• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Polisi Dalam Proses Penyelidikan dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap NotarisBerdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris

Nomor 2 Tahun 2014

Setelah keluarnya Undang-Undang Jabatan Notaris yang baru tetapi berdasarkan Pasal 66 ayat I Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang berlaku sekarang maka kewenangan pemanggilan Notaris yang pada UUJN lama ada pada MPD dan setelah keluarnya UUJN yang baru maka kewenangan pemanggilan Notaris ada pada Majelis Kehormatan.

Pemanggilan yang dilakukan oleh pihak penyidik dianggap sah apabila penyidik menyebutkan alasan pemanggilan dengan jelas,90 dan pemanggialn tersebut merupakan tindakan yang bertanggung jawab menurut hukum yaitu tidak bertentangan dengan hukum, selaras dengan kewajiban hukum, patut, masuk akal

89WWW.Hukum online.com.Pemeriksaan Notaris Tak Perlu Persetujuan MPD, diakses Pada tanggal 3 Januari 2015

dalam lingkungan jabatan penyidik, berdasarkan pertimbangan yang layak dan menghormati hak asasi manusia.91

a. Pemanggilan dan Pemeriksaan Notaris

Dimaksud dengan saksi perkara Pidana yang berkaitan dengan aspek formal AktaNotaris, pihak penyidik, penuntut umum dan hakim akan memasukkan Notaris telah melakukan tindakan hukum:

1. Membuat surat palsu/yang dipalsukan dan menggunakan surat palsu/yang dipalsukan (Pasal 263 ayat (1), (2) KUHP).

2. Melakukan pemalsuan (Pasal 264 KUHP).

3. Menyuruh mencantumkan keterangan palsu dalam Akta Otentik (Pasal 266 KUHP).

4. Melakukan, menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan (Pasal 55 jo Pasal 263 ayat (1) dan (2) atau 264 atau 266 KUHAP).

5. Membantu membuat surat palsu/yang dipalsukan (Pasal 56 ayat (1) dan (2) jo Pasal 263 ayat (1) dan (2) atau 264 atau 266 KUHP).92

6. Membantu membuat surat palsu/yang dipalsukan (Pasal 56 ayat (1) dan (2) jo Pasal 263 ayat (1) dan (2) atau 264 atau 266 KUHP).93

Setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notarisdalam hukum pemanggilan terhadap Notaris tertuang dalam Pasal 66, yaitu: (1) Untuk kepentingan proses Pradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim dengan

persetujuan Majelis Dewan Kehormatan berwenang;

a. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan

b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.

(2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.

(3) Majelis Kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud

91

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentangKepolisianNegaraRepublik Indonesia, Pasal 6 ayat 2

pada ayat (1)wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan.

(4) Dalam hal Majelis Kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Majelis Kehormatan Notaris dianggap menerima persetujuan.

Dari ketentuan yang tercantum ini dapat dimengerti bahwa:

a. Penyidik, Penuntut Umum, maupun Hakim hanya diperkenankan untuk mengambil fotocopy Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, maupun memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanannya, sepanjang untuk kepentingan proses Pradilan dan telah memperoleh persetujuan Majelis Kehormatan Notaris;

b. Penyidik, Penuntut Umum maupun Hakim tidak dibenarkan mengambil Minuta Akta dan/atau surat-surat asli yang diletakkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris;

c. Pemanggilan Notaris oleh Penyidik, Penuntut Umum maupun Hakim untuk hadir dalam pemeriksaan suatu perkara, baik Perdata, Pidana maupun Tata Usaha/Administrasi Negara yang tidak berkaitan dengan Akta yang dibuat atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris tidak memerlukan persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris

d. Dalam pengertian Notaris yang tercantum dalam Pasal 66 ini termasuk didalamnya Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti, dan Notaris Pengganti Khusus, baik masih sedang menjalankan tugas jabatannya maupun telah berhenti; e. Majelis Kehormatan Notaris harus memberikan jaawaban paling lama 30 hari menerima atau menolak pemanggilan pemeriksaan Notaris dan jika tidak ada jawaban lebih dari waktu tersebut maka Notaris dianggap menerima persetujuan tersebut.

f. Atas pengambilan fotocopy Minuta Akta dan/atau surat-surat sebagaimana terurai di atas dibuat berita acara penyerahan, hanya saja Undang-Undang ini maupun penjelasannya tidak memberikan penjelasan tentang siapa yang berkewajiban membuat dan menandatangai berita acara tersebut.

Tempo 30 hari yang diberikan Undang-Undang kepada Majelis Kehormatan Notaris (MKN) tersebut adalah waktu yang final, artinya dalam waktu 30 hari tersebut MKN harus secara memeriksa dan mengklarifikasikan Notaris dimaksud guna menentukan “disetujui” atau “tidak disetujui” permintaan pemeriksaan oleh penyidik atas Notaris dimaksud. Tetapi Majelis Kehormatan Notaris (MKN) dan

Peraturan Menterinya sampai saat ini belum terbentuk sebagaimana diamanatkan dalam Paal 66 dan 66 A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, demikian Peraturan Pelaksananya sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 91B Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris juga belum dibuat maka penyidikan terhadap Notaris saat ini masih berlaku seperti pada peraturan sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ditambah dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2013 tanggal 28 Mei 2013 yang mencabut Pasal 66 ayat (1) khususnya pada frasa tentang kewajiban untuk mendapatkan persetujuan Pengawas Daerah (MPD). Hal ini akhirnya berkaitan juga dengan tidak berlakunya lagi ketentuan dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan Mentri Hukum dan HAM RI Nomor M.03HT.0310 tahun 2007 yang mengatur tentang hal yang sama.

Dengan demikian saat ini penyidik dapat langsung memanggil Notaris untuk diperiksa demikian penyidik dapat langsung melakukan penyitaan terhadap fotocopy minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta Akta.

Sepanjang tahun 2014 dimulai dari bulan September sampai dengan bulan Desember ada 11 (sebelas) pemanggilan Notaris yang dilakukan penyidikan sebagai saksi atau tersangka terkait dengan tindak Pidana yang diatur dalam KUH Pidana, yakni menyangkut:

1. Pasal 263 yakni pemalsuan surat, Notaris memalsukan surat tanda bukti setoran BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah).

3. Pasal 266 yakni pemberian keterangan palsu dalam suatu Akta Otentik 4. Pasal 322 yakni membuka rahasia.

5. Pasal 378 atau 372 yakni penipuan atau penggelapan

6. Pasal 385 yakni penggelapan hakatas barang yang tidak bergerak

Beberapa hal penyebab terjadinya tindak Pidana yang didapati pada penelitian ini, yakni antara lain:94

1. Dikarenakan kedekatan secara pribadi, Notaris menerima pembuatan Akta tanpa melihat Kartu Tanda Penduduk asli para pihak, hal ini dapat mengaburkan tanda tangan atau foto pemilik Kartu Tanda Penduduk tersebut.

a. Notaris menerima draft dari salah satu pihak, sehingga pada posisi ini jelas Notaris tidak pada posisi yang seimbang atau Notaris berpihak.

b. Notaris kurang melakukan pengawasan atau tidak memberitahukan kewajiban yang harus diemban pegawai, sehingga pegawai tanpa sengaja atau dengan sengaja melakukan kecerobohan-kecerobohan yang berakibat fatal terhadap Notaris itu sendiri.

Pada saat pemeriksaan baik sebagai saksi atau tersangka ada hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh Notaris, yakni antara lain:95

1. Notaris berhak mengetahui dan memastikan pemanggilan sebagai saksi atau tersangka sudah mendapat izin dari Majelis Kehormatan Notaris

94

Wawancara dengan Ipda Muhammad Bakir,Panit Resum Polresta Medan,Pada tanggal 28 November 2014

95Wawancara dengan Ipda Muhammad Bakir,Panit Resum Polresta Medan,Pada tanggal 28 November 2014

2. Pada saat menghadiri panggilan tersebut Notaris memperlengkapi diri dengan membawa identitas diri serta surat-surat legalitas sebagai Notaris.

3. Bila sudah mengetahui hal ikhwal pemanggilan, bawa fotocopy berkas-berkas yang terkait kasus yang tertera dalam surat panggilan Kepolisian.

4. Dalam proses pemeriksaan sebaiknya Notaris didampingi penasehat hukum untuk antisipasi adanya oknum pemeriksa yang tidak objektif, sehingga apabila terjadi penyimpangan dalam proses pemeriksaan si pemeriksa dapat juga dituntut sesuai ketentuan yang berlaku.

5. Hadiri undangan panggilan tepat waktu sesuai jadwal yang tertera di surat panggilan.

6. Dalam memberikan jawaban tentang pertanyaan yang diajukan penyidik kiranya didengar dan dicermati serta dicerna baik-baik baru kemudian memberikan jawaban agar tidak terjebak oleh pertanyaan dari penyidik, penyidik selalu memakai sebutan yang terkesan memaksa agar Notaris dapat diarahkan dan terkesan pemeriksa tidak objektif.

7. Sebelum menandatangai Berita Acara Pemeriksaan,Notaris harus melakukan pembacaan ulang secara cermat agar terhindar dari jawaban-jawaban yang mungkin dari oknum penyidik.

8. Apabila dipanggil sebagai tersangka, maka Notaris berhak meminta turunan Berita Acara Pemeriksaan sesuai ketentuan yang ada dalam KUHAP.

10. Bila memungkinkan ketika dimintai keterangan, Notaris yang diambil keterangannya dapat mencatat contact person penyidik untuk mempercepat komunikasi dalam proses penyidikan dan tidak harus hadir dikantor penyidik untuk efisien waktu Notaris yang dimintai keterangan tersebut.

Batasan-batasan yang dijadikan dasar untuk memidanakan Notaris merupakan aspek formal dari AktaNotaris. Jika Notaris terbukti melakukan pelanggaran dari aspek formal dapat dijatuhi sanksi perdata atau sanksi administrasi tergantung pada jenis pelanggaranya atau sanksi Kode Etik Jabatan Notaris. Dalam ruang lingkup tugas pelaksanaan jabatan Notaris yaitu membuat alat bukti yang diinginkan oleh para pihak untuk suatu tindakan hukum tertentu, dan alat bukti tersebut berada dalam tataran hukum Perdata, dan bahwa Notaris membuat Akta karena ada permintaan dari para pihak yang menghadap. Tanpa ada permintaan dari para pihak, Notaris tidak akan membuat Akta apapun, dan Notaris membuat Akta yang dimaksud berdasarkan alat bukti atau keterangan atau pernyataan para pihak yang dinyatakan atau diterangkan atau diperlihatkan kepada atau dihadapan Notaris.

Aspek-aspek formal Akta Notaris dijadikan dasar atau batasan untuk memidanakan Notaris, sepanjang aspek-aspek formal tersebut terbukti secara sengaja bahwa Akta yang dibuat dihadapan dan oleh Notaris tersebut untuk dijadikan suatu alat melakukan suatu tindak Pidana terhadap pembuatan Akta pihak atau Akta relaas.

Penjatuhan hukuman Pidana terhadap Notaris tidak serta merta Akta yang bersangkutan menjadi batal demi hukum.Suatu hal yang tidak tepat secara hukum jika ada Putusan Pengadilan Pidana dengan amar putusan membatalkan AktaNotaris

dengan alasan Notaris terbukti melakukan suatu tindak Pidana pemalsuan. Dengan demikian untuk menempatkan Notaris sebagai terpidana, atas Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris yang bersangkutan, maka tindak hukum yang harus dilakukan adalah membatalkan Akta yang bersangkutan melalui gugatan.

Dengan demikian apabila Akta Notaris dibatalkan berdasarkan Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka dengan dasar putusan tersebut Notaris dapat digugat dengan perbuatan melawan hukum.

b. Penyitaan Protokol Notaris

Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan Pradilan. Yang dapat melakukan penyitaan adalah penyidik/ penyidik pembantu dan penyelidik atas perintah penyidik.

a. Syarat Penyitaan

Penyitaan dapat dilakukan terhadap benda bergerak maupun benda tidak bergerak pada dasarnya penyitaan hanya dapat dilakukan apabila ada izin terlebih dahulu dari Ketua PN kecuali dalam keadaan mendesak dan sangat perlu izin tersebut tidak perlu dipenuhi terlebih dahulu dengan ketentuan hanya atas benda bergerak setelah dilakukan, wajib segera melaporkan kepada Ketua PN setempat guna memperoleh persetujuan.

Kewajiban segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat tersebut guna memperoleh persetujuan penyitaannya sehingga akan dikeluarkan penetapan penyitaan dari pengadilan.

Adapun benda yang dapat disita menurut Pasal 39 KUHAP adalah:

1) Benda tagihan tersangka/terdakwa yang seluruh atau sebagian di duga diperoleh dari tindak Pidana.

2) Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak Pidana/untuk mempersiapkannya.

3) Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak Pidana. 4) Benda yang khusus dibuat atau di peruntukan melakukan tindak Pidana.

5) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak Pidana yang dilakukan.

Secara umum benda yang dapat disita dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan: 1) Benda yang dipergunakan sebagai alat untuk melakukan tindak Pidana.

2) Benda yang diperoleh/ merupakan hasil dari tindak Pidana.

3) Benda lain yang tidak secara langsung mempunyai hubungan dengan tindak Pidana tetapi mempunyai alasan yang kuat untuk bahan pembuktian.

b. Penyitaan Surat

Pada perinsipnya sama dengan penyitaan benda apabila didapatkan surat palsu/pemalsuan penyidik bisa diminta bantuan ahli. Jika untuk keperluan itu dibutuhkan surat yang asli maka penyidik dapat meminta kepada Pejabat, penyimpanan umum untuk mengirimkan aslinya dan Pejabat tersebut wajib memenuhi permintaan itu Pasal 132 (1) KUHAP. Apabila surat tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu daftar, maka daftar tersebut sebelum diserahkan dibuat salinannya terlebih dahulu diberi catatan apa sebab salinan tersebut sampai menunggu yang asli dikembalikan. Apabila surat tersebut berupa daftar maka penyidik dapat meminta daftar tersebut diserahkan kemudian dibuatkan tanda terima. c. Penyitaan-penyitaan surat atau tulisan lain

Bila tertangkap tangan penyitaan surat dan benda pos atau benda telekomunikasi dapat dilakukan secara langsung oleh penyidik. Demikian juga halnya

pada penyitaan surat secara tidak langsung melalui perintah penyidik kepada pemegang atau yang menguasai untuk menyerahkan kepada penyidik seperti yang diatur dalam Pasal 42 ayat (2) KUHAP, maka pada Pasal 43 KUHAP diatur pula bntuk dan cara penyitaan surat-surat lain yang disebutkan pada Pasal 41KUHAP dan Pasal 42 (2) KUHAP

Yang dimaksud dengan surat masukan lain pada Pasal 43 KUHAP adalah surat atau tulisan yang “disimpan” atau “dikuasai” oleh orang tertentu dimana yang menyimpan atau menguasai surat ini “diwajibkan merahasiakannya” oleh Undang-Undang misalnya, seorang Notaris adalah Pejabat atau orang tertentu menyimpan atau menguasai Akta Notaris testament, dan oleh Undang-Undang diwajibkan untuk merahasiakan isinya. Akan tetapi harus diingat, kepada kelompok surat atau tulisan lain ini tidak termasuk surat atau tulisan yang menyangkut “Rahasia Negara” surat atau tulisan yang menyangkut rahasia Negara “tidak takluk” kepada ketentuan Pasal 43 KUHAP. Oleh karena itu pada Pasal 43 KUHAP tidak dapat diperlakukan sepanjang tulisan atau surat yang menyangkut rahasia Negara, atau kalau dibalik, Pasal 43 KUHAP hanya dapat diterapkan terhadap surat dan tulisan yang “tidak” menyangkut Rahasia Negara.96

Setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabtan Notaris maka proses penyitaan Protokol Notaris prinsipnya sama dengan mekanisme dalam pemanggilan Notaris yaitu melalui Persetujuan Majelis Kehormatan Notaris

(MKN) yang diatur dalam Pasal 66 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, dalam rangka melakukan penyitaan terhadap fotocopy Minuta Akta dan/surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau protokol Notaris, maka yang perlu diperhatikan oleh Penyidik adalah sebagai berikut:97

a. Memastikan benda apa yang akan disita yaitu fotocopy Minuta Akta dan/surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, agar disebut secara singkat dan jelas nama, nomor, tanggal dari Akta serta siapa nama Notarisnya.

b. Kelengkapan administrasi penyidikan yang harus disiapkan oleh penyidik antara lain: Surat Perintah Penyitaan dan surat Ijin Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat

c. Berkordinasi dengan pihak Majelis Kehormatan Notaris (MKN) d. Membuat Surat “Permintaan Persetujuan” untuk melakukan penyitaan.

e. Pihak MKN wajib memberikan jawaban disetujui atau ditolak dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, bila waktu tersebut terlampaui maka MKN dianggap telah menerima permintaan persetujuan dari penyidik tersebut.

f. Setelah dilakukan penyitaan maka penyidik wajib membuat Berita Acara Penyitaan dan membuat Surat Tanda Penerimaan atas fotocopy Minuta Akta dan surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris yang telah disita.

g. Fotocopy Minuta Akta dan/surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau protokol Notaris yang disita tersebut dapat dikembalikan kepada Notaris, bilamana :

1) Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi.

2) Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata bukan merupakan tindakan Pidana

3) Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak Pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan tindak Pidana

4) Perkara sudah putus maka fotocopy Minuta Akta atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau protokol Notaris dalam penyimpan Notaris tersebut, dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebutkan

97

Zulkarnaen Adinegara (Karrowassidik Bareskrim Polri), Modul Mekanisme Penyidikan Terhadap Notaris Yang Diduga Melakukan Tindak Pidana, hal 12, yang disampaikan pada acara pelatihan pembekalan anggota bagi Pengurus Wilayah INI Indonesia dan pengurus daerah INI se-Jabotabek di Hotel Santika Presmiere Jakarta tanggal 15 Januari 2015

dalam Putusan, kecuali jika menurut Putusan Hakim benda itu dirampas untuk Negara untuk dimusnahkan atau dirusak sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika fotocopy Minuta akta dan/surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.

Seperti halnya dalam proses pemanggilan dan pemeriksaan maka mekanisme penyitaan terhadap fotocopy Minuta Akta dan protokol Notaris dimana MKN belum terbentuk, Peraturan Menteri Hukum dan HAM belum ada serta Peraturan pelaksananyapun belum ada maka penyidik dapat langsung melakukan penyitaan terhadap fotocopy Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau protokol Notaris dimaksud, sebagaimana diamanatkan dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2013 tanggal 28 Mei 2013 yang mencabut Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris khususnya pada frasa tentang Kewajiban untuk mendapatkan persetujuan dari MPD.

Dokumen terkait