• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. NEGARA KEPULAUAN DAN PERATURAN PERUNDANGAN KEIMIGRASIAN

II.3 Kewenangan dalam wilayah kelautan

Laut sebagai wilayah territorial merupakan daerah yang menjadi tanggung jawab suatu Negara dengan penerapan hukum nasional yang berlaku diwilayah kedaulatannya. Batas laut territorial setiap Negara memegang prinsip penentuan lebar laut territorial berdasarkan konvensi hukum laut internasional

Negara kepulauan Indonesia dimana daratan dibatasi oleh lautan melahirkan suatu aturan hukum yang berbeda hal ini di tinjau secara makro dapat digambarkan oleh 2 ketentuan yang diterapkan berlakunya yaitu :

1. Hukum nasional sepanjang wilayah lautan itu berada pada kekuasaan hukum nasional suatu Negara yang menyebabkan prosedur perijinan diatur dalam hukum nasional Negara yang bersangkutan.

2. Hukum internasional dimana didalam wilayah lautan tidak berada dibawah suatu Negara sehingga penggaturannya dengan memperhatikan hukum internasional.

Dari ketentuan diatas hukum nasional suatu Negara selalau memperhatikan dan menyelaraskan dengan ketentuan – ketentuan yang bersifat internasinal.

Masalah kelautan secara yuridis dapat dibagi kedalam 3 wilayah tanpa menggurangi fungsi lautnya yaitu :

1. Laut Territorial

2. Laut wilayah ekonomi atau zona ekonomi eksklusip Indonesia 3. Laut bebas (OPL)

Laut wilayah zona ekonomi eksklusip menggatur kewenangan suatu Negara hanya terbatas sepanjang menyangkut masalah ekonomi dan bagi Negara asing yang ingin menggunakan wilayah tersebut harus mendapatkan ijin dari pemerintah tempat wilayah tersebut berada sebagai penguasa wilayah tersebut.

Menggenai laut bebas sangat terbuka bagi semua Negara dan tidak ada satu Negara manapun yang dapat menyatakan bahwa laut lepas termasuk kedalam kekuasaannya walaupun berada diwilayah kedaulatannya. Untuk wilayah laut bebas

7

tidak ada satu kedaulatanpun yang menghinggapi sehingga wilayahnini diatur oleh PBB dan dapat digunakan oleh semua Negara dengan tujuan damai.

Berdasarkan kesepakatan bersama yang melahirkan beberapa ketentuan – ketentuan internasional yang telah disyaratkan oleh hukum internasional berupa kebebasan yang meliputi :

- Kebebasan melakukan navigasi - Kebebasan penangkapan ikan

- Kebebasan memasang kabel dan pipa saluran di bawah permukaan laut - Kebebasan melakukan penerbangan diatas laut lepas

Dari beberapa kebebasan yang di lahirkan dari kesepakatan bukan berarti dapat melakukan sesuatu dengan sebebas bebasnya di wilayah tersebut akan tetapi harus dibarengi dengan turut serta menjaga situasi dan kondisi.

Kebebasan yang diatur dalam laut bebas harus dilakukan secara adil kepada semua Negara pantai maupun tidak berpantai sebagaimana diatur dalam konvensi hukum laut internasional :

1. Bagi Negara tidak berpantai untuk melakukan lalu lintas bebas melalui daerahnya.

2. Memberikan perlakuan yang sama sebagaimana halnya dengan kapal – kapal berbendera Negara sendiri dengan kapal –kapal berbendera Negara tak berpantai.

3. Demikian halnya seperti pada poin 2 kapal – kapal Negara tak berpantai dapat masuk kepelabuhan laut dan pemakaian pelabuhannya.

Dalam hukum Internasional setiap Negara harus mematuhi bahwa untuk pelayaran di laut bebas Negara berpantai maupun Negara tak berpantai wajib menggibarkan bendera negaranya satu saja dan tidak diperkenankan untuk mengganti atau melepas benderanya selama dalam perjalanan. Bagi kapal – kapal yang berlayar menggunakan 2 bendera dari dua Negara maka mereka tidak boleh menuntut sesuatu kebangsaan terhadap suatu Negara dikapal tersebut dan kapal tersebut disamakan dengan kapal tanpa kebangsaan.

8 III. WILAYAH LAUT REPUBLIK INDONESIA

III.1 Kelautan

Wilayah suatu Negara terdiri dari wilayah Darat, Udara dan Laut. Namun demikian wilayah kelautan tidak semua Negara memiliki dan tentu hanya beberapa Negara yang wilayahnya berbatasan dengan laut.

Wilayah laut sering juga dijadikan batas suatu Negara dengan Negara lain dengan titik batas yang di tentukan melalui ekstradisi bilateral dan multilateral yang merupakan batas wilayah laut juga merupakan batas kekuasaan suatu Negara.

Seiring perkembanggan zaman dan hukum Internasional batas wilayah suatu Negara yang merupakan batas kekuasaan selalu di junjung tinggi sehingga apa bila terjadi pelanggaran terhadap batas wilayah kekuasaan akan berakibat fatal dan bisa menyebabkan hubungan memanas antar kedua Negara hingga peprangan.

Penentuan batas wilayah kelautan suatu Negara dalam pembuatannya selalu memperhatikan bentuk konsekuensi dan pertimbangan secara umum untuk kepentingan bersama antara lain :

- Keadaan geografi antar Negara

- Strategi ( keuntungan dan kerugian dalam pertahanan dan keamanan, ekonomi, social dan politik )

- Kesamarataan

Untuk negara – negara yang wilayahnya berbatasan dengan dengan negara lain batasannya tidak ditentukan secara sepihak melainkan memperhatikan.

- Historisnya

- Perjanjian yang dilakukan

Berdasarkan pengalaman dan praktek ketatanegaraan yang bersifat internasional, apabila dalam menentukan batas wilayah suatu Negara hanya memperhatikan sejarah/historinya akan banyak menimbulkan permasalahan.

Dalam sejarah Hukum Internasional selain menggupayakan batas laut territorial yang berlaku secara universal ditentukan dari kebiasaan – kebiasaan yang berlaku

9

dalam praktek ketatanegaraan suatu Negara dengan memperhatiakn kepentingan Negara lain. Seiring perkembangannya berbagai upaya telah dilakuakn untuk membentuk dan melahirkan ketentuan yang dapat di tetapkan secara internasional dan dilakukan dengan melihat praktek penentuan batas wilayah laut antara lain :

- Diadakan Konferensi Kodifikasi tentang batas wilayah laut di Den Haag (Belanda) pada tahun 1936.

- Dikeluarkannya Ordonansi yang menggatur batas wilayah laut teritorial suatu Negara sejauh 3 mil laut pada tahun 1939.

- Diadakan konferensi Hukum laut Jenewa pada tahun 1958 namun belum mampu menghasilkan kesepakatan internasional dalam menentukan jarak 3 mil laut batas wilayah suatu Negara.

- Diadakan konferensi di Jenewa pada tahun 1960 ( Hukum laut II) namun belum menghasilkan kesepakatan.

- Diadakan konferensi hukum laut di Ciracas ( Venezuela) yang menentukan jarak wilayah territorial suatu Negara sejauh 12 mil laut pada tahun 1974.

- Diadakan konferensi Hukum laut III pada tahun 1982 yang memperoleh kesepakatan tentang jarak sejauh 12 mil laut.

Ketentuan yang di keluarkan berdasarkan kesepakatan bersama pada konferensi Hukum laut III di maksudkan agar berlaku secara umum sepanjang dapat di terapkan pada kondisi wilayah laut suatu Negara, kecuali bagi Negara – Negara pantai yang wilayah lautnya tidak memenuhi batas yang telah di tentukan dengan batas maksimal maka penyelesaiannya di lakukan melalui perundingan.

Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja pernah menggungkapkan bahwa penetapan batas laut territorial merupakan tindakan sepihak yang sepenuhnya menjadi wewenang suatu Negara, namun untuk keabsahannya menurut Hukum internasional perlu di perhatikan beberapa hal sebagai pertimbangan anatar lain :

1. Eratnya hubungan laut territorial dengan wilayah darat.

2. Bagian laut yang terletak pada sisi garis pangkal erat hubungannya dengan daratan untuk dapat tunduk pada ketentuan – ketentuan perairan pedalaman suatu Negara.

3. Kepentingan – kepentingan ekonomi setempat yang khas didasarkan atas adanya kebiasaan- kebiasaan yang cukup lama.

Hal ini memaknai bahwa tidak ada wilayah laut yang tidak berbatasan dengan daratan yang menjadi wilayah suatu Negara.

10

III.2 Perkembangan wilayah kelautan

Menilik sejarah Negara Indonesia yang cukup dikenal karena wilayahnya merupakan kumpulan – kumpulan kepulauan dan dimaksudkan untuk menyatukan wilayah daratan yang terpecah - pecah maka dalam praktek ketatanegaraan telah memberlakukan ketentuan batas wilayah laut selebar 12 mil laut, Hal ini tertuang dalam pernyataan yang di keluarkan pada tanggal 13 desember 1957 yang di kenal sebagai “ Deklarasi Juanda “ berbunyi :

Bahwa segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau – pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia dengan tidak memandang luas daripada wilayah daratan Negara republic Indenesia dan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak dari Negara Republik Indonesia.

Pertimbangan lain yang mendorong pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan pernyataan menggenai wilayah perairan adalah :

1. Bahwa bentuk geografis wilayah Republik Indonesia sebagai Negara yang terdiri dari beribu – ribu pulau yang memiliki sifat dan corak tersendiri sehingga memerlukan pengaturan tersendiri.

2. Bahwa penetapan batas laut teritorial diwarisi oleh pemerintah colonial dan termaktub dalam “ Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie 1939 “ pasal 1 ayat 1 tidak sesuai lagi untuk kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik Indonesia.

3. Bahwa setiap Negara berdaulat berhak dan wajib untuk menggambil tindakan yang di pandang perlu untuk melindungi kebutuhan dan keselamatan Negara.

Seiring perkembangannya pernyataan Deklarasi Juanda di tuangkan dalam peraturan pemerintah pengganti undang – undang agar mendapat penggakuan serta kekuatan hukum pasti yang mempunyai kedudukan hukum sejajar dengan undang – undang yang ditingkatkan pada tahun 1960 dalam bentuk UU no. 4/Prp/1960 tentang perairan Indonesia dan secara tegas pada pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa :

“ Laut wilayah Indonesia adalah lajur laut selebar dua belas mil laut (12 mil) yang garis luarnya di ukur tegak lurus atas garis dasar atau titik pada garis yang terdiri dari garis – garis lurus yang menghubungkan titik terluar pada garis air rendah dari pulau – pulau atau bagian pulau terluar dalam wilayah Indonesia.”

11

Selain itu wilayah yang merupakan bentangan 12 mil laut sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) UU no.4/Prp/1960 juga di kenal perairan pedalaman sebagai perairan territorial dan terletak pada bagian dalam garis yang menghubungkan titik – titik terluar pada bagian pulau – pulau.

Konsekuensi logis adanya undang – undang nomor 4/Prp/1960 selain menggubah luas wilayah territorial juga menimbulkan permasalhan di selat Singapore dimana dalam penentuan batas laut territorial pemerintah Singapore mengganut jarak 3 mil laut, sedangkan jarak antara Singapore dalam garis dasarnya dengan garis dasar Indonesia kurang dari 15 mil laut, sehingga di perlukan ketegasan dalam menentukan batas laut untuk kedua Negara agar masing – masing memiliki kepastian hukum dalam menentukan batas wilayahnya.

Sehingga dikeluarkannya suatu ketentuan yang menggatur batas wilayah antara batas wilayah Territorial Indonesia dengan batas wilayah Territorial Singapore yang di tarik dari garis luar berkordinat sebagai berikut :

TITIK LINTANG UTARA BUJUR TIMUR

1 1*10’46”0 103*40’14”6

2 1*07’49”3 103*44’26”5

3 1*10’17”2 103*48’18”0

4 1*11’45”5 103*51’35”4

5 1*12’26”1 103*52’50”7

6 1*16’10”2 104*02’00”0

Hasil perjanjian batas wilayah dengan pemerintah Singapore tertuang dalam undang – undang nomor 7 tahun 1973 tentang perjanjian Republik Indonesia dengan Republik Singapore menggenai penetapan garis batas laut wilayah kedua Negara.

12

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Sjahriful, Memperkenalkan Hukum Keimigrasian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1993, Hlm. 69.

Iman Santoso. Perspektif Imigrai Dalam Migrasi Indonesia. Bandung: Pustaka Raka Cipta, 2012, hlm2.

M Alvi Syahrin And Irsan, “Law Enforcement Of Foreign Workers Abusing Immigration Residence Permit: Case Studies On Energy And Mining Companies,” In International Conference On Energy And Mining Law, Vol. 59, 2018, 184–189.

M. Alvi Syahrin. “Tindakan Hukum Terhadap Orang Asing Mantan Narapidana Yang Memiliki Kartu Pengungsi Unhcr Dalam Perspektif Keimigrasian” Dalam JIKH Vol. 13 No. 2 Juli 2019: 139 - 164

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian

Dokumen terkait