• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan Status Gizi dengan Tingkat Kecerdasan (Intelligence Quotient-IQ) Anak

Pertumbuhan anak umur antara satu tahun sampai pra-remaja sering disebut sebagai masa laten atau tenang. Walaupun pada masa ini pertumbuhan fisiknya lambat, tetapi merupakan masa untuk perkembangan sosial, kognitif, dan emosional. Anak usia sekolah mempunyai aktivitas yang lebih banyak sehingga membutuhkan energi dan asupan zat gizi yang lebih banyak pula. Di samping itu, sistem penyimpanan glikogen di otot pada anak sangat sedikit, mengakibatkan terbatasnya persediaan asam amino untuk glikoneogenesis. Hal ini dapat berdampak pada keadaan anak yang menjadi tidak bersemangat, lemah, dan lesu (Soetjiningsih, 2012).

Anak membutuhkan nutrisi lebih banyak untuk pertumbuhan tulang, gigi, otot, dan darah. Ditambah lagi dengan berbagai masalah yang menyertai pertumbuhannya, seperti anak mulai memilih-milih makanan sesuai keinginannya, atau pengaruh teman dan iklan di media massa. Anak memiliki risiko malnutrisi apabila kebutuhan nutrisi yang menunjang proses tumbuh kembangnya tidak tercukupi dengan baik (Devi, 2012).

Menurut Indrawati dkk (2013) yang mengutip pendapat Behrman dkk, bahwa pertumbuhan dan perkembangan seseorang selalu dikaitkan dengan kondisi status gizi setiap individu. Semakin baik status gizi anak, maka akan lebih baik pula proses tumbuh kembang anak tersebut. Kandungan gizi yang didapatkan dari konsumsi makanan sehari-hari, tentu sangat berpengaruh terhadap hasil dari makanan tersebut. Apalagi jika didukung dengan status ekonomi keluarga yang baik, maka akan memiliki peluang yang lebih baik pula untuk mendapatkan makanan cukup gizi, sehingga kecukupan gizi anak dapat terpenuhi. Namun demikian, pada dasarnya kebutuhan nutrisi individu bervariasi sesuai dengan perbedaan genetik dan metabolik. Kondisi nutrisi yang baik akan membantu mencegah penyakit kronis dan sangat berperan dalam pengembangan fisik dan mental anak.

Menurut Devi (2012), pemenuhan gizi yang baik pada masa usia sekolah dasar sangat berperan dalam pencapaian pertumbuhan badan yang optimal, termasuk di dalamnya pertumbuhan otak anak. Pada usia sekolah, beban anak untuk pemenuhan gizinya dua kali lipat dibandingkan pada usia dewasa, karena pada usia sekolah adanya peningkatan aktivitas anak. Asupan zat gizi di dapatkan

dengan mengkonsumsi makanan yang memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi yang meliputi karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan lemak.

Pengaruh makanan terhadap perkembangan otak, apabila makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, berakibat terjadi ketidakmampuan berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi biokimia (neurotransmitter) dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak (Pamularsih, 2009).

Menurut Pamularsih yang dikutip oleh Indrawati dkk (2013), kualitas perkembangan otak manusia tergantung pada interaksi antara potensi genetik dan faktor-faktor lingkungan seperti asupan gizi, stimulasi dan sikap orangtua. Sel-sel otak lebih sensitif terhadap zat gizi dari pada sel-sel tubuh yang lain. Zat gizi yang berperan terhadap pertumbuhan dan perkembangan otak yaitu, karbohidrat, protein, lemak, DHA (Asam dokosaheksaenoat), AA (Asam arakidonat), zat besi, seng (Zn), vitamin dan mineral.

Menurut Santrock (2011), otak adalah organ fisik yang sangat berharga, pusat segala eksistensi kita seperti inteligen, kepribadian, emosional, akal, spiritual dan jiwa. Tidak ada yang lebih utama untuk meraih kesuksesan hidup dari pada fungsi otak yang optimal. Kita dapat mengoptimalkan fungsi saraf dalam otak melalui kecukupan zat gizi dan melalui aktivitas mental dan fisik.

Dengan asupan zat gizi dan energi yang seimbang, otak akan menerima rangsangan yang baik untuk terus bekerja secara optimal, terutama untuk mengolah semua informasi yang diperoleh saat beraktivitas.

Otak merupakan organ yang dipakai berpikir dan pusat penerimaan rangsangan dari luar, di mana aktivitas ini memerlukan zat gizi dalam jumlah yang besar. Otak merupakan organ yang membutuhkan sumber bahan bakar glukosa (monosakarida) dan secara proporsional mengkonsumsi energi terbesar dibandingkan dengan organ tubuh lainnya. Menurut singh yang dikutip oleh Ardi (2016) terdapat lebih dari 100 milyar jaringan saraf dalam otak yang integritasnya tergantung pada asupan zat gizi yang cukup dan juga aktivitas mental dan fisik.

Menurut Georgieff , yang dikutip oleh Ardi (2016), menyatakan bahwa defisiensi berbagai zat gizi terutama zat gizi makro akan mempengaruhi neuroanatomi, neurokimia dan neurofisiologi dari perkembangan otak. Tergantung pada waktu dan lamanya defisiensi, akan mengurangi jumlah dan ukuran neuron serta pembentukan sinapsis.

Sinapsis yang terbentuk bertriliun-triliun sambungan antar neuron. Banyaknya sambungan mempengaruhi kemampuan otak. Kegiatan otak dipengaruhi dan tergantung pada kegiatan neuron sambungan antar neuron. Pemantapan sambungan terjadi apabila neuron mendapat informasi yang menghasilkan sinyal-sinyal listrik yang dapat merangsang bertambahnya myelin. Semakin banyak myelin yang diproduksi, semakin banyak bagian syaraf yang tumbuh, makin banyak sinapsis yang terbentuk akan merangsang pertumbuhan neuron yang membentuk unit. Kualitas kemampuan otak dalam menyerap dan

mengolah informasi tergantung dari banyaknya neuron yang membentuk unit (Santrock, 2002).

Hal ini menunjukkan bahwa, faktor gizi adalah faktor esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan otak. Kurang gizi pada ibu hamil dan bayi mempengaruhi perkembangan otak bayi tersebut. Studi mencatat bahwa stunting menurunkan skor IQ 5-10 poin (Syafiq, 2007).

Menurut Karsin yang dikutip oleh Indrawati dkk (2013), bahwa anak yang mengalami Kurang Energi Protein (KEP) mempunyai skor IQ lebih rendah 10-13 skor dibandingkan anak yang tidak KEP. Protein merupakan salah satu sumber zat gizi makro (makronutrien) yang berkontribusi besar pada fungsi otak seperti yang dinyatakan oleh Boeree yang dikutip oleh Ardi (2016), bahwa asam amino esensial diperlukan untuk mengatur pembentukan neurotransmiter di otak. Selain KEP, malnutrisi pada anak-anak dapat dipengaruhi oleh kekurangan mikronutrien (zat besi, yodium, seng, dan vitamin A), yang juga memiliki pengaruh buruk pada pertumbuhan. Penelitian lain yaitu Liu et.al (2004) di Mauritius menemukan bahwa anak dengan kurang gizi pada umur 3 tahun memiliki rerata skor IQ pada umur 11 tahun lebih rendah daripada anak dengan gizi baik.

Status gizi anak penting untuk kelangsungan hidup dan kesehatan. Menurut Almatsier (2010) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih.

Pada periode anak, permasalahan yang banyak muncul bukan hanya gizi kurang akan tertapi keadaan gizi lebih yang menjadi masalah baru dalam masalah

kesehatan pada anak. Gizi lebih dikelompokkan atas 2 yaitu keadaan gemuk dan obesitas. Gemuk dan obesitas berpotensi mengalami berbagai gangguan sistem tubuh, baik kardiovaskuler, pernafasan, endokrin, neurologi, integumen, sistem imunitas, serta gangguan psikologis dan gangguan perkembangan (Budiyati, 2011).

Anak-anak dengan kegemukan atau kelebihan berat badan juga dapat mengalami kesulitan bergerak dan terganggu pertumbuhannya karena timbunan lemak yang berlebihan pada organ-organ tubuh yang seharusnya berkembang. Belum lagi efek psikologis yang dialami anak, misalnya ejekan dari teman-teman sekelas pada anak-anak yang telah bersekolah. Menurut Sartika (2011), obesitas atau kegemukan pada anak terutama pada usia 6-7 tahun bisa menurunkan tingkat kecerdasan anak, karena aktivitas dan kreativitas anak menjadi menurun dan cenderung malas.

Menurut Cohen yang dikutip oleh Sa’adah (2014), bahwa kejadian obesitas berkaitan erat dengan fungsi kognitif secara umum dan kemampuan mengingat. Mekanisme yang mendasari hubungan antara obesitas dengan fungsi kognitif belum diketahui secara pasti dan kemungkinan besar melibatkan banyak etiologi yang saling berinteraksi satu sama lain. Namun demikian, diduga terdapat peranan dari mekanisme vaskular dan metabolik yang memperbesar terjadinya penuaan otak dini (premature brain aging).

Menurut Santrock (2011), pertumbuhan dan perkembangan otak 50% lebih banyak pada periode tiga tahun masa kehidupan, 30% pada usia sampai 6 tahun dan setelah masa periode tersebut otak hanya sedikit mengalami perubahan

akan tetapi penting agar tidak banyak terjadi kerusakan sel otak yang lebih banyak. Pada umur 2 tahun, otak memiliki ukuran 80% orang dewasa. Setelah usia tersebut, neuron tidak lagi terbentuk hanya sel-sel otak lain seperti glia dan sambungan neuron baru yang akan tubuh, kira-kira 1000 trilliun sambungan pada umur 3 tahun. Perkembangan neuron di otak dipengaruhi oleh gen dan lingkungan termasuk zat gizi, stimulasi dan pengalaman.

Menurut Hurlock (2008) walaupun banyak neuron-neuron yang diciptakan melebihi dari yang anak butuhkan, tetapi hanya neuron-neuron yang dirangsang saja yang memberikan kesempatan belajar di kemudian hari. Neuron-neuron yang tidak dirangsang akan dilenyapkan melalui proses alamiah dan proses tersebut dikenal sebagai “pemangkasan neuron”. Pemangkasan sambungan-sambungan yang tidak digunakan dan diperlukan ini memungkinkan jalan yang sudah dirangsang untuk tumbuh dan membuat hubungan yang lebih rumit. Dalam kata lain, neuron-neuron yang tidak dirangsang selama periode waktu kritis tertentu akan hilang atau diubah. Sehingga, perlu sekali memahami jendela peluang atau kesempatan yang ada secara alamiah agar dapat merangsang dan mendukung hubungan otak yang berguna untuk pembelajaran sepanjang hayat.

Gambar 2.3 Jendela Kesempatan Atau Jendela Peluang Dalam Perkembangan Otak Anak. ( Santrock, 2008)

Masa-masa awal perkembangan merupakan masa-masa penting untuk perkembangan otak, tetapi tidak kalah pentingnya masa-masa sesudahnya. Kualitas perkembangan otak akan mempengaruhi inteligensi anak. Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, masalah inteligensi merupakan salah satu masalah pokok. Peranan inteligensi dalam proses pendidikan penting menentukan dalam hal berhasil dan tidaknya seseorang dalam hal belajar, terlebih-lebih pada waktu anak masih sangat muda, inteligensi sangat besar pengaruhnya (Papalia, 2008).

Menurut Theo dan Martin yang dikutip oleh Yusuf dan Syamsu (2011), bahwa pembelajaran berkaitan erat dengan perkembangan kognitif. Hasil-hasil studi dibidang neurologi bahwa perkembangan kognitif anak telah mencapai 80% ketika anak berusia 8 tahun.

Perkembangan kognitif yang terletak pada perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan di antara neuron yaitu sinapsis. Pembelajaran melibatkan penguatan sinapsis yang telah ada atau pembentukan sinapsis baru. Setiap pembelajaran akan menghadirkan pengalaman yang akan “menyalakan” beberapa sirkuit neuron atau membiarkannya. Sirkuit neuron yang dinyalakan dari waktu kewaktu akan membesar dan menguat, sedangkan yang tidak digunakan akan mengecil kemudian putus (pruning) (Santrock, 2011).

Pembentukan sinapsis baru diperoleh dengan memperhatikan asupan zat gizi yang kita makan. Pada anak usia sekolah, dengan adanya kegiatan belajar dan berfikir, pemenuhan kebutuhan zat gizi penting untuk pembentukan sinapsis yang lebih banyak dan penguatan sinapsis. Peran sinapsis pada neuron dapat

perkembangan intelegensi anak mengalami keterlambatan akibat status gizi di masa lalunya, jika dilakukan penanganan yang baik dan tepat yaitu dengan melibatkan semua sektor dan ahli, maka akan memberikan dampak yang lebih baik daripada hanya dengan intervensi gizi saja.

Proses pembentukan sinapsis dalam jumlah sangat besar dan pemangkasan sinapsis dapat terjadi dalam 2 bentuk. Proses pertama disebut sebagai “pengalaman-harapan”, karena sinapsis dibentuk secara berlebihan pada bagian-bagian otak itu menunggu stimulasi untuk diaktifkan. Stimulasi agar tetap bertahan adalah melalui stimulasi visual dan auditori (penglihatan dan pendengaran). Proses pembentukan sinapsis kedua disebut “bergantung pengalaman”. Disebut demikian karena sinapsis dapat pula terbentuk ketika seseorang belajar sesuatu dan sukses memproses informasi tersebut di otaknya. Sinapsis akan terbentuk dibagian otak yang bersesuaian dengan fungsi dimana informasi itu diolah. Proses pembentukan sinapsis kedua ini sangat penting artinya di dalam pendidikan. Seseorang yang banyak belajar tentunya akan mempunyai lebih banyak sinapsis dibandingkan dengan orang yang tidak belajar (mengolah informasi di otaknya) (Robert, 2011).

Perkembangan sinapsis anak terjadi akibat respon terhadap pengalaman anak. Beberapa sinapsis akan menjadi semakin kuat terbentuk namun banyak sinapsis akan menghilang perlahan selama masa pertumbuhan anak pada masa remaja biasanya tinggal separuh saja sinapsis yang tetap ada. Ketika ada stimulasi, maka otak akan membentuk jalur merespon stimulasi tersebut. Seperti ketika seseorang yang mengajak anak untuk menghafal perkalian, semakin sering anak

diajak untuk terus mengulang hafalan maka kemampuan anak akan semakin berkembang. Akibatnya banyak jalur sinapsis yang terbentuk kuat. Jika jarang untuk diulang maka jalur sinapsis yang terbentuk akan menghilang karena hanya dengan stimulasi lingkungan berulang sinapsis akan terbentuk kuat (Safwan, 2008).

Kerusakan sel-sel otak pada periode kritis pertumbuhan dan perkembangan otak anak dapat dipulihkan. Perlu untuk dipahami bahwa struktur dan fungsi otak adalah fleksibel terkait dengan berbagai sistem tubuh dan lingkungan. Adalah benar, sel-sel otak yang mengalami kematian tidak bisa sembuh kembali, tetapi masih ada kemungkinan ruang dan waktu bahwa fungsi otak yang hilang akibat kerusakan tersebut diambil alih oleh bagian otak yang lain dengan cara atau mekanisme plastisitas. Mekanisme ini merupakan mekanisme kompleks yang melibatkan: perubahan kimia saraf, kelistrikan saraf, penerimaan saraf, perubahan struktur neuron saraf, reorganisasi otak, dll (Ayriza, 2010).

Menurut Heryati (2008), plastisitas adalah kemampuan sistem saraf pusat (otak) untuk beradaptasi atau berubah setelah ada pengaruh atau stimulasi lingkungan. Berdasarkan konsep plastisitas, maka kerusakan pada otak dimungkinkan untuk terjadi proses recovery (pemulihan). Plastisitas pada otak merupakan kapasitas dari sistem saraf pusat untuk beradaptasi dan memodifikasi organisasi struktural & fungsional terhadap kebutuhan, yang bisa berlangsung terus sesuai kebutuhan dan atau stimulasi.

Otak yang normal akan berkembang sesuai dengan kebutuhan (apabila dibutuhkan atau digunakan, maka otak akan berkembang dan sebaliknya).

Pengaturan fungsi tertentu pada otak terdapat pada beberapa tingkat atau area, sehingga bila ada satu rusak, masih ada yang mengatur fungsi yang rusak. Daerah yang tidak memiliki fungsi khusus pada otak dapat belajar atau mengambil alih fungsi dari daerah yang mengalami kerusakan. Hal ini merupakan dasar tentang struktur dan fungsi pada otak terkait dengan plastisitas (Heryati, 2008).

Pemberian stimulasi untuk merangsang perkembangan anak sangat bermanfaat untuk merangsang perkembangan syaraf-syaraf anak. Hal ini berkaitan dengan struktur dan fungsi otak yaitu fleksibel terkait dengan berbagai sistem tubuh dan lingkungan. Salah satu fungsi plastisitas (pemulihan) otak adalah peningkatan sensitivitas hubungan saraf (Denervation supersensitivity) dan pengefektifan sinapsis laten (Silent synapsis recruitment) (Eillen dan Marotz, 2010).

Menurut Robert (2011), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemulihan pada otak yaitu pengalaman, pemakaian (latihan motorik) dan lingkungan. Adanya pemulihan otak dengan latihan motorik akan menghasilkan perubahan fungsional di dalam otak. Otak manusia terbukti sangat adaptif dan plastis serta dapat mengadakan perubahan struktural dan fungsional apabila diberikan stimulasi lingkungan. Stimulasi lingkungan berupa stimulasi sensoris diterima oleh individu sebagai sebuah pengalaman dan respon tindakan. Hal ini telah dibuktikan pada penelitian Mendez dan Adair yang dikutip oleh Ardi (2016), dimana semakin tinggi kelas anak yang berarti semakin lama anak mendapatkan stimulasi dari sekolah perbedaan kecerdasan anak antara anak gizi buruk dan anak normal semakin kecil.

Informasi yang masuk dan diterima otak melalui memori jangka pendek hanya merupakan fenomena biolistrik yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. Keberhasilan pembelajaran terjadi bila informasi ditransfer ke memori jangka panjang dapat diingat lebih lama, malahan seumur hidup. Proses transfer informasi itu dapat melalui strategi latihan, ulangan, perhatian & asosiasi. Memori jangka panjang terjadi perubahan struktrur otak dengan aktivitas gen, pembentukan protein baru dan pertumbuhan cabang-cabang sel neuron. Otak bisa dianalogikan dengan otot, dimana semakin diaktifkan semakin baik hasil yang diperoleh (Safwan, 2008).

Menurut Heryati (2008), anak yang mengalami gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan perkembangan otak dengan adanya sistem plastisitas otak akan memulihkan fungsi otak yang sudah mengalami gangguan. Ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya pemulihan otak yaitu stimulasi lingkungan, stimulasi yang sering, durasi yang tepat pada stimulasi dan konsistensi. Dengan memperhatikan faktor yang menunjang terjadinya plastisitas maka dapat memperbaiki kualitas perkembangan otak anak termasuk kecerdasan anak. Hal ini sangat penting artinya di dalam pendidikan. Seseorang yang banyak belajar tentunya akan mempunyai lebih banyak sinapsis dibandingkan dengan orang yang tidak belajar. Maka perlu untuk diperhatikan kembali status gizi anak usia sekolah untuk mendukung proses plastisitas.

Menurut Santrock yang dikutip oleh Indrawati dkk (2013) bahwa kecerdasan merupakan satu dari empat faktor internal prestasi belajar seseorang. Kecerdasan memiliki peran yang cukup penting dalam proses belajar dan

menentukan keberhasilan proses belajar itu sendiri. Siswa yang memiliki kecerdasan normal atau di atas normal akan dengan mudah memahami materi pelajaran, maka siswa tersebut sangat berpotensi mendapatkan prestasi belajar yang bagus.

Dokumen terkait