STUDI EVALUASI KINERJA
DAN KAJIAN
BANK LENDING CHANNEL
PADA BANK ”X”
OLEH
RISKI DWIJAYANTI H14103084
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
RISKI DWIJAYANTI. Studi Evaluasi Kinerja dan Kajian Bank Lending Channel pada Bank ”X” (dibimbing oleh ANNY RATNAWATI).
Salah satu deregulasi perbankan yang diambil di tengah krisis ekonomi pertengahan tahun 1997 menghendaki adanya merger beberapa bank BUMN. Dari ketujuh bank BUMN, empat diantaranya dimerger yaitu: Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim), Bank Bumi Daya (BBD), dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), membentuk bank baru yaitu Bank ”X”. Guna mempertahankan operasionalnya, pemerintah melakukan rekapitalisasi bank-bank bermasalah tersebut dengan menyuntikkan dana obligasi sebesar 178 trilyun rupiah, dan saat ini Bank “X” telah berhasil menjadi bank nomor satu di Indonesia dilihat dari total aktiva, DPK, dan total kredit.
Idealnya, jika Bank “X” adalah bank nomor satu di Indonesia dari segi total aktiva, DPK, dan kredit mengindikasikan bahwa bank ini termasuk dalam kategori bank sehat dalam kinerja. Ditambah lagi sebagai bank persero, Bank “X” memiliki dorongan dari pemerintah untuk ikut menggerakkan sektor riil melalui pemberian kredit. Berdasarkan hal tersebut kredit menjadi hal yang sangat krusial pada Bank “X”, sehingga dapat dirumuskan tujuan penelitian yaitu (i) menganalisis kinerja Bank “X”, (ii) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyaluran kredit Bank “X”, (iii) menganalisis mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui bank lending channel pada Bank “X”.
Penelitian ini menggunakan kriteria CAMELS yang merujuk pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Kesehatan Bank Umum untuk mengevaluasi kinerja Bank “X”. Selain itu juga menggunakan metode VAR-VECM untuk mengetahui variabel determinan kredit Bank “X”, dan untuk mengkaji apakah mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui bank lending channel berjalan. Data yang dipakai adalah data bulanan dan triwulanan periode tahun 2001 sampai dengan 2006.
Dengan menggunakan alat bantu Microsoft Excel 2003 dan EViews 4.1 diperoleh hasil penelitian bahwa Bank “X” menempati peringkat pertama untuk komponen CAR (2001-2006). Peringkat kedua untuk komponen kualitas aktiva (2002-2005), namun peringkat ketiga kualitas aktiva di tahun 2006. Peringkat pertama untuk komponen faktor manajemen (2001-2006). Peringkat kedua untuk faktor rentabilitas (2001), di tahun 2002-2004 peringkat pertama, dan tahun 2005-2006 peringkat ketiga. Peringkat ketiga untuk faktor likuiditas (2001-2004), namun peringkat pertama pada tahun 2005-2006.
adalah kredit Bank “X”, sedangkan yang menjadi variabel eksogen adalah suku bunga SBI berpengaruh secara negatif, PDB berpengaruh secara positif, NPL Bank “X” berpengaruh negatif, dan CAR Bank “X” tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume penyaluran kredit Bank “X”. Sementara DPK Bank “X” tidak memiliki hubungan jangka panjang terhadap kredit Bank “X” namun memiliki hubungan jangka panjang terhadap variabel endogen yang lain.
STUDI EVALUASI KINERJA
DAN KAJIAN
BANK LENDING CHANNEL
PADA BANK ”X”
Oleh
RISKI DWIJAYANTI H14103084
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Riski Dwijayanti
Nomor Registrasi Pokok : H14103084
Departemen : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Studi Evaluasi Kinerja dan Kajian Bank Lending Channel pada Bank ”X”
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Anny Ratnawati, M.S. NIP. 131 669 947
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Ir. Rina Oktaviani, M.S., Ph.D. NIP. 131 846 872
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Riski Dwijayanti dan biasa dipanggil Kikie. Anak bungsu dari dua bersaudara, yang lahir dari pasangan Drs. Waluyo Widodo (Alm) dan Sri Lestari, pada tanggal 15 Mei 1985 di Kediri, Jawa Timur. Namun sejak berumur satu bulan, bersama keluarganya pindah ke Blitar, Jawa Timur untuk dibesarkan dan mengenyam pendidikan di sana. Jenjang pendidikan dilaluinya tanpa hambatan, di tahun 1990 penulis mulai bersekolah di TK Kemala Bhayangkari 44 Blitar, kemudian pada tahun 1997 penulis menamatkan pendidikannya di SDN Karang Tengah I Blitar. Tahun 2000 lulus dari SLTPN I Blitar, dilanjutkan dengan bersekolah di SMUN I Blitar dan lulus tahun 2003.
Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Meskipun awalnya kesempatan ini enggan untuk diambil, namun dengan dukungan dari keluarga, teman dan kerabat, akhirnya penulis melanjutkan studinya di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas curahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Studi Evalusi Kinerja dan Kajian Bank Lending Channel pada Bank ”X””. Penulis sadar bahwa pencapaian ini bukan karya yang luar biasa, namun melalui karya ini penulis berharap agar dalam proses penyusunan hingga hasil yang dicapai dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis sendiri maupun pembaca. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Anny Ratnawati, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berarti.
2. Noer Azam Achsani, Ph.D. selaku dosen penguji yang sangat meneladani. 3. Widyastutik, M.Si. selaku dosen komisi pendidikan yang telah banyak
memberikan masukan tata cara penulisan agar lebih baik.
4. Adrian D. Lubis MS, asisten dosen yang dengan sabar menuntun. 5. Dosen-dosen Ilmu Ekonomi, serta petugas TU IE, dan TU FEM.
6. Bank ”X”, khususnya Learning Center yang memberikan ruang, waktu, dan kesempatan pada penulis, sehingga mendapatkan ide.
7. Bank Indonesia, yang di setiap bagian dan sudutnya sangat menginspirasi. 8. Ibu dan kakak tercinta yang dengan sabar, tabah, dan ikhlas mendidik dan
menguatkan jiwa dan raga.
9. Wisma Fauziah (Nugie, O’o, Ani, Inang, Chacan, Teteh, Dara, Fuji, Diana, Noe, Rani, Indah, PD, Yusri, Neng, Meta).
10.Sahabat terbaik (Bi Lea, Jay, Pritta, Ceu, Eka, Nay, Epoy, Aci, Maiva). 11.Civitas Akademika Ilmu Ekonomi dari angkatan 37, 38, 39, hingga 40
(Betty, Dian, Heni, Giri, Aji, Winsih, Ka Ary, Ka Indra).
Bogor, Agustus 2007
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI... ii
DAFTAR TABEL...v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
I. PENDAHULUAN ...1
1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Perumusan Masalah ...8
1.3. Tujuan Penelitian ...9
1.4. Ruang Lingkup ...10
1.5. Manfaat Penelitian ...11
II. TINJAUAN PUSTAKA ...12
2.1. Bank ...12
2.1.1. Fungsi Bank ...12
2.1.2. Kinerja Bank...14
2.1.3. Matriks Perhitungan CAMELS ...17
2.2. Kredit ...18
2.2.1. Definisi Kredit ...18
2.2.2. Fungsi Kredit ...18
2.2.3. Teori Keseimbangan Kredit...19
2.2.4. Persyaratan Kredit ...22
2.3. Credit Channel Sebagai Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter...23
2.3.1. Bank Lending Channel (Saluran Pinjaman Bank) ...25
2.3.2. FirmsBalance Sheet Channel (Saluran Neraca Perusahaan) ...26
2.4. Variabel yang Bertendensi Mempengaruhi Kredit ...27
2.4.1. Dana Pihak Ketiga (DPK) ...27
2.4.2. Non Performing Loan (NPL)...27
2.4.4. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)...28
2.4.5. Produk Domestik Bruto (PDB)...28
2.5. Vector Auto Regression (VAR)...29
2.5.1. Definisi VAR ...29
2.5.2. Keunggulan dan Kelemahan VAR ...29
2.6. Studi Empiris...30
2.7. Kerangka Pemikiran...31
2.8. Hipotesis Penelitian...31
III. METODE PENELITIAN ...34
3.1. Jenis dan Sumber Data...34
3.2. Permodalan ...34
3.3. Kualitas Aktiva ...35
3.4. Manajemen...36
3.5. Rentabilitas ...38
3.6. Likuiditas ...39
3.7. Model Umum VAR – VECM ...41
3.8. Model Penelitia ...44
3.9. Uji Stasioneritas Data ...45
3.10. Pemilihan Lag Optimal ...47
3.11. Uji Kointegrasi...48
IV. KINERJA BANK “X” BERDASARKAN KRITERIA CAMEL ...49
4.1. Permodalan ...49
4.2. Kualitas Aktiva ...50
4.3. Manajemen...50
4.3.1. Manajemen Umum ...50
4.3.2. Kepatuhan BMPK...51
4.4. Rentabilitas ...52
4.5. Likuiditas ...54
4.6. Kinerja Bank “X”...57
STUDI EVALUASI KINERJA
DAN KAJIAN
BANK LENDING CHANNEL
PADA BANK ”X”
OLEH
RISKI DWIJAYANTI H14103084
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
RISKI DWIJAYANTI. Studi Evaluasi Kinerja dan Kajian Bank Lending Channel pada Bank ”X” (dibimbing oleh ANNY RATNAWATI).
Salah satu deregulasi perbankan yang diambil di tengah krisis ekonomi pertengahan tahun 1997 menghendaki adanya merger beberapa bank BUMN. Dari ketujuh bank BUMN, empat diantaranya dimerger yaitu: Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim), Bank Bumi Daya (BBD), dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), membentuk bank baru yaitu Bank ”X”. Guna mempertahankan operasionalnya, pemerintah melakukan rekapitalisasi bank-bank bermasalah tersebut dengan menyuntikkan dana obligasi sebesar 178 trilyun rupiah, dan saat ini Bank “X” telah berhasil menjadi bank nomor satu di Indonesia dilihat dari total aktiva, DPK, dan total kredit.
Idealnya, jika Bank “X” adalah bank nomor satu di Indonesia dari segi total aktiva, DPK, dan kredit mengindikasikan bahwa bank ini termasuk dalam kategori bank sehat dalam kinerja. Ditambah lagi sebagai bank persero, Bank “X” memiliki dorongan dari pemerintah untuk ikut menggerakkan sektor riil melalui pemberian kredit. Berdasarkan hal tersebut kredit menjadi hal yang sangat krusial pada Bank “X”, sehingga dapat dirumuskan tujuan penelitian yaitu (i) menganalisis kinerja Bank “X”, (ii) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyaluran kredit Bank “X”, (iii) menganalisis mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui bank lending channel pada Bank “X”.
Penelitian ini menggunakan kriteria CAMELS yang merujuk pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Kesehatan Bank Umum untuk mengevaluasi kinerja Bank “X”. Selain itu juga menggunakan metode VAR-VECM untuk mengetahui variabel determinan kredit Bank “X”, dan untuk mengkaji apakah mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui bank lending channel berjalan. Data yang dipakai adalah data bulanan dan triwulanan periode tahun 2001 sampai dengan 2006.
Dengan menggunakan alat bantu Microsoft Excel 2003 dan EViews 4.1 diperoleh hasil penelitian bahwa Bank “X” menempati peringkat pertama untuk komponen CAR (2001-2006). Peringkat kedua untuk komponen kualitas aktiva (2002-2005), namun peringkat ketiga kualitas aktiva di tahun 2006. Peringkat pertama untuk komponen faktor manajemen (2001-2006). Peringkat kedua untuk faktor rentabilitas (2001), di tahun 2002-2004 peringkat pertama, dan tahun 2005-2006 peringkat ketiga. Peringkat ketiga untuk faktor likuiditas (2001-2004), namun peringkat pertama pada tahun 2005-2006.
adalah kredit Bank “X”, sedangkan yang menjadi variabel eksogen adalah suku bunga SBI berpengaruh secara negatif, PDB berpengaruh secara positif, NPL Bank “X” berpengaruh negatif, dan CAR Bank “X” tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume penyaluran kredit Bank “X”. Sementara DPK Bank “X” tidak memiliki hubungan jangka panjang terhadap kredit Bank “X” namun memiliki hubungan jangka panjang terhadap variabel endogen yang lain.
STUDI EVALUASI KINERJA
DAN KAJIAN
BANK LENDING CHANNEL
PADA BANK ”X”
Oleh
RISKI DWIJAYANTI H14103084
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Riski Dwijayanti
Nomor Registrasi Pokok : H14103084
Departemen : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Studi Evaluasi Kinerja dan Kajian Bank Lending Channel pada Bank ”X”
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Anny Ratnawati, M.S. NIP. 131 669 947
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Ir. Rina Oktaviani, M.S., Ph.D. NIP. 131 846 872
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Riski Dwijayanti dan biasa dipanggil Kikie. Anak bungsu dari dua bersaudara, yang lahir dari pasangan Drs. Waluyo Widodo (Alm) dan Sri Lestari, pada tanggal 15 Mei 1985 di Kediri, Jawa Timur. Namun sejak berumur satu bulan, bersama keluarganya pindah ke Blitar, Jawa Timur untuk dibesarkan dan mengenyam pendidikan di sana. Jenjang pendidikan dilaluinya tanpa hambatan, di tahun 1990 penulis mulai bersekolah di TK Kemala Bhayangkari 44 Blitar, kemudian pada tahun 1997 penulis menamatkan pendidikannya di SDN Karang Tengah I Blitar. Tahun 2000 lulus dari SLTPN I Blitar, dilanjutkan dengan bersekolah di SMUN I Blitar dan lulus tahun 2003.
Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Meskipun awalnya kesempatan ini enggan untuk diambil, namun dengan dukungan dari keluarga, teman dan kerabat, akhirnya penulis melanjutkan studinya di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas curahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Studi Evalusi Kinerja dan Kajian Bank Lending Channel pada Bank ”X””. Penulis sadar bahwa pencapaian ini bukan karya yang luar biasa, namun melalui karya ini penulis berharap agar dalam proses penyusunan hingga hasil yang dicapai dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis sendiri maupun pembaca. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Anny Ratnawati, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berarti.
2. Noer Azam Achsani, Ph.D. selaku dosen penguji yang sangat meneladani. 3. Widyastutik, M.Si. selaku dosen komisi pendidikan yang telah banyak
memberikan masukan tata cara penulisan agar lebih baik.
4. Adrian D. Lubis MS, asisten dosen yang dengan sabar menuntun. 5. Dosen-dosen Ilmu Ekonomi, serta petugas TU IE, dan TU FEM.
6. Bank ”X”, khususnya Learning Center yang memberikan ruang, waktu, dan kesempatan pada penulis, sehingga mendapatkan ide.
7. Bank Indonesia, yang di setiap bagian dan sudutnya sangat menginspirasi. 8. Ibu dan kakak tercinta yang dengan sabar, tabah, dan ikhlas mendidik dan
menguatkan jiwa dan raga.
9. Wisma Fauziah (Nugie, O’o, Ani, Inang, Chacan, Teteh, Dara, Fuji, Diana, Noe, Rani, Indah, PD, Yusri, Neng, Meta).
10.Sahabat terbaik (Bi Lea, Jay, Pritta, Ceu, Eka, Nay, Epoy, Aci, Maiva). 11.Civitas Akademika Ilmu Ekonomi dari angkatan 37, 38, 39, hingga 40
(Betty, Dian, Heni, Giri, Aji, Winsih, Ka Ary, Ka Indra).
Bogor, Agustus 2007
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI... ii
DAFTAR TABEL...v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
I. PENDAHULUAN ...1
1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Perumusan Masalah ...8
1.3. Tujuan Penelitian ...9
1.4. Ruang Lingkup ...10
1.5. Manfaat Penelitian ...11
II. TINJAUAN PUSTAKA ...12
2.1. Bank ...12
2.1.1. Fungsi Bank ...12
2.1.2. Kinerja Bank...14
2.1.3. Matriks Perhitungan CAMELS ...17
2.2. Kredit ...18
2.2.1. Definisi Kredit ...18
2.2.2. Fungsi Kredit ...18
2.2.3. Teori Keseimbangan Kredit...19
2.2.4. Persyaratan Kredit ...22
2.3. Credit Channel Sebagai Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter...23
2.3.1. Bank Lending Channel (Saluran Pinjaman Bank) ...25
2.3.2. FirmsBalance Sheet Channel (Saluran Neraca Perusahaan) ...26
2.4. Variabel yang Bertendensi Mempengaruhi Kredit ...27
2.4.1. Dana Pihak Ketiga (DPK) ...27
2.4.2. Non Performing Loan (NPL)...27
2.4.4. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)...28
2.4.5. Produk Domestik Bruto (PDB)...28
2.5. Vector Auto Regression (VAR)...29
2.5.1. Definisi VAR ...29
2.5.2. Keunggulan dan Kelemahan VAR ...29
2.6. Studi Empiris...30
2.7. Kerangka Pemikiran...31
2.8. Hipotesis Penelitian...31
III. METODE PENELITIAN ...34
3.1. Jenis dan Sumber Data...34
3.2. Permodalan ...34
3.3. Kualitas Aktiva ...35
3.4. Manajemen...36
3.5. Rentabilitas ...38
3.6. Likuiditas ...39
3.7. Model Umum VAR – VECM ...41
3.8. Model Penelitia ...44
3.9. Uji Stasioneritas Data ...45
3.10. Pemilihan Lag Optimal ...47
3.11. Uji Kointegrasi...48
IV. KINERJA BANK “X” BERDASARKAN KRITERIA CAMEL ...49
4.1. Permodalan ...49
4.2. Kualitas Aktiva ...50
4.3. Manajemen...50
4.3.1. Manajemen Umum ...50
4.3.2. Kepatuhan BMPK...51
4.4. Rentabilitas ...52
4.5. Likuiditas ...54
4.6. Kinerja Bank “X”...57
5.1. Jenis Kredit yang Diberikan ...59
5.2. Portofolio Kredit yang Diberikan ...61
5.3. Uji Stasioneritas Data ...63
5.4. Matriks Korelasi ...65
5.5. Pemilihan Lag Optimal ...65
5.6. Uji Stabilitas ...65
5.7. Uji Kointegrasi...66
5.8. Estimasi VECM ...66
5.7. Analisis Impulse Response Function (IRF) atas Variabel Determinan Kredit ...71
5.7.1. Analisis Respon Dinamis Kredit Bank “X” terhadap Guncangan Dana Pihak Ketiga ...71
5.7.2. Analisis Respon Dinamis Kredit Bank “X” terhadap Guncangan Suku Bunga SBI...72
5.7.3. Analisis Respon Dinamis Kredit Bank “X” terhadap Guncangan Produk Domestik Bruto ...73
5.7.4. Analisis Respon Dinamis Kredit Bank “X” terhadap Guncangan Non Performing Loan...74
5.8. Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ...75
VI. BANK LENDING CHANNEL SEBAGAI MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER ...76
6.1. Analisis Impulse Response Function (IRF) atas Guncangan Suku Bunga SBI ...76
6.2. Analisis Impulse Response Function (IRF) atas Guncangan Kredit ...77
6.3. Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ...78
6.4. Rekomendasi Kebijakan ...79
6.5. Perbandingan Hasil Empiris ...80
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ...82
7.1. Kesimpulan ...82
7.2. Saran ...83
DAFTAR PUSTAKA ...85
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Rasio Keuangan Bank Sebelum Merger Bank “X” (dalam persen) ...3 1.2. Peringkat Bank Umum Berdasarkan Pangsa terhadap Total Aktiva
Bank Umum ...4 1.3. Peringkat Bank Umum Berdasarkan Pangsa terhadap Total DPK
Bank Umum ...5 1.4. Peringkat Bank Umum Berdasarkan Pangsa terhadap Kredit
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 memiliki
keterkaitan erat dengan krisis perbankan Indonesia. Problematika ini berawal dari
sistem perbankan Asia termasuk Indonesia, yang selama bertahun-tahun terjalin
hubungan kemitraan yang harmonis antara pemerintah dengan
perusahaan-perusahaan swasta. Beberapa pengamat sempat memuji dan bahkan menyarankan
pada Amerika Serikat untuk mencontohnya (Mankiw, 2003). Namun, hal ini
semakin memperjelas bahwa kemitraan yang terjalin karena nuansa politik. Dunia
perbankan lebih memprioritaskan kredit kepada pihak yang memiliki pengaruh
politis terbesar, daripada pihak yang memiliki proyek investasi yang
menguntungkan. Begitu default risk1 mulai kentara, investor asing mulai kehilangan kepercayaan atas situasi perekonomian Indonesia. Kondisi ini
diperparah lagi dengan adanya hot money2 yang menghilang cepat dari pasar modal Indonesia. Akibatnya, mata uang rupiah terus terdepresiasi dari Rp2.360
per US$1 pada tanggal 2 Januari 1998 hingga mencapai Rp16.950 per US$1 pada
tanggal 17 Juni 1998.
1 Default risk adalah risiko atas kelalaian seorang debitur untuk membayar cicilan pokok dan
bunga utang tepat pada waktunya (Kunarjo, 2003).
2 Hot money adalah pemindahan modal jangka pendek antar negara karena perbedaan tingkat
Salah satu upaya yang diambil pemerintah adalah mempertahankan suku
bunga pada tingkat yang tinggi untuk menarik capital inflow3. Hal ini tercermin dari tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang pernah mencapai
puncaknya pada angka 70,8 persen pada bulan Juli 1998.
Situasi ini terus memburuk dan pada tahun 1998, Produk Domestik Bruto
(PDB) riil merosot tajam 13,8 persen menjadi kisaran minus delapan persen.
Ditambah lagi dengan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
defisit neraca pembayaran, hutang luar negeri yang jatuh tempo, tingkat inflasi
yang tinggi, dan ketegangan fiskal, membuat depresi yang terjadi terasa semakin
lengkap.
Implikasi lebih lanjut dari krisis ekonomi tersebut yaitu melemahnya
kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya, dan pada gilirannya angka
Non Performing Loan (NPL) serta penyisihan penghapusan dan penghapusbukuan kredit yang diberikan meningkat tajam pada sebagian besar bank Indonesia,
termasuk bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada saat itu,
pemerintah dihadapkan pada posisi yang sulit. Akhirnya berbagai deregulasi
perbankan diambil, dan salah satunya menghendaki adanya merger4 beberapa
bank BUMN.
Dari ketujuh bank BUMN, empat diantaranya dimerger yaitu: Bank
Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim), Bank Bumi
3 Capital inflow adalah suatu aliran dana ke perekonomian dalam negeri dari luar negeri yang
dapat terjadi karena tujuan investasi, pembelian surat berharga, pinjaman luar negeri, spekulasi kurs (Pass, et.al., 1994).
4 Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan
Daya (BBD), dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), membentuk bank
baru yaitu Bank ”X”. Adapun tujuan dari deregulasi ini adalah (i) memperkuat
posisi bank dan kemampuan bank tersebut dalam menghadapi persaingan, (ii)
memperbesar pangsa pasar dengan memperbanyak jumlah kantor cabang dan
memperluas basis nasabah, (iii) meningkatkan aktiva dan memperkuat struktur
permodalan bank, (iv) membentuk citra dan budaya baru dalam bank, (v)
meningkatkan efisiensi dan optimalisasi kerja bank (Sukarman, 1998).
Berdasarkan tujuan tersebut, mengindikasikan bahwa langkah merger
sebaiknya diambil pada bank-bank yang sehat dengan tingkat efisiensi tinggi.
Namun bila ditelaah lebih dalam, keempat bank yang digabung ini, termasuk pada
kategori bank tidak sehat. Hal ini tampak pada nilai Return on Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE) yang sangat kecil bahkan sampai minus.
Tabel 1.1. Rasio Keuangan Bank Sebelum Merger Bank “X” (dalam persen)
1997 1998
Bank
ROA ROE ROA ROE
BDN 0,75 17,31 -79,30 -106,59
Bank Exim -12,62 -150,26 -144,91 -158,91
BBD 0,48 5,00 -39,57 -127,81
Bapindo 0,62 14,64 -30,44 -106,76
Sumber: Samosir, 2003.
Guna mempertahankan operasionalnya, pemerintah melakukan
rekapitalisasi bank-bank bermasalah tersebut dengan menyuntikkan dana obligasi
sebesar Rp 178 trilyun. Rekapitalisasi Bank “X” ini dilakukan secara bertahap
dalam rangka mengkompensasi kredit macet yang telah dialihkan ke Badan
Sebagian besar aktiva dan pendapatan bunga Bank “X” didapat dari
obligasi pemerintah. Per 31 Desember 2002, Bank “X” memiliki Rp 148.846
milyar obligasi pemerintah yang merupakan 67,2 persen dari total pendapatan
bunga Bank “X” pada tahun 2002. Persentase ini telah mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2001 dan 2000 yang masing-masing sebesar 73,5 persen dan
75,3 persen (Prospektus Bank “X”, 2003).
Meskipun latar belakang pendirian Bank “X” dihadapkan pada situasi
keuangan yang sulit, namun saat ini Bank “X” terus berupaya untuk memperbaiki
kinerjanya. Atas komitmen yang besar tersebut, saat ini Bank “X” telah berhasil
menjadi bank nomor satu di Indonesia dilihat dari total aktiva, DPK, dan total
kredit. Pada Tabel 1.2 disajikan informasi mengenai lima peringkat bank besar di
Indonesia.
Tabel 1.2. Peringkat Bank Umum Berdasarkan Pangsa Terhadap Total Aktiva Bank Umum
Desember 2000 Desember 2005 Desember 2006
Peringkat Nama Bank Market Share
(%)
Nama Bank Market
Share (%)
Nama Bank Market
Share (%)
1 PT. Bank “X” 27,05 PT. Bank “X” 17,37 PT. Bank “X” 15,11 2 PT. BNI Tbk 13,05 PT. BCA Tbk 10,26 PT. BCA Tbk 10,49 3 PT. BCA Tbk 9,17 PT. BNI Tbk 10,25 PT. BNI Tbk 9,97 4 PT. BRI 6,82 PT. BRI 8,37 PT. BRI 9,15
5
PT.Bank Danamon Indonesia Tbk
5,80 PT.Bank Danamon Indonesia Tbk 4,55 PT.Bank Danamon Indonesia Tbk 4,71 Sumber: Statistika Perbankan Indonesia, 2001; 2006.
Dari Tabel 1.2 dapat ditarik informasi bahwa di tahun 2006, Bank “X”
menguasai pangsa pasar sebesar 15,11 persen. Angka ini mengalami penurunan
dengan pangsa pasar lebih dari 25 persen dan total aktiva sebesar Rp 281.311
milyar. Hal ini dikarenakan penyesuaian terhadap PP No. 70 tahun 1992 yang
menyebutkan bahwa bank hasil merger akan diijinkan oleh pemerintah jika pada
saat terjadi merger jumlah aktiva bank hasil merger tidak melebihi 20 persen dari
jumlah aktiva seluruh bank umum di Indonesia.
Sementara jika peringkat Bank umum dikategorikan menurut DPK, Bank
“X” tetap menempati peringkat pertama. Berdasarkan informasi Tabel 1.3,
disebutkan bahwa 15,34 persen pangsa pasar telah dikuasai Bank “X” di tahun
2006. Disusul kemudian oleh Bank Central Asia (BCA) dengan pangsa pasar
11,87 persen. Sedangkan Bank Negara Indonesia (BNI) yang menempati urutan
kedua di kategori total aktiva, menempati urutan ketiga untuk kategori total DPK
[image:30.612.139.506.456.595.2]dengan pangsa pasar sebesar 10,56 persen. Hal ini terlihat dari Tabel 1.3.
Tabel 1.3. Peringkat Bank Umum Berdasarkan Pangsa Terhadap Total DPK Bank Umum
Desember 2000 Desember 2005 Desember 2006
Peringkat Nama Bank Market
Share (%)
Nama Bank Market
Share (%)
Nama Bank Market
Share (%)
1 PT. Bank “X” 23,57 PT. Bank “X” 17,63 PT. Bank “X” 15,34 2 PT. BCA Tbk 12,27 PT. BCA Tbk 11,49 PT. BCA Tbk 11,87 3 PT. BNI Tbk 12,18 PT. BNI Tbk 10,29 PT. BNI Tbk 10,56 4 PT. BRI 7,03 PT. BRI 8,59 PT. BRI 9,69 5 PT.Bank Danamon Indonesia Tbk 4,36 PT.Bank Danamon Indonesia Tbk 3,94 PT.Bank Danamon Indonesia Tbk 4,22 Sumber: Statistika Perbankan Indonesia, 2001; 2006.
Sejak tujuh tahun terakhir, Bank “X” menjadi bank nomor satu menurut
total aktiva, DPK, dan total kredit. Pada Tabel 1.4 disajikan informasi bahwa
Tabel 1.4. Peringkat Bank Umum Berdasarkan Pangsa Terhadap Total Kredit Bank Umum
Desember 2000 Desember 2005 Desember 2006
Peringkat Nama Bank Market
Share (%)
Nama Bank Market
Share (%)
Nama Bank Market
Share (%)
1 PT. Bank “X” 14,95 PT. Bank “X” 14,49 PT. Bank “X” 13,69 2 PT. BNI Tbk 10,98 PT. BRI 10,83 PT. BRI 11,40 3 PT. BRI 9,42 PT. BNI Tbk 8,97 PT. BNI Tbk 8,39
4
PT. Bank Internasional Indonesia
6,61 PT. BCA Tbk 7,78 PT. BCA Tbk 7,77 5 Citibank N.A. 4,47 PT.Bank Danamon Indonesia Tbk 5,16 PT.Bank Danamon Indonesia Tbk 5,18 Sumber: Statistika Perbankan Indonesia, 2001; 2006.
Persentase ini cukup stabil sejak awal berdirinya bank ini, meskipun
sebenarnya nilai total kredit meningkat lebih dari dua kali lipat sejak tahun 2000.
Disusul kemudian Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai bank yang
berkonsentrasi terhadap pemberian kredit kepada usaha mikro dengan pangsa
kredit sebesar 11,40 persen di tahun 2006 dan berhasil menggantikan posisi BNI
yang menempati urutan kedua di tahun 2000.
Dalam rangka memperkuat posisinya sebagai bank terbesar di Indonesia,
Bank “X” telah dan terus berupaya melakukan langkah-langkah restrukturisasi
maupun penghapusbukuan terhadap kredit yang non-performing guna memperbaiki kualitas portofolio kredit yang diberikan. Sesuai paket
restrukturisasi, calon debitur yang memiliki prospek dan karakter baik atau
kooperatif akan menjadi mitra baik Bank “X”. Disamping itu, Bank “X” juga
sadar betul bahwa sebagai bank persero, memiliki kewajiban untuk menggerakkan
Pada tahun 2002 Bank “X” telah berhasil menagih kembali sebesar Rp
5.295 milyar dari portofolio kredit yang sebelumnya telah dihapusbukukan (Bank
“X”, 2003). Hingga Maret 2005, total kredit bermasalah di Bank “X” sebesar Rp
17,6 trilyun (Bank “X”, 2005). Hasilnya, Bank “X” mampu meningkatkan total
kredit. Bila pada awal berdirinya, yaitu tahun 2000, total kredit dibandingkan total
DPK sebesar 26,4 persen, di tahun 2005 persentase ini meningkat signifikan
sebesar 51,8 persen. Pada Tabel 1.5 berikut, disajikan laporan singkat
perkembangan keuangan Bank “X” yang dari tahun ke tahun terus mengalami
[image:32.612.136.506.364.525.2]peningkatan.
Tabel 1.5. Perkembangan Keuangan Bank “X” (dalam juta rupiah)
Periode Total Aktiva Total DPK Total Kredit Ekuitas
2000 253.354.705 162.986.367 43.022.539 14.262.414
2001 262.290.995 189.644.898 48.185.786 10.776.785
2002 250.394.689 184.035.204 65.417.248 14.434.510
2003 249.435.554 178.810.754 75.942.620 20.395.225
2004 248.155.827 175.838.371 94.434.739 24.934.707
2005 263.383.348 206.289.652 106.852.946 23.214.722
2006 267.517.192 205.707.548 117.670.942 26.340.670
Sumber: Laporan Keuangan Konsolidasi Bank “X” Triwulan Keempat 2000-2006, diolah.
Dengan semakin meningkatnya kondisi keuangan dan perbaikan di segala
bidang, alhasil pada tahun 2006 Bank “X” mendapatkan sederetan penghargaan
Lebih luas lagi, dewasa ini bank semakin memegang peranan penting
dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Hal ini dikarenakan fungsi
intermediasi perbankan dalam memobilisasi DPK dan dalam menyalurkan kredit
dalam bentuk pembiayaan lain kepada dunia usaha. Hal ini didukung oleh
pernyataan Peek dan Rosengren (1995) yang menyatakan bahwa that banks are an
important element in the transmission process is not an issue, because monetary policy operates through the banking sector. Namun, di dalam prosesnya sering terjadi disintermediasi perbankan, dimana kenaikan simpanan masyarakat tidak
selalu diikuti oleh kenaikan secara proporsional pada kredit yang disalurkan oleh
perbankan. Oleh karenanya faktor yang lebih berpengaruh terhadap ekonomi riil
adalah kredit perbankan bukan simpanan masyarakat yang tercermin dari jumlah
uang beredar.
1.2. Perumusan Masalah
Sehat tidaknya kinerja suatu bank dapat dilihat dari kriteria tingkat
kesehatan bank dan kinerjanya dalam penyaluran kredit. Kriteria tingkat
kesehatan bank merujuk pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004
tentang Sistem Penilaian Kesehatan Bank Umum, dan performa penyaluran kredit
perbankan dapat dilihat dari perkembangan portofolio kreditnya.
Salah satu penyebab kegagalan bank adalah adanya penyediaan dana yang
tidak didukung oleh kemampuan bank mengelola portofolio penyediaan dananya.
Dewasa ini, portofolio dana perbankan cenderung ditempatkan pada
Negara (SUN). Perbankan enggan menyalurkan kredit ke sektor riil yang memiliki
tingkat default risk yang tinggi. Sementara, ketergantungan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan finansialnya terhadap kucuran kredit perbankan masih
sangat tinggi, terlebih lagi di negara berkembang.
Idealnya, jika Bank “X” adalah bank nomor satu di Indonesia dari segi
total aktiva, DPK, dan kredit mengindikasikan bahwa bank ini termasuk dalam
kategori bank sehat dalam kinerja. Ditambah lagi sebagai bank persero, Bank “X”
memiliki dorongan dari pemerintah untuk ikut menggerakkan sektor riil melalui
pemberian kredit. Berdasarkan hal tersebut kredit menjadi hal yang sangat krusial
pada Bank “X”, sehingga permasalahan yang diangkat adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kinerja pada Bank “X” ?
2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap penyaluran kredit pada
Bank “X” ?
3. Bagaimana mekanisme transmisi kebijakan moneter bekerja melalui bank lending channel pada Bank ”X” ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kinerja pada Bank “X”.
2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyaluran kredit
3. Menganalisis mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui bank lending channel pada Bank ”X”.
1.4. Ruang Lingkup
Kinerja Bank “X” akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan
kriteria bank sehat sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004
tentang Sistem Penilaian Kesehatan Bank Umum, yaitu menggunakan kriteria
CAMELS dengan memfokuskan penelitian pada lima faktor, menjadi kriteria
CAMEL. Kemudian pada masing-masing faktor akan diambil salah satu atau dua
komponen sebagai indikator tingkat kesehatan bank.
Selain itu juga menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
penyaluran kredit pada Bank “X” dari sisi penawaran. Variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian adalah DPK Bank “X”, NPL Bank “X”, CAR Bank
“X”, suku bunga SBI, PDB.
Terakhir adalah menganalisis mekanisme transmisi kebijakan moneter
melalui bank lending channel pada Bank ”X” dengan asumsi dasar kebijakan moneter akan berdampak sangat kuat dalam suku bunga jangka pendek, dalam hal
ini suku bunga SBI. Asumsi ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yaitu
Inside the Black Box: The Credit Channel of Monetary Policy Transmission (Bernanke dan Gertler, 1995). Data yang dipakai adalah data bulanan dan
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kepada masyarakat,
baik secara luas maupun praktisi ekonomi sehingga masyarakat dapat memahami
dan mengambil tindakan positif dari kondisi yang ada. Hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Bank Indonesia selaku institusi
yang mengatur aktivitas perbankan di Indonesia, Bank “X” sebagai institusi yang
berwenang mengambil keputusan intern, dan juga sebagai bahan kajian bagi
pemerintah dalam mengambil kebijakan mengenai kredit untuk lebih membangun
sektor riil.
Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan. Terlebih lagi dapat dijadikan sebagai proses
pembelajaran baik bagi penulis maupun pihak lain. Selain itu, hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan salah satu referensi bagi penelitian-penelitian yang
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Bank
2.1.1. Fungsi Bank
Pada prinsipnya bank merupakan lembaga intermediasi keuangan yang
berkewajiban untuk menerima dana dari pihak-pihak yang kelebihan dana kepada
pihak-pihak yang kekurangan dana.
[image:37.612.133.510.287.486.2]Sumber: Mishkin, 2001.
Gambar 2.1. Aliran Dana Melalui Lembaga Keuangan
Dari Gambar 2.1 tampak bahwa dana dapat mengalir dari kreditur ke
debitur langsung melalui pasar uang. Namun dalam perkembangannya, hal ini
akan sulit dilakukan untuk mempertemukan antara calon kreditur dan calon
debitur. Oleh karena itu, lembaga keuangan dalam hal ini bank mempermudah
proses aliran uang ini. Dalam menjalankan fungsi intermediasinya, bank
mengumpulkan dana dari kreditur yang sering disebut sebagai DPK, dalam bentuk Lembaga Keuangan
Pasar Uang Kreditur:
1. Rumah Tangga 2. Perusahaan 3. Pemerintah 4. Pihak Asing
Debitur: 1. Rumah Tangga 2. Perusahaan 3. Pemerintah 4. Pihak Asing
dana dana
dana
dana d
giro5, tabungan6, serta simpanan berjangka atau deposito7, dan kemudian
menyalurkannya dalam bentuk kredit kepada debitur.
Gambar 2.2. Jalur Intermediasi Bank
Dalam perkembangannya, fungsi intermediasi ini tidak berjalan cukup
baik, karena adanya default risk yang cenderung tinggi di negara berkembang. Salah satu penyebabnya adalah masalah asymetric information, dimana pihak bank tidak mengetahui kondisi sebenarnya dari perusahaan atau individu yang
melakukan aplikasi kredit. Dengan kata lain, bank tidak mengenal kondisi calon
debitur sebaik calon debitur mengenal bank. Lebih lanjut, asymetric information ini dapat mengakibatkan dua hal, yaitu:
1. Adverse selection, terjadi saat bank melakukan kesalahan dengan memberikan pinjaman kepada debitur yang tidak bertanggung jawab dan memiliki kinerja
buruk.
2. Moral Hazard, dimana debitur tidak memiliki itikad baik dalam usahanya untuk mengembalikan sejumlah pinjamannya, dan kredit yang digunakan
cenderung untuk digunakan berinvestasi dengan risiko tinggi.
5 Giro merupakan simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat menggunakan cek,
bilyet giro, atau dengan cara pemindahbukuan.
6 Tabungan merupakan jenis simpanan dimana nasabah kreditur mendapatkan tambahan bunga
dengan nilai yang tidak terlalu besar dan simpanannya dapat diambil sewaktu-waktu.
7 Deposito merupakan bentuk simpanan dimana nasabah kreditur berpeluang mendapat bunga
yang lebih tinggi, namun simpanan hanya dapat diambil sesuai jangka waktu yang ditentukan. KREDIT
Bank Debitur
2.1.2. Kinerja Bank
Penilaian kerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional
suatu organisasi, bagian organisasi dan personalnya berdasarkan sasaran,
standard, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, et.al., 2001 ). Kinerja bank dalam hal ini merujuk pada Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Kesehatan Bank Umum dimana bank
wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara triwulanan. Adapun
faktor penilaian dari tingkat kesehatan bank ini mencakup penilaian faktor-faktor
yang dikenal dengan istilah CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earnings, Liquidity, Sensitivity to Market Risk) yang dijabarkan sebagai berikut: 1. Capital (Permodalan), terdiri dari komponen-komponen:
a. Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
terhadap ketentuan yang berlaku.
b. Komposisi permodalan.
c. Trend ke depan atau proyeksi KPMM.
d. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan modal bank.
e. Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal
dari keuntungan (laba ditahan).
f. Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha.
g. Akses kepada sumber permodalan.
2. Asset Quality (Kualitas Aktiva), terdiri dari komponen-komponen:
a. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva
produktif.
b. Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit.
c. Perkembangan aktiva produktif bermasalah/non-performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif.
d. Tingkat kecukupan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
(PPAP).
e. Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif.
f. Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif. g. Dokumentasi aktiva produktif.
h. Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
3. Management (Manajemen), terdiri dari komponen-komponen: a. Manajemen umum.
b. Penerapan sistem manajemen risiko.
c. Kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada
Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4. Earnings (Rentabilitas), terdiri dari komponen-komponen: a. Return on Assets (ROA).
b. Return on Equity (ROE). c. Net Interest Margin (NIM).
d. Biaya Operasional dibandingkan Pendapatan Operasional (BOPO).
f. Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan.
g. Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya.
h. Prospek laba operasional.
5. Liquidity (Likuiditas), terdiri dari komponen-komponen:
a. Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang
dari 1 bulan.
b. 1-month maturity mismatch ratio. c. Loan to Deposit Ratio (LDR).
d. Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang.
e. Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti.
f. Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management). g. Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar
modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya.
h. Stabilitas Dana Pihak Ketiga (DPK).
6. Sensitivity to Market Risk (Sensitivitas terhadap Risiko Pasar), terdiri dari komponen-komponen:
a. Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga.
b. Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse
movement) nilai tukar.
2.1.3. Matriks Perhitungan CAMELS
Setelah keseluruhan variabel dari keenam indikator CAMELS didapatkan,
kemudian dianalisis dan dirangking sesuai kriteria dan kondisi masing-masing.
Proses selanjutnya adalah ranking tersebut dirata-rata dibuat suatu matriks besar
CAMELS untuk diranking dan dianalisis kembali. Adapun penentuan sehat
tidaknya kinerja bank dapat dilihat dalam matriks kriteria penetapan peringkat
[image:42.612.138.507.314.696.2]komposit seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komposit Bank Umum
PERINGKAT FAKTOR
1 2 3 4 5
1.Permodalan 2.Kualitas Aktiva 3.Manajemen 4.Rentabilitas 5.Likuiditas 6.Sensitivity to Market Risk Bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomi an dan industri keuangan. Bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomi an dan industri keuangan namun bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin. Bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebab kan peringkat kompositnya memburuk apabila bank tidak segera melakukan tindakan korektif. Bank tergolong kurang baik dan sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau bank memiliki kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang membahaya kan kelangsungan usahanya. Bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomi an dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang membahaya kan kelangsung an usahanya.
2.2. Kredit
2.2.1. Definisi Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Oleh karenanya dasar kredit adalah kepercayaan. Berdasarkan UU No. 10 tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.
2.2.2. Fungsi Kredit
Suyatno et.al (1991), menyebutkan fungsi kredit dan perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan antara lain sebagai berikut:
1. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang.
2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
3. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna uang dan peredaran barang.
4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi.
5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha.
6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan.
2.2.3. Teori Keseimbangan Kredit
Keseimbangan kredit terbentuk dari perpotongan antara kurva penawaran
kredit (S0) dan permintaan kredit (D0). Keseimbangan ini menghasilkan tingkat
suku bunga sebesar ro dan kuantitas kredit sebesar Lo.
Sumber: Hyman, 1991.
Gambar 2.3. Kurva Keseimbangan Kredit
Berdasarkan Gambar 2.3 tersebut, penurunan penawaran kredit akan
mengakibatkan pergeseran S0 ke kiri atas, dan sebaliknya bila terjadi peningkatan.
Sementara bila terjadi penurunan permintaan kredit akan mengakibatkan
pergeseran D0 ke kiri bawah, dan juga sebaliknya.
Agung (2001) meneliti permasalahan aktual kredit dihubungkan dengan
penawaran dan permintaan kredit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penurunan penawaran dan permintaan kredit disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut:
Suku bunga
kuantitas kredit S0
D0
1. Turunnya penawaran kredit dapat disebabkan oleh turunnya kemauan bank
untuk mengucurkan kredit pada tingkat suku bunga yang berlaku. Keengganan
memberikan kredit dapat berasal dari faktor internal dan faktor eksternal.
Sumber: Agung, 2001.
Gambar 2.4. Pergeseran kurva supply kredit akibat menurunnya penawaran Faktor internal menyangkut permasalahan seperti rendahnya kualitas dan
jumlah aktiva yang dimiliki oleh perbankan, tingginya NPL dan turunnya
modal yang dimiliki bank akibat menurunnya tingkat keuntungan. Sedangkan
sisi eksternal muncul akibat lemahnya kondisi keuangan perusahaan serta bank
tidak mengetahui secara pasti tentang kondisi dari suatu perusahaan serta
kemampuannya untuk membayar pinjaman. Menurunnya penawaran kredit ini
mengakibatkan kurva supply bergeser dari S0 ke S1. Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan kenaikan tingkat suku bunga dan penurunan jumlah
penyaluran kredit. Selain itu, ada suatu kondisi dimana kurva supply menjadi Suku bunga
kuantitas kredit S1
D0
L1 r1
L0
S0
r0
tidak sensitif terhadap perubahan tingkat suku bunga. Efek seperti ini disebut
Non Price Rationing, dan menyebabkan kurva supply bergeser ke kiri dan berubah menjadi vertikal (S2).
2. Turunnya permintaan kredit dapat disebabkan oleh lemahnya perekonomian.
Hal ini mengakibatkan penurunan kurva demand dari D0 ke D1, dan tingkat suku bunga menjadi lebih rendah.
Sumber: Agung, J., 2001.
Gambar 2.5. Pergeseran kurva demand kredit akibat menurunnya permintaan Jika perubahan kredit didorong oleh faktor-faktor struktural mikroekonomi,
maka penurunan kurva demand juga diikuti oleh semakin menajamnya slope dari kurva demand yang menjadi indikasi turunnya sensitivitas perubahan suku
bunga terhadap permintaan kredit, dan hal ini ditunjukkan oleh kurva D2.
Secara grafis, hal tersebut tampak pada Gambar 2.5. Suku bunga
kuantitas kredit S0
D0
L1 r1
r0
L0
2.2.4. Persyaratan Kredit
Ketika bank memberikan pinjaman sejumlah uang kepada nasabah,
muncul risiko pengembalian. Karenanya, untuk memperkecil risiko dalam
memberikan kredit bank harus mempertimbangkan beberapa hal yang terkait
dengan itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) dari debitur untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya. Pertimbangan
tersebut dikenal sebagai 5C (panca lima) yang terdiri dari:
1. Character (kepribadian)
Adalah watak, sifat, kebiasaan debitur yang sangat berpengaruh pada
pemberian kredit. Kreditur dapat meneliti apakah calon debitur masuk ke
dalam Daftar Orang Tercela (DOT) atau tidak berdasarkan biodata dan
informasi dari lingkungan usahanya.
2. Capacity (kapasitas)
Kapasitas berhubungan dengan kemampuan seorang debitur untuk
mengembalikan pinjaman. Untuk mengukurnya, kreditur dapat meneliti
kemampuan debitur misalnya dalam bidang manajemen keuangan, pemasaran,
jenis dan skala usaha.
3. Capital (modal)
Melalui pertimbangan berapa banyak modal yang ditanamkan debitur dalam
usahanya, kreditur dapat menilai modal debitur. Semakin banyak modal yang
ditanamkan, debitur akan dipandang semakin serius dalam menjalankan
4. Collateral (jaminan)
Jaminan dibutuhkan untuk berjaga-jaga seandainya debitur tidak dapat
mengembalikan pinjamannya. Biasanya nilai jaminan lebih tinggi dari jumlah
pinjaman. Hal ini juga menyebabkan banyak calon debitur yang tidak mampu
mengakses kredit dari perbankan.
5. Condition of Economy (keadaan perekonomian)
Perekonomian di sekitar tempat tinggal calon debitur juga harus diperhatikan
untuk memperhitungkan kondisi ekonomi yang akan terjadi di masa datang.
Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan antara lain masalah daya beli
masyarakat, luas pasar, persaingan, perkembangan teknologi, bahan baku, dan
pasar modal.
2.3. Credit Channel Sebagai Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Taylor (1995) dalam Warjiyo (2004) menyatakan bahwa mekanisme
transmisi kebijakan moneter adalah “the process through which monetary policy decisions are transmitted into changes in real GDP and inflation”. Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menggambarkan bagaimana kebijakan
moneter yang ditempuh bank sentral mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi
dan keuangan, sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang
ditetapkan (Warjiyo, 2004). Bank sentral selaku institusi yang mempunyai otoritas
mengatur kebijakan moneter mampu mengeluarkan kebijakan yang akan
berpengaruh pada sektor riil. Hubungan antara sektor moneter dan riil ini terjadi
saluran yaitu: saluran uang, saluran kredit, saluran suku bunga, saluran nilai tukar,
saluran harga aset, dan terakhir saluran ekspektasi. Khusus pada penelitian ini
akan memfokuskan pada saluran kredit atau credit channel.
Melalui credit channel, fungsi bank sebagai lembaga intermediasi antar pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana akan sangat besar
peranannya. Dewasa ini, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa saluran
kredit berperan penting dalam transmisi kebijakan moneter (Purwanto, 2003).
[image:49.612.132.506.288.447.2]Sumber: Warjiyo, 2004.
Gambar 2.6. Mekanisme Transmisi Saluran Kredit
Berdasarkan Gambar 2.6 terlihat bahwa interaksi antara bank sentral
dengan perbankan terjadi di pasar uang rupiah. Interaksi ini terjadi karena di satu
sisi bank sentral melakukan operasi moneter untuk pencapaian sasaran
operasionalnya baik berupa uang primer (B) ataupun suku bunga jangka pendek,
sementara di sisi lain bank melakukan transaksi di pasar uang untuk pengelolaan
likuiditasnya. Interaksi ini akan mempengaruhi tidak saja perkembangan suku
bunga jangka pendek di pasar uang tetapi juga besarnya dana yang akan
dialokasikan bank-bank dalam bentuk instrumen likuiditas maupun untuk
penyaluran kreditnya. Bank Sentral
Pelaku Ekonomi
Perbankan
NFA NCG NCB
Uang Beredar (M1,M2) Modal NFA
Reserves SB & PUAB Kredit Uang Primer
(B) NCG NCB
Pasar Uang Rupiah
Adapun kebijakan moneter yang diambil pada credit channel, selanjutnya akan berdampak pada dua saluran, yaitu dari sisi penawaran kredit yakni pihak
bank dan dari sisi permintaan kredit yang bisa didekati dengan nilai bersih
perusahaan sebagai sektor usaha riil.
2.3.1. Bank Lending Channel (Saluran Pinjaman Bank)
Saluran pertama adalah dari sisi penawaran kredit, dengan asumsi bahwa
bank memainkan peran vital dalam sistem keuangan. Bila terjadi kebijakan
moneter kontraktif akan mengurangi reserve bank yang pada gilirannya akan menurunkan kemampuan bank untuk menyalurkan kredit. Implikasi lebih lanjut
dari kondisi ini yaitu sumber pendanaan perusahaan akan turun, investasi turun
dan akhirnya permintaan agregat akan turun pula.
M Bank Lending Source of financing Investasi Y Agar bank lending channel dapat lebih efisien sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter, terdapat beberapa kondisi yang harus dipenuhi yaitu:
1. Kredit dan surat-surat berharga bukan merupakan substitusi sempurna.
Kondisi ini memungkinkan terjadi bila perusahaan tidak memiliki akses ke
pasar modal.
2. Bank sentral harus dapat mempengaruhi kredit secara langsung. Berkaitan
dengan kondisi ini, ada empat faktor pendukung, yaitu:
a. Keberadaaan lembaga intermediasi non-bank, dimana lembaga non-bank
tidak diwajibkan memiliki reserve di bank sentral sehingga kebijakan
b. Kemampuan bank merespon kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM). Ada
tiga hal yang biasa dilakukan bank dalam merespon GWM, yaitu: Menarik
kredit yang telah diberikan, menjual aset surat-surat berharga, dan
menghimpun dana yang tidak terkena GWM.
c. Kemampuan bank untuk menghimpun dana di luar sumber dana yang
terkena kewajiban GWM, seperti Commercial Papers (CPs) dan Medium
Term Notes (MTN).
d. Peraturan jumlah maksimal kredit yang diberikan.
2.3.2. Firms Balance Sheet Channel (Saluran Neraca Perusahaan)
Saluran kedua ini bekerja melalui net worth atau nilai bersih perusahaan. Apabila net worth perusahaan kecil, maka kolateral yang dimilikinya pun kecil, dan akibatnya kemungkinan persetujuan pengajuan kredit akan kecil. Berdasarkan
konsep ini maka besar premium yang dibebankan bank kepada debitur berbanding
terbalik dengan net worth perusahaan.
Bila kebijakan moneter kontraktif diambil akan berdampak pada
menurunnya equity price yang kemudian akan menurunkan net worth perusahaan. Dengan asumsi adanya asymetric information maka akan terjadi adverse selection dan moral hazard yang pada gilirannya akan menyebabkan kesempatan berinvestasi menurun sehingga juga akan menurunkan permintaan agregat.
2.4. Variabel yang Bertendensi Mempengaruhi Kredit 2.4.1. Dana Pihak Ketiga (DPK)
DPK adalah simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro,
tabungan, dan simpanan berjangka atau deposito. DPK yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah DPK Bank “X”, baik dari pihak terkait dengan bank maupun
pihak lain dalam bentuk riil8 yang selanjutnya data DPK ini digenerate dalam bentuk logaritma natural.
2.4.2. Non Performing Loan (NPL)
Bank Indonesia memberikan definisi tentang NPL yaitu rasio kredit dalam
kualitas kurang lancar, diragukan dan macet atas total kredit. Semakin tinggi nilai
NPL mengindikasikan bank kesulitan menagih kembali piutang kreditnya. Data
NPL yang digunakan dalam penelitian ini adalah NPL Bank “X”.
2.4.3. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Berdasarkan SE. No. 6/23/DPNP tahun 2004, Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan perbandingan antara modal dengan Aset Tertimbang Menurut
Risiko (ATMR) yang terdiri dari (i) aktiva neraca yang diberikan bobot sesuai
kadar risiko kredit yang melekat; (ii) beberapa pos dalam off-balance sheet yang diberikan bobot sesuai dengan kadar risiko kredit yang melekat. Data CAR yang
digunakan dalam penelitian ini adalah CAR Bank “X”.
2.4.4. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
SBI adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. SBI
merupakan salah satu instrumen yang memungkinkan BI terlibat langsung di
pasar uang, dalam rangka mengendalikan jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian (Kunarjo, 2003). SBI adalah instrumen kebijakan moneter dimana
BI bisa menerbitkan atau menjual SBI jika jumlah uang di masyarakat dirasa
terlalu banyak. Suku bunga SBI yang juga dikeluarkan oleh BI dipakai sebagai
acuan bagi pelaku pasar untuk mengestimasi dan menentukan suku bunga lainnya,
termasuk suku bunga kredit.
2.4.5. Produk Domestik Bruto (PDB)
PDB atau Gross Domestic Product (GDP) adalah total nilai uang dari barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian selama satu tahun
(Pass et.al., 1994). Seringkali output nasional suatu negara, berkausalitas dengan variabel ekonomi yang lain karena satu variabel menjadi alat pengendali variabel
lain. Dan dalam penelitian ini, output nasional akan didekati dengan PDB
nasional. Data PDB bulanan diperoleh dari interpolasi data PDB triwulanan
dengan menggunakan maximum observation-cubic match last. Data PDB yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk riil9 yang selanjutnya data
PDB ini digenerate dalam bentuk logaritma natural.
2.5. Vector Auto Regression (VAR) 2.5.1. Definisi VAR
Metode VAR pertama kali dipopulerkan oleh Christopher Sims tahun
1980. VAR sering digunakan untuk memprediksi sistem yang saling berkaitan
pada data time series dan untuk menganalisis dampak dinamis dari gangguan atau guncangan acak pada sistem variabel (Firdaus, 2006). Pendekatan VAR
menggunakan model struktural dimana variabel endogen dalam sistem merupakan
fungsi nilai lag dari keseluruhan variabel endogennya.
2.5.2. Keunggulan dan Kelemahan VAR
Menurut Nachrowi dan Usman (2006), keunggulan dari metode VAR
adalah:
1. Model VAR adalah model yang sederhana dan tidak perlu membedakan mana
variabel yang endogen dan mana yang eksogen. Semua variabel pada model
VAR dapat dianggap sebagai variabel endogen.
2. Cara estimasi model VAR sangat mudah, yaitu dengan menggunakan OLS
pada setiap persamaan secara terpisah.
3. Peramalan menggunakan model VAR pada beberapa hal lebih baik dibanding
menggunakan model persamaan simultan yang lebih kompleks.
Disamping ketiga keunggulan tersebut, adapun beberapa kelemahan yang
dimiliki model tersebut antara lain:
1. Model VAR lebih bersifat a-teoritik karena tidak memanfaatkan informasi
atau teori lebih dulu. Oleh karenanya model tersebut sering disebut sebgaai
2. Mengingat tujuan utama model VAR untuk peramalan, maka model VAR
kurang cocok untuk analisis kebijakan.
3. Pemilihan banyaknya lag yang digunakan dalam persamaan juga dapat menimbulkan permasalahan.
4. Semua variabel dalam VAR harus stasioner. Bila tidak, maka harus
ditransformasi terlebih dahulu.
5. Interpretasi koefisien yang didapat berdasarkan model VAR tidak mudah.
2.6. Studi Empiris
Penelitian terdahulu dari Walsh dan Wilcox (1995) yaitu Bank Credit and Economic Activity menggunakan metode VAR. Penelitian ini mengakomodasi interaksi antara bank lending, kebijakan moneter dan aktivitas ekonomi. Dengan menggunakan variabel PDB riil, inflasi, federal funds interest rate, prime rate dan real bank lending diperoleh estimasi secara terpisah antara pengaruh bank lending terhadap output, serta pergeseran demand dan supply dari kredit bank.
Agung et.al. (2001) meneliti apakah kebijakan moneter mempengaruhi volume bank lending dengan menggunakan tiga metode yang berbeda. Pertama, dengan menggunakan VAR Bernanke-Blinder untuk melihat respon bank’s balance sheet (deposito, kredit, dan sekuritas) atas guncangan moneter dari suku bunga SBI dan PUAB. Kedua, menggunakan VECM untuk mengidentifikasi
menggunakan data panel bank untuk mengidentifikasi perilaku kredit bank sesuai
dengan kekuatan modal dan aktivanya.
Fokus dari penelitian ini adalah Bank “X” sebagai bank nomor satu dari
segi aktiva, kredit dan DPK. Analisis akan dilakukan meliputi kinerja bank
merujuk pada kriteria CAMEL. Kemudian juga menganalisis faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap penyaluran kredit pada Bank “X” dengan menggunakan
VAR-VECM. Selanjutnya akan dianalisis mekanisme transmisi kebijakan
moneter melalui bank lending channel melalui analisis lanjutan yaitu dengan IRF dan FEVD.
2.7. Kerangka Pemikiran
Adapun kerangka pemikiran operasional pada penelitian ini, tergambarkan
secara sistematis mengikuti alur pada Gambar 2.7.
2.8. Hipotesis Penelitian
1. Keseluruhan variabel yang digunakan dalam penelitian signifikan
mempengaruhi volume penyaluran kredit Bank ”X” pada taraf nyata 5%,
sehingga variabel tersebut dapat digunakan untuk melihat perilaku Bank ”X”
dalam menyalurkan kredit, dengan pengaruh sebagai berikut:
a. DPK berpengaruh positif terhadap volume penyaluran kredit. Hipotesis ini
didasari teori bahwa sebagai lembaga keuangan, bank memiliki fungsi
intermediasi untuk mengakomodasi DPK dan menyalurkannya dalam
bentuk kredit, sehingga bila DPK naik maka akan diikuti pula oleh
b. NPL berpengaruh negatif terhadap volume penyaluran kredit, dikarenakan
bank akan berperilaku untuk meminimalisir risiko, sementara NPL
merupakan implemetasi risiko kredit macet, dimana pihak debitur tidak
mampu atau lalai dalam mengembalikan kredit dan bunganya. Selain itu,
karena latar belakang pendirian Bank “X” dari bank-bank yang memiliki
NPL tinggi, maka Bank “X” akan sensitif terhadap fluktuasi NPL.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dihipotesiskan bahwa bila terjadi
kenaikan NPL akan diikuti oleh penurunan kredit.
c. CAR berpengaruh positif terhadap volume penyaluran kredit. Hal ini
dikarenakan CAR merupakan salah satu sumber pendanaan Bank “X”,
sehingga bila rasio CAR Bank “X” tinggi maka akan ada peluang untuk
menyimpan kelebihan dananya dalam bentuk kredit.
d. Suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap volume penyaluran kredit.
Hipotesis ini dikarenakan bila suku bunga SBI mengalami peningkatan,
maka Bank “X” akan lebih tertarik untuk menyimpan portofolio dananya
dalam instrumen yang berisiko rendah tersebut.
e. PDB berpengaruh positif terhadap volume penyaluran kredit. Bila terjadi
peningkatan pendapatan nasional, maka juga terjadi kenaikan pada sektor
riil. Bila kondisi sektor riil semakin mantab, Bank “X” akan lebih tertarik
untuk menyalurkan kredit.
merespon perubahan kebijakan dan akan cepat pula mempengaruhi kegiatan
[image:58.612.214.437.161.510.2]ekonomi, dengan asumsi cateris paribus.
Gambar 2.7. Kerangka Pemikiran Penelitian KRITERIA
BANK SEHAT
TOTAL KREDIT CAMEL
BANK “X”
VAR-VECM
DETERMINAN KREDIT
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari berbagai sumber, antara lain data statistik BI, data laporan
keuangan publikasi Bank “X”. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
komponen dalam CAMEL, dan juga variabel-variabel ekonomi, yaitu:
Tabel 3.1. Data, Simbol, dan Sumber Data
No. Variabel Satuan Simbol Sumber
1 Total Kredit Riil Bank ”X” Juta Rupiah K Bank ”X”, BI
2 DPK Riil Bank ”X” Juta Rupiah DPK Bank ”X”, BI
3 NPL Bank ”X” Persen NPL Bank ”X”, BI
4 CAR Bank ”X” Persen CAR Bank ”X”, BI
5 Suku Bunga SBI 1 bulan Persen RS SEKI
6 PDB Riil Juta Rupiah PDB SEKI
Sumber: SEKI (Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia), 2001-2006.
3.2. Permodalan
Berdasarkan SE. No. 6/23/DPNP tahun 2004, rasio kecukupan modal atau
yang lebih dikenal dengan istilah Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan perbandingan antara modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
yang terdiri dari (i) aktiva neraca yang diberikan bobot sesuai kadar risiko kredit
yang melekat, dan (ii) beberapa pos dalam off-balance sheet yang diberikan bobot sesuai dengan kadar risiko kredit yang melekat. Secara matematis ditulis sebagai
berikut:
(3.1) modal
Menurut The Bank for International Settlement (BIS) bank dikatakan sehat dengan nilai CAR atau KPMM minimal delapan persen, dan makin besar nilai
CAR, makin sehat bank tersebut. Komponen ini digunakan sebagai indikator
dalam faktor permodalan. Adapun penetapan peringkat berdasarkan permodalan
bank tersaji pada matriks di bawah ini.
Tabel 3.2. Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komponen Permodalan
PERINGKAT KOMPONEN
1 2 3 4 5
Kecukupan pemenuhan KPMM terhadap ketentuan yang berlaku Rasio KPMM lebih tinggi sangat signifikan dibanding kan dengan rasio KPMM yang ditetapkan dalam ketentuan. Rasio KPMM lebih tinggi cukup signifikan dibandingkan dengan rasio KPMM yang ditetapkan dalam ketentuan. Rasio KPMM lebih tinggi secara marjinal dibandingkan dengan rasio KPMM yang ditetapkan dalam ketentuan (8% <KPMM < 9%). Rasio KPMM di bawah ketentuan yang berlaku. Rasio KPMM dibawah ketentuan yang berlaku dan Bank cenderung menjadi tidak solvable.
Sumber: Bank Indonesia, 2004.
3.3. Kualitas Aktiva
Kualitas aktiva diperoleh melalui pendekatan tingkat kecukupan
pembentukan PPAP. Dalam menilai rasio kualitas aktiva, makin tinggi rasio ini,
makin sehat bank tersebut. Rumus secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
(3.2)
Tabel 3.2 menyajikan matriks penetapan peringkat berdasarkan kualitas
aktiva bank.
Tabel 3.3. Matri