukasi dan Jasa Penunjangnya 75.56 64.79
19 Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank 1.02 0.53
20 Jasa-jasa Lainnya 0.54 0.54
Total 100.00 100.00
Dampak Total (Multiplier) 1.3742 1.5755
Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
Sektor infrastruktur lainnya yang cukup penting dikaji dampak multiplier terhadap sektor-sektor produksi dalam perekonomian wilayah adalah sektor pos,
telekomunikasi dan jasa penunjangnya. Pada Tabel 60 dampaknya dapat dilihat lebih besar di wilayah Kaltimtara, dimana untuk setiap peningkatan sebesar 1 milyar rupiah pada permintaan akhir sektor pos, telekomunikasi dan jasa penunjangnya diperkirakan akan memberi dampak terhadap pertambahan output wilayah sebesar 1.5755 milyar rupiah. Dari total dampak sebesar ini, sektor produksi yang paling besar menerima dampaknya adalah sektor itu sendiri sebesar 64.79%, kemudian sektor industri pulp dan kertas sebesar 10.68%, sektor bangunan sebesar 7.51% dan sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 4.78%. Sedangkan di wilayah Kaltimsela, dampak yang diberikan oleh sektor pos, telekomunikasi dan jasa penunjangnya adalah sebesar 1.3742, dimana yang paling banyak menerima dampak tersebut adalah sektor itu sendiri sebesar 75.56%, kemudian sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 9.95% dan terakhir sektor bangunan sebesar 6.17%.
Dampak total sektor listrik, gas dan air bersih terhadap output pereko nomian Kalimantan Timur. Berdasarkan Tabel 61, dampak total sektor listrik, gas da n air bersih adalah sebesar 2.0031 untuk wilayah Kaltimsela yang terdistribusi untuk sektor itu sendiri sebe sar 51.79%, dan sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 45.54%. Dengan demikian kedua sektor produksi tersebut telah menyerap hampir seluruh dampak total sektor listrik, gas dan air bersih yakni sebesar 97.33%, berarti sisanya 2.63% tersebar ke delapan belas sektor lainnya.
Sama halnya dengan wilayah Kaltimtara, sektor listrik, gas dan air bersih juga memberi dampak total yang tersebar hanya pada dua sektor yakni sektor itu sendiri dan sektor pertambangan migas dan non migas. Kedua sektor tersebut
menyerap dampak total sebesar 91.95% dari multiplier yang dipancarkan sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 1.7816. Sektor listrik, gas dan air bersih menyerap 59.16%, dan sektor pertambangan migas dan non migas 32.79%.
Sektor-sektor produksi lainnya menyerap dampak total sangat rendah dimana yang lebih dari 1% hanya sektor hotel, restoran dan perdagangan sebesar 3.98%, sektor industri pulp dan kertas sebesar 1.31%, dan sektor bangunan sebesar 1%.
Tabe l 61. Disagregasi Multiplier Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
(%)
No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara
1 Tanaman Pangan 0.06 0.02
2 Tanaman Perkebunan 0.02 0.01
3 Peternakan dan Hasil- hasilnya 0.01 0.04
4 Kehutanan 0.02 0.12
5 Perikanan 0.02 0.09
6 Pertambangan Migas da n Non Migas 45.54 32.79
7 Industri Makanan dan Minuman 0.09 0.05
8 Industri Tekstil dan Alas Kaki 0.00 0.00
9 Industri Barang Kayu, Rotan da n Bambu 0.01 0.01
10 Industri Pulp dan Kertas 0.02 1.31
11 Industri Lainnya 0.39 0.40
12 Listrik, Gas dan Air Bersih 51.79 59.16
13 Bangunan 0.55 1.00
14 Hotel, Restoran dan Perdagangan 0.70 3.98
15 Angkutan Darat 0.20 0.11
16 Angkutan Laut, S ungai da n Penyeberangan 0.16 0.40
17 Angkutan Udara 0.12 0.19
18 Pos, Telekomonukasi dan Jasa Penunjangnya 0.06 0.10 19 Lemba ga Keuangan Bank da n Non Bank 0.17 0.10
20 Jasa-jasa Lainnya 0.09 0.12
Total 100.00 100.00
Dampak Total (Multiplier) 2.0031 1.7816
Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
Telah dipahami bahwa infrastruktur itu merupakan trigger dari pergerakan sektor-sektor ekonomi lain, dengan kata lain sektor infrastruktur itu merupakan mesin pendorong bagi pembangunan ekonomi wilayah. Seandainya dibangun
sebuah jalan di wilayah yang semula tidak ada, maka dengan adanya akses tersebut akan meningkatkan aktivitas perekonomian. Contoh lain, di suatu wilayah semula tidak ada listrik dengan adanya listrik kegiatan eko nomi di wilayah tersebut akan meningkat. Fungsi strategis infrastruktur sangat terasa sekali dalam menunjang eko nomi wilayah, tanpa adanya pembangunan infrastruktur tidak akan ada investasi pembangunan di sektor lainnya, seperti kegiatan produksi tidak akan dapat berjalan dengan lancar, sehingga peningkatannya tidak akan signifikan.
Kondisi ob yektif di Kalimantan Timur ternyata tidak menunjukka n hal yang sesuai de ngan ko nsep-konsep pemikiran tersebut. Meskipun pembangunan infrastruktur terus dilakukan dan ditingkatkan, namun pada kenyataannya tidak mampu mendorong sektor industri dan pertanian berkembang lebih tinggi.
Sebagaimana yang terlihat pada analisis multiplier sektor-sektor infrastruktur di atas, mulai dari sektor bangunan, angkutan, hingga jasa-jasa pos dan telekomunikasi, semuanya tidak banyak memberi dampak terhadap pertambahan output sektor pertanian dan industri baik itu di wilayah Kaltimsela maupun Kaltimtara.
Rata-rata dampak yang diberikan terhadap sektor pertanian dan industri di kedua wilayah tersebut dapat dikatakan sangat kecil, nilainya tidak lebih dari 5%.
Bahkan untuk sektor bangunan dan angkutan dampaknya kurang dari 1%. Kondisi ini menggambarkan bahwa fungsi mediasi sektor infrastruktur sebagai penggerak kegiatan ekonomi di sektor pertanian dan industri tidak berjalan baik di wilayah Kaltimtara maupun Kaltimsela.
8.3. Penga ruh Pembangunan Infras truktur Te rhadap Nilai Tambah, Pendapatan dan Tenaga Kerja
Pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap beberapa indikator makroregional Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan dampak multiplier cukup besar, dapat dilihat pada Tabel 62. Dampak pembangunan infrastruktur fisik, dalam hal ini adalah sektor bangunan di wilayah Kaltimsela (S13) terhadap penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian wilayah Kalimantan Timur adalah sebesar 0.03713. Sedangkan sektor bangunan wilayah Kaltimtara (U13 ) memberi dampak multiplier tenaga kerja sebesar 0.01451. Angka multiplier sebesar 0.03713 memberi makna jika permintaan akhir pada sektor bangunan di wilayah Selatan sendiri diberi tambahan sebesar 1 juta rupiah maka diperkirakan dapat menambah penyerapan jumlah tenaga kerja di Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 37 tenaga kerja, dengan kata lain jika tambahannya sebesar 1 milyar maka jumlah tenaga kerja yang terserap adalah 37.130 orang. Sedangkan sektor bangunan Kaltimtara dengan besaran stimulus dana yang sama mempunyai dampak penyerapan tenaga kerja sebanyak 15.000 tenaga kerja, dengan kata lain sektor bangunan adalah yang paling besar pengaruhnya terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Kalimantan Timur.
Selain sektor bangunan, infrastruktur lainnya yang memberi dampak multiplier terbesar terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Kalimantan
Timur adalah sektor sektor pos, telekomonikasi dan jasa penunjangnya yakni dari wilayah Selatan (S18) sebesar 0.02381, dan wilayah Utara (U18) sebesar 0.01290.
Setelah itu adalah sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan masing- masing pada wilayah Selatan (S16) sebesar 0.01226, dan wilayah Utara (U16) sebesar 0.01205.
Tabe l 62. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Tenaga Kerja, Pendapatan dan N ilai Tambah di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
Indikator Makroregional Sektor Multiplier
Tenaga Kerja
Selatan
S12 0.02270
S13 0.03713
S15 0.01796
S16 0.01226
S17 0.00763
S18 0.02381
Utara
U12 0.00771
U13 0.01451
U15 0.00968
U16 0.01205
U17 0.00679
U18 0.01290
Pendapatan
Selatan
S12 0.16889
S13 0.28537
S15 0.20998
S16 0.16007
S17 0.13975
S18 0.12940
Utara
U12 0.19752
U13 0.20554
U15 0.14884
U16 0.11865
U17 0.15420
U18 0.13561
Nilai Tambah
Selatan
S12 0.97055
S13 0.97855
S15 0.78757
S16 0.73145
S17 0.80963
S18 0.89194
Utara
U12 0.90160
U13 0.86856
U15 0.83006
U16 0.49227
U17 0.64656
U18 0.69205
Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
12 : Listrik, Gas dan Air Bersih 13 : Bangunan
15 : Angkutan Darat
16 : Angkutan Laut, Sungai dan Penyeberangan 17 : Angkutan Udara
18 : Pos, Telekomunikasi dan Jasa Penunjangnya S : Wilayah Kalimantan Timur wilayah Selatan U : Wilayah Kalimantan Timur wilayah Utara
Searah dengan dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja, sektor bangunan di Provinsi Kalimantan Timur juga mempunyai dampak multiplier yang paling besar terhadap pertambahan pendapatan rumahtangga, khususnya pada pendapatan upah. Wilayah Selatan, sektor bangunan (S13) akan memberi dampak terhadap pertambahan pendapatan di Provinsi Kalimantan Timur sebesar 0.28537, sedangkan sektor banguna n wilayah Utara (U13) mempunyai dampak sebesar 0.20554. Dengan demikian untuk setiap peningkatan permintaan akhir sektor bangunan di wilayah Kaltimsela sebesar 1 milyar rupiah akan memberi dampak terhadap pertambahan pendapatan rumahtangga dalam perekonomian Kalimantan Timur sebesar 0.28537 milyar rupiah. Sedangkan jika terdapat tambahan alokasi dana sebesar 1 milyar rupiah pada sektor bangunan di Kaltimtara akan memberi dampak terhadap kenaikan pendapatan rumahtangga di Kalimantan Timur sebesar 0.20544 milyar rupiah.
Pada Tabel 62 juga terlihat bahwa sektor angkutan darat, dan sektor listrik, gas dan air bersih, keduanya menjadi sektor infrastruktur yang paling besar dampaknya terhadap pendapatan setelah sektor bangunan. Sebagai indikatornya dapat dilihat pada angka multiplier pendapatan pada masing- masing sektor tersebut, disini multiplier pendapatan sektor angkutan darat di wilayah Selatan (S15) sebesar 0.20998, dan wilayah Utara (U15) sebesar 0.14884. Adapun untuk sektor listrik, gas dan air bersih mempunyai dampak multiplier pendapatan di wilayah Selatan (S12) sebesar 0.16889, dan wilayah Utara (U12) sebesar 0.19752.
Sektor infrastruktur di wilayah Kaltimsela yang paling besar memberi dampak terhadap perubahan nilai tambah perekonomian Kalimantan Timur adalah sektor bangunan (S13) dengan nilai multiplier sebesar 0.97855. Sedangkan di
wilayah Utara, sektor infrastruktur yang paling besar peranannya adalah sektor listrik, gas dan air bersih (U12) yang mempunyai angka multiplier nilai tambah sebesar 0.90160. Stimulus sebesar 1 milyar rupiah yang diberikan pada sektor bangunan wilayah Kaltimsela akan mempunyai dampak terhadap perubahan nilai tambah perekonomian Kalimantan Timur sebesar 0.97855 milyar rupiah.
Demikian juga untuk sektor listrik, gas dan air bersih untuk besaran stimulus yang sama sebesar 1 milyar rupiah akan menciptakan kenaikan nilai tambah dalam perekonomian Kalimantan Timur sebesar 0.90160 milyar rupiah.
Berdasarkan semua indikator multiplier yang dijelaskan di atas maka dapat digeneralisasikan bahwa sektor infrastruktur yang paling menonjol dalam pereko nomian Kalimantan Timur selama ini adalah sektor bangunan. Terindikasi bahwa sektor bangunan, baik yang berada di Kaltimsela maupun Kaltimtara mempunyai dampak paling besar dibandingkan sektor-sektor infrastruktur lainnya terhadap tenaga kerja, pendapatan rumahtangga dan nilai tambah perekonomian Kalimantan Timur. Sektor listrik, gas dan air bersih di wilayah Kaltimtara menjadi sektor infrastruktur yang paling tinggi kontribusinya didalam menciptakan kenaikan nilai tambah perekonomian Kalimantan Timur.
8.4. Keterkaitan Ekonomi Pembangunan Infras truktur Antara Wilaya h Selatan dan Utara
Pembangunan wilayah pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pendapatan per kapita dan kesempatan kerja yang sesuai de ngan karakteristik dan ko ndisi wilayah setempat. Tujuan pembangunan tersebut dapat dicapai dengan adanya aktivitas ekonomi yang seiring dengan kemajuan teknologi, maka mulai terdapat spesialisasi aktivitas ekonomi kepada hal- hal yang merupakan keunggulan komparatif di wilayah bersangkutan (local
specific), dengan adanya keunggulan wilayah tersebut, maka akan ada
perda gangan antar wilayah.
Selain itu, kemajuan satu wilayah juga ditentukan oleh kemampuannya menghasilkan satu produk secara efisien dan melakuka n perdagangan, baik di wilayahnya sendiri, antar wilayah maupun pe rda gangan internasional. Terbuka nya perekonomian wilayah yang ditandai dengan terjadinya interaksi perdagangan antar wilayah, menyebabkan faktor luar menjadi salah satu variabel determinasi yang sangat penting dalam mencapai tujuan pembangunan wilayah. Apapun kebijakan produksi yang diterapkan pada suatu wilayah dipastikan akan berdampak luas melewati batas-batas administrasi pada wilayah lain. O leh karena itu, fenomena pengaruh dari luar wilayah terhadap pembangunan dan kemajuan ekonomi pada suatu wilayah tidak dapat diabaikan begitu saja. Terkait dengan pemikiran ini, pembahasan tentang spill-over effect dari sektor-sektor eko nomi di Kalimantan Timur sangat penting, khususnya yang terkait dengan sektor infrastruktur sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 63.
Tabe l 63. Multiplier Keterkaitan Ekonomi Antar wilayah Sektor Infrastruktur di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
Sektor Produksi Output Tenaga Kerja Pendapatan Nilai Tambah
U-S S-U U-S S-U U-S S-U U-S S-U
Listrik, Gas dan Air
Bersih 0.01704 0.00396 0.00022 0.00007 0.00244 0.00037 0.00727 0.00160 Bangunan 0.37000 0.00272 0.00151 0.00046 0.06872 0.00021 0.01866 0.00083 Angkutan Darat 0.02971 0.00396 0.00017 0.00005 0.00342 0.00034 0.01555 0.00159 Angkutan Laut,
Sungai dan Penyeberangan
0.18202 0.00134 0.00538 0.00003 0.02991 0.00014 0.11450 0.00054
Angkutan Udara 0.03056 0.00623 0.00036 0.00017 0.00364 0.00073 0.01450 0.00256 Pos, Telekomunikasi
dan Jasa Penunjangnya
0.03642 0.00171 0.00025 0.00005 0.00649 0.00020 0.18790 0.00068
Sumber: I-O Antar wilayah Provinsi Ka limantan Timur Tahun 2006
Keterangan :
U : Kalimantan Timur Wilayah Utara S : Kalimantan Timur Wilayah Selatan
Jika diperhatikan secara khusus pada sektor-sektor infrastruktur, dapat dilihat bahwa terjadinya perdagangan antar wilayah Kaltimsela dan Kaltimtara ternyata lebih mengunt ungkan wilayah Kaltimsela dibandingkan Kaltimtara.
Misalkan pada sektor bangunan di Kaltimtara, jika terdapat peningkatan sebesar 1 milyar rupiah pada permintaan akhirnya, wilayah Kaltimtara mampu menciptakan IFS (interregional feed-back and spill-over) pada output wilayah Kaltimsela
sebesar 0.3700 rupiah. Sebaliknya, jika permintaan akhir sektor bangunan di Kaltimsela meningkat sebanyak 1 milyar rupiah, maka output perekonomian wilayah Kaltimtara hanya mendapat efek IFS sebesar 0.0027 milyar rupiah.
Terjadi ketidakseimbangan dalam transaksi antar wilayah di sektor bangunan, dimana Kaltimsela lebih banyak menerima manfaat dari Kaltimtara, namun sebaliknya Kaltimsela memberi manfaat yang sedikit terhadap Kaltimtara.
Fenomena ketidakseimbangan manfaat perdagangan di atas tidak hanya berlaku pada sektor bangunan saja. Semua transaksi antara wilayah Kaltimsela dengan Kaltimtara, khususnya di sektor infrastrukt ur seluruh manfaat eko nomi lebih banyak dinikmati oleh wilayah Kaltimsela. Rata-rata manfaat yang diterima Kaltimsela dalam transaksi antar wilayah dengan Kaltimtara adalah sebesar 6.13%, sementara Kaltimtara hanya mendapat manfaat rata-rata 0.18%. Fenomena ini mengindikasikan adanya backwash effect dari keterkaitan ekonomi antar wilayah di Kalimantan Timur, dimana daerah-daerah yang maju yang umumnya berada di sebelah Selatan menerima manfaat ekonomi yang lebih tinggi karena
melakuka n ekspa nsi ekonomi ke daerah-daerah sebelah Utara yang sebagian besar merupakan daerah kurang berkembang.
Selain itu ketidakseimbangan pada dampak multiplier antar wilayah bukan hanya terlihat pada sisi output perekonomian saja, namun juga dalam penyerapan tenaga kerja, pendapatan rumahtangga dan nilai tambah. Sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 64, ketika ada stimulus fiskal sebesar 1 milyar rupiah di sektor bangunan Kaltimsela akan memberi spill-over effect pada penyerapan tenaga kerja di Kaltimtara hanya sebesar 0.00046. Akan tetapi sebaliknya jika sektor bangunan di Kaltimtara diberikan dana stimulus sebesar 1 milyar rupiah akan membe ri spill-over effect terhadap penyerapan tenaga kerja di Kaltimsela sebanyak 0.00151. Kondisi yang sama juga terlihat pada nilai tambah dan pendapatan rumahtangga. Seda ngka n untuk nilai tambah, jika permintaan akhir sektor bangunan di Kaltimsela diberi stimulus sebesar 1 milyar rupiah akan menciptakan spill-over effect terhadap ke naikan nilai tambah dalam pereko nomian wilayah Kaltimtara hanya sebesar 0.00083 milyar rupiah. Sebaliknya jika stimulus diberikan pada sektor bangunan di Kaltimtara dapat menghasilkan spill-over effect terhadap nilai tambah perekonomian wilayah Kaltimsela sebanyak 0.01866 milyar rupiah. Sedangkan untuk pendapatan, spill-over effect dari sektor bangunan di Kaltimsela adalah sebesar 0.00021 milyar rupiah terhadap Kaltimtara, da n sebesar 0.06872 milyar rupiah dari Kaltimtara terhadap Kaltimsela.
Selain di sektor bangunan, ketidakseimbangan spill-over effect yang dihasilkan pada masing- masing wilayah juga terlihat jelas pada sektor-sektor infrastruktur jasa lainnya. Sehingga dapat dikatakan untuk saat ini jika diperhatikan dari spill-over effect yang dihasilkan dari pembangunan infrastruktur
di Kalimantan Timur, wilayah Kaltimsela akan memperoleh manfaat yang lebih tinggi dibandingkan Kaltimtara, baik itu manfaat yang diterima pada output, penyerapan lapangan kerja, pendapatan maupun nilai tambah.
Adanya fenomena ketidakseimbangan di atas menunjukkan bahwa proses pembangunan infrastruktur yang dijalankan selama ini di Kalimantan Timur belum dapat mengatasi ketimpangan regional. Harapan agar terjadi trickle down effect dari pembangunan infrastruktur di Kalimantan Timur tidak tercapai dengan
baik, akibatnya kesenjangan pembangunan antara wilayah selatan dengan utara belum dapat dikurangi. Bahkan jika diperhatikan dari angka spill-over effect di atas, seanda inya po la pembangunan wilayah di Kalimantan Timur belum berubah, diperkirakan dampak pembangunan infrastruktur akan membuat tingkat kesenjangan semakin tinggi.
Terjadinya proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber berupa modal, tenaga kerja dan sumberda ya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupaka n pe micu bagi laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Hal ini mempunyai pengertian bahwa semakin banyak sumberdaya yang dimiliki oleh suatu wilayah, maka semakin cepat pertumbuhan eko nomi yang dihasilka n.
Adanya infrastruktur, khususnya infrastruktur transportasi aka n membuat mobilisasi segala sumberdaya semakin tinggi. Aliran sumberdaya dapat bergerak ke luar atau masuk ke dalam suatu wilayah dengan dibangunnya transportasi.
Dalam hal ini percepatan pembangunan transpo rtasi akan meningkatkan intensitas arus mobilitas sumberdaya.
Fakta menunjukkan bahwa sumberda ya yang dimiliki oleh sebagian besar wilayah Selatan Provinsi Kalimantan Timur lebih tinggi dibandingkan wilayah
Utara, baik itu dilihat dari segi kuant itas maupun kualitas, seeba ga i contoh adalah adanya ketersediaan tenaga kerja. Apabila dilihat dari tingkat prod uktivitasnya, tenaga kerja di wilayah Selatan memiliki prod uktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingka n wilayah Utara. Antara tahun 2007 - 2009 misalkan, rata-rata produktivitas regional tenaga kerja di wilayah Selatan mencapai 140.59 juta rupiah per tenaga kerja per tahun, sedangkan di wilayah Utara hanya sebesar 31.44 juta rupiah per tenaga kerja per tahun, perhatikan Gambar 8. Kondisi ini menandaka n bahwa kualitas tenaga kerja di sebagian besar wilayah Selatan lebih tinggi dibandingkan di wilayah Utara.
Gambar 8. Produktivitas Regional Tenaga Kerja di Wilayah Selatan dan Utara Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2007 -2009
Adanya pembangunan infrastruktur transpo rtasi di wilayah Utara yang menghubungkan dengan wilayah Selatan membuat mob ilitas tenaga kerja dari wilayah Selatan akan lebih ba nyak mengalir ke wilayah Utara dibandingkan wilayah Utara ke wilayah Selatan. Hal ini terjadi karena permintaan tenaga kerja yang berkualitas, sebagaimana yang ditunjukkan oleh tingkat produktivitasnya di atas, dipastikan akan lebih banyak datang dari wilayah Utara daripada wilayah
146,41 138,94 136,41
33,6 30,52 30,21
0 20 40 60 80 100 120 140 160
2007 2008 2009
juta rupiah
Tahun
Selatan Utara
Selatan. Artinya kelancaran arus transportasi aka n menyebabkan permintaan tenaga kerja dari wilayah Utara terhadap wilayah Selatan menjadi lebih tinggi dibandingkan dari wilayah Selatan terhadap wilayah Utara yang mempunyai produktivitas tenaga kerja yang sangat rendah. Dengan demikian, spill-over effect yang dihasilkan dari pembangunan infrastruktur transportasi akan lebih menguntungkan tenaga kerja wilayah Selatan dari pada wilayah Utara. Tenaga kerja memperoleh upah yang merupakan sumber pendapatan bagi rumahtangganya, pada akhirnya secara tidak langsung pergerakan tenaga kerja yang lebih banyak dari wilayah Selatan ke Utara menyebabkan pendapatan rumahtangga di wilayah Selatan meningkat lebih besar dibandingkan wilayah Utara. Kondisi ini sekaligus menggambarkan bahwa spill-over effect yang diciptakan dari pembangunan infrastruktur di wilayah Utara lebih menguntungkan pendapatan rumahtangga di wilayah Selatan dari pada sebaliknya.
Pembangunan infrastruktur secara menyeluruh, yang dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, pemeliharaan hingga pemanfataan sangat membutuhkan sumberda ya ekonomi seperti modal, tenaga kerja, dan bahan baku. Semua sumberdaya tersebut selama ini lebih banyak tersedia di wilayah Selatan dibandingkan wilayah Utara. Akibatnya, ketika pembangunan infrastruktur dilaksanakan di wilayah Utara, permintaan input untuk pembuatan infrastruktur akan lebih banyak datang ke wilayah Selatan. Sebaliknya, pelaksanaan pembangunan infrastruktur di wilayah Selatan tidak akan banyak menciptakan permintaan input ke wilayah Utara. Kondisi ini pada akhirnya mengakibatkan para pemilik moda l di wilayah Selatan lebih banyak menerima manfaat dari spill-over effect yang diciptakan pembangunan infrastruktur di wilayah Utara.
Dalam teori Myrdal (Jhingan, 1990), ketimpangan wilayah berkaitan erat dengan sistem kapitalis yang dikendalikan oleh motif laba. Motif laba inilah yang mendorong berkembangnya pembangunan terpusat di wilayah- wilayah yang memiliki harapa n laba tinggi, sementara wilayah-wilayah yang lainnya tetap terlantar. Ketidakmerataan pembangunan yang mengakibatkan ketimpangan ini, disebabkan karena adanya dampak balik (backwash effect) yang lebih tinggi dibandingkan dengan dampak sebar (spread effect).
Menur ut Myrdal, bahwa investasi cenderung menambah ketidakmerataan, daerah-daerah yang sedang berkembang permintaan barang dan jasa akan mendorong naiknya investasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan. Sebaliknya di daerah-daerah yang kurang berkembang, permintaan akan investasi rendah karena pendapatan masyarakat yang rendah. Selain itu investasi khususnya investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar.
Dalam hal ini, kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swasta ke suatu daerah ada lah ke untungan lok asi yang dimiliki oleh suatu daerah (Sjafrizal, 2008). Perbedaan inilah yang akan menyebabkan ketimpangan antar wilayah menjadi semakin lebar.
Matrik O-D yang telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya, lihat kembali Tabel 40 dapat menggambarkan dengan jelas bagaimana pembangunan transpor tasi di Kalimantan Timur dalam kondisi eksisting akan menghasilkan spill-over effect yang lebih mengun tungkan wilayah Selatan dari pada wilayah
Utara. Berdasarkan matrik O-D tersebut terlihat jelas bahwa sebagian besar daerah di wilayah Selatan seperti Samarinda, Penajam Paser Utara, Balikpapan, dan Paser memperoleh surplus perdagangan antarkabupaten dalam satu provinsi yang lebih
besar dibandingkan daerah-daerah di wilayah Utara. Digambarkan juga daerah- daerah di wilayah Utara kecuali Tarakan, mengalami defisit perdagangan antarkabupaten. Gambaran mengenai kondisi perdagangan antarkabupaten ini dapat ditunjukkan dengan melihat arus perdagangan dari Kota Balikpapan yang mewakili wilayah Selatan, dengan Kabupaten Malinau yang mewakili wilayah Utara.
Tabel 64. Volume Perda gangan Antarkabupaten di Kota Balikpapan dengan Mitra Dagang Wilayah Utara Kalimantan Timur Tahun 2006
(ton) Mitra Dagang Kabupaten
Dari Wilayah Utara
Kota Balikpapan
Ekspor Impor Surplus/Defisit
Malinau 5 975 5 515 460
Bulungan 14 722 10 516 4 206
Nunukan 14 455 13 422 1 033
Berau 26 771 17 848 8 923
Tarakan 13 869 11 557 2 312
Total 75 792 58 858 16 934
Sumber : Departemen Perhubungan, 2007 (diolah)
Tabel 65. Volume Perdagangan Antarkabupaten di Kabupaten Malinau dengan Mitra Dagang Wilayah Selatan Kalimantan Timur Tahun 2006
(ton) Mitra Dagang Kabupaten
Dari Wilayah Selatan
Kabupaten Malina u
Ekspor Impor Surplus/Defisit
Pasir 0 1 390 -1 390
Kubar 0 562 -562
Kukar 3 455 4 837 -1 382
Kutim 2 470 2 245 225
PP Utara 1 774 1 884 -110
Balikpapan 5 515 5 975 -460
Samarinda 7 178 8 614 -1 436
Bontang 1 882 2 053 -171
Total 22 274 27 560 -5 286
Sumber : Departemen Perhubungan, 2007 (diolah)
Berdasarkan Tabel 64 terlihat bahwa Kota Balikpapan yang terletak di wilayah Selatan berdasarkan matriks O-D tahun 2006 mengalami surplus perda gangan dengan daerah-daerah di wilayah Utara hingga mencapai 16 934 ton.
Surplus yang terbesar dialami melalui transaksi dagang dengan Kabupaten Berau, dimana volume ekspor Kota Balikpapan ke Kabupaten Berau sebanyak 26 771 ton, sedangkan impor dari Kabupaten Berau sebanyak 17 848 ton.
Kondisi yang sangat kontras pada Kabupaten Malinau yang terletak di wilayah Utara. Berbeda dengan Kota Balikpapan, perdagangan antarkabupaten di Malinau mengalami defisit sebesar 5 176 ton, hal ini disebabkan volume impor lebih besar dibandingkan ekspor, masing- masing sebesar 27 450 ton dan 22 274 ton. Defisit yang paling besar dialami pada transaksi dagang dengan Kota Samarinda mencapai 1 436 ton.
Adanya heterogenitas dan beragam karateristik suatu wilayah menyebabkan kecendrungan terjadinya ketimpangan antardaerah dan antar sektor ekonomi suatu daerah. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, kesenjangan atau ketimpangan antardaerah sebenarnya merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antardaerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effect) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effect) terhadap
pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan.
Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga akan mengakibatkan peningkatan ketimpangan antar daerah. Oleh karena itu, perlu ditegaskan bahwa
tujuan utama dari pembangunan infrastruktur selain menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, juga dapat menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran, serta meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam, daya saing, dan produktivitas regional, yang pada akhirnya akan memberikan pendapatan untuk masyarakat da lam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dibutuhkan suatu peruba han kebijaka n infrastruktur yang lebih terkonsentrasi kepada daerah-daerah kurang berkembang yang berada di wilayah Utara seperti di Kabupaten N unukan, Bulungan, Malinau, Tarakan dan Berau.
Saat ini meningkatkan pengeluaran pembangunan di sektor-sektor bangunan merupakan instrumen kebijakan yang paling tepat dilaksanakan di wilayah Kaltimtara. Fokus pembangunan infrastruktur di Kaltimtara tidak akan mengurangi peranan infrastruktur itu sendiri secara keseluruhan dalam pembangunan ekonomi di provinsi Kalimantan Timur, oleh karena spill-over effect yang diciptakan sektor infrastruktur di Kaltimtara masih cukup besar
diterima oleh Kaltimsela. Dengan kata lain, pereko nomian wilayah Kaltimsela tetap memperoleh manfaat yang besar meskipun fokus pembangunan infrastruktur di arahkan ke Utara. Kondisi ini berbeda jika fokus pembangunan infrastruktur di arahkan ke Kaltimsela, manfaat ekonomi yang di terima Kaltimtara sangat rendah, karena spill-over effect dari Kaltimsela kecil sekali sehingga pembangunan infrastruktur yang dijalankan hanya dapat mendorong wilayah Kaltimsela saja, sementara wilayah Kaltimtara akan semakin tertinggal.