• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah dan Pemikiran NU

Dalam dokumen SEJARAH PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM (Halaman 190-200)

a. Biografi Hasyim Asy’ari

KH Asyari lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur pada

tanggal 14 Februari 1871 M atau KH Hasyim u 24 Dzulqa’adah 1287 H. Ia anak ketiga dari 10 bersaudara pasangan Kyai Asy’ari bin Kyai Usman

dari Desa Tingkir dan Halimah binti Usman. Kyai Usman terkenal sebagai

pemimpin Pesantren Gedang. KH. Hasyim Asyar’i lahir dari kalangan elite

santri. Sejak kecil hingga berusia empat belas tahun, putra dari 10 bersaudara ini mendapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya. Tak puas dengan ilmu yang diterimanya, sejak usia lima belas tahun,

267http://arrieffatriansyah.blogspot.co.id/2013/03/makalah-jong-Islamieten-bond.html. Diakses pada tanggal 1 April 2016

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 186

beliau berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain yang dimulai beliau nyantren di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesanttren Langitan (Tuban), Pesanttren Trengglis (Semarang), dan Pesantren Siwaan, Panji (Sidoarjo).268

Pada tahun 1892 KH. Hasyim Asyra’i menunaikan ibadah haji dan

menimba ilmu di Makkah. Disana beliau berguru kepada Syaikh Ahmad Khatib dan Syaikh Mahfudin at-Tarmisi, gurunya di bidanng hadist. Dalam perjalanan pulang ke Indonesia, beliau singgah di Johor Malaysia dan mulai mengajar di tempat tersebut. Pulang ke Indonesia pada tahun

1899 KH. Hasyim Asyar’i mulai mendirikan Pesantren di Tebuireng yang

nantinya menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Pulau Jawa pada Abad 20-an. KH. Hasyim Asyar’i mulai memosisikan Pesantren Tebuireng sebagi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional. Di pesantren itu bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga pngetahuan umum.269

Ketika telah berada di Jombang beliau berencana membangun sebuah pesantren yang dipilihlah sebuah tempat di Dusun Tebuireng yang pada saat itu merupakan sarang kemaksiatan dan kekacauan. Pilihan itu tentu saja menuai tanda tanaya besar dikalangan masyarakat, akan tetapi semua itu tidak dihiraukannaya. Nama Tebuireng pada asalnya Kebo ireng (kerbau hitam). Ceritanya, Di dearah tersebut ada seekor kerbau yang terbenam didalam Lumpur, dimana tempat itu banyak sekali lintahnya, ketika ditarik didarat, tubuh kerbau itu sudah berubah warna yang asalnya putih kemerah-merahan berubah menjadi kehitam-hitaman yang dipenuhi dengan lintah. Konon semenjak itulah daerah tadi dinamakan Keboireng yang akhirnya berubah menjadi Tebuireng. Pada tanggal 26 Robiul Awal 1317 H/1899 M, didirikanlah Pondok Pesantren Tebuireng, bersama

268Rifai’i, Muha ad. K.H. 2010. Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888-1971. Jogjakarta: Garasi House of Book. Hlm-65

269Jamal Ghofir. 2012. Biografi Si gkat Ula a Ahlusu ah Wal Ja a’ah Pe diri da Pe ggerak NU

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 187

rekan-rekan seperjuangnya, seperti Kiai Abas Buntet, Kiai Sholeh Benda Kereb, Kiai Syamsuri Wanan Tara, dan beberapa Kiai lainnya, segala kesuliatan dan ancaman pihak-pihak yang benci terhadap penyiaran pendidikan Islam di Tebuireng dapat diatasi.270

Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam

tradisional, Kyai Hasyim Asyar’i mendirikan Nahdlatul Ulama, yang

berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini berkembang dan banyak

anggotanya. Pengaruh Kyai Hasyim Asyar’i pun semakin besar dengan

mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Cikal-bakal berdirinya perkumpulan para ulama yang kemudian menjelma menjadi Nahdhatul Ulama (Kebangkitan Ulama) tidak terlepas dari sejarah Khilafah. Ketika itu, tanggal 3 Maret 1924, Majelis Nasional yang

bersidang di Ankara mengambil keputusan, “Khalifah telah berakhir

tugas-tugasnya. Khilafah telah dihapuskan karena Khilafah, pemerintahan dan republik, semuanya menjadi satu gabungan dalam berbagai pengertian

dan konsepnya”.

Karya-karya KH. Hasyim Asyar’i : 1) Adab Al-‘Alim wa Al-

Muta’allimin, (2) Ziyadat Ta’liqat, (3) Al-Tanbihat Al-Wajibat Liman, (4)Al-Risalat Al-Jami’at, (5) An-Nur Al-Mubin fi Mahabbah Sayyid Al- Mursalin, (6) Hasyiyah ‘Ala Fath Al-Rahman bi Syarh Risalat Al-Wali Ruslan li Syekh Al-Isam Zakariya Al-Anshari, (7) Al-Durr Al-Muntatsirah fi Al-Masail Al-Tis’i Asyrat, (8) Al-Tibyan Al-Nahy’an Muqathi’ah Al- Ikhwan, (9) Al-Risalat Al-Tauhidiyah, (10) Al-Qalaid fi Bayan ma Yajib min Al-‘Aqaid.271

Dalam paparan diatas dapat kita ketahui KH. Hasyim Asyar’i merupakan anak salah satu dari seorang Kyai yang bernama Usaman pimpinan pesantren Gedang. Beliau merupakan salah satu ulama yang

270http://robbul-wali.blogspot.com/2012/09/kh-hasyim-asyar’i- html. Diaskes tanggal 30 Maret jam 21:18

271 Jamal Ghofir. 2012. Biografi Si gkat Ula a Ahlusu ah Wal Ja a’ah Pendiri dan Penggerak NU . Yogyakarta: GP Ansor Tuban. Hlm-100

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 188

semangat akan tentang gerakan keagamaan yang dibuktikan sejak kecil beliau berkelana menuntut ilmu di berbagai pesantren. Setelah dia menunaikan haji dan menuntut ilmu di Makkah beliau mendirikan sebuah pesantren di Tebuireng yang merupakan pesantren tersebut berperan dalam pengajaran pesantren tradisional. Selanjutnya KH. Hasyim Asyari’i berkumpul dengan para ulama lainnya mendirikan sebuah organisasi keagamaan yaitu Nahdatul Ulama. Karya-karya yang di buat beliau pun

sangat mempengaruhi peran KH. Hasyim Asyari’i sebagai ketua Nahdatul

Ulama.

b. Sejarah Munculnya NU

Seringkali dinyatakan bahwa NU dilahirkan oleh kiai tradisonal yang menyangsikan posisi mereka terancam dengan munculnya Islam reformis yaitu pengaruh Muhammadiyah dan serikat Islam yang semakin luas, demikian menurut pendapat ini, telah memarginasikan kiai, yang sebelumnya merupakan satu-satunya pemimpin serta juru bicara komunitas Muslim, dan ajaran kaum pembaharu sangat melemahkan legitimasi mereka. Jauh sebelum NU berdiri sudah terjalin komunikasi yang intens antara para kyai pesantren. Hal ini dapat dipahami karena kebanyakan Kiai pesantren memiliki poros/ kiblat keilmuan yang sama yaitu poros

Bangkalan (KH. Kholil), poros Tebu Ireng (KH. Hasyim Asy’ari) dan poros

Mekkah (Syaikh Nawawi Al Bantani, Syaikh Mahfudh al Tarmasi dan lain sebagainya). Tradisi silaturahmi para Kiai ini membentuk semacam jaringan yang memudahkan setiap agenda pertemuan, termasuk terbentuknya NU.

Selain itu pembentukan NU juga merupakan akumulasi persoalan yang telah mengendap sekian lama baik dalam ranah ke-Islaman atau ke- Indonesiaan, tampak jelas bahwa faham Ahlussunah wa al-Jama'ah merupakan sistem nilai yang mendasari semua prilaku dan keputusan yang

berlaku di NU. Oleh karena itu, paham ahlussunah waljama’ah (aswaja)

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 189

merupakan landasan moral dalam kehidupan sosial politik. Dalam hal ini, ada empat prinsip yang menjadi landasan dalam kehidupan kemasyarakatan bagi NU yaitu:

1. Tawasuth 2. Tasamuh 3. Tawazun

4. Amar ma’ruf nahi munkar272

Kelahiran NU sendiri menurut opini penulis melalui suatu proses yang sangat panjang bisa saya katakana bahwa para santri atau ulama terdahulu sangat memiliki andil dalam pembentukkan NU sendiri, salah satu upaya yang mereka lakukan adalah, mereka mendirikan Nahdatul Wathan (1914), Taswir al-Askar (1918). Setelah itu di Surabaya didirikan penghimpunan lokal yang serupa antara lain adalah Perikatan Wataniyah

Ta’mir al-Masajid dan Atta’dibiyah.

Ketegangan dalam kongres al-Islam sepanjang paruh pertama tahun dua puluhan dan berlanjut dalam sidang-sidang Komite Khilafat, telah mendorong penghimpunan lokal di Surabaya itu turut serta mendirikan organisasi baru yang luas dan berskala nasional. Mereka menilai perhimpunan-perhimpunan umat Islam yang ada maupun kongres al-Islam sendiri tidak bersikap akomodatif terhadap visi yang mereka coba kembangkan. Kemudian ketegangan tersebut berlanjut setelah delegasi yang dikirim ke kongres Makkah pada tahun 1926 yang ternyata mengabaikan kepentingan-kepentingan yang mereka kembangkan. Mereka kemudian mengirimkan delegasi sendiri sendiri ke Makkah. Untuk kepentingan itu mereka mendirikan perhimpunan baru NU. Namun peristiwa itu hanyalah lintasan proses sejarah dari suatu pergumulan sosial

272

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 190

kultural yang panjang. Lembaga pendidikan pesantren yang dikembangkan para ulama telah merintis arah dengan visi keagamaan yang kuat. Jika kemudian mereka membentuk ikatan sosial yang lebih formal, tujuan pokoknya adalah seperti lembaga pesantren itu, yaitu ingin menegakkan kalimah Allah. Visi ini kemudian dikemangkan dengan rumusan yang lebih operasional yang disebut jihad fi sabilillah.

Jihad mengandung arti yang sangat luas. Dalam arti yang ekstrem jihad berarti perang, tetapi juga berarti, hal-hal dalam keseharian serta menjawab salam atau merawat jenazah. Jihad sebagai kewajiban kolektif (kifayah) bukanlah tujuan, melainkan instrumen atau wasilah. Tujuan perang pada hakikatnya adalah menyampikan petunjuk , karena hal itu jika dapat dilakukan dengan cara lain yang resiko negatifnya lebih kecil dan manfaatnya jauh lebih besar, seperti dengan cara persuasi, pendidikan, atau perbaikan ekonomi, lebih baik dilakukan tanpa perang. Dalam konteks ini dapat dipahami perjalanan NU selanjutnya. Melalui pesantren para ulama mengemban tugas melaksanakan jihad untuk menegakkan kalimah Allah. Setelah dirasakan perlunya mengembangkan lembaga tradisional ini dan cultural yang telah hidup ditengah masyarakat kearah bentuk yang lebih formal dengan visi yang lebih luas, maka didirikan organisasi keamaan sebagai tugas untuk mengantisipasi tugas tersebut NU merupakan salah satu wujud dari upaya itu. Di mulai dari pesantren para ulama muda, pesantren merintis kegiatan-kegiatan mereka. Dari perhimpunan keagamaan seperti Nahdlatul Wathan, Taswir al-Afkar kemudian NU (Nahdlatul Ulama). Hanya satu cita-cita mereka adalah untuk merencanakan tanah air merdeka, dan cita-cita untuk menempatkan syari’ah sebagai bagian hidup dari kebangsaan.

Menurut pendapat penulis dibentuknya NU utamanya lebih merupakan reaksi atas wahabisme di jazirah arab,yang sangat berkembang pesat di daerah seperti Arab Saudi yang di latar belakangi oleh pemikir pembaharu seperti Muhammad bin Abdul Wahabyang sangat ekstrim dalam isi pemikirannya, bukan reaksi atas ormas yang telah ada seperti

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 191

Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, dll yang saat itu mulai menggeliat di tanah air, meski diakui atau tidak pada beberapa aspek banyak kesamaan faham antara wahabi dan ormas-ormas tersebut, terlebih dalam hal ibadah

furu’iah yang selalu berdebat kusir.

Tetapi bukan berarti ormas-ormas itu sama sekali tidak memiliki pengaruh atas lahirnya NU. Sejarah mencatat sering kali terjadi debat terbuka yang sengit dan penuh fanatisme antara KH. Ahmad Dahlan, KH. Mas Mansur (Muhammadiyah), Syaikh Ahmad Surkati (Al Irsyad), Ahmad Hasan (Persis) yang mewakili kubu pembaharu, puritan, anti-tradisi melawan KH. Wahab Chasbullah, KH. R. Asnawi dan KH. M. Dahlan dari Kertosono yang mewakili kaum tradisionalis dan pro-tradisi. Perdebatan berlangsung lama dan melelahkan walaupun hanya dalam taraf fiqh furu’ (cabang) seperti tahlil, talqin, mayit, bacaan ushalli, doa qunut dan

persoalan “remeh” lainnya.

Akan tetapi hingga saat ini pun masih bisa kita rasakan bekas perdebatan tersebut. Sekarang menjadi jelas bahwa walaupun pembentukan NU bukan atas reaksi utama terhadap eksistensi ormas pembaharu Islam di tanah air tetapi keberadaan ormas-ormas tersebut tetap memberi andil atas terbentuknya NU, bahkan terhadap perjalanan NU sekarang. Selama ini pemikiran golongan tradisi selalu bertentangan dengan golongan pembaharu, seperti dalam pengucapan ushalli dan kurikulum pengajaran sekolah. Apalagi yang mewakili umat Islam Indonesia dalam kongres Islam pertama di Makkah adalah dari golongan pembaharu.

Menurut Greg Fealy, dalam bukunya yang berjudul Ijtihad Politik Ulama, Sejarah NU, NU merupakan Jamiyah Diniyah Islamiyah yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926) di Kertopaten, Surabaya. Pada waktu itu berkumpul di kediaman KH. Abdul Wahab Chasbullah para ulama terkemuka. Komite yang diutus untuk

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 192

Arab yang berpaham wahabi.273 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motif utama yang mendasari gerakan para ulama membentuk NU adalah motif keagamaan sebagai Jihad fi sabilillah. Kedua adalah tanggung jawab mengembangkan pemikiran keagamaan yang ditandai dengan pelestarian

ajaran mazhab Syafi’i. Ini berarti tidak statis, tidak berkembang, sebab

pengembang yang dilakukan berfokus pada kesejahteraan sehingga pemikiran yang dikembangkan itu memiliki konteks sejarah. Ketiga, dorongan untuk mengembangkan masyarakat melalui kegiatan pendidikan sosial dan ekonomi. Hal ini ditandai dengan pembentukan nahdlatul Watahn, Taswir al-Afkar, Nahdlatul Tujjar, dan Ta’mir al-Masajid sedangkan yang keempat adalah motif politik yang ditandai dengan semangat nasionalisme ketika pendiri NU itu mendirikan cabang SI di Makkah serta obsesi hari depan tanah air merdeka bagi umat Islam.

Karena belum memiliki organisasi yang bertindak sebagai pengirim delegasi maka secara spontan dibentuklah organisasi yang kemudian diberi nama Nahdlatul Ulama. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan NU merupakan pengorganisasian potensi dan peran Ulama dan Kyai pesantren agar wilayah kerja keulamaannya meluas, tidak melulu terbatas pada persoalan kepesantrenan atau kegiatan ritual keagamaan, tetapi juga untuk lebih peka terhadap masalah sosial, ekonomi, politik dan urusan kemasyarakatan pada umumnya. Pada saat itu, kerajaan Saudi mengundang perwakilan umat Islam seluruh dunia untuk hadir dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) dimana kongres tersebut bertujuan untuk mensepakati penggunaan paham wahabi yang puritan dan anti tradisi tersebut. Perwakilan dari Indonesia sendiri diputuskan melalui Kongres Al Islam yang digelar di Yogyakarta tahun 1925 dimana perwakilan berbagai ormas dan tokoh agama Islam hadir. Saat itu KH. Wahab Chasbullah berbeda pandangan dengan perwakilan yang lain sehingga beliau dikeluarkan dari anggota.

273Greg Fealy,

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 193 Agar terus bisa memperjuangkan faham Ahlussunnah wal Jama’ah

maka dibentuklah Komite Hijaz untuk menyampaikan aspirasi dengan menghadap Raja Saudi. Intinya adalah agar kerajaan Saudi tetap menghormati kebebasan bermadzhab, praktik keagamaan serta memelihara dan meramaikan tempat bersejarah umat Islam. Adapun tokoh-tokoh yang hadir dalam pembentukan Komite Hijaz antara lain :

1. KH. Hasyim Asy’ari (Tebuireng-Jombang) 2. KH. Bisri Syamsuri (Denanyar, Jombang) 3. KH. Asnawi (Kudus)

4. KH. Nawawi (Pasuruhan) 5. KH. Ridwan (Semarang)

6. KH. Ma’sum (Lasem-Rembang) 7. KH. Nahrawi (Malang)

8. H. Ndoro Muntaha (Menantu KH. Kholil Bangkalan-Madura) 9. KH. Abdul Hamid (Sedayu-Gresik)

10. KH. Abdul Halim (Cirebon)

11. KH. Ridwan Abdullah, KH. Mas Alwi, KH. Abdullah Ubaid, KH. Wahab Chasbullah (Surabaya)

12. Syaikh Ahmad Ghana’im (Mesir).

Komite Hijaz yang akhirnya diutus menghadap Raja Saudi adalah KH. Wahab Chasbullah dan Syaikh Ahmad Ghana’im, dua tahun setelah NU berdiri. Pada tanggal 5 September 1929, para fungsionaris NU mengajukan surat permohonan legalisasi organisasi kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia. Lima bulan kemudian, tepatnya 6 Februari 1930 permohonan tersebut dikabulkan dan NU resmi berbadan hukum. Sejak saat itu organisasi itu terus berkembang dan menjadi ormas terbesar di negeri ini. Nahdhatul Ulama (NU) menetapkan dirinya menjadi pengawas tradisi dengan mempertahankan ajaran keempat madzhab,

meskipun pada kenyataannya madzhab Syafi’iah yang dianut oleh

kebanyakan umat Islam. Tanpa mengecilkan peran Kyai lain, harus diakui tokoh yang bisa dikatakan paling banyak berkeringat dalam pendirian NU

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 194

adalah KH. Wahab Chasbullah. Dengan dukungan penuh dari saudara

sepupu sekaligus gurunya yaitu KH. Hasyim Asy’ari. Beliau merintis

beberapa lembaga/ organisasi/ forum intelektual untuk meningkatkan kepekaan sosial dan kecerdasan para Kyai dan Santri. Beliau pernah masuk Sarikat Islam (SI) tetapi akhirnya keluar karena SI dianggap terlalu politis. Selanjutnya beliau membuat lembaga yang konsen pada masalah pendidikan yaitu Nahdlatul Wathan dan membuat kelompok diskusi keagamaan dan sosial masyarakat yang diberi nama Tashwirul Afkar. Sebenarnya kesemuanya itu ada sebelum NU berdiri. Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.274

Sebelumnya KH. Wahab Chasbullah juga pernah mengusulkan agar

dibentuk sejenis “organisasi perkumpulan para ulama” tetapi usulan tersebut ditolak oleh KH. Hasyim Asy’ari karena dirasa belum cukup alasan pembentukannya. Baru pada 31 Januari 1926 itulah KH. Hasyim Asy’ari

merestui berdirinya NU karena dipandang telah cukup alasan, bahkan beliau sendiri yang menjadi Rais Akbar-nya setelah beliau mendapat petunjuk melalui gurunya KH. Khalil (Bangkalan-Madura).275 Jadi memang dalam

proses pendirian ormas ini yang begitu panjang, merupakan respon terhadap faham wahabisme yang semakin menjadi-jadi di daerah timur tengah.

Demikianlah beberapa histories latar belakang berdirinya NU sebagai organisasi sosial keagamaan di Indonesia, yang dalam sejarah perjalanan pernah menjadi partai politik, lalu kembali ke khittah 1926, sampai sekarang. Sekalipun pada masa reformasi membidangi lahirnya

274Nahdlatul Ulama’. Dikutip dari situs id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama.

275

Situs Resmi Nahdlatul Ulama, “Sejarah Berdirinya NU” 16 Maret 2014. (online), sumber diakses dari http://www.nu.or.id/lang,id-.phpx//paham keagamaan NU. htm. Diakses 29/03/2016

Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam | 195

beberapa partai politik Islam, namun NU tetap menjadi organisasi sosial keagamaan dan tidak menjadi partai politik.

c. Pemikiran Sosial Keagamaan NU.

Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah wal Jama’ah,

sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah ekstrim aqli (rasionalis) dengan Kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Quran, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empiric. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.276

Jadi selain mengutamakan dasar paham keagamaannya dari Al- Quran dan Sunnah NU juga mengembangkan pemikiran-pemkiran terdahulu yang tealh disebutkan di atas. Menurut Ahmad Zahro, NU mendasarkan paham keagamaannya kepada sumber ajaran Islam, yaitu Al- Quran, as-Sunnah, al-ijma’ dan al-qiyas.277

Berbeda dengan organisasi-organisasi tradisionalos yang lain, NU tidak hanya mengaku sebagai penganut paham Ahlus-Sunnah Wal-

Jama’ah, tetapi juga mengembangkannya secara lebih komprehensif. Menurut ulama-ulama NU, Aswaja adalah corak keberagaman umat Islam, baik pemahaman maupun praktik, yang didasarkan atas tradisionalisme mazhabiyah. Ia merupakan sistem ajaran Islam yang dijajarkan dan dipraktikan Nabi dan para Sahabatnya. Untuk merinci lebih jelas rumusan Aswaja, ulama menempatkan kalam sebagai sistem kepercayaan, fikih sebagai norma yang mengatur kehidupan, serta tasawuf sebagai tuntunan dalam membina akhlak dan mencerahkan rohani, bukan sebagai ajaran

276 Situs Resmi Nahdlatul Ulama, “Paham Keagamaan NU” 16 Maret 2014. (online), sumber diakses dari

http://www.nu.or.id/lang,id-.phpx//paham keagamaan NU. htm. Diakses 29/03/2016

277Ahmad Zahro, Tradisi Inteltual NU: Lajnah Bahtsul Masa’il 1926

Dalam dokumen SEJARAH PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM (Halaman 190-200)

Dokumen terkait