• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA BANK “X” BERDASARKAN KRITERIA CAMEL

4.1. Permodalan

Meskipun pada awal berdirinya Bank “X”, keempat bank BUMN menghadapi masalah finansial mulai dari rendahnya total aktiva, modal, dan tingginya nilai kredit, namun berkat suntikan dana obligasi sebesar Rp 178 trilyun, saat ini Bank “X” tergolong dalam kategori bank sangat sehat dan menempati peringkat pertama dilihat dari komponen CAR atau KPMM. Hal ini terlihat dari Tabel 4.1 dimana nilai CAR Bank “X” tiap tahunnya yang dibentuk secara signifikan lebih tinggi dari CAR yang wajib dibentuk yaitu delapan persen. Tabel 4.1. Peringkat CAR Bank “X” Tahun 2001-2006

Periode CAR (%) Peringkat

2001 29,72 1 2002 27,51 1 2003 28,35 1 2004 27,29 1 2005 24,00 1 2006 25,33 1

Sumber: Laporan Keuangan Konsolidasi Bank “X”, diolah.

Dari Tabel 4.1 dapat ditarik informasi bahwa nilai CAR Bank “X” terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, meski tetap di peringkat pertama. Hal ini dikarenakan Bank “X” telah mengembalikan kelebihan dana rekapitalisasi

sebagian obligasi pemerintah sesuai dengan kontrak manajemen. Obligasi Rp 178 trilyun untuk memenuhi CAR sebesar empat persen ternyata berlebih, karena rekapitalisasi yang dibutuhkan hanya sebesar Rp 173.931 milyar. Oleh karena itu, pada Desember 2002 telah dilakukan pengembalian dana rekapitalisasi pemerintah sebesar Rp 130 milyar dan pada April 2003 sebesar Rp 1.412 milyar (Prospektus Bank “X”, 2003).

4.2. Kualitas Aktiva

Dilihat dari komponen kualitas aktiva, peringkat Bank “X” tidak sebaik peringkat pada CAR. Hal ini berarti nilai PPAP yang telah dibentuk tidak berbeda secara signifikan terhadap nilai PPAP yang wajib dibentuk. Bank “X” hanya berhasil menempati peringkat kedua rasio kualitas aktiva pada tahun 2002 hingga 2005. Malahan peringkat ini menurun di tahun 2006 menjadi peringkat ketiga dengan rasio kualitas aktiva sebesar 105 persen.

Tabel 4.2. Peringkat Kualitas Aktiva Bank “X” Tahun 2002-2006

Periode Kualitas Aktiva (%) Peringkat

2002 179 2 2003 163 2 2004 133 2 2005 115 2 2006 105 3 Sumber: Laporan Keuangan Konsolidasi Bank “X”, diolah.

4.3. Manajemen

4.3.1. Manajemen Umum

Komponen manajemen pada Bank “X” menjadi salah satu komponen yang krusial. Pasalnya sejak dimerger Bank “X” terus memperbaiki iklim manajemen

agar semakin kondusif. Hal ini tercermin pada susunan organisasi dan manajerial Bank “X” yang lengkap dan terstruktur seperti pada Lampiran 1.

Dapat diketahui bahwa sistem manajerial Bank “X” tidak hanya mementingkan hubungan internal, tapi juga hubungan eksternal bank. Terintegrasinya hubungan internal bank terlihat dari hubungan antar divisi yang sinergis dan transparan mulai dari dewan komisaris hingga unit-unit kerja. Sementara hubungan eksternal, yakni dengan investor, nasabah maupun masyarakat secara luas tampak pada adanya divisi khusus sebagai penyambung antara Bank “X” dengan pihak luar yaitu pusat studi Bank “X”. Ditambah lagi, Bank “X” juga memiliki sistem informasi yang terbuka bagi publik. Selain melalui publikasi laporan keuangan, Bank “X” juga mulai memberikan informasi kepada para investor dan nasabah melalui teknologi informasi, sehingga lebih mudah diakses.

Strategi yang dirancang untuk kemajuan Bank “X” juga komprehensif. Hingga tahun 2006 Bank “X” berusaha menjadi Dominant Multi-specialist Bank Model, yaitu menjadi bank dominan di Indonesia dengan 20 persen hingga 30 persen pangsa pasar atas penerimaan dari segala sektor. Selain itu juga menjadi mitra bisnis yang strategis dari segala segmen pasar dan juga menjadi pilihan consumer banking yang menawarkan berbagai variasi produk dan kemudahan akses. Berdasarkan informasi manajerial tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem manajemen umum terkoherensi dengan baik, sehingga Bank “X” menempati peringkat pertama untuk komponen manajemen umum.

Selain menganalisis sisi manajemen secara umum, dalam mengukur kebaikan manajemen suatu bank juga dapat dilihat dari kepatuhan bank terhadap peraturan BMPK dimana batasan pemberian kredit kepada pihak terkait dengan bank tidak boleh melebihi 10 persen dari modal bank. Pada Tabel 4.3 berikut disajikan informasi mengenai persentase kredit yang diberikan kepada pihak terkait bank dibandingkan dengan modal bank.

Tabel 4.3. Peringkat Kredit Pihak Terkait Bank “X” Tahun 2001-2006

Periode Kredit Pihak Terkait (%) Peringkat

2001 7 1 2002 6 1 2003 5 1 2004 4 1 2005 5 1 2006 4 1

Sumber: Laporan Keuangan Konsolidasi Bank “X”, diolah.

Dapat ditarik informasi bahwa kredit pihak terkait Bank “X” tidak pernah melebihi 10 persen pada periode tahun 2001-2006. Maka dapat dipastikan bahwa Bank “X” menempati peringkat pertama untuk indikator ini.

4.4. Rentabilitas

Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa faktor rentabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba atas sejumlah aktiva dan modal yang dimilikinya, sehingga dapat mengukur profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Adapun analisis ROA Bank “X” terangkum dalam Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Peringkat ROA Bank “X” Tahun 2001-2006

2001 1,43 2 2002 2,22 1 2003 2,56 1 2004 3,67 1 2005 0,89 3 2006 1,105 3 Sumber: Laporan Keuangan Konsolidasi Bank “X”, diolah.

Pada Tabel 4.4, dapat diketahui bahwa rasio ROA Bank “X” berfluktuatif. Pada awal berdirinya yaitu di tahun 2001, rasio ROA cukup tinggi yaitu 1,43 persen. Sehingga menurut tingkat kesehatan bank, Bank “X” termasuk dalam peringkat kedua.

Kemudian, hingga tiga tahun berikutnya, rasio ROA terus membaik dan cukup signifikan, sehingga Bank “X” menempati peringkat pertama untuk komponen rasio ROA. Hal ini berarti perolehan laba bank sangat tinggi atas aktiva yang dimilikinya. Namun, kondisi ini tidak dapat dipertahankan karena mulai tahun 2005, rasio ROA menurun tajam menjadi 0,89 persen dan mulai membaik lagi di tahun 2006. Hal ini disebabkan pada tahun 2005-2006 total aktiva Bank “X” mengalami peningkatan, namun tidak diiringi oleh peningkatan perolehan laba karena pada periode-periode tersebut semakin banyak obligasi pemerintah pada Bank ”X” yang telah jatuh tempo, sehingga pendapatan bunganya juga menurun yang akhirnya menurunkan laba Bank ”X”.

Sementara bila dilihat dari rasio ROE, kemampuan Bank “X” dalam menghasilkan laba atas modalnya sangat tinggi dan stabil di awal-awal tahun berdiri. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 4.5 yang tampak bahwa tahun 2001 hingga 2004, Bank “X” mendapatkan peringkat pertama. Namun sayangnya, rasio ROE Bank “X” menurun tajam 24,77 persen di tahun 2005 hingga menjadi 6,16 persen

dan di tahun 2006 rasio ROE sebesar 8,99 persen. Sehingga, pada dua tahun terakhir Bank “X” hanya mampu menempati peringkat ketiga untuk rasio ROE. Serupa dengan apa yang terjadi pada rasio ROA, rasio ROE menurun karena laba Bank ”X” mengalami penurunan pada tahun 2005-2006 namun di sisi lain modal inti Bank ”X” mengalami peningkatan.

Tabel 4.5. Peringkat ROE Bank “X” Tahun 2001-2006

Periode ROE (%) Peringkat

2001 33,58 1 2002 32,93 1 2003 29,42 1 2004 30,93 1 2005 6,16 3 2006 8,99 3 Sumber: Laporan Keuangan Konsolidasi Bank “X”, diolah.

4.5. Likuiditas

Berbeda dengan faktor rentabilitas, sesuai rasio likuiditas yakni LDR Bank “X” menunjukkan kinerja yang tidak terlalu bagus di tahun awal berdiri, namun semakin sehat pada dua tahun terakhir. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Peringkat LDR Bank “X” Tahun 2001-2006

Periode LDR (%) Peringkat 2001 24,55 3 2002 29,25 3 2003 37,82 3 2004 47,82 3 2005 53,97 1 2006 52,92 1 Sumber: Laporan Keuangan Konsolidasi Bank “X”, diolah.

Dikarenakan rasio LDR Bank “X” pada tahun 2001 hingga 2004 tidak mencapai 50 persen, maka Bank “X” hanya mampu menempati peringkat ketiga

di tahun-tahun tersebut. Namun kemudian rasio LDRnya semakin naik mencapai lebih dari 50 persen, yang artinya rasio kredit atas DPK menjadi semakin besar. Hal ini mengukuhkan peringkat Bank “X” di peringkat pertama pada dua tahun terakhir, yaitu dengan rasio LDR sebesar 53,97 persen pada tahun 2005 dan 52,92 persen pada tahun 2006.

Bila pertumbuhan LDR dibandingkan dengan NPL Bank ”X” nampak bahwa rasio LDR akan meningkat bila terjadi penurunan pada rasio NPL. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.1.

Sumber: Laporan Keuangan Konsolidasi Bank “X”, diolah.

Gambar 4.1. Grafik Perkembangan LDR dan NPL Bank “X” Tahun 2001:1-2006:4

Selama periode penelitian 2001-2006, rasio LDR tertinggi terjadi pada tahun 2005 kuartal pertama sebesar 55,92 persen dan rasio NPL terendah terjadi pada periode sebelumnya yaitu tahun 2004 kuartal terkhir sebesar 7,42 persen.. Namun setelah periode tersebut rasio NPL Bank “X“ mengalami peningkatan hingga lebih dari dua kali lipat menjadi 18,88 persen, akibatnya pada tahun 2005 kuartal kedua rasio LDR mengalami penurunan menjadi sebesar 54,69 persen. Kenaikan lebih dari dua kali lipat rasio NPL ini tidak diikuti oleh penurunan rasio

0 10 20 30 40 50 60 2001 -1 2001 -3 2002 -1 2002 -3 2003 -1 2003 -3 2004 -1 2004 -3 2005 -1 2005 -3 2006 -1 2006 -3 Periode P er sen LDR NPL

LDR secara proporsional. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan NPL ini dikarenakan adanya restrukturisasi kredit bermasalah dan di sisi lain Bank “X“ sudah cukup mampu mengkover fluktuasi NPL ini sehingga tidak berdampak besar terhadap LDR.

Selain melalui rasio LDR, faktor likuiditas bisa dilihat pula melalui komponen stabilitas DPK. Secara rata-rata, DPK tahunan Bank “X” terangkum dalam Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Peringkat DPK Bank “X” Tahun 2001-2006

Periode DPK (juta rupiah) Pertumbuhan DPK (%)

2001 177.494.655 - 2002 184.577.135 3,99 2003 182.530.188 - 1,11 2004 171.904.564 - 5,82 2005 186.735.248 8,63 2006 198.822.388 6,47

Sumber: Laporan Keuangan Konsolidasi Bank “X”, diolah.

Berdasarkan Tabel 4.7. dapat diketahui pula pertumbuhan rata-rata DPK tiap tahunnya. Pertumbuhan DPK Bank “X” tiap tahunnya tidak mencapai sepuluh persen. Malahan pertumbuhannya mengalami penurunan di tahun 2003 dan 2004 masing-masing sebesar -1,11 persen dan -5,82 persen. Kemudian pada tahun 2005 DPK Bank ”X” mulai tumbuh lagi secara signifikan sebesar 8,63 persen dengan nilai Rp 186.735.248 juta. Hingga akhir tahun 2006, DPK Bank ”X” mengalami pertumbuhan 6,47 persen yaitu mencapai Rp 198.822.388 juta.

Gambar 4.2 juga memperlihatkan fluktuasi pertumbuhan DPK Bank “X”. Dapat diketahui bahwa pertumbuhan DPK sangat stabil. Memang terlihat adanya penurunan dan peningkatan, namun besarnya tidak berbeda secara signifikan sejak kuartal pertama tahun 2001 hingga kuartal ketiga tahun 2006.

Terlihat juga bahwa peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2005 kuartal empat dengan total DPK sebesar Rp 206.289.652 juta dan setelah periode ini total DPK menyesuaikan ke kisaran sebelumnya, yaitu antara Rp 150.000.000 juta hingga Rp 200.000.000 juta, dan kembali meningkat di akhir tahun 2006 dengan DPK sebesar Rp 205.707.548.

Sumber: Laporan Keuangan Konsolidasi Bank “X”, diolah.

Gambar 4.2. Grafik Pertumbuhan DPK Bank “X” Tahun 2001:1-2006:4

4.6.Kinerja Bank “X”

Meskipun pada awal berdirinya Bank “X” tergolong dalam kategori bank tidak sehat, namun seiring perkembangannya Bank “X” mulai menunjukkan eksistensinya dengan menjadi bank nomor satu di Indonesia dari segi total aktiva, DPK dan total kredit, serta telah dianalisis melalui kriteria CAMEL bahwa Bank “X” juga tergolong dalam kategori bank sehat. Namun, bukan berarti kondisi ini dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Dikarenakan masing-masing komponen dalam penentuan peringkat kesehatan ini memiliki tren yang cenderung menurun. Apabila hal ini tidak diantisipasi lebih awal, dapat bertendensi untuk menurunkan tingkat kesehatan Bank “X”. Disamping itu, Bank “X” juga harus

0 50.000.000 100.000.000 150.000.000 200.000.000 250.000.000 2001 -1 200 1-4 200 2-3 200 3-2 2004 -1 200 4-4 200 5-3 200 6-2 Periode DP K ( ju ta r u p ia h ) Series1

lebih memperhatikan komponen likuiditas, dikarenakan komponen ini masih menempati peringkat ketiga. Analisis lebih lanjut setelah didapatkan komponen dalam CAMEL seharusnya dibuat suatu matriks besar penilaian tingkat kesehatan Bank “X”, namun dikarenakan tidak semua faktor bisa terpenuhi maka matriks besar tersebut akan kurang representatif.

V. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Dokumen terkait