• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewibawaan dan Keteladanan

Dalam dokumen Pendidikan Akhlak Tasawuf (Halaman 120-127)

PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF CAK NUR

2. Kewibawaan dan Keteladanan

Menurut Nurcholish kewibawaan sangat penting bagi pendidik sebagai pemegang peran (law enforcement). Kewibawaan harus diiringi dengan keteladanan.247 Karena itu, tanpa teladan, wibawa tidak akan tercapai. Nurcholish memberikan ungkapan terkenal, “Ing ngarsa sung tulada” adalah kata hikmah yang sangat relevan dengan pendidikan akhlak tasawuf. Sebagaimana juga relevan untuk peran kepemimpinan, karena pendidik ialah pemimpin.

Karena itu, perlu dipikirkan kebenaran ungkapan

bahwa, “Bahasa perbuatan adalah lebih fasih daripada bahasa ucapan” (Lisanul hal afshahu min lisanil maqal). Dalam pandangan Nurcholis, sesuatu yang mungkin memerlukan seribu kata untuk menerangkannya kadang-kadang cukup dan lebih baik diterangkan dengan satu tindakan nyata. Karena itu hendaknya mengajak peserta didik kepada akhlak mulia dengan bahasa perbuatan dan tidak hanya dengan ucapan. Tidak kalah penting dalam menegakkan kewibawaan dan keteladanan ialah konsis-tensi antara kata dan perbuatan.248

Selain menjadi pemikiran, tasawuf juga berupa perbuatan atau sikap. Suderman Terba, menyebut istilah sikap sufistik yang dalam hal ini disebut sebagai akhlak

247 Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, h. 90

tasawuf.249 Akhlak tasawuf diuraikan oleh Cak Nur sebagai nilai-nilai yang sangat mendasar, seperti Iman, Islam, Ihsan, Takwa, Ihklas, Tawakkal, Syukur, Shabar dan masih banyak lagi yang lainnya.250

Manusia harus menyatupadukan “theosentrisme”

(tasawuf) dalam pandangan hidup dengan “anthroposentrisme”

(akhlak) wujud kerja moral kemanusiaan. Akhak tasawuf disebut juga oleh Nurcholish dengan istilah sosialisme-religius. Sosialisme tidak hanya merupakan komitmen kemanusiaan, tetapi juga ketuhanan.251 Pendidikan akhlak tasawuf adalah penting untuk diajarkan di sekolah. Maka batin memerlukan lahir, tasawuf juga memerlukan akhlak yang dibentuk dari ritus-ritus ibadah formal.252

Dalam bahasa Al-Qur’an, dimensi tasawuf disebut

Cak Nur dengan jiwa rabbaniyah atau ribbiyah. Jika dirinci apa saja wujud nyata atau substansi jiwa ketuhanan itu, terdapat nilai-nilai keagamaan pribadi yang amat penting ditanamkan pada anak. Kegiatan penanaman itulah yang sesungguhnya akan menjadi inti pendidikan akhlak tasawuf. Diantara nilai-nilai ketuhanan pembetuk akhlak tasawuf ialah:

1. Iman

Iman adalah sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan. Tidak cukup hanya percaya kepada adanya Tuhan, melainkan harus meningkat menjadi sikap

249 Sudirman Terba, Orientasi Sufistik Cak Nur: Komitmen Moral Seorang Guru Bangsa, Jakarta: KPP, h. 125

250 Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, h. 130-132

251 Nurcholish Madjid, Islam, Kemoderenan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1988, h. 108

mempercayai kepada adanya Tuhan dan menaruh kepercayaan kepada-Nya.253

2. Islam

Islam adalah kelanjutan adanya iman, maka sikap pasrah kepada-Nya (yang merupakan makna asal perkataan arab “Islam”, dengan menyakini bahwa apapun yang datang dari Tuhan pasti mengandung hikmah kebaikan. Sikap taat (Arab: “din”) tidak abash (dan tidak diterima Tuhan) kecuali jika berupa sikap pasrah (islam) kepada-Nya.254

3. Ihsan

Ihsan adalah kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau berada bersama kita dimanapun kita berada. Bertalian dengan ini, dan arena menginsafi bahwa Allah selalu mengawasi kita, maka kita harus berbuat, berakhlak yang sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab, tidak setengah-tengah dan tidak sekedarnya saja.255

4. Takwa

Takwa adalah sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita, kemudian kita berusaha berbuat kepada sesuatu yang diridlai oleh Allah. Kita berakhlak dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang

253Ibid, h. 130

254Ibid, hlm 131

tidak diridlai-Nya. Takwa inilah yang mendasari budi pekerti luhur atau al-akhlak al-karimah.256

5. Tawakkul

Tawakkul adalah sikap senantiasa bersandar kepada Allah, dengan penuh harapan kepada-Nya dan keyakinan bahwa Allah akan menolong kita dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Karena kita mempercayai dan menaruh kepercayaan kepada Allah, maka tawakkul adalah suatu kepastian.257

6. Syukur

Syukur adalah sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan. Dalam hal ini atas segala nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya, yang dianugerah-kan Allah kepada kita. Sikap bersyukur sebenarnya sikap optimis kepada hidup dan pandangan senantiasa ber-penghargaan kepada Allah. Karena itu sikap bersyukur kepada Allah adalah sesungguhnya sikap bersyukur terhadap diri sendiri, karena manfaat besar kejiwaannya yang akan kembali kepada diri sendiri.258

7. Sabar

Sabar adalah sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan batin, fisiologis, maupun psikologis. Keyakinan yang tak tergoyakan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan

256Ibid, h. 131

257Ibid, h. 131

kembali kepada Allah. Jadi, shabar adalah sikap batin yang tumbuh karena kesadaran aka nasal mula dan tujuan hidup, yaitu Allah.259

Penjelasan di atas telah dikemukakan beberapa nilai ketuhanan yang sangat penting untuk ditanamkan kepada anak didik. Nilai-nilai budi luhur, menurut Cak Nur dapat diketehui dengan akal sehat “common sense” mengikuti hati nurani (qalbu).260

Bagi anak didik, selain harus diajarkan dan ditanam-kan nilai-nilai dasar Ketuhanan, perserta didik juga harus ditanampakan nilai-nilai dasar kemanusiaan (Insaniyah) yang membentuk akhlak mulia atau budi luhur. Dalam pendi-dikan akhlak tasawuf kepada anak, nilai-nilai akhlak berikut ini patut sekali dipertimbangkan untuk ditanamkan kepada anak menurut Cak Nur. Adapun dimensi nilai-nilai kema-nusiaan yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Silaturrahim

Silarurahim adalah pertalian cinta kasih sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, handai taulan, tetangga, dan lain-lain. Tuhan adalah kasih (rahm, rahmah) sebagai satu-satunya sifat Ilahi yang diwajibkan sendiri atas-Nya. Maka, manusia pun harus cinta kepada sesamanya, agar Allah cinta padanya.261

259Ibid, h. 132

260Ibid, h. 133

2. Persaudaraan (ukhuwah)

Persaudaraan adalah semangat persaudaraan teru-tama sesama kaum beriman (ukhuwah Islamiyah). Sesama manusia tidak boleh saling merendahkan, menghina, mengejek, berprasangka, dan mencari-cari kesalahan orang lain.262

3. Persamaan (al-musawah)

Persamaan yaitu pandangan bahwa semua manu-sia, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan atau kesukuan, dan lain-lain adalah sama harkat dan martabat-nya. Tinggi dan rendahnya manusia dalam pandangan Tuhan ialah meraka yang paling bertakwa. Jadi persaudaraan dalam iman (ukhuwah islamiyah) diteruskan pada persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah).263

4. Adil (adl)

Adil yaitu wawasan yang seimbang (balanced) dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu. Jadi tidak secara apriori menunjukkan sikap positif atau negative. Sikap kepada sesuatu dilakukan setelah mempertim-bangkan segala segi tentang sesuatu tersebutt secara jujur dan seimbang, dengan penuh i’tikad baik dan bebas dari

prasangka. Sikap ini juga disebut dengan (wasth) dan

al-Qur’an menyebut bahwa kauum beriman dirancang oleh Allah untuk menjadi golongan tengah (ummat wasath)

262 Ibid, h. 134

agar dapat menjadi saksi untuk sekalian umat manusia, sebagai kekuatan penengah (wasith, Indonesia: wasit).264

5. Baik Sangka (husnudzan)

Baik sangka yaitu sikap penuh baik sangka kepada sesama manusia,berdasarkan ajaran agama bahwa manu-sia itu pada asalnya dan hakekatnya adalah baik. Karena manusia diciptakan Allah dan dilahirkan atas fithrah atau kejadian asal yang suci. Sehingga manusia pun pada hakikat aslinya adalah makhluk yang berkecenderungan kepada kebenaran dan kebaikan (hanif).265

6. Rendah Hati (tawadlu’)

Rendah hati yaitu sikap yang tumbuh karena keisyafan banwa segala kemuliaan hanya milik Allah. Maka tidak sepantasnya manusia mengkalaim kemuliaan itu kecuali dengan pikiran yang baik dan perbuatan baik yang itupun hanya Allah yang menilai. Kepada sesama orang beriman rendah hati ialah sebuah kemestian sikap. Hanya kepada mereka yang menentang kebenaran kita dibolehkan untuk bersikap tinggi hati.266

264 Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, h. 134-135

265Ibid, h. 135

Dalam dokumen Pendidikan Akhlak Tasawuf (Halaman 120-127)

Dokumen terkait