• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ISBAT NIKAH DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)

B. Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam Sistem Perundang-undangan

3. Kewenangan Peradilan Agama

Kompetensi relatif adalah kewenangan dari lembaga peradilan

sejenis mana yang berwenang memeriksa, mengadili, dan

memutus perkara. Misalnya, antara Pengadilan Agama Mungkid

dengan Pengadilan Agama Boyolali.

Tiap-tiap Pengadilan Agama mempunyai wilayah hukum atau

yuridiksi relatif tertentu yang meliputi satu kotamadya atau satu

kabupaten, atau dalam kondisi tertentu memungkinkan adanya

pengecualian. Yuridiksi relatif ini mempunyai arti penting

berhubungan dengan ke Pengadilan Agama mana orang akan

mengajukan perkaranya dan berhubungan dengan hak eksepsi

tergugat. (Rasyid, 2010:26)

b. Kewenangan Absolut

Kompetensi absolut berkaitan dengan badan peradilan mana

yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.

Misalnya, Pengadilan Agama berwenang menyelesaikan perceraian

bagi mereka yang beragama Islam, sedangkan bagi yang non

muslim perkara perceraiannya menjadi kewenangan Pengadilan

Negeri.

Kompetensi absolut Peradilan Agama diatur dalam pasal 49

Undang-Undang No. 7 Tahun 1989, hanya meliputi bidang

34

setelah perubahan, dengan disahkannya Undang-Undang No. 3

Tahun 2006 untuk mengganti Undang-Undang No. 7 Tahun 1989

kewenangan Pengadilan Agama menjadi bertambah luas. Dalam

undang-undang baru tersebut, yang menjadi kompetensi absolut

Peradilan Agama adalah masalah perkawinan, waris, wasiat, hibah,

wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah.

Dalam penjelasan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006 memberikan peluang pada Peradilan Agama untuk

menyelesaikan sengketa non muslim sepanjang yang

disengketakan termasuk kewenangan absolut Peradilan Agama dan

yang bersangkutan menundukkan diri secara suka rela kepada

hukum Islam. (Rasyid & Syaifuddin, 2009:13)

Untuk memperjelas rincian tentang kewenangan Peradilan

Agama dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Bidang Perkawinan

a) Izin Beristri Lebih dari Seorang

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan menganut asas monogami. Tetapi

pasal 4 dan 5 Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 tidak menutup kemungkinan beristri lebih

dari seorang. Suami yang menghendaki beristri

35

permohonan izin poligami kepada Pengadilan

Agama.

b) Izin Kawin, Dispensasi Kawin dan Wali Adhal

Permohonan izin melangsungkan

perkawinan diajukan calon mempelai yang

belum berusia 21 tahun dan tidak mendapat izin

dari orang tuanya. Pengadilan Agama dapat

memberikan izin melangsungkan perkawinan

setelah mendengar keterangan dari orang tua,

keluarga dekat atau walinya.

Calon suami isteri yang belum mencapai

usia 19 dan 16 tahun yang ingin melangsungkan

perkawinan harus mengajukan permohonan

dispensasi kawin kepada Pengadilan Agama.

Permohonan dispensasi kawin dapat diajukan

oleh calon mempelai berdua dan/atau orang tua

yang bersangkutan.

Calon mempelai wanita yang akan

melangsungkan perkawinan yang wali nikahnya

tidak mau menjadi wali dapat mengajukan

permohonan penetapan wali adhal kepada

36

mengabulkan permohonan penetapan wali adhal

setelah mendengar keterangan orang tua.

c) Penolakan Perkawinan

Calon suami isteri yang akan

melangsungkan perkawinan harus memenuhi

syarat sebagaimana diatur Undang-Undang No.

1 Tahun 1974. Jika salah satu atau kedua calon

mempelai tidak memenuhi persyaratan, maka

PPN dapat menolak mencatat perkawinan

tersebut. Calon mempelai dapat mengajukan

permohonan pencabutan surat penolakan

perkawinan dari PPN kepada Pengadilan

Agama. Pengadilan Agama dalam wilayah

hukum di mana PPN berkedudukan dapat

mengabulkan permohonan pencabutan surat

penolakan perkawinan dari PPN dan

memerintahkan PPN untuk melaksanakan

perkawinan kedua mempelai, bila menurut

Pengadilan Agama surat penolakan perkawinan

tersebut tidak mempunyai alasan hukum.

d) Pencegahan Perkawinan

Jika salah satu atau kedua calon mempelai

37

memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, maka orang

tua, keluarga, wali pengampu, dari calon

mempelai dapat mengajukan pencegahan

perkawinan kepada Pengadilan Agama.

Pengadilan Agama menyampaikan salinan surat

permohonan pencegahan perkawinan kepada

KUA, agar KUA tidak melangsungkan

perkawinan yang bersangkutan, selama proses

pemeriksaan di Pengadilan Agama

berlangsuing. Jika permohonan pencegahan

perkawinan tersebut dikabulkan, Pengadilan

Agama akan menyampaikan salinan penetapan

kepada KUA tempat perkawinan akan

dilangsungkan.

e) Pembatalan Perkawinan

Jika perkawinan telah dilangsungkan,

sedangkan salah satu atau kedua mempelai tidak

memenuhi syarat-syarat yang diatur Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974, maka orang tua,

keluarga, PPN, dan jaksa dapat mengajukan

permohonan pembatalan perkawinan kepada

38

dimulai setelah putusan Pengadilan Agama

mempunyai kekuatan hukum tetap.

f) Pengesahan Perkawinan/Isbat Nikah

Perkawinan yang dilangsungkan

berdasarkan agama yang tidak dicatat oleh PPN

dapat diajukan permohonan pengesahan

perkawinan kepada Pengadilan Agama.

g) Perkawinan Campuran

Perkawinan campuran adalah perkawinan

dua orang yang berbeda kewarganegaraan dan

satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Jika

pejabat yang berwenang mencatat perkawinan di

negara pihak yang akan melangsungkan

perkawinan menolak untuk memberikan surat

keterangan bahwa syarat-syarat perkawinan

telah terpenuhi, maka pihak yang bersangkutan

dapat mengajukan permohonan pembatalan

surat penolakan tersebut kepada Pengadilan

Agama.

h) Cerai Talak

Cerai talak diajukan oleh pihak suami yang

petitumnya memohon untuk diizinkan

39

i) Harta Bersama

Suami isteri yang telah bercerai jika terjadi

perselisihan dalam pembagian harta bersama

dapat mengajukan gugatan harta bersama

kepada Pengadilan Agama. Gugatan pembagian

harta bersama sedapat mungkin diajukan setelah

terjadi perceraian.

j) Talak Khuluk

Talak khuluk merupakan gugatan isteri untu

bercerai dari suaminya dengan tebusan. Proses

penyelasaian gugatan tersebut dilaksanakan

sesuai dengan prosedur cerai gugat dan harus

diputus hakim.

k) Asal-Usul Anak

Anak sah adalah anak yang lahir dalam atau

akibat perkawinan yang sah (pasal 42 Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 jo pasal 99 KHI).

Sedangkan anak yang tidak sah adalah anak

yang lahir di luar perkawinan yang sah atau lahir

dalam perkawinan yang sah akan tetapi

disangkal oleh suami dengan sebab li’an. Pengadilan Agama paling lambat satu bulan

40

tetap mengirimkan salinan putusan tersebut

kepada Kantor Catatan Sipil untuk didaftarkan.

l) Pemeliharaan dan Nafkah Anak

Suami isteri yang telah bercerai jika terjadi

perselisihan dalam pemeliharaan dan nafkah

anak, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan

Agama.

m) Perwalian

Pengadilan Agama mempunyai kewenangan

untuk memutus masalah perwalian meliputi;

pencabutan kekuasaan orang tua, pencabutan

kekuasaan wali, penunjukan orang lain sebagai

wali, penunjukan seorang wali bagi anak yang

belum berusia 18 tahun yang ditinggal kedua

orang tuanya, dan pembebanan kewajiban ganti

rugi atas harta benda anak yang ada di bawah

kekuasaannya.

n) Pengankatan Anak

Permohonan pengangkatan anak oleh Warga

Negara Indonesia (WNI) yang beragama Islam

merupakan kewenangan Pengadilan Agama

41

2) Bidang Kewarisan

Yang dimaksud waris adalah penentuan siapa yang

menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta

peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli

waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan

tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan

seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli

waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 ini

menghapus hak opsi dalam penyelesaian sengketa

waris. Dengan demikian sengketa waris bagi yang

beragama Islam hanya dapat diselesaikan di Pengadilan

Agama.

3) Bidang Wasiat

Yang dimaksud dengan wasiat adalah perbuatan

seseorang memberikan suatu benda atau manfaat

kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang

berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal

dunia.

4) Bidang Hibah

Yang dimaksud dengan hibah adalah pemberian

42

seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau

badan hukum untuk dimiliki.

5) Bidang Wakaf

Wakaf adalah perbuatan seseorang atau sekelompok

orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan

sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan

selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai

dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau

kesejahteraan umum menurut syariah. Kalau dipahami

secara literal ketentuan yang terdapat dalam pasal 49

huruf e Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, maka

kewenangan menyelesaikan sengketa dalam perwakafan

termasuk kewenangan absolut Peradilan Agama,

termasuk di dalamnya perwakafan dengan uang tunai

(cash waqf). (Rasyid & Syamsuddin, 2009:26)

6) Bidang Zakat

Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh

seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh

orang muslim sesuai dengan ketentuan syariah untuk

43

7) Bidang Infaq dan Shadaqah

Infaq dan Shadaqah adalah pemberian harta dari

seseorang yang beragama Islam, badan hukum atau

lembaga sosial Islam kepada mustahik guna

kepentingan tertentu dengan mengharap ridha Allah.

(Mahkamah Agung RI, 2014:170)

8) Bidang Ekonomi Syariah

Dalam penjelasan pasal 49 huruf I Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006, bahwa yang dimaksud dengan

ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha

yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain

meliputi :

a) Bank syariah;

b) Lembaga keuangan mikro syariah;

c) Asuransi syariah;

d) Reasuransi syariah;

e) Reksa dana syariah;

f) Obligasi syariah dan surat berharga berjangka

menengah syariah;

g) Sekuritas syariah;

h) Pembiayaan syariah;

i) Pegadaian syariah;

44

k) Bisnis syariah.

9) Isbat Rukyat Hilal

Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang

Peradilan Agama, tidak mencantumkan penetapan Isbat

Rukyat Hilal sebagai salah satu kewenangan dari

Pengadilan Agama. Akan tetapi dalam buku Pedoman

Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama,

yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung RI (2014:173)

dijelaskan “Pemohon (Kantor Kementerian Agama) mengajukan permohonan itsbat kesaksian rukyat hilal

kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang mewilayahi tempat pelaksanaan rukyat hilal”. Sidang itsbat rukyat hilal merupakan sidang di tempat yang

dilaksanakan di tempat rukyat hilal. Sidang dilakukan

dengan cepat , sederhana, dan dipimpin oleh hakim

tunggal.

B. Profil Pengadilan Agama Mungkid

Dokumen terkait