Ya, jadi Perpu itu mengenai hal-hal yang bisa menunda pelaksanaan Pilkada, kan begitu? Bencana alam dan seterusnya itu.
Silakan, Pak, untuk dijawab, singkat, cepat!
170. AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 125/PHPU.D-IX/2011: MARUARAR SIAHAAN
Ya. Terima kasih, Pak Ketua. Terima kasih atas pertanyaannya. Pertama yang akan saya jawab, memang saya masih anggota PDIP, tetapi posisi saya … saya kira juga dalam ahli ini menerangkan keahlian harus bisa objektif, netral. Meskipun saya tidak tahu ini Pemohon PDIP tadinya kan, baru sesudah lihat ini pembelanya, baru saya mengetahui. Tapi itu lepas dari masalah itu. Menurut saya objektivitas merupakan nilai yang jauh lebih tinggi daripada keterikatan partai.
172. AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 125/PHPU.D-IX/2011: MARUARAR SIAHAAN
Ini berada di dalam hukum konstitusi. 173. KETUA: M AKIL MOCHTAR
Ya.
174. AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 125/PHPU.D-IX/2011: MARUARAR SIAHAAN
Yang kedua, soal etik tadi. Disinggung keterlibatan saya dalam putusan Mahkamah Konstitusi soal Undang-Undang Advokad, tetapi saya kemudian menjadi Ahli untuk membatalkan itu.
Pertama, soal organisasi tunggal. Sebelum itu ada putusan mengenai Ikadin, saya sudah mengemukakan pendapat saya berbeda secara panjang lebar di sana dan saya menilai itu tidak pas. Ketika muncul putusan perkara yang kedua, saya tidak menyinggung lagi, tetapi saya hanya mengatakan bahwa saya tetap pada putusan dulu, saya tidak ikut lagi di dalam menyatakan dissenting. Tetapi lepas daripada itu, hukum itu terutama di Mahkamah Konstitusi, barangkali sering tidak boleh kita kaku mengatakan bahwa itu sudah menjadi fosil perkembangan yang terjadi secara cepat. Tetapi yang paling penting nilai-nilai konstitusi. Kalau misalnya dalam perdebatan bukti-bukti maupun pemikiran, pada saat perkara itu misalnya sepanjang lima tahun berubah, di seluruh dunia putusan Mahkamah Agung Amerika juga mengalami perubahan, bahkan dikatakan revolusi, kalau ada perubahan mendasar. Nah, ketemu … Hakim dan putusannya bukan sesuatu yang sempurna, pasti dia karya manusia dan dalam kurun lima tahun dalam belajar terhadap seluruh kea … keadaan, kita bisa menemukan itu kadang-kadang terjadi. Nah, kalau misalnya hukum itu harus merupakan … memuat etik moral itu, maka kalau etik itu adalah untuk individu dan kelompok. Bagaimana berperilaku secara baik? Tetapi hukum adalah kemaslahatan secara umum bangsa dan negara.
Oleh karena itu, ketika terjadi perbedaan etik moral dan hukum yang sebenarnya tidak akan mungkin terjadi, tetapi kalau etik yang untuk individu dan kelompok bisa terjadi pertentangan dengan hukum, kita harus memilih kebaikan nasionalkah atau kebaikan kelompok? Saya sudah
meninggalkan itu dan saya sudah menyatakan bahwa kalau ada pilihan bangsa yang kita akan bela dengan kelompok, saya memilih bangsa. Itulah kode etik hakim, kalau itu masih ada, melekat kewajibannya pada saya, saya sudah meninggalkan itu dan saya membela kepentingan umum. Tentang putusan advokat, Anda akan bisa melihat sendiri pendapat saya bagaimana, tetapi itu adalah temuan belakangan, bagaimana sesuatu kekuasaan negara dimiliki oleh LSM atau ormas tanpa satu kontrol, itu penemuan terbaru, hukum konstitusi di mana pun tidak memperkenankan itu. Oleh karena itu, saya berani mengatakan bahwa putusan itu harus berubah.
Yang … yang berikutnya, sikap profesional. Betul, profesional itu harus taat kepada peraturan perundang-undangan dan seluruh normanya. Saya mengatakan tadi, asumsi harus diletakkan, kalau ini bukti-buktinya benar, itulah perdebatan nanti yang akan dilakukan. Oleh karena itu, kalau ada bukti dari Pemohon, Anda memiliki satu kesempatan yang sama untuk membantah itu bahwa tidak benar ada dilanggar profesionalitas, tetapi saya tadi mengatakan dengan asumsi bukti ini diterima oleh Majelis Hakim.
Nah, soal calon 50% dan lain sebagainya itu adalah soal faktual, itu nanti akan dilihat siapa yang bisa mengatakan, KPU sendirikah atau panwas juga boleh. Kalau itu tidak boleh menjadi soal, apa fungsi panwas? Oleh karena itu, itu masalah proses dalam pembuktian. Dan kemudian saya kepada Pemohon, tenggang waktu, saya kira Mahkamah Konstitusi sudah menjawab dalam Pilkada Papua Barat. Dia mengatakan dalam putusan itu, kalau KPU mengatakan itu sudah distribusi semua alat-alat, sudah waktunya mepet, MK mengatakan, “Kualitas proses itu yang jauh lebih penting, bukan hasilnya karena tujuh hari masih ada kesempatan.”
Kalau dikatakan apa perbedaan penetapan pendahuluan dengan putusan akhir, saya kira ini, saya juga baru dengar ini penetepan pendahuluan, tetapi melihat substansi yang dimuat, saya berpendapat ini putusan sela, tetapi bukan putusan akhir. Apakah orang tunduk kepada putusan sela? Harus, itu jadi soal. Alasannya tadi, bagaimana kalau dibatalkan? Ya, itu kan harus … itulah disebabkan perlunya penundaan. Kalau memang dibatalkan, Anda bisa lanjut dengan posisi Anda. Tapi kalau posisi daripada Pemohon itu dikuatkan oleh TUN, itu kan yang menjadi soal sekarang.
Hukum itu adalah putusan juga dalam bentuk hukum dan norma konkret yang menurut saya dalam kasus-kasus yang telah diuji di Mahkamah Konstitusi, pendirian Mahkamah sudah jelas. Saya melihat pada pendirian itu dan saya setuju dengan pendapat itu.
Yang kedua dari Pemohon, indikator kepentingan sendiri, hubungan famili, ya sudah jelas. Hubungan keluarga, hubungan persahabatan sama
jawab, tetapi mengenai legal standing, buktinya sudah terpapar di depan Mahkamah. Saya kira tidak perlu diperdebatkan bahwa ada perbedaan interpretasi nanti, itu barangkali kewenangan Majelis. Tetapi di dalam putusan-putusan terbaru, sudah jelas ada dua yang terbaru. Satu Papua, satu Buton, sudah jelas saya kira posisinya. Tetapi bahwa ada nanti nuansa yang berbeda, tentu bisa ditunjukan oleh KPU, Pihak Terkait untuk menyanggah dan kalau ini bisa dilumpuhkan, tentu dalam penilaian Mahkamah akan ada perkembangan baru lagi. Saya kira hukum demikianlah yang terjadi melalui yurisprudensi. Dia bertumbuh, bertumbuh tidak bisa secara apa yang disebutkan putusan Hakim itu menjadi fosil. Kalau dia tidak bisa berubah, itu fosil. Terutama sekali tadi dari Kuasa Pihak Terkait menyinggung putusan tahun 2006. Saya kira ini mungkin sudah 5 tahun.
Dalam suatu transisi demokrasi yang cepat, perubahan itu cepat. Apalagi waktu itu Undang-Undang Advokat dibentuk tidak sadar betul bahwa perubahan konstitusi sudah begitu dahsyat. Dia hanya menyebut secara umum Pasal 5 saja dalam pembentukan undang-undang itu, tetapi tidak menyinggung seluruh HAM yang terjadi dalam Bab 10A. Demikian yang bisa saya sampaikan, Pak Ketua.
175. KETUA: M AKIL MOCHTAR