• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketoasidosis Diabetik

Dalam dokumen PEDOMAN PELAYANAN MEDIS (Halaman 177-184)

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan kedaruratan pada diabetes melitus (DM) tipe I sebagai akibat kurangnya insulin dalam sirkulasi darah baik secara absolut maupun relatif. Keadaan KAD ditunjang oleh meningkatnya counterregulatory hormones: katekolamin, glukagon, kortisol, dan hormon pertumbuhan (growth hormone). Berikut ini diagram patofisiologi ketoasidosis diabetik (Gambar 1).

Secara biokimia diagnosis KAD dapat ditegakkan bila terdapat: Hiperglikemia, bila kadar gula darah >11 mmol/L (≈ 200mg/dL)

-pH darah vena <7,3 atau bikarbonat <15 mmol/L

-Ketonemia dan ketonuria

-Menurut derajat asidosisnya, ketoasidosis diabetik dibedakan menjadi: Ringan (pH darah vena <7,30 atau bikarbonat <15 mmol/L)

-Sedang (pH 7,2, bikarbonat <10 mmol/L)

-Berat (pH <7,1, bikarbonat <5 mmol/L)

-Diagnosis

Anamnesis

Adanya riwayat diabetes mellitus:

-Polidipsia, poliuria, polifagia, nokturia, enuresis, dan anak lemah (malaise)

-Riwayat penurunan berat badan dalam beberapa waktu terakhir

-Adanya nyeri perut, mual, muntah tanpa diare, jamur mulut atau jamur pada alat

-kelamin, dan keputihan

Dehidrasi, hiperpnea, napas berbau aseton, syok dengan atau tanpa koma

-Kita mewaspadai adanya KAD apabila kita temukan dehidrasi berat tetapi masih

-terjadi poliuria

Pemeriksaan fisis

Gejala asidosis, dehidrasi sedang sampai berat dengan atau tanpa syok

-Pernapasan dalam dan cepat (Kussmaul), tetapi pada kasus yang berat terjadi depresi

-napas

Mual, muntah, dan sakit perut seperti akut abdomen

-166 Ketoasidosis Diabetik

Penurunan kesadaran sampai koma

-Demam bila ada infeksi penyerta

-Bau napas aseton

-Produksi urin tinggi

-Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang awal yang utama adalah Kadar gula darah (>11mmol/L (≈ 200 mg/dL)

-Ketonemia

-Analisis gas darah (pH darah vena <7,3 atau bikarbonat <15 mmol/L)

-Urinalisis: ketonuria

-Kadar elektrolit darah, darah tepi lengkap, dan fungsi ginjal diperiksa sebagai data dasar.

-Kalau ada infeksi dapat dilakukan biakan darah, urin, dan lain-lain.

-Tata laksana

Tujuan dari tata laksana KAD

Mengoreksi dehidrasi

-Menghilangkan ketoasidosis

-Mengembalikan kadar gula darah mendekati angka normal

-Menghindari komplikasi terapi

-Mengidentifikasi dan mengatasi komplikasi yang muncul

-Dasar tata laksana KAD

Terapi cairan

-Insulin

-Koreksi gangguan elektrolit -Pemantauan -Penanganan infeksi -Terapi cairan

Prinsip-prinsip resusitasi cairan

Apabila terjadi syok, atasi syok terlebih dahulu dengan memberikan cairan NaCl

-0,9% 20 mL/kg dalam 1 jam sampai syok teratasi.

Resusitasi cairan selanjutnya diberikan secara perlahan dalam 36-48 jam berdasarkan

-derajat dehidrasi.

Selama keadaan belum stabil secara metabolik (stabil bila kadar bikarbonat natrium

->15 mE/q/L, gula darah <200 mg/dL, pH >7,3) maka pasien dipuasakan.

Perhitungan kebutuhan cairan resusitasi total sudah termasuk cairan untuk mengatasi

Apabila ditemukan hipernatremia maka lama resusitasi cairan diberikan selama 72

-jam.

Jenis cairan resusitasi awal yang digunakan adalah NaCl 0,9% Apabila kadar gula darah

-sudah turun mencapai <250 mg/dl cairan diganti dengan Dekstrose 5% dalam NaCl 0,45%.

Terapi insulin

Prinsip-prinsip terapi insulin:

Diberikan setelah syok teratasi dan resusitasi cairan dimulai.

-Gunakan

- rapid (regular) insulin secara intravena dengan dosis insulin antara 0,05 –

0,1 U/kgBB/jam. Bolus insulin tidak perlu diberikan.

Penurunan kadar gula secara bertahap tidak lebih cepat dari 75 – 100 mg/dL/jam.

-Insulin intravena dihentikan dan asupan per oral dimulai apabila secara metabolik

-sudah stabil (kadar biknat >15 mEq/L, gula darah <200 mg/dL, pH >7,3).

Selanjutnya insulin regular diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 - 1 U/kgBB/

-hari dibagi 4 dosis atau untuk pasien lama dapat digunakan dosis sebelumnya. Untuk terapi insulin selanjutnya dirujuk ke dokter ahli endokrinologi anak.

-Koreksi elektrolit

Tentukan kadar natrium dengan menggunakan rumus:

-Kadar Na terkoreksi = Na + 1,6 (kadar gula darah – 100) 100

(nilai gula darah dalam satuan mg/dL)

Pada hipernatremia gunakan cairan NaCl 0,45%

Kalium diberikan sejak awal resusitasi cairan kecuali pada anuria. Dosis K = 5 mEq/

-kgBB per hari diberikan dengan kekuatan larutan 20–40 mEq/L dengan kecepatan tidak lebih dari 0,5 mEq/kg/jam

Asidosis metabolik tidak perlu dikoreksi

-Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya dll)

Pada kasus KAD berulang diperlukan tata laksana psikologis dan reedukasi.

Pemantauan

Penanganan yang berhasil tidak terlepas dari pemantauan yang baik, meliputi, nadi, laju napas, tekanan darah, pemeriksaan neurologis, kadar gula darah, balans cairan, suhu badan. Keton urin harus sampai negatif.

Perhatikan adanya penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama terapi sebagai tanda awal edema serebri. Jika terdapat kecurigaan adanya edema serebri berikan manitol dengan dosis 1–2 gram/kg intravena tetesan cepat, karena keadaan tersebut merupakan kedaruratan medik.

168 Ketoasidosis Diabetik Tanda-tanda bahaya

Berikut ini merupakan tanda-tanda bahwa penanganan penderita menjadi lebih sulit Dehidrasi berat dan renjatan

-Asidosis berat dan serum K yang rendah, hal ini menunjukkan K total yang sangat

-kurang

Hipernatremia menunjukkan keadaan hiperosmolar yang memburuk

-Hiponatremia

-Penurunanan kesadaran saat pemberian terapi yang menunjukkan adanya edema

-serebri

Edema serebri

Herniasi karena edema serebri merupakan komplikasi terapi pada DKA, sifatnya akut dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.

Biasanya terjadi dalam 24 jam pertama pengobatan.

Semua penderita harus dimonitor akan kemungkinan peningkatan tekanan intrakranial (observasi gejala neurologis).

Penderita yang berisiko tinggi untuk mengalami edema serebri adalah: Penderita dengan usia <5 tahun, penderita baru

-Penderita dengan gejala yang sudah lama diderita

-Asidosis berat, pCO

- 2 rendah dan BUN tinggi

Bila terjadi herniasi otak, waktu penanganan yang efektif sangatlah pendek. Bila ragu-ragu segera berikan manitol 1-2 gram/kgBB dengan IV drip cepat. Bila mungkin buat CT scan otak.

Kepustakaan

1. Wolfsdorf J, Craig ME, Daneman D, Dunger D, Edge J, Lee WRW, dkk. Diabetic ketoacidosis. Pediatr Diabetes. 2007:8:28-42.

3. Australian Paediatric Endocrine Group for the Department of Health and Ageing. Diabetic ketoacidosis in Australian Clinical Practice Guidelines: Type 1 diabetes in children and adolescents [diakses pada tanggal 1Maret 2005]. Diunduh dari http://www.nhmrc.gov.au/publications/_files/cp102.pdf

2. Silink M. APEG handbook on childhood and adolescent diabetes: management of diabetic ketoacidosis. NSW: Government Printing Service; 1996.

3. Pugliese MT, Fort P, Lifshitz F. Treatment of diabetic ketoacidosis. Dalam: Lifshiftz F, penyunting. Pediatric endocrinology - a clinical guide. 2nd ed. New York: Marcel Dekker;1990. h. 745-66.

4. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA, Malone JI, dkk. Hyperglycemic crises in patients with diabetes mellitus. Diabetes Care. 2003:26:S109-S117.

5. Dunger DB, Sperling MA, Acerini CL, Bohn DJ, Daneman D, Danne TpA, dkk. ESPE/LWPES consensus statement on diabetic ketoacidosis in children and adolescents. Arch Dis Child. 2004:89:188-94. 6. Harris GD, Fiordalsi I, Finberg L. Safe management of diabetic ketoacidosis. J Pediatr. 1988;113:65-7. 7. Rucker DW. Diabetic Ketoacidosis. eMed J. 2001;24:131-53.

8. Owen OE, Licht JH, Sapir DG. Renal function and effects of partial rehydration during diabetic ketoacidosis. Diabetes. 1981;30:510-8.

9. Court J. The Management of Diabetes Mellitus. Dalam: Brook CGD, penyunting. Clinical paediatric endocrinology. Ed ke-3. Oxford: Blackwell Science; 1995. h. 655-7.

10. Smith CP, Firth D, Bennett S, Howard C, Chisholm P. Ketoacidosis occurring in newly diagnosed and established diabetic children. Acta Paediatr. 1998;87:537-41.

Tabel 1. Cara penghitungan kebutuhan cairan pada KAD

· Tentukan derajat dehidrasi .... % (A)

· Tentukan defisit cairan A x berat badan (kg) x 1000 = B mL · Tentukan kebutuhan rumatan C mL untuk 48 jam (Tabel 2) · Tentukan kebutuhan total dalam 48 jam (B+C) mL

· Tentukan dalam tetesan per jam (B+C)/48 = …. mL/jam

Tabel 2. Kebutuhan cairan rumatan

Berat Badan(kg) Kebutuhan cairan per hari

3 – 10 100 mL/kg

> 10 – 20 1000 mL + 50 mL/kg setiap kgBB di atas 10 kg

> 20 1500 mL + 20 mL/kg setiap kgBB di atas 20 kg

170 Kolestasis

Kolestasis

Kolestasis adalah semua kondisi yang menyebabkan terganggunya sekresi dan ekskresi empedu ke duodenum sehingga menyebabkan tertahannya bahan-bahan atau substansi yang seharusnya dikeluarkan bersama empedu tersebut di hepatosit. Secara klinis kolestasis ditandai dengan adanya ikterus, tinja berwarna pucat atau akolik (sterkobilin feses negatif) dan urin berwarna kuning tua seperti teh (bilirubin urin positif). Parameter yang digunakan adalah kadar bilirubin direk serum >1 mg/dL bila bilirubin total <5 mg/dL atau bilirubin direk >20% dari bilirubin total bila kadar bilirubin total >5 mg/dL. Etiologi kolestasis meliputi penyebab yang dapat digolongkan intrahepatik dan ekstrahepatik yang masing-masing mempunyai berbagai macam etiologi. Dengan demikian kesulitannya adalah membedakan masing-masing penyebab tersebut. Karena banyaknya penyebab tersebut dan keterbatasan penyediaan perasat diagnosis, panduan ini ditekankan pada penyakit-penyakit tertentu yang dapat dilakukan intervensi dan menganggap penyebab lainnya tindakan sama yaitu suportif. Fokus utama adalah membedakan kolestasis intrahepatik (terutama penyebab yang bisa dilakukan tindakan terapi) dan ekstrahepatik (terutama atresia biliaris).

Atresia biliaris merupakan suatu keadaan obstruksi total saluran biliaris ekstrahepatik yang diperlukan suatu tindakan koreksi operasi dengan prosedur Kassai saat berumur 8 minggu atau sebelumnya (pada saat itu 80% akan tercapai bebas ikterus). Makin tua usia saat dilakukan koreksi semakin turun angka tersebut karena kemungkinan sudah terjadi sirosis. Dengan demikian diperlukan suatu perhatian khusus apabila mendapatkan bayi dengan kolestasis karena keputusan harus cepat akan dirujuk atau tatalaksana suportif.

Diagnosis

Pendekatan diagnosis sebaiknya diperhatikan mulai dari anamnesis sampai pemeriksaan invasif

Anamnesis

Penegakan kolestasis: perlu ditanyakan warna feses dan urin.

-Pelacakan etiologi:

-Riwayat kehamilan dan kelahiran: riwayat obstetri ibu (infeksi TORCH), berat badan

dan pada atresia biliaris biasanya didapatkan Sesuai Masa Kehamilan), infeksi intrapartum, pemberian nutrisi parenteral.

Riwayat keluarga: ibu pengidap hepatitis B (bayi yang tertular secara vertikal

-dari ibu dengan hepatitis B hanya 5-10 % yang bermanifestasi hepatitis akut), hemokromatosis, perkawinan antar keluarga, adanya saudara kandung yang menderita penyakit serupa menunjukkan besar kemungkinannya suatu kelainan genetik/metabolik

Paparan terhadap toksin/obat-obatan hepatotoksik

-Pemeriksaan fisis

Fasies dismorfik: pada sindroma Alagille

Mata: dikonsulkan ke ahli mata apakah ada katarak atau

- chorioretinitis (pada infeksi

TORCH) atau posterior embryotoxon (pada Sindrom Alagille) Kulit: ikterus dan dicari tanda2 komplikasi sirosis seperti

- spider angiomata, eritema

palmaris, edema

Dada: bising jantung (pada Sindrom

- Alagille, atresia biliaris)

Abdomen

-Hepar: ukuran lebih besar atau lebih kecil dari normal, konsistensi hati normal atau

-keras, permukaan hati licin/berbenjol-benjol/bernodul Lien: splenomegali

-Vena kolateral, asites

-Lain-lain : jari-jari tabuh, asteriksis,

- foetor hepatikum, fimosis (kemungkinan ISK)

Pemeriksaan penunjang

Perlu diingat bahwa baku emas atresia biliaris adalah kolangiografi. Tindakan invasif tersebut harus diputuskan secara tepat. Untuk itu diperlukan pemeriksaan pendahuluan untuk sampai pada kesimpulan bahwa atresia biliaris sangat dicurigai. Hanya perlu diingat bahwa pemeriksaan pendahuluan tersebut masing-masing mempunyai keterbatasan. Pada panduan ini pemeriksaan penunjang dilaksanakan melalui 2 tahap:

Tahap pertama: bertujuan untuk menetapkan perlu tidaknya pemeriksaan tahap kedua yaitu penegakkan adanya atresia biliaris

Darah tepi: leukosit (pada ISK kemungkinan jumlah leukosit meningkat)

-Biokimia hati: bilirubin direk/indirek serum (fungsi sekresi dan ekskresi), ALT/AST

-peningkatan menunjukkan adanya kerusakan sel hati), gamma glutamil transpeptidase (GGT) (peningkatan menunjukkan adanya obstruksi saluran bilier), albumin (fungsi sintesis), kolesterol (fungsi sintesis), masa protrombin (fungsi sintesis)

Urin rutin (leukosit urin, bilirubin, urobilinogen, reduksi) dan biakan urin

-Tinja 3 porsi (dilihat feses akolik pada 3 periode dalam sehari)

-Pemeriksaan etiologi: TORCH (toksoplasma, rubella, CMV, herpes simpleks)

172 Kolestasis

dilacak kemungkinan adanya kecurigaan atresia biliaris. Hepatitis B akut pada bayi baru lahir kemungkinannya hanya 5-10%

Pencitraan: Ultrasonografi dua fase (fase pertama pada saat puasa 12 jam dan fase

-kedua minimal 2 jam setelah minum ASI atau susu) Biopsi hati bila memungkinkan

-Sebagai gambaran kepentingan pemeriksaan AST/ALT/GGT (hati-hati dalam melakukan interpretasi apabila usia sudah lebih 2 bulan)

Kolestasis ALT/AST ALP/GGT Bilirubin Intrahepatik +++ + ++ Ekstrahepatik + ++++ +++

Tahap kedua: Kolangiografi sekaligus dilakukan prosedur Kassai apabila terbukti ada

Dalam dokumen PEDOMAN PELAYANAN MEDIS (Halaman 177-184)