BAB IV PERAN BNPT DALAM PENIDAKAN TINDAK PIDANA
A. Kewenangan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
ancaman terorisme?
b. Apa Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam mencegah ancaman Terorisme?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian. 1. Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah :
a. Untuk Mengetahui Kewenangan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme berdasarkan perundang-undangan yang berlaku dalam penidakan ancaman terorisme.
b. Untuk mengetahui dan memahami Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Dalam Pencegahan Ancaman Terorisme.
2. Kegunaan Penelitian.
Kegunaan penelitian ini diuraikan menjadi dua bagian, yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis
a. Kegunaan teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta memberikan suatu pemahaman dan kontribusi mengenai Eksistensi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam Penindakan dan Pencegahan Tindak Pidana Terorisme.
b. Kegunaan Praktis.
Adapun manfaat praktis dari penilitian ini dapat diharapkan menjadi informasi bagi elemen masyarakat manapun untuk mengetahui Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam Penindakan dan Pencegahan Tindak Pidana Terorisme.
D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu. Nama penulis/judul
skripsi, jurnal/ tahun
Substansi Perbedaan dengan
penulis. Fanny Fajriah, Model
Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana
Terorisme (Analisis
Skripsi ini membahas mengenai Model Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana
Perbedaan dari skripsi ini dengan skripsi penulis
adalah penulis dalam skripsinya
Putusan MA No.168 PK/PID.SUS/2013)
Terorisme mempertanyakan Peran
BNPT Dalam Penindakan dan Penegahan Tindak
Pidana Terorisme. Sedangkan Skripsi Fanny
Fajriah ini membahas tentang Model Penegakan
Hukum Dalam Tindak Pidana Terorisme dengan
menganalisis Putusan MA
Muhammad Arifin Saleh, Penanganan Terorisme di
Indonesia Dalam Fiqh Siyasah dan hak Asasi
Manusia
Skripsi ini membahas mengenai Penanganan Terorisme di Indonesia Dalam Fiqh Siyasah dan
hak Asasi Manusia
Perbedaan skripsi ini yaitu Penulis membahas
tentang Peran BNPT Dalam Penindakan dan Pencegahan Terorisme, Bukan menurut Fiqh
Siyasah dan HAM
Agus SB, Darurat
Terorisme: Kebijakan Pencegahan,
Buku ini secara umum membahas perihal
Badan Nasional
Perbedaan buku ini yaitu buku ini membahas mengenai segala sesuatu
Perlindungan dan Deradikalisasi, 2013
Penanggulangan Terorisme dan segala
kaitanya dalam penanganan terorisme. mengenai BNPT, sedangkan penulis membahas mengenai Peran BNPT dalam penindakan dan pencegahan terorisme Jurnal : Prof. Dr. Alvi
Syahrin, S.h., M.S dkk, Tindakan Penyadapan Badan Intelijen Negara
Terhadap Orang Yang Sebagai Permulaan Diduga Melakukan Tindakan Terorisme
Jurnal ini membahas Mengenai penyadapan
yang dilakukan BIN terhadap Pelaku diduga
Terorisme
Perbedaanya adalah Jurnal ini membahas tindakan Penyadapan
yang dilakukan BIN terhadap Pelaku diduga
Terorisme,sedangkan skripsil ini membahas
mengenai BNPT
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual.
Terorisme adalah tindak pidana yang merugikan bagi negara dan warga negara itu sendiri. Perlindungan bagi negara, Perlindungan dari negara untuk warga negara juga sangat dibutuhkan untuk menjamin hak hidup warga negaranya lepas dari rasa takut, rasa mencekam dan mendapatkan rasa aman dalam kehidupan
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dibentuk dengan tujuan penanggulangan terorisme. Penanggulangan terorisme disini mencakup dalam hal pencegahan dan juga penindakan. BNPT dituntut untuk melaksanakan tugas negara sebagai perlindungan negara terhadap warga negaranya sesuai dengan amanah Pembukaan UUD 1945 yakni "Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia".
Penidakan disini diperlukan sebagai tindak lanjut penyelesaian dari sebuah terror yang telah terjadi. Sedangkan pencegahan disini yaitu bagaimana BNPT melakukan tindakan pencegahan yang dilakukan BNPT dalam mencegah munculnya tindak pidana terorisme itu terjadi
F. Metode Penelitian.
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala bersangkutan.14
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini dan untuk memenuhi penulisan skripsi ini penulis menggunakan jenis metode Penelitian normatif
empiris untuk mengkaji implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan melalui tahap demi tahap dan makna disimpulkan selama proses berlansgung dari awal sampai akhir kegiatan, bersifat naratif, dan holistik.15
2. Pendekatan Penelitian.
Sehubungan dengan penelitian penulis menggunakan jenis penilitian yaitu penelitian normatif, maka dalam hal teknik pengumpulan data dalam penelitian normatif, penulis menggunakan beberapa pendekatan, yaitu berupa pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan historis (historical approach).
Pendekatan perundang-undangan dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan mengenai ketentuan hukum mengenai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tersebut. Pendekatan Perundang-undangan dirasa perlu untuk memastikan bahwa pada dasarnya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme merupakan badan yang dibentuk berdasarkan Undang-undang. Selain itu, pendekatan perundang-undangan juga berguna bagi penulis sebagai sumber informasi tambahan mengenai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme itu sendiri.
15 A. Muri Yusuf, Metode Penelitan Kuantitatif, Kualitatif, dan Gabungan, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 328
Sedangkan pendekatan historis dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya sejarah perkembangan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang dan perkembangan mengenai BNPT di Indonesia.
3. Sumber Penelitian.
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier yang berkaitan secara langsung dengan objek yang diteliti, dengan rincian sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer.
Merupakan data-data yang diperoleh dari sumber aslinya, memuat segala keterangan-keterangan yang beerkaitan dengan penelitian ini. Sumber-sumber tersebut berupa UUD 1945, Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 Tentang Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Bahan hukum primer merupakan data yang diperoleh dari bahan kepustakaan.16
b. Bahan hukum sekunder.
Merupakan data-data yang memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan primer yang diambil dari sumber-sumber tambahan-bahan yang memuat
segala keterangan-keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini, terdiri dari atas buku-buku (textbooks) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian skripsi ini. Dalam penulisan skripsi, penulis mengacu kepada buku pedoman penulisan skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
c. Bahan Hukum Tersier.
Merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, encyclopedia, dan lain-lain.17 Selain itu di skripsi, penulis melakukan wawancara pada Kasubdit pencegahan dan Staff penidakan BNPT.
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam penelitian ini, penulis mempergunakan metode pengumpulan data melalui studi dokumen/ kepustakaan (library research) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku yang berkaitan dengan BNPT, pendapat sarjana, surat kabar, artikel, kamus dan juga berita yang penulis peroleh dari internet.
17
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif. (Malang: Bayumedia Publishing, 2008), h. 296
Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier diinvetarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Dalam upaya mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan Metode Dokumentasi, metode ini dimaksudkan dengan mencari hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, media online, majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda, dan sebagainya.18
5. Metode Pengolahan dan Analisis Data.
Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum dengan melakukan analisis secara kritis dan mendalam Mengenai Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam Melakukan Penindakan Tindak Pidana Terorisme. Didalamnya akan membahas mengenai Sejarah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dasar hukum, wewenang fungsi, tugas, tujuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Densus 88,
18M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif ,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 201
Pengertian terorisme, bentuk terorisme, penyebab terorisme, criteria terorisme, dampak terorisme, lalu analisis peran BNPT dalam Penindakan tindak Pidana Terorisme.
6. Metode Penulisan
Metode penulisan ini berdasarkan buku pedoman Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015.
G. Sistematika Penulisan.
Dalam penulisan skripsi ini, sama halnya dengan sistematika penulisan pada skripsi-skripsi lainnya, yaitu dimulai dari kata pengantar, daftar isi, dan dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini memuat Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Studi Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN NASIONAL
PENANGGULANGAN TERORISME
Sejarah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Dasar Hukum, Profil BNPT (Wewenang, Tugas, Fungsi dan Tujuan), Densus 88.
BAB III BENTUK-BENTUK ANCAMAN TERORISME TERHADAP KEPENTINGAN NEGARA.
Pengertian Terorisme, Bentuk-bentuk Ancaman terorisme, penyebab timbulnya ancaman terorisme, Dampak dari ancaman terorisme.
BAB IV PERAN BNPT DALAM PENINDAKAN ANCAMAN
TERORISME
Pada bab ini akan membahas mengenai analisis Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Dalam menindak tindak pidana Terorisme.
BAB V PENUTUP
Pada bab penutup ini, berisi kesimpulan serta saran yang berkaitan dengan permasalahan tersebut yang penulis dapatkan dari hasil menganalisis Eksistensi Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Dalam menindak tindak pidana Terorisme.
20
A. Sejarah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
Bom Bali yang terjadi pada tahun 2002 inilah yang menjadi awal mula gagasan untuk dibentuknya sebuah badan yang khusus untuk menangani terorisme, pada saat itu pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2002 dalam rangka menanggulangi kasus terorisme di bali.
Instruksi Presiden tersebut yaitu bahwa Presiden memberi mandat kepada Mentri Kordinator Bidang Politik dan Keamanan yang saat itu dijabat oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang diberikan tugas untuk merumuskan kebijakan dan strategi nasional pemberantasan terorisme dan mengkoordinasikan semua langkah-langkah operasional pemberantasan terorisme.1
Mandat yang diberikan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan itu ditindak lanjuti dengan dibentuknya Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) yang berdasarkan keputusan Menteri
Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Nomor:
Kep-26/Menko/Polkam/11/2002.
1Abdul Wahid, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, Ham, dan Hukum, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2004,), h. 22
Tujuan dalam dibentuknya DKPT ini adalah untuk membantu Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan dalam merumuskan kebijakan bagi pemberantasan tindak pidana terorisme yang meliputi aspek pencegahan, penangkalan, penanggulangan, penghentian penyelesaian dan segalan tindak hukum yang diperlukan.2 Ketua DKPT yang ditunjuk oleh Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamaan saat itu adalah Irjen Pol. Drs. Ansyaad Mbai, M.M.
Pada tanggal 31 Agustus 2009 diadakan Rapat Kerja antara Komisi I DPR dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan yang membahas mengenai pemberantasan terorisme. Kesimpulan dari rapat tersebut yaitu3:
1. Komisi I DPR RI mendukung upaya Pemerintah dalam menanggulangi dan memberantas terorisme berdasarkan grand desain penanggulangan terorisme, dan Komisi I DPR RI menegaskan bahwa terorisme adalah kejahatan kemanusiaan luar biasa yang harus dijadikan musuh bersama, oleh karena itu dibutuhkan komitmen seluruh elemen dan potensi bangsa dalam menghadapi dan memberantas terorisme.
2. Dalam upaya meningkatkan kapasitas dan keterpaduan penanggulangan terorisme, Komisi I DPR RI minta Pemerintah agar meningkatkan peran masyarakat secara optimal dalam gerakan pemberantasan terorisme sesuai
2Kep-26/Menko/Polkam/11/2002, Tentang Pembentukan Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme
3Kesimpulan Rapat Kerja DPR, Laporan Singkat Rapat Kerja Komisi I DPR RI Dengan Menkopolhukam Mengenai Pemberantasan Terorisme, DPR RI, 2009
dengan ketentuan hukum, dan mengajak masyarakat untuk turut mencegah berkembangnya ajaran sesat yang mengembangkan radikalisme dan yang membenarkan penggunaan kekerasan dalam mencapai tujuannya, serta agar masyarakat memberikan informasi dini atas gejala terorisme yang terlihat disekitarnya.
3. Untuk meningkatkan efektifitas penanggulangan terorisme, Komisi I DPR RI memandang perlu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme diperbaiki dengan antara lain meningkatkan aspek Prevention dan kapasitas, termasuk kemungkinan pembentukan suatu badan yang berwenang secara operasional melakukan tugas pemberantasan/penanggulangan terorisme. Dalam hubungan ini, Komisi I DPR RI mendesak Pemerintah untuk menerbitkan regulasi sebagai elaborasi ketentuan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, untuk mengatur ketentuan lebih rinci tentang Rule of Engagement (aturan pelibatan) TNI, terkait tugas Operasi Militer Selain Perang TNI, termasuk aturan pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme dan tugas perbantuan TNI terhadap POLRI.
4. Komisi I DPR RI minta Pemerintah agar dalam upaya pemberantasan terorisme termasuk upaya penggalangan dan deradikalisasi agar fokus
diarahkan kepada pengejaran pelaku, aktor intelektual, dan jaringannya, serta mengajak masyarakat untuk tidak terprovokasi dan terjebak dalam pandangan dan stigmasasi bahwa terorisme terkait dengan satu agama yang dapat memperbesar sikap saling mencurigai ditengah masyarakat, dan melemahkan gerakan pemberantasn terorisme.
5. Dengan semakin meningkatnya ancaman terorisme khususnya indikasi perilaku tindakan bom bunuh diri, Komisi I DPR RI minta aparat keamanan untuk melakukan kajian secara lengkap dan menyeluruh mengenai latar belakang dan motivasi tindakan terorisme bunuh diri, serta kajian terhadap berbagai payung hukum yang tersedia untuk meningkatkan kemampuan deteksi dini terhadap potensi ancaman terorisme termasuk tahapan perekrutan, serta pengambilan langkah-langkah kebijakan efektif dalam rangka penanggulangan terorisme. 6. Komisi I DPR RI minta Pemerintah untuk meningkatkan pengawasan dan
tindakan hukum terhadap aliran dana dari dalam dan luar negeri yang diduga digunakan untuk tujuan mendukung dan membiayai terorisme. Berdasarkan hasil rapat tersebut rekomendasi Komisi I DPR tersebut dan maraknya aksi atau tindah pidana terorisme, maka dari itu Presiden Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme4 tepat pada tanggal 16 juli 2010, dan mengangkat Irjen Pol (Purn) Drs. Ansyaad Mbai, M.M. sebagai Kepala BNPT5.
B. Dasar Hukum Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
Pada tahun 2010 akhirnya BNPT berdiri berdasarkan No.46 Tahun 2010 tentang pembentukan BNPT. Perpres No.46 Tahun 2010 ini yang menjadi asal usul BNPT
Pada perkembangannya Perpres ini diubah dengan Perpres No.12 tahun 2012. Pembentukan BNPT merupakan Kebijakan Nasional Penanggulangan Terorisme. Badan ini merupakan pengembangan dari Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) yang dibuat pada tahun 2002.
Peraturan Presiden No.46 Tahun 2010 tentang pembentukan BNPT ini pada dasarnya adalah dasar hukum terbentuknya BNPT. Pada tahun 2012 Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2012 Tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 Tentang BNPT.
C. Profil Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
a. Wewenang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
BNPT dibentuk merupakan sebuah regulasi sebagai elaborasi Ketentuan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
4Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 Tentang Badan Penanggulangan Terorisme
Indonesia dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, untuk mengatur ketentuang lebih rinci tentang Rule of Engagement
(aturan pelibatan) TNI, terkait tugas Operasi Militer Selain Perang TNI, Termasuk TNI dalam mengatasi terorisme dan tugas perbantuan TNI terhadap POLRI. Dalam hal ini, BNPT dapat membentuk Satgas-satgas yang terdiri dari unsur-unsur terkait, juga dapat melibatkan masyarakat. Penugasan TNI dan Polri dalam Satgas BNPT bersifat "disiapkan" atau di Bawah Kendali Operasi (BKO)6
BNPT memiliki wewenang untuk menyusun dan membuat kebijakan serta strategi, dan menjadi koordinator dalam bidang pencegahan terorisme. BNPT juga telah membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di daerah. Pembentukan FKPT merupakan salah satu upaya BNPT mencegah Terorisme di seluruh wilayah Indonesia. Pembentukan FKPT bertujuan untuk menghimpun dukungan masyarakat dan pemerintah daerah dalam upaya pencegahan terorisme dengan berbasiskan penerapan nilai kearifan lokal masing-masing daerah.7
b. Tugas, Fungsi dan Tujuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Sebagai sebuah badan, BNPT memiliki tugas pokok yang harus dijalankan dalam melaksanakan tugas negara. Berdasarkan pasal 72 ayat 1
6 http://ramalanintelijen.net/mengenal-badan-nasional-penanggulangan-terorisme-bnpt-erorisme/. Diakses 8 juni 2016
7BNPT, Modul Perkembangan Terorisme dan Pencegahan Terorisme di Daerah, (BNPT: Sentul) 2013
Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang BNPT, BNPT memiliki tugas Pokok sebagai berikut:
1. Menyusun kebijakan, strategi dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme.
2. Mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme
3. Membentuk satuan tugas-satuan tugas yang terdiri dari unsur-unsur instansi pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing.
Selain tugas pokok yang harus dijalankan dalam melaksanakan tugas negara, BNPT juga memiliki fungsi sebagai berikut:8
1. Penyusunan kebijakan, strategi, dan program nasional bidang penanggulangan terorisme.
2. Monitoring, analisa, dan evaluasi dibidang penanggulangan terorisme.
3. Koordinasi dalam pencegahan dan pelaksanaan kegiatan melawan propaganda ideologi radikal.
4. Pelaksanaan deradikalisasi.
5. Perlindungan terhadap obyek-obyek yang potensial menjadi terget serangan terorisme.
6. Pelaksanaan penindakan, pembinaan kemampuan, dan kesiapsiagaan nasional. 7. Pelaksanaan kerjasama internasional dibidang penanggulangan terorisme. 8. Perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap program, administrasi
dan sumber daya serta kerjasama antarinstansi
9. Pengoperasian Satuan Tugas-Satuan Tugas pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan, dan penyiapan kesiapsiagaan nasional di bidang penganggulangan terorisme.
Perlindungan dari negara adalah hak warga negara. Negara wajib memberikan hak itu, karena itu Tujuan dibentuknya BNPT adalah pemberantasan tindak pidana terorisme yang meliputi aspek pencegahan, penangkalan, penanggulangan, penghentian penyelesaian dan segalan tindak hukum yang diperlukan.
c. Visi dan Misi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
Visi BNPT adalah untuk mewujudkan penanggulangan terorisme dan radikalisme melalui upaya sinergi institusi pemerintah dan masyarakat yang meliputi pencegahan, perlindungan, deradikalisasi dan penindakan, serta peningkatan kewaspadaan nasional dan kerjasama internasional untuk menjamin terpeliharanya keamanan nasional9
Berdasarkan visi BNPT di atas, dijabarkan juga misi BNPT sebagai langkah-langkah BNPT dalam melakukan program untuk mencapai visi tersebut. Ada 5 poin misi BNPT yaitu:
1. Melakukan pencegahan terjadinya aksi terorisme, meningkatkan kewaspadaan dan memberikan perlindungan terhadap obyek-obyek vital yang potensial menjadi target serangan terorisme.
2. Melakukan deradikalisasi dan melawan propaganda ideologi radikal.
3. Melakukan penindakan aksi terorisme melalui penggalangan intelijen dan
surveillance, dan penegakan hukum melalui kordinasi dan kerjasama dengan institusi terkait, masyarakat, dan seluruh komponen bangsa.
4. Melaksanakan pembinaan kemampuan dan kesiapsiagaan nasional terhadap ancaman aksi terorisme.
5. Melaksanakan kerjasama internasional dalam penanggulangan terorisme.
9Agus SB, Darurat Teorisme: Kebijakan Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi.
d. Kebijakan dan Strategi Badan Nasionan Penanggulangan Terorisme Kebijakan BNPT merupakan serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan demi kepentingan seluruh masyarakat. Kebijakan meniscayakan adanya kepentingan bagi seluruh masyarakat yang harus dipenuhi oleh suatu kebijakan pemerintah.10
Dalam kebijakan pencegahan terorisme, ada 6 prinsip-prinsip umum dan kerangka kerja yang harus dikedepankan:11
a. Supremasi hukum, yaitu penggunaan kerangka hukum selalu menjadi basis pedoman dari aksi kontra teror. Independen mengandung pengertian bahwa Indonesia akan selalu berusaha mencapai konkusi dan melakukan aksi didalam negeri tanpa harus bergantung pada pihak manapun. Semua data intelijen, rekomendasi dan pandangan dari pihak luar akan tetap diterima dengan baik sebagai masukan. Pemerintah tidak akan didikte oleh kekuatan asing manapun teteapi tetap mengandalkan kemampuan sendiri dengan kerja yang profesional dan didasari oleh penggunaan data yang akurat.
b. Indiskriminasi, berarti dalam upaya kontra teror, pemerintah Indonesia tidak akan menuduh dan hanya memfokuskan pada satu kelompok saja, baik itu kelompok etnis, agama maupun kepentingan. Semua warga negara Indonesia
10James E. Anderson, Public Policy Making, Holt, (Rinehart and winston: New York cet, 1984), h. 3
akan diperlakukan sama dibawah UU Anti Terorisme. Jika ada satu organisasi teroris yang menjadi target operasi itu semua didasari oleh tindakan mereka bukan karena identitas religi atau etnis mereka. Meskipun demikian, pemerintah Indonesia juga memahami jika ada beberapa kelompok di Indonesia yang kerap menggunakan perbedaan suku dan agama sebagai alasan untuk memicu kekerasan.
c. Independensi, yaitu sifat bebas dalam membuat kesimpulan dan mengambil tindakan, rekomendasi ataupun harapan masyarakat internasional diposisikan sebagai masukan dan pertimbangan. Artinya, semua tidakan dan keputusan tidak didasarkan pada intervensi dari pihak manapun, tetapi didasarkan pada temuan akurat dan professional melalui proses dan mekanisme yang akuntabel demokrasi.
d. Kordinasi, merefleksikan bahwa ancaman teror merupakan ancaman yang melintasi batas yuridiksi satu departemen bahkan negara. Upaya untuk menanggulanginya pun harus melintasi batas yuridiksi yang dimiliki tiap-tiap departemen oleh karena itu koordinasi menjadi sangat penting dalam memerangi terorisme.
e. Demokrasi, berarti pemerintah telah memahami bahwa pemberian otoritas