• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keutamaan awal, tengah dan akhir bulan Ramadan 124

Dalam dokumen Puasa dalam Dimensi Fikih-Sufistik (Halaman 137-144)

tidak menjadikan dirinya lemah dalam beraktivitas untuk memenuhi kewajiban dirinya sendiri dan memenuhi hak-hak orang lain. Pandangan ini sebagaimana yang dianjurkan oleh Imam Nawawi dan Imam Abu Hamid Al-Ghazali. Wallahu A’lam.

53. Keutamaan awal, tengah dan akhir bulan Ramadan

 Pak Ustadz mau nanya, apakah pembagian waktu

Ramadan 10 hari pertama itu rahmat, 10 hari kedua itu maghfirah dan 10 hari terakhir itu pembebasan dari api neraka; apakah hal ini termasuk hadis palsu? Mohon pencerahannya, terima kasih. (Saipuddin, Biak Papua) Potongan hadis itu memang sangat sering digunakan

para dai untuk memberikan semangat kepada umat Islam dalam menghidupkan bulan suci Ramadan. Memang tidak banyak yang mengkritisi hadis ini, sebab isinya mengandung motivasi untuk beramal saleh pada bulan ini. Hadis ini dicatat oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya Juz 3 hal 191 yang lengkapnya berbunyi:

ﷲ ُﻝْﻮ ُﺳَﺭ ﺎَﻨَﺒَﻄ َﺧ :ﻝﺎﻗ ﻥﺎﻤﻠﺳ ﻦﻋ ،ﺐيﺴﳌﺍ ﻦﺑ ﺪﻴﻌﺳ ﻦﻋ

ٌﺮْه َﺷ ْﻢ ُﻜﱠﻠَﻇﺃ ْﺪَﻗ ُﺱَﺎّﻨﻟﺍ ﺎَ ﱡﺃ : َﻝﺎ َﻘَﻓ َﻥﺎَﺒْﻌ َﺷ ْﻦ ِﻣ ٍﻡْﻮَﻳ ِﺮ ِﺧﺁ يَ

َﻞَﻌ َﺟ ، ٍﺮْه َﺷ ِﻒْﻟَﺃ ﻦِﻣ ٌﺮْ َﺧ ٌﺔَﻠْﻴَﻟ ِﻪْﻴِﻓ ٌﺮْه َﺷ ، ٌﻙَﺭﺎَﺒُﻣ ٌﺮْه َﺷ ،ٌﻢْﻴ ِﻈَﻋ

ِﻪْﻴِﻓ َﺏﱠﺮ َﻘَﺗ ْﻦ َﻣ ،ﺎًﻋ ﱡﻮَﻄَﺗ ِﻪِﻠْﻴَﻟ َﻡﺎَﻴِﻗَﻭ ،ًﺔَﻀْيِﺮَﻓ ﻪَﻣﺎَﻴ ِﺻ ُﷲ

ْﻦ َﻣَﻭ ،ُﻩﺍَﻮ ِﺳ ﺎ َﻤْﻴِﻓ ًﺔ َﻀْيِﺮَﻓ ﻯﱠﺩﱠﺃ ْﻦَﻤَﻛ ﻥﺎك ،ِﺮْ َخْلﺍ ﻦﻣ ٍﺔَﻠْﺼَﺨِﺑ

،ُﻩﺍَﻮ ِﺳ ﺎ َﻤْﻴِﻓ ﺔ َﻀْيِﺮَﻓ َﻥْ ِﻌْﺒ َﺳ ﻯّﺩﺃ ْﻦَﻤَﻛ ﻥﺎك ًﺔَﻀْيِﺮَﻓ ﻪﻴِﻓ ﻯّﺩَﺃ

ٌﺮْه َﺷَﻭ ،ِﺓﺎ َﺳﺍَﻮُْﳌﺍ ُﺮْه َﺷَﻭ ،ُﺔﱠﻨَج ْلﺍ ُﻪُﺑﺍَﻮَﺛ ُﺮْ ﱠﺼﻟﺍَﻭ ،ِﺮْ ﱠﺼﻟﺍ ُﺮْه َﺷ َﻮُهَﻭ

ًﺓَﺮ ِﻔْﻐ َﻣ َﻥﺎَك ﺎًﻤِﺋﺎَﺻ ِﻪﻴِﻓ َﺮَﻄَﻓ ْﻦَﻣ ، ِﻦِﻣْﺆُْﳌﺍ ُﻕْﺯِﺭ ِﻪْﻴِﻓ ُﺩﺍَﺩْﺰَﻳ

ِﺮْ َﻏ ْﻦِﻣ ِﻩِﺮْﺟَﺃ ُﻞْﺜِﻣ ُﻪَﻟ َﻥﺎَكَﻭ ،ِﺭﺎﱠﻨﻟﺍ َﻦِﻣ ﻪَﺘَﺒَﻗَﺭ َﻖَﺘَﻋَﻭ ِﻪِبﻮُﻧُﺬِﻟ

ُﺮُﻄ ْﻔَﻳ ﺎ َﻣ ُﺪ ِﺠَﻧ َﺎﻨﱡﻠُك َﺲْيَﻟ :ﺍﻮُﻟﺎَﻗ ،ٌﺀْ َ ِﻩِﺮْﺟَﺃ ْﻦِﻣ َﺺَﻘَﺘْنُﻳ ْﻥَﺃ

َى َﻋ ﺎ ًﻤِﺋﺎ َﺻ َﺮَﻄَﻓ ْﻦَﻣ َﺏﺍَﻮﱠﺜﻟﺍ ﺍَﺬَه ُﷲ ﻲ ِﻄْﻌُي :َﻝﺎَﻘَﻓ ،ُﻢِﺋﺎﱠﺼﻟﺍ

، ُﺔ َﻤ ْﺣَﺭ ﻪُﻟ ﱠﻭﺃ ٌﺮْه َﺷ َﻮ ُه َﻭ ، ٍﻥََ َﻟ ِﺔَﻗْﺬُﻣ ْﻭَﺃ ،ٍﺀﺎَﻣ ِﺔَبْﺮ ُﺷ ْﻭَﺃ ،ٍﺓَﺮْﻤَﺗ

ْﻦَﻋ َﻒ ّﻔ َﺧ ْﻦ َﻣ ، ِﺭﺎﱠﻨﻟﺍ ﻦِﻣ ٌﻖْﺘِﻋ ُﻩُﺮ ِﺧﺁَﻭ ،ٌﺓَﺮِﻔْﻐ َﻣ ُﻪُﻄ َﺳْﻭَﺃَﻭ

ْﻦ ِﻣ ﻪﻴﻓ ﺍﻭ ُﺮَ ْﻜَﺘ ْﺳﺍَﻭ ،ِﺭﺎّﻨﻟﺍ َﻦِﻣ ُﻪَﻘَﺘْﻋَﺃَﻭ ،ﻪﻟ ﷲ َﺮَﻔَﻏ ِﻪِﻛﻮُﻠْﻤَﻣ

ِﻥْ َﺘَﻠْﺼَﺧَﻭ ،ﻢُﻜﱡبَﺭ ﺎﻤ َﻥْﻮَﺿْﺮَﺗ (٢) ِﻥَْﺘَﻠْﺼَﺧ :(١) ٍﻝﺎَﺼ ِﺧ ِﻊَبْﺭَﺃ

ﺎ َﻤ ِ ِ َﻥْﻮَﺿْﺮَﺗ ِﻥَﺎﺘّﻠﻟﺍ ِﻥَﺎﺘَﻠْﺼَخْلﺍ ﺎّﻣَﺄَﻓ ،ﺎﻤ ْ َﻋ ﻢُﻜِﺑ َ ِﻏ َﻻ

ﻥﺎَﺘﻠّﻟﺍ ﺎ ّﻣﺃَﻭ ،ﻪَﻧﻭُﺮ ِﻔْﻐَﺘ ْﺴَتَﻭ ،ﷲ ﻻﺇ ﻪﻟﺇ ﻻ ْﻥﺃ ُﺓ َﺩﺎَه َﺸَﻓ :ﻢ ُﻜﱡبَﺭَ

ﻦ ِﻣ ﻪِﺑ َﻥﻭُﺫﻮُﻌَتَﻭ ،َﺔﱠﻨَج ْلﺍ َﷲ ﻥْﻮُﻟَﺄ ْﺴَتَﻓ :ﺎَﻤُْ َﻋ ﻢُﻜِﺑ َ ِﻏ َﻻ

ًﺔَبْﺮ ُﺷ َ ْﻮ َﺣ ْﻦ َﻣ ﷲ ُﻩﺎ َﻘ َﺳ ﺎ ًﻤِﺋﺎ َﺻ ِﻪْﻴِﻓ َﻊَﺒ ْﺷﺃ ْﻦ َﻣ َﻭ ، ِﺭﺎﱠﻨﻟﺍَ

. َﺔﱠﻨ َج ْلﺍ َﻞ ُﺧ ْﺪَﻳ َﺣ ﺄ َﻤْﻈَﻳ َﻻُ

“…dari Said bin Musayyab dari Salman, ia melaporkan bahwa Rasul berkhutbah kepada kami pada akhir bulan Syakban: bulan agung dan berkah telah datang untuk menaungi kalian, bulan yang di dalamnya terdapat satu

malam lebih baik dari seribu bulan, Allah menjadikan puasanya wajib dan ibadah malamnya sunah. Barang siapa yang mendekatkan diri dengan melakukan suatu kebaikan, maka ia seperti melaksanakan ibadah fardu di luar bulan Ramadan, dan barang siapa yang melaksanakan ibadah wajib, maka ia seperti melaksanakan 70 ibadah wajib di luar Ramadan. Ini bulan kesabaran; pahala sabar adalah surga. Ini juga bulan kegembiraan yaitu bulan ditambahnya rizki seorang mukmin. Barang siapa yang memberikan makanan pada orang yang berbuka puasa, maka itu akan menjadi penghapus dosa dan pembebas dari api neraka serta ia mendapatkan pahala seperti orang berpuasa tanpa terkurangi sedikitpun”.

Para sahabat bertanya, tidak semua dari kami ini mampu memberikan buka puasa. Rasul bersabda: Allah memberikan pahala ini kepada orang yang memberikan makanan untuk berbuka puasa walaupun dengan sebutir kurma, seteguk air atau setetes susu. Ini adalah bulan yang awalnya penuh rahmat, tengahnya penuh maghfirah dan akhirnya pembebasan dari api neraka. Barang siapa yang meringankan beban budaknya, maka Allah akan memberikan ampunan, membebaskan dari api neraka dan memperbanyak 4 hal; 2 hal Allah meridainya dan 2 hal lagi kalian pasti membutuhkannya; (1) bersaksi tiada Tuhan selain Allah, (2) beristighfar kepada Allah, (3) kalian memohon surga, dan (4) kalian mohon perlindungan kepada-Nya dari api neraka. Barang siapa

yang berpuasa, maka Allah akan memberikan air dari telaga-Nya yang berkonsekuensi tidak akan merasa haus sampai ia masuk surga.” (Hr. Ibnu Khuzaimah:1887).

Sejak awal, Ibnu Khuzaimah meragukan kesahihan hadis ini dengan bukti ia menulis judul:

ﺮ خلﺍ حص ﻥﺇ ﻥﺎﻀﻣﺭ ﺮهﺷ ﻞﺋﺎﻀﻓ ﺏﺎﺑ

Bab Keutamaan Ramadan, Jika Hadis Ini Benar.

Ini dapat diketahui pada kitab Shahih Ibn Khuzaimah, cetakan al-Maktab al-Islami, Beirut, 1970 H, Juz 3 hal 191. Keraguan Ibn Khuzaimah terhadap hadis ini sangat jelas.

Al-Suyuti dalam al-Jami’ al-Shagir juga menilai hadis ini daif. Ibn Hajar al-Haytami juga mengomentari bahwa sanad hadis ini ada yang menilai sahih dan hasan seperti al-Turmuzi. Ulama lain menilai sanad hadis ini lemah. (Al-Zawajir, Juz 1, hal. 384)

Al-‘Ayni juga menilai: “sanad hadis ini tidak sahih,

karena di dalamnya terdapat nama rawi Iyas. Menurut Sheikh al-Dhahir Iyas yang dimaksud adalah Ibnu Abi Iyas. Menutur penulis kitab al-Mizan yang dimaksud dengan Iyas adalah Iyas bin Abi Iyas. Ia menyatakan mendapatkan hadis dari Said bin Musayyab padahal mereka hidup tidak satu masa (ghayru

muasharah). Untuk itu dapat disimpulkan bahwa hadis ini

digolongkan sebagai hadis munkar.” (Umdah al-Qari, Juz 16 hal. 261).

Prof. Dr. Mustafa Ali Yakub ahli hadis Indonesia ber pandangan bahwa hadis ini bermasalah dari sisi

periwayatannya, sebenarnya hadis ini juga mempunyai riwayat yang lain, tapi juga bermasalah. Oleh sebab itu hadis ini tetap dihukumi daif. Hadis ini diriwayatkan oleh al-Uqaili dalam kitab al-Du’afa, juga diriwayatkan oleh al-Khatib al-Bagdhadi dalam Tarikh Baghdad.

Hadis ini juga ditulis dalam kitab-kitab yang dikaji di pesantren yang biasanya tidak menyertakan sanadnya seperti;

I’anah al-Thalibin Juz 2 hal. 255, Tabyin al-Haqaiq Juz 1 hal.

179, Syarah Faidhul Qadir Juz 1 hal. 469, Targhib wa al-Tarhib Juz 2 hal. 58. Kitab-kitab di atas memuat hadis yang Bapak tanyakan. Inilah kemungkinan yang menjadikan hadis ini terkenal di tengah-tengah masyarakat tanpa mengetahui nilai sahih dan daifnya .

Terkait matannya, hadis ini bertentangan dengan hadis lain yang jelas kesasihannya seperti hadis yang dilaporkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasul bersabda:

ْﻦ ِﻣ َﻡ ﱠﺪ َﻘَﺗ ﺎ َﻣ ُﻪًﻟ َﺮِﻔُﻏ ، ﺎًﺑﺎ َﺴِتْﺣﺍَﻭ ًﺎﻧﺎَﻤْﻳِﺇ َﻥﺎَﻀَﻣَﺭ َﻡﺎَﺻ ْﻦَﻣ

ِﻪِﺒْﻧَﺫ

“Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadan karena

iman dan mengharap pahala, dosa-dosa yang telah lalu akan diampuni.” (Hr. Bukhari:38)

Pada hadis ini disebutkan bahwa ampunan dari Allah itu tidak terbatas dengan awal, tengah dan akhir Ramadan. Keutamaan Ramadan terjadi sepanjang hari dan malamnya selama satu bulan. Wallahu A’lam.

54. Tidurnya Orang Berpuasa Ibadah

 Ustadz, apakah shahih hadis yang menyebutkan bahwa

tidur pada waktu puasa itu merupakan ibadah? Mohon penjelasannya, sebelumnya terima kasih. (Lilis, Balong Jabar)

Memang terdapat hadis yang berbunyi seperti itu, dan

secara lengkap hadis itu dilaporkan oleh Abdullah bin Abi Aufa al-Aslami bahwa Rasul saw. bersabda:

ﻭ ٌﺏﺎ َﺠَﺘ ْﺴ ُﻣ ُﻩ ُﺅﺎَﻋ ُﺩ ﻭ ٌﺢﻴِب ْﺴَت ُﻪُﺘْﻤُﺻ ﻭ ٌﺓَﺩﺎَﺒِﻋ ِﻢِﺋﺎﱠﺼﻟﺍ ُﻡْﻮَﻧ

ٌﻒَﻋﺎَﻀُﻣ ُﻪُﻠَﻤَﻋ

“Tidurnya orang puasa itu ibadah, diamnya itu tasbih, doanya pasti dikabulkan dan amal kebaikannya dilipatgandakan.” (Hr. Bayhaqi :3939)

Hadis ini diriwayatkan Al-Baihaqi. Beliau saat menulis hadis ini memberi komentar bahwa hadis ini daif dengan ungkapan:

ي ﺨﻨﻟﺍ ﻭﺮﻤﻋ ﻦﺑ ﻥﺎﻤﻴﻠﺳ ﻭ ﻒﻴﻌﺿ ﻥﺎﺴﺣ ﻦﺑ ﻑﻭﺮﻌﻣ

ﻪﻨﻣ ﻒﻌﺿﺃ

“Makruf bin Hasan dalam sanad hadis ini lemah dan Sulaiman bin Amr al-Nakho’i itu lebih lemah dibandingkan Makruf.” (Syuab al-Iman, juz 3 hal. 415)

Al-Iraqi ketika mentakhrij kitab Ihya’ Ulumu al-Din menjelaskan bahwa Sulaiman al-Nakho’i itu masuk perawi

pendusta. (Takhrij Ihya’ Ulumuddin: Juz 1 hal. 310). Al-Munawi juga menilai lemah Sulaiman al-Nakho’i dalam kitab al-Faid al-Qadir.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa ulama memandang hadis tentang “tidurnya orang berpuasa adalah ibadah” itu daif atau lemah. Namun, memang ada ulama yang membolehkan mengamalkan hadis-hadis daif dengan beberapa syarat, di antaranya ; (1) hadis itu tidak terkait dengan ibadah maktubah dan akidah tapi digolongkan keutamaan ibadah (fadail al-a’mal). (2) hadis itu tidak terlalu lemah (3) hadis daif ini tidak diyakini berasal dari Rasul saw.

Setelah melakukan penelusuran terhadap para perawi dalam rangkaian sanad hadis di atas, saya menilai derajat hadis ini lemah. Walaupun demikian, hadis ini dapat dijadikan penyemangat bagi umat Islam dalam menghidupkan bulan suci Ramadan, dengan catatan harus dengan pemahaman yang benar.

Penggalan hadis ini, membuat banyak orang memahami bahwa orang puasa yang tidur saja sudah dianggap ibadah. Kenapa harus melakukan ibadah-ibadah yang lain? Toh, cukup dengan tidur sudah dianggap ibadah. Pemahaman seperti ini berakibat lemahnya semangat untuk beribadah.

Pemahaman yang benar dan penuh motivasi adalah bahwa orang yang tidur pada saat berpuasa itu tidak membatalkan puasa. Karena itu, seharusnya kaum muslim mengisi Ramadan dengan puasa dan beramal salih tanpa harus memperbanyak tidur. Tidur dalam keadaan berpuasa

adalah satu-satunya ibadah yang tidak membatalkan. Sebab ibadah-ibadah lain itu tidur bisa membatalkan. Seperti salat dan tawaf yang dilakukan sambil tidur itu tidak sah. Wallahu

‘Alam.

Dalam dokumen Puasa dalam Dimensi Fikih-Sufistik (Halaman 137-144)

Dokumen terkait