• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM

A. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam Mengawasi Sektor

1. Sejarah OJK

Keberadaan OJK di negara Indonesia tidak terlepas dari keadaan perekonomianIndonesia pada masa dahulu. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Krisis yang melanda keadaaan perekonomian di Indonesia pada tahun 1997-1998 mengakibatkan banyaknya bank yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan pengawasan Bank Indonesia. Reformasi di bidang hukum perbankan diharapkan menjadi suatu obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan di masa depan.38

38

Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 37.

Pendirian OJK sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 1999. Pasal 34 UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah memerintahkan pembentukan Lembaga Pengawas Jasa Keuangan(selanjutnya disebut LPJK) yang berfungsi mengawasi seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan di Indonesia. Perintah pendirian OJK sebagai bagian dari penataan ulang sistem keuangan setelah hancur dilanda krisis keuangan tahun 1997-1998. Seiring dalam

perjalanan waktu, proses pembentukan OJK kemudian semakin dipercepat oleh krisis keuangan global tahun 2007-2008.39

Selain daripada itu, berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, pemerintah mendapatkan amanat untuk membentuk suatu lembaga pengawas di sektor jasa keuangan yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun 2010 dengan nama Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga ini bertugas untuk mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.40

Pelaksanaan prinsip independen ini merupakan masalah yang krusial bagi otoritas pengawas jasa keuangan.Pentingnya independensi bagi otoritas pengawas jasa keuangan oleh karena dua hal. Pertama, hampir semua krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1990-an diakibatkan oleh pengaruh politik. Kedua, dialihkannya kewenangan pengawasan dari bank sentral.

Penjelasan Pasal 34 UU No. 3 Tahun 2004 (selanjutnya disebut UUBI)menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluar pemerintahan dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya disebut BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (selanjutnya disebut DPR).

41

39

Zulkarnain Sitompul, “Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan” (Medan : Makalah disampaikan pada Seminar Keberadaan OJK untuk Mewujudkan Perekonomian Nasional yang Berkelanjutan dan Stabil, 2014), hlm 1.

40

Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 38.

41

Stuktur regulasi yang independen dapat diukur dari beberapa faktor sebagai berikut :42

a. Independensi dari segi regulasi

Regulasi di bidang keuangan haruslah didesain untuk memberikan keleluasan untuk OJK dalam membentuk suatu kebijakan yang tepat. Undang-Undang yang ada haruslah memberi ruang dan fleksibilitas kepada OJK untuk dapat mendesain dan merubah kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan ekonomi. Apabila undang- undang terlalu detail menjadi indirect interventiondimana secara tidak langsung OJK diarahkan dan dikekang untuk mengeluarkan sebuah kebijakan yang belum tentu sesuai dengan kondisi yang ada.

b. Independensi dari segi pengawasan

Regulasi tidak akan menjadi efektif didalam membentuk rezim sistem keuangan yang efisien dan stabil apabila tanpa pengawasan yang konsisten dan menyeluruh. Beberapa aspek dalam membentuk pengawasan yang independen sebagai berikut :

1) Perlindungan hukum kepada jajaran OJK dalam melaksanakan tugasnya. Jajaran OJK harus mendapat perlindungan hukum ketika mengeluarkan kebijakannya. Hal tersebut untuk menghindari adanya keragu-raguan dalam mengambil keputusan karena adanya ancaman hukum.

42

Bismar Nasution, “Struktur Regulasi Independensi Otoritas Jasa Keuangan” (Medan : Makalah disampaikan pada Seminar Hukum Peran dan Tujuan Otoritas Jasa Keuangan Ikatan Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2013), hlm 11.

2) Adanya sistem dan standar yang jelas dalam peraturan OJK mengenai pengawasan dan pengenaan sanksi. Sistem dan standar yang jelas dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan menjadi alat check and balances karena keputusan yang diambil bukanlah berdasarkan kebijakan individu tetapi harus mengacu pada peraturan yang ada.

3) Sistem remunerasi yang jelas dan terjamin. Harus ada standar gaji yang cukup dan sistem jenjang karir yang berdasarkan merit. Hal ini ditujukan untuk meminimalisir potensi korupsi dan juga memastikan bahwa OJK diisi oleh orang-orang yang profesional dan kompeten dalam bidangnya.

4) Adanya sistem sanksi dan banding yang jelas. Struktur yang ada harus memberikan kejelasan dalam proses pengenaan sanksi dan upaya hukum yang dapat dilakukan serta jangka waktu dalam prosesnya.

c. Independensi dari segi institusi

Independensi dari segi institusi mengacu pada status dari Otoritas Jasa Keuangan yang terpisah dari lembaga eksekutif dan legislatif. Mengingat fungsi Otoritas Jasa Keuangan yang sangat krusial untuk menyeimbangkan keadaan perekonomian, menjadi sangat penting untuk menjaga independensi sebuah otoritas jasa keuangan dari pengaruh politik dan pemerintah. Untuk mencapai hal ini ada beberapa

faktor penting yang harus diadops oleh sebuah struktur regulasi yang independen sebagai berikut :

1) Peraturan yang jelas mengenai pengangkatan dan pemberhentian dari personel senior. Kepastian mengenai proses pengangkatan dan pemberhentian diperlukan untuk memberikan jaminan kepada anggota OJK untuk dapat mengambil keputusan tanpa adanya kekhawatiran atas ancaman pemberhentian.

2) Struktur pengaturan yang jelas. Pengambil kebijakan di OJK sebaiknya bersifat kolektif dan diisi oleh para ahli dibidangnya. Hal ini untuk mencegah adanya satu individu yang terlalu dominan yang pada akhirnya mempengaruhi kebijakan yang diambil.

3) Proses pegambilan kebijakan yang transparan. Walaupun ada beberapa keputusan yang menurut sifatnya bersifat rahasia dan sensitif, proses pengambilan kebijakan yang transparan harus tetap dilakukan.

d. Independensi dari segi pembiayaan

Independensi dari segi pembiayaan mengacu pada keterlibatan dari eksekutif dan legislatif dalam memutuskan besarnya anggaran OJK termasuk personel dan besarnya gaji. Otoritas yang mempunyai kebebasan dalam merancang anggaran dan sumber dayanya akan lebih siap untuk menghadapi tekanan politik, sehingga didalam proses

pengambilan keputusan akan dapat berjalan lebih cepat dan sesuai dengan perkembangan pasar.

Sebelum dibentuk lembaga Otoritas Jasa Keuangan, terlebih dahulu undang-undang yang menjadi regulasi dari lembaga tersebut harus dibuat. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan tidak terlepas dari beberapa alasan-alasan yang ada, alasan-alasan tersebut antara lain :43

a. Makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan.

Produk jasa keuangan sekarang makin kompleks dimana sebelum berdirinya OJK setiap produk jasa keuangan ada di bawah pengawasan Bapepam-LK dan BI, setelah setelah berdirinya OJK dengan sistem pengawasan yang terintegrasi terhadap sektor jasa keuangan mengakibatkan beralihnya setiap pengawasan terhadap produk jasa keuangan kepada OJK.

b. Munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan

Pada perkembangannya mulai banyak perusahaan jasa keuangan yang melakukan konglomerasi dengan perusahaan jasa keuangan lainnya yang mengakibatkan rentan terjadinya monopoli diantara perusahaan jasa keuangan.

c. Globalisasi industri jasa keuangan

Perkembangan industri jasa keuangan yang semakin pesat yang ada di masyarakat, mengakibatkan perlunya pengaturan yang jelas terhadap industri jasa keuangan yang berkembang tersebut.

43

d. Anggapan dari pemerintah yang menganggap Bank Indonesia sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sektor perbankan. Kegagalan tersebut merupakan buntut dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia dimulai dari pertengahan 1997, pada saat itu sejumlah bank yang ada dilikuidasi.

Terhadap alasan-alasan tersebut maka dibutuhkan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan disektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Penataan tersebut dimaksudkan agar selanjutnya dicapai suatu mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan tersebut dilakukan secara terintegrasi.

Undang-Undang Bank Indonesia menetapkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan akan dibentuk paling lambat tanggal 30 Desember 2010, sebelumnya di Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menyatakan bahwa Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut LPJK)44

44

Istilah Lembaga Pengawas Jasa Keuangan kemudian diubah menjadi Otoritas Jasa Keuangan.

paling lambat sudah harus dibentuk pada akhir Desember 2002. Pada tahun 2011 pemerintah akhrinya secara resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan sehubungan dengan berjalannya

fungsi dan tugas dari Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga pengawas sektor jasa keuangan.

2. Kewenangan OJK

Otoritas Jasa Keuangan didirikan dengan tujuan sebagai lembaga yang dapat menjamin agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, seta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.Mengacu pada tujuan pendirian OJK tersebut diharapkan OJK dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Otoritas Jasa Keuangan juga harus mampu menjaga kepentingan nasional sebagaimana tertera dalam penjelasan UUOJK yang meliputi, sumber daya manusia, pengelolaan pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.

Segala kewenangan dari OJK terdapat di Pasal 7 sampai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Kewenangan dari OJK dibagi kedalam 3 bagian yaitu :45

a. Terkait khusus pengawasan dan pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi :

1) Perizinan untuk pedirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya

45

manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank.

2) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.

3) Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank.

4) Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen resiko; tata kelola bank; prinsip mengenala nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.

b. Terkait pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-bank) yang meliputi :

1) menetapkan peraturan dan keputusan Otoritas Jasa Keuangan;

2) menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

3) menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan;

4) menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapna perintah tertulis terhadap lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu;

5) menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga jasa keuangan;

6) menetapkan struktur organisasi dan infrasruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan da kewajiban; dan 7) menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan.

c. Terkait pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :

1) menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

2) mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;

3) melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang keiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan;

4) memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;

6) menetapkan penggunaan pengelola statuter;

7) menetapkan sanksi administratrif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan; dan

8) memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.

Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian dan pemeriksaan bank sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 UUOJK merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Microprudential merupakan mekanisme control yang lebih mengarah kepada perkembangan dalam individu lembaga keuangan, yakni dengan mengutamakan perhatiannya pada masalah individual lembaga untuk melindungi para deposan.46Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam pasal ini, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan.47

Otoritas Jasa Keuangan juga memiliki kewenangan didalam memberikan perlindungan konsumen, hal ini tertera pada Pasal 28 UUOJK yang menetapkan

46

Setyo Pamungkas. “Mengatur Penetrasi Bisnis Perbankan.” setyopamungkas. wordpress.com/2013/06/17/mengatur-penetrasi-bisnis-perbankan/ (diakses pada tanggal 2 Oktober 2015).

47

Republik Indonesia, Penjelasan Undang-Undang Nomor 21Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

untuk perlindugan konsumen dan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat, yang meliputi :48

a. memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya;

b. meminta lembaga jasa keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebutberpotensi merugikan masyarakat; dan

c. tindakan lain yang dinaggap perlu seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan didalam menjalankan wewenangnya untuk memberikan perlindungan konsumen juga memberikan pelayanan pengaduan konsumen yang meliputi :49

a. menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan konsumen dirugikan oleh pelaku di lembaga jasa keuangan;

b. membuat mekanisme pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan;

c. memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang- udangan disektor jasa keuangan.

Peran Otoritas Jasa Keuangan untuk memberikan perlindungan konsumen dan masyarakat berwenang untuk melakukan pembelaan hukum, yang meliputi memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan

48

Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 91.

49

untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud. OJK juga dapat mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada dibawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud dibawah penguasaan pihak lain dengan itikad baik; dan/atau untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau lembaga jasa keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan.50

Penjelasan UUOJK menyatakan bahwa didalam perlindungan konsumen ini OJK didalam mengajukan gugatan dilakukan berdasarkan penilaian OJK bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh suatu pihak terhadap peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan mengakibatkan kerugian materi bagi konsumen, masyarakat, atau sektor jasa keuangan.Sehingga para pihak yang merasa dirugikan dari setiap pelanggaran yang terjadi pada perundang-undangan tersebut diharapkan mendapatkan ganti kerugian yang nilainya sesuai dengan yang ditentukan oleh pihak yang berwenang.

Otoritas Jasa Keuangan didalam melaksanakan tugas dan kewenangannya harus berlandaskan pada asas-asas sebagaimana terdapat dalam penjelasan UUOJK, asas-asas tersebut antara lain :51

a. Asas Independensi

50

Zulkarnain Sitompul, “Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan” (Medan : Makalah disampaikan pada Seminar Keberadaan OJK untuk Mewujudkan Perekonomian Nasional yang Berkelanjutan dan Stabil, 2014), hlm 7

51

Asas ini menyatakan bahwa OJK harus secara independen dalam pengambian keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenangnya dengan tetap sesuai pada peraturan perundang- undangan yang berlaku;

b. Asas Kepastian Hukum

Asas ini merupakan asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;

c. Asas Kepentingan Umum

Asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajuakan kesejahteraan umum;

d. Asas Keterbukaan

Asas ini menyatakan bahwa OJK didalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memeperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi peribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

e. Asas Profesionalitas

Asas ini menyatakan bahwa OJK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus mengutamakan keahliannya dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang- undangan;

f. Asas Intergritas

Asas ini menyatakan bahwa OJK didalam setiap tindakan dan pengambilan keputusan dalam rangka menjalankan tugas dan wewenangnya harus berpegang teguh pada nila-nilai moral;

g. Asas Akuntabilitas

Asas ini menyatakan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

Otoritas Jasa Keuangan didalam menjalankan tugas dan kewenangannya harus memiliki struktur dengan prinsip check and balances. Prinsip ini mengisyaratkan adanya saling mengawasi didalam internal OJK, agar didalam menjalankan tugasnya OJK tetap kredibel dan dipercaya oleh masyarakat. Prinsip tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan. fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan serta pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisioner melalui pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan OJK. Pembagian tugas tersebut dapat terlihat dari Dewan Komisioner OJK yang memiliki tugas terkait pada kode etik, pengawasan internal melalui mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas, dan wewenang pengawasan untuk sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, lembaga jasa keuangan lainnya.52

52

Ibid, hlm. 114.

Prinsip ini juga berarti setiap tugas dan kewenangan yang dimiliki oleh OJK tetap ada campur tangan yang dilakukan

oleh pemerintah dalam hal pengangkatan Dewan Komisioner OJK meskipun secara kelembagaan OJK memiliki kedudukan diluar pemerintah.53

B. Peran dan Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Menggantikan

Dokumen terkait