• Tidak ada hasil yang ditemukan

KH Abdul Latief Muchtar

Dalam dokumen SEJARAH PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM (Halaman 158-164)

F. Sejarah dan Pemikiran Persis

4. KH Abdul Latief Muchtar

Abdul Latief, itulah nama kecilnya, dilahirkan di Garut pada tanggal 7 Januari 1931 dari pasangan H. Mukhtar dan Hj. Memeh. Ia merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Ia berasal dari kalangan sederhana. Ayahnya seorang pedagang tembakau dan ibunya sehari-hari berjualan nasi di sekitar Cihampelas. Melalui didikan ayahnya yang taat beribadah, sejak kecil Latief telah dididik menjadi Muslim yang taat. Pada usia enam tahun, Latief memasuki jenjang pendidikan di Lembaga Pendidikan Islam (Pendis) yang didirikan oleh jam'iyyah Persis di bawah binaan Muahammad Natsir, kemudian melanjutkan pendidikan di pesantren Persis yang baru berdiri pada tanggal 4 Maret 1936 sebagai pengganti Pendis, dengan memasuki pesantren kecil (setingkat Ibtidaiyah) di bawah bimbingan ustadz Abdurrahman, ustadz Sudibja, dan ustadz Komarudin Shaleh. Dengan demikian, sejak dini Latief telah dipengaruhi oleh nuansa gerakan pembaharuan Islam dalam jam'iyyah Persis yang kemudian ia tampil Sebagai ketua umumnya selama 14 tahun.

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 154

Abdul Latif menghabiskan pendidikan masa kecil dan masa remajanya di bangku Pesantren Persis, sejak tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah, hingga selesai tingkat Mualimien (setingkat SMU) pada tahun 1952, dan ia termasuk santri masa revolusi yang mengenyam pelajaran di tempat pengungsian di daerah Gunung Cupu Ciamis dibawah asuhan ustadz Abdurrahman. Selain di Persis, ia pun pernah mengenyam pendidikan di pesantren Darul Latief di Garut. Sebagai seorang yang mempunyai intelektualitas tinggi dan mampu membaca peluang, ketika belajar di Mualimien Persis, Latief pun mengikuti ujian persamaan di SMP Muhammadiyah (1951) dan bisa melanjutkan studi di MAN 3 Bandung hingga lulus pada tahun 1953. Pada masa remaja inilah, jenjang pendidikan intelektualitas dan keulamaannya di tempuh; ia sekolah rangkap di SMAN 3 dan di Mualimien Persis. Dan pada masa remaja ini pula, Latief telah terlibat dalam aktivitas organisasi dengan menjadi ketua Rijalul Ghad (RG), yakni organisasi para santri pria di pesantren Persis (1951-1952).236

Latief muda, pada tahun 1961 mempersunting Aisyah Wargadinata, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran kelahiran Tasikmalaya 21 September 1936. Namun, karena masih berada di Mesir dan belum bisa pula ke Indonesia, Latief melakukan hal yang tidak biasanya bagi pemuda Indonesia, ia melakukan "nikah wali". Setelah pernikahan wali itu, Aisyah yang masih duduk di tingkat dua Fakultas Hukum Unpad pada tahun 1962 menyusul suaminya dan melanjutkan studi pada Kulliatul Banaat (fakultas khusus wanita) Universitas Al-Azhar Kairo dengan mengambil spelialisasi bidang syari'ah. Dari perkawinannya dengan Aisyah Wargadinata, Latief dikaruniai tiga anak lelaki, mereka adalah Irfan, Iman dan Ikhsan. Setelah kembali ke Indonesia, Latief bersama istrinya, Aisyah, mengabdikan diri sebagai dosen pada beberapa perguruan tinggi Islam di Bandung.

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 155

Sebagai orang yang dididik dan dibesarkan di lingkungan Persis, Latief terlibat aktif dalam organisasi Persis ketika masih remaja melalui organisasi Pemuda Persis, organisasi otonom di bawah Persis.

Aktivitasnya dimulai sebagai anggota pemuda Persis ketika ia masih duduk di bangku Mualimien, kemudian pada Muktamar ke-II Pemuda Persis 17-20 Septeber 1953 bertepatan dengan Muktamar Persis ke V, Latief terpilih sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Persis masa jihad 1953 – 1956. namun, tidak lama kemudian karena kesibukannya mempersiapkan diri untuk melanjutkan studi ke Kairo, ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum PP. Pemuda Persis, dan posisinya digantikan oleh Yahya Wardi yang menjabat Ketua I PP. Pemuda Persis. Sejak Oktober 1957, ia telah berada di Kairo dan tidak lagi aktif dalam jam'iyyah Persis.

Sepulangnya dari Kairo pada tahun 1970, Latief kembali lagi berkiprah dalam jam'iyyah Persis sebagai anggota, pendidik, dan pendakwah. Aktivitasnya di Pusat Pimpinan Persis dimulai ketika ia diberi amanah untuk menggantikan posisi Ustadz Yunus Anis yang meninggal dunia pada tanggal 23 Mei 1972 sebagai Sekretaris Umum PP. Persis. Melalui musyawarah lengkap PP. Persis tanggal 2 April 1973 diputuskan bahwa jabatan Sekretaris Umum PP. Persis Periode 1967-1981 di bawah kepemimpinan Ustadz Abdurrahman dilimpahkan kepada H. Abdul Latief Mukhtar, MA.

Langkah yang membawanya ke pucuk pimpinan Persis adalah ketika ia terpilih sebagai ketua I PP. Persis pada Muakhot tanggal 16 – 18 Januari 1981 di Bandung mendampingi KH. E. Abdurrahman sebagai ketua umum. Dua tahun kemudian, pada hari Kamis, tanggal 21 April 1983, Ustadz Abdurrahman meninggal dunia, dan posisi ketua umum digantikan oleh Ustadz Latief sebagai pejabat Ketua Umum hasil musyawarah lengkap PP. Persis tanggal 1 Mei 1983 yang memutuskan melimpahkan jabatan Ketua

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 156

Umum kepada Ketua I PP. Persis, H. Abdul Latief Mukhtar, MA. Hingga Muktamar ke X di Garut (6-8 Mei 1990), ia terpilih sebagai Ketua Umum PP. Persis untuk masa jihad 1990 – 1995. dan terpilih kembali pada Muktamar Persis ke XI di Jakarta (2-4 September 1995) untuk masa jihad 1995-2000.

Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum PP. Persis, Ustadz Latief mulai memegang amanah sebagai pejabat Ketua Umum dengan melanjutkan visi dan strategi ustadz Abdurrahman. Pada masa awal kepemimpinannya, dengan rendah hati ia mengatakan bahwa apa yang dilakukannya hanyalah melanjutkan cita-cita dan idealisme Ustadz Abdurrahman. Bahkan pada pidato pertanggungjawabannya sebagai Ketua Umum Persis pada Muktamar ke X di Garutr ia mengatakan bahwa "Yang saya pertanggungjawabkan ini sebagian adalah termasuk amal almarhum ustadz Abdurrahman.

Masa awal jabatannya sebagai Ketua Umum Persis, Ustadz Latief dihadapkan pada kegoncangan jam'iyyah Persis ketika berhadapan dengan Undang-undang No.8 Tahun 1985 dimana semua organisasi kemasyarakatan (ormas) di Indonesia harus mencantumkan al-asasul Wahid sebagai asas dalam anggaran dasar organisasinya. Peraturan inilah yang menjadi ujian pertama bagi Ustadz Latief untuk mengendalikan roda jam'iyyah tanpa terperangkap dalam jebakan politis.

Persoalan ideologis telah berhasil diatasi pada masa awal kepemimpinannya. Setelah itu, ia memunculkan visi pembaharuannya dalam berbagai bidang, antara lain bidang jam'iyyah, dakwah, pendidikan, ekonomi, pembangunan fisik, dan tentu saja respon terhadap berbagai persoalan umat melalui berbagai pernyataan yang dikeluarkannya, serta meningkatkan kinerja Dewan Hisbah sebagai lembaga tertinggi pengkajian hukum Islam di lingkungan Persis untuk memperbanyak kajian hukum

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 157

terhadap berbagai persoalan kontemporer yang perlu dicari landasan hukum dan pemecahannya.

Dalam bidang jam'iyyah, Ustadz Latief bertekad untuk mejadikan organisasi Persis yang dipimpinnya tetap mandiri tanpa mengisolir diri, dalam arti, Persis tidak mengikatkan diri pada kekuatan lain sekalipun ia membuka diri. Ustadz Latief berusaha menampilkan Persis sebagai gambaran mini dari bunyaanul mukmin yang menopang satu sama lain (yasyaddu ba'dlukum ba'dlan), dan memasyarakatkan panggilan diantara jamaah Persis dengan panggilan ikhwatu iman berdasarkan ayat yang berbunyi, "innamal mu'minuna ikhwatun yang dijabarkan oleh sunnah Rasulullah Saw. Bahwa diantara sesama Muslim adalah kal-jasadil wahid. Dengan kebijakannya inilah, Latief Mukhtar dikenal sebagai tokoh keterbukaan dalam jam'iyyah.

Dalam bidang dakwah, ia telah memberikan warna baru dalam dinamika peta dakwah di Indonesia, Persis tidak lagi tampil dalam gebrakan-gebrakan shock therapy tetapi mengubah metode dakwahnya melalui pendekatan persuasif edukatif. Persis tidak lagi "garang" dan "manantang", tetapi berusaha mencari jelas; bukan mencari puas. Garapan dakwah pun tidak terbatas pada rutinitas dakwah di kalangan anggota dan simpatisannya, tetapi bercita-cita untuk mengembangkan objek dakwah ke dalam lingkungan masyarakat kampus. Baginya, kampus adalah lembaga intelektual yang harus dirangkul dan diisi dengan materi dakwah yang tepat. Sebab, ternyata di kalangan mahasiswa terdapat kecenderungan kuat untuk belajar Islam lebih intensif. Tidak heran, jika ia sering mengisi berbagai aktifitas dakwah di kampus, baik melalui ceramah umum, diskusi-diskusi, maupun forum seminar. Demikian pula ia mendukung sepenuhnya pembentukan organisasi otonom mahasiswa Persis di berbagai perguruan tinggi dalam satu wadah Himpunan Mahasiswa dan Himpunan Mahasiswi Persis sebagai tempat berkiprah para mahasiswa Persis di lingkungan perguruan tinggi.

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 158

Sebagai orang yang dibesarkan di lingkungan pesantren persis dan juga sebagai seorang pendidik, Ustadz Latif menekankan pentingnya peningkatan kualitas dan kuantitas pesantren Persis yang tersebar di seluruh Indonesia. Visi Ustadz Latif adalah mencetak kader-kader ulama Persis yang handal. Untuk itu, ia berusaha keras untuk meningkatkan jenjang pendidikan yang ada dilingkungan Persis tidak hanya sebatas pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, melainkan meningkatkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan mendirikan perguruan tinggi Persis.

Tidak hanya itu, visi Ustadz Latief telah jauh melampau batas-batas keulamaannya, tiga minggu sebelum beliau wafat, di kantor PP Persis ia masih sempat membicarakan pendirian Universitas Ahmad Hassan, sebuah universitas Persis yang berbasis agama dan pengembangan teknologi, dengan terlebih dahulu mendirikan Sekolah Tinggi Teknologi Pengukuran (STTP) Ahmad Hasan jurusan Fisika dengan spesialisasi instrumentasi dan teknologi syariah Islam, serta jurusan metrologi dan pengendalian mutu. Cita-citanya untuk mencetak kader-kader ilmuwan Muslim sejati nampaknya merupakan sebuah "wasiat" yang perlu ditindaklanjuti.

Kiprahnya di dunia internasional, bagi Ustadz Latief merupakan ungkapan solidaritas dan ukhuwah Islamiyah antar sesama Muslim di seluruh dunia, baik melalui forum Organisasi Konferensi Islam (OKI) maupun Majlis Ta'sisi Rabithah 'Alam Islami (Moslem World league). Ia telah banyak menjalin hubungan dan ikatan solidaritas diantara seluruh kaum Muslimin di seluruh dunia. Sebagai contoh, Persis yang dimotori Ustadz Latief telah menunjukan rasa solidaritasnya terhadap nasib umat Islam seluruh dunia, misalnya dengan mengeluarkan pernyataan solidaritas waktu terjadi Perang Teluk dan pernyataan keprihatinan serta sekaligus membuka pendaftaran untuk menjadi sukarelawan perang Bosnia. Demikian pula, melalui forum Organisasi Konferensi Islam (OKI), Ustadz Latief seringkali hadir dan memberikan sumbangan pemikiran dalam organisasi ini, misalnya ia pernah mengusulkan untuk membentuk tentara

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 159

OKI sebagaimana tentara PBB guna menghadapi bentrokan senjata yang dihadapi umat Islam serta sebagai penengah apabila terjadi pertentangan di dunia Islam.

Dalam usia 60-an, Ustadz Latief masih tetap energik dan aktif. Ia aktif dalam berbagai organisasi keIslaman. Di luar Persis, ia aktif antara lain sebagai anggota presidium Forum Dakwah Islamiyah, anggota Pleno DDI Pusat, anggota Dewan Penasehat ICMI Pusat, anggota Majelis Pertimbangan Partai di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), serta anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kodya Bandung.

Sebagai seorang ulama intelektual, Ustadz Latief telah berhasil membawa Persis ke arah pembaharuan pemikiran Islam seirama dengan kondisi sosial politik yang terus berubah. Bagaimanapun Ustadz Latief telah menorehkan catatan sejarah tersendiri bagi umat Islam pada umumnya. Sebab, menurut Ustadz Latief sendiri dalam kata pengantar buku yang saya tulis. Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983, beliau menulis;

Dalam hayat, perjuangan, dan visinya, ustadz Latief telah membuktikan sendri pernyataannya. Ia adalah seorang ulama pelaku sejarah yang telah memainkan peran penting dalam upaya mengembalikan umat kepada Alquran dan Sunnah, menegakan ukhuwah Islamiyah; dan berperan aktif dalam pembangunan nasional dan hubungan internasional hayat dan perjuangannya menjadi teladan bagi kaum Muslimin.237

Dalam dokumen SEJARAH PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM (Halaman 158-164)

Dokumen terkait