• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT

B. Kewenangan Pemerintah Dalam Perlindungan

Dalam perjalanannya sebagai negara, pasti ingin meraih berbagai bentuk kemajuan dalam mencapai apa yang dicita-citakan dalam tujuan nasional negara tersebut. Indonesia sebagai suatu negara juga memiliki tujuan sosial. Salah satu

tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan kesejahteraan seluruh warga negara, tidak hanya dalam arti materil akan tetapi juga dalam semua bidang kehidupan yang menyangkut harkat dan martabat manusia.

Dalam negara kesejahteraan (welfare state) tugas pemerintah di dalam menyelenggarakan kepentingan umum menjadi sangat luas, karena itu perlu adanya keleluasaan untuk bergerak dari administrasi negara sesuai dengan kewenangan yang diberikan. Dalam menjalankan kekuasaannya yang dimilikinya, pemerintah tidak boleh bertindak sewenang-wenang, penilaian penyelenggaraan pemerintah sewenang-wenang atau tidak dapat mengacu kepada asas-asas umum pemerintah yang baik, (beginselen van behoorlijk bestuur). Pada awalnya asas-asas umum pemerintahan yang baik ini diperkenalkan oleh Crince Le Roy yang mengemukakan 11 (sebelas) butir asas pemerintahan seperti yang dikutip oleh Ateng Syafrudin :

1. Asas Kepastian Hukum 2. Asas Keseimbangan 3. Asas Bertindak Cermat

4. Asas Motivasi Untuk Setiap Keputusan Badan Pemerintahan 5. Asas Tidak Boleh Mencampuradukkan Kewenangan

6. Asas Kesamaan Dalam Mengambil Keputusan 7. Asas Permainan yang Layak

8. Asas Keadilan dan Kewajaran

9. Asas Menanggapi Pengharapan yang Wajar

11. Asas Perlindungan atas Pandangan Hidup Pribadi.33

Hal ini memberikan konsekuensi bahwa kebebasan pemerintah tersebut juga menyangkut Perlindungan Konsumen, artinya bahwa perintah UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen untuk membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen harus dapat segera diantisipasi oleh pemerintah daerah sebagai pemegang kekuasan di daerah. Jika dibandingkan dengan perlindungan konsumen di luar negeri, seperti Inggris dapat dilihat begitu besar peran pemerintah untuk menyelesaikan sengketa konsumen. Beberapa bentuk penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan :

1. Pusat konsultasi konsumen merupakan suatu alternatif yang dapat digunakan konsumen sebagai upaya awal sebagai tempat memperoleh bantuan hukum secara gratis. Pelayanan gratis dapat diperoleh konsumen melalui pusat nasehat konsumen ini. Peraturan Pemerintah Daerah 1972 merupakan landasan pendirian dan bantuan terhadap pendanaan diperoleh konsumen dari jaminan pemerintah. Saat ini pusat konsultasi konsumen telah berdiri hampir sekitar 50 (lima puluh) daerah. Di samping memberikan informasi dan literature sebelum berbelanja , pusat konsultasi konsumen juga merupakan instrument untuk menolong konsumen menyelesaikan sengketa dengan pedagang-pedagang setempat. Pusat konsultasi konsumen ini juga akan membantu konsumen dalam peradilan melawan pedagang nakal.

33

2. Badan Konsultasi Kemasyarakatan adalah suatu lembaga pelayanan sukarela yang terdiri dari 800 badan otonom, dengan pembiayaan yang sebagian besar merupakan bantuan pemerintah lokal. Badan daerah ini dipresentasikan melalui komisi registrasi dan penyusunan otoritas kebijakan pergerakan dari kumpulan dewan konsultasi kemasyarakatan nasional.

3. Penyediaan sebagai pelayanan hukum lingkungan secara komprehensif, termasuk keberadaan peradilan, bagi kelompok maupun bagi setiap individu.

4. Undang-undang ini disusun agar industri nasional memiliki kepedulian yang tinggi terhadap konsumen dan juga mengupayakan berdirinya dewan pembimbing konsumen. Sebagai bagian dari pertimbangan atas keberadaan masyarakat, dewan pertimbangan konsumen bertindak sebagai pemantau dan penasehat industri dalam mempertanyakan kebijakan secara umum.34

Selain itu lembaga-lembaga yang berfungsi sama yaitu untuk melindungi konsumen juga telah di bentuk di Belanda : Lembaga Konsumen Belanda (Consumentebond) mendirikan Yayasan Pengaduan Konsumen (Stinchting Consumentenklachten). Yayasan ini bersama-sama asosiasi-asosiasi tertentu kalangan bisnis membentuk beberapa Komisi Penyelesaian Sengketa Konsumen

34

Malcom Leader dan Peter shears, Consumer Law, Third Edition, M&E Law Handbooks, Longman Groups UK Ltd, 1991, hal 248-250.

(Consumentengelschillen commissies). Komisi ini mendapat dukungan kedudukan hukum dan sebagian penandaanya berasal dari pemerintah Belanda.35

1. Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.

Fungsi dari lembaga-lembaga yang telah disebutkan adalah untuk memberikan perlindungan secara nyata kepada konsumen dan berupaya untuk membantu konsumen dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Jika dicermati kondisi itulah yang merupakan tujuan dari perintah Pasal 49 ayat 1 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen setiap daerah tingkat II. Pada dasarnya kewenangan yang diberikan kepada daerah ini didasari oleh ketentuan Pasal 18 UUD 1945 yang telah diamandemen yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk melaksanakan kegiatan pembangunan.

Pasal 18 UUD 1945 :

2. Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

3. Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

4. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pusat. 6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan

lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

Pasal 18 A

1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota diatur dalam Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keagamaan daerah.

2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-undang.

“Wewenang itu sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan satu tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum.”36

36

S.F. marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997 hal 154

Pertimbangan lain dari pembuatan keputusan secara diskesi ini adalah secara pragmatis bahwa rumusan-rumusan legal yang ada sering kali tidak mampu menjawab permasalahan maupun situasi yang sedang dihadapi, “dengan alasan undang-undang biasanya selalu bersifat abstrak, sedangkan perkara-perkara yang muncul bersifat konkrit”. Dengan demikian negara memberikan kewenangan kepada pemerintah dan para hakim untuk menerapkan kaedah-kaedah hukum yang akan memberi rasa keadilan. Namun tidak dapat disangkal bahwa keputusan-keputusan yang dihasilkan lebih merupakan pandangan individual meskipun peraturan atau kaidah yang tata cara penyelesaian masalah yang sudah ditetapkan secara jelas. Lebih lanjut, “kebanyakan kebijakan pragmatis yang dibuat hanya merupakan penyelesaian secara coba-coba (trial and error)”.37

37

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, hal Perumusan nilai-nilai yudisial secara tepat merupakan hal yang sulit karena dituntut untuk memahami konteks budaya, persepsi hukum, kesadaran politis masyarakat, dan rasa keadilan yang dianut.

Sementara itu dalam menghadapi perubahan sistem pemerintahan di daerah dengan adanya pemberian otonomi kepada daerah yang diatur di dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah daerah, maka pelaksanaan wewenang daerah yang disebutkan dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, harus bersesuaian satu sama lain hingga tidak bertentangan dalam pelaksanaannya.

Pembinaan, pengawasan, dan perlindungan konsumen dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Perindustrian dan Perdagangan, tetapi berkaitan juga dengan instansi-instansi lain yang terkait, seperti :

1. Departemen Kesehatan, sebagai instansi yang bertanggung jawab atas kelayakan produk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika.

2. Departemen Pertanian, sebagai instansi yang bertanggung jawab atas pembinaan hasil pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan agar layak dikonsumsi.

3. Departemen Perundang-Undangan dan Hak Asasi Manusia, sebagai instansi yang bertanggung jawab atas pembinaan hak merek, hak paten dan hak cipta.

4. Departemen Pariwisata Seni dan Budaya sebagai instansi yang bertanggung jawab atas pembinaan pelayanan yang baik terhadap jasa pariwisata, kesenian dan budaya.

5. Departemen Perhubungan sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap jasa angkutan laut, darat dan udara.

6. Pemerintah Daerah sebagai instansi yang mempunyai otonomi di daerahnya, untuk melaksanakan pembinaan perlindungan konsumen.

Peranan pemerintah lainnya yang dapat dimanfaatkan dalam penyelesaian sengketa konsumen adalah sebagai mediator bagi masyarakat (konsumen).

UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam Bab VII menyebutkan peranan pemerintah yang berkaitan dengan upaya perlindungan konsumen.

I. Pembinaan

Pasal 29 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyebutkan :

1. Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak-hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

2. Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan oleh menteri atau menteri teknis terkait.

3. Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat 2 melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen.

4. Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 2 meliputi upaya untuk :

a. Terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen.

b. Berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.

c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.

II. Pengawasan

Menurut Pasal 30 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, “Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masayarakat”.

Pengawasan oleh pemerintah apabila hasil yang dimaksud ternyata menyimpang dari undang-undang yang berlaku dan membahayakan konsumen ini dilaksanakan oleh menteri teknis terkait. Khusus bagi perusahaan asuransi dilakukan oleh Menteri Keuangan serta Menteri BUMN.

Lebih lanjut disebutkan bahwa pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/ atau jasa yang beredar di pasar. Sehingga konsumen akan merasa aman dan terlindungi ketika membeli, mengkonsumsi, memakai, maupun menggunakan barang dan/ atau jasa yang diperolehnya di pasar.

Dokumen terkait