BAB V PEMBAHASAN
5.1 Kinerja Bidan desa dalam pelayanan KIA
Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya (Mankunegara, 2009). Karakteristik bidan desa
yang mampu mendukung pelaksanaan tugasnya diharapkan dapat mencapai target
yang telah diharapkan. Karakteristik bidan desa yang berkaitan dengan pelaksaan
tugas bidan desa dalam pelayanan KIA seperti umur, masa kerja, dan tempat
tinggal bidan desa.
Usia bidan desa paling banyak pada kategori umur 26-35 tahun
(64,9%). Hal ini menunjukkan gambaran bidan desa di wilayah kerja Puskesmas
Buhit termasuk dalam angkatan kerja yang cukup produktif dan relatif masih
dapat dikembangkan untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih optimal. Menurut
Budioro (2002) Usia perlu mendapat perhatian karena akan mempengaruhi
kondisi fisik, mental, kemampuan kerja dan tanggung jawab seseorang. Karyawan
muda umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, kreatif, tetapi cepat
bosan, kurang bertanggung jawab, cenderung absensi. Karyawan lebih tua kondisi
fisiknya kurang, tetapi bekerja ulet dan bertanggung jawab, absensinya rendah.
Bidan desa dengan masa kerja yang lebih lama 5-14 tahun (59,5%) dan
terkait dengan berbagai macam tugas dan kegiatan yang dihadapi serta faktor
penghambat yang ada. Dengan kondisi demikian, bidan desa yang banyak
melakukan tugas dan kegiatan serta masa kerja yang cukup lama tentunya mampu
memahami dan melaksanakan perannya sebagai bidan desa.
Setiap bidan desa diharapkan berada dan tinggal bersama-sama dengan
masyarakat pada tempat tinggal yang telah disediakan. Bidan desa yang menetap
tinggal di polindes (35,1%), poskesdes (13,5%) dan pustu (5,4%). Apabila
seorang bidan di desa tidak berada di tempat, sangat sulit untuk diharapkan
mampu membantu masyarakat dalam pelayanan kesehatan. Namun oleh karena
ditemukannya kekurangan dan ketidaklengkapan fasilitas, sarana dan prasarana
yang dibutuhkan bidan di desa untuk tinggal di polindes, poskesdes yang
disediakan sedikit banyaknya menyebabkan bidan desa kurang bersedia untuk
tinggal di tempat yang telah disediakan sehingga mempengaruhi pelayanan
kesehatan yang diterima oleh masyarakat desa.
Pengukuran kinerja dengan menggunakan metode wawancara dengan
kuesioner dan observasi langsung terhadap pelaksanaan program-program KIA di
tempat pelayanan kesehatan bidan desa seperti puskesmas pembantu, poskesdes,
dan polindes. Berdasarkan pengukuran kinerja terdapat 12 (32,4%) responden
dengan kinerja kurang dan 25 (67,6%) responden dengan kinerja baik. Berikut ini
penjelasan hasil observasi yang dilakukan dalam kegiatan pokok pelayanan KIA
1. Pelayanan Antenatal Care
Secara operasional pelayanan antenatal disebut lengkap apabila
dilakukan oleh tenaga kesehatan dan memenuhi standar yang terdapat di kegiatan
pokok. Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan,
dengan ketentuan waktu minimal 1 kali pada trimester pertama, minimal 1 kali
pada trimester kedua dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga. Standar waktu
pelayanan itu dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa
deteksi dini faktor resiko, pencegahan dan penanganan komplikasi (Kemenkes
2010).
Pada pelayanan antenatal terdiri dari 10 kegiatan, berikut ini penjelasan
dari kegiatan-kegiatan yang terdapat di pelayanan antenatal yaitu, terdapat 37
(100%) responden menyatakan bahwa melakukan timbang berat badan dan ukur
tinggi badan karena kegiatan ini yang paling mudah untuk dilakukan sendiri,
kadang-kadang pasien melakukan timbang berat badan tanpa didampingi oleh
bidan. Melakukan penimbangan ibu hamil berfungsi untuk mengetahui kesehatan
ibu dan pertumbuhan bayinya. Terdapat 36 (97,3%) responden yang menyatakan
melakukan pengukuran tekanan darah pasien, responden yang tidak melakukan
pengukuran tekanan darah karena responden menganggap bahwa pengukuran
tekanan darah tidak perlu dilakukan jika tidak ada keluhan dari pasien.
Terdapat 34 (91.9%) responden yang menyatakan bahwa melakukan
pengukuran lingkar lengan atas, responden yang tidak melakukan pengukuran
lengan atas dapat menggambarkan status gizi ibu hamil. Terdapat 25 (67,6%)
responden yang menyatakan bahwa melakukan pengukuran tinggi fundus uteri,
responden yang tidak melakukan pengukuran tinggi fundus uteri karena
responden menganggap bahwa usia kehamilan dapat ditanyakan langsung oleh
pasien ataupun diperkiran dari bentuk perut pasien.
Terdapat 37 (100%) responden yang menyatakan bahwa selalu
mengukur presentasi janin dan denyut jantung janin. Terdapat 33 (89,2%)
responden yang menyatakan bahwa melakukan imunisasi TT, responden yang
tidak melakukan imunisasi TT karena responden menganggap tidak ada yang
perlu dikhawatirkan dari pasiennya, imunisasi TT sangat penting untuk
menghindari bayi yang baru lahir dari tetanus dan juga melindungi ibu terhadap
kemungkinan tetanus apabila terjadi luka.
Terdapat 17 (45,9%) responden yang menyatakan bahwa memberikan
tablet besi minimal 90 kali selama kehamilan, responden yang tidak memberikan
tablet besi minimal 90 kali selama kehamilan karena tidak ada resiko anemia dari
pasien. Terdapat 10 (27,0%) responden yang menyatakan bahwa melakukan tes
labolatorium dengan merujuk pasien ke puskesmas induk, responden yang tidak
melakukan tes labolatorium karena tes labolatorium hanya dilakukan jika ada
resiko komplikasi ataupun resiko bahaya. Terdapat 17 (45,9%) responden yang
menyatakan bahwa melakukan tata laksana kasus, responden yang tidak
melakukan tata laksana kasus karena responden merasa hal tersebut tidak harus
konseling kepada pasiennya, responden yang tidak melakukan konseling karena
tidak adanya permintaan dari pasien.
2. Pelayanan Ibu Nifas
Pelayanan Ibu Nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu
mulai 6 jam sampai 42 hari pasca salin oleh tenaga kesehatan. Kunjungan nifas
minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu kunjungan nifas pertama pada
masa 6 jam sampai dengan 3 hari setelah persalinan, kunjungan nifas kedua dalam
waktu hari ke-4 sampai dengan hari ke 28 setelah persalinan dan kunjungan nifas
ketiga dalam waktu hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 setelah persalinan
(Kemenkes 2010).
Pada pelayanan nifas terdapat 5 kegiatan, berikut ini penjelasan dari
kegiatan-kegiatan yang terdapat di pelayanan nifas yaitu, terdapat 27 (73,0%)
responden yang menyatakan melakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi,
respirasi dan suhu, responden yang tidak melakukan pemeriksaan tekanan darah,
nadi, respirasi dan suhu karena responden menganggap bahwa hal tersebut tidak
penting dilakukan dan juga karena tidak tersedianya alat. Terdapat 33 (89,2%)
responden yang menyatakan melakukan pemeriksaan tinggi fundus uteri,
responden yang tidak melakukan melakukan pemeriksaan tinggi fundus uteri
karena proses persalinan berjalan tanpa adanya masalah.
Terdapat 31 (83,8%) responden yang menyatakan bahwa responden
melakukan pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif, responden yang
sudah mengetahui ASI ekslusif. Terdapat 28 (75,7%) responden yang menyatakan
memberikan kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak 2 kali, responden yang tidak
memberikan kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak 2 kali karena menganggap
hal tersebut tidak diperlukan, tetapi ada responden kadang memberikan kapsul
Vitamin A 200.000 IU sebanyak 2 kali karena hal tersebut memang dibutuhkan
oleh pasien. Dan terdapat 20 (54,1%) responden yang menyatakan bahwa
melakukan pelayanan KB pasca salin, responden yang tidak melakukan pelayanan
KB pasca salin karena tidak ada permintaan dari pasien.
3. Deteksi Dini Faktor Resiko dan Komplikasi Kebidanan
Kegiatan pokok ketiga yaitu deteksi dini faktor resiko dan komplikasi
kebidanan, yang terdapat 2 kegiatan, berikut ini penjelasan dari kegiatan yang
terdapat di deteksi dini faktor resiko dan komplikasi kebidanan yaitu terdapat 29
(78,4%) responden yang menyatakan bahwa melakukan rujukan ibu hamil apabila
partus lama (kala pertama atau persalinan aktif berlangsung lebih dari 12 jam).
responden yang tidak melakukan rujukan karena tidak ada faktor resiko dan
komplikasi kebidanan dari pasien yang pernah ditangani.
Terdapat 10 (27,0%) responden yang menyatakan memberikan cairan
glukosa 5% sebanyak 30 tetes setiap menit apabila ibu inertia uteri, responden
yang tidak melakukan pemberian cairan glukosa 5% karena pasien yang ditangani
sehat-sehat saja. Deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang
adanya faktor risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini
mungkin merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan
mendapat penanganan yang adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan (Kemenkes
2010).
4. Pelayanan KB
Pada pelayanan KB berkualitas terdapat 4 kegiatan, berikut ini penjelasan
dari kegiatan yang terdapat di pelayanan KB berkualitas yaitu, terdapat 28
(75,7%) responden yang menyatakan selalu melakukan konseling terhadap ibu
hamil mengenai KB pasca salin, responden yang tidak melakukan konseling
terhadap ibu hamil mengenai KB pasca salin karena tidak ada permintaan dari
pasien. Terdapat 30 (81,1%) responden yang memberikan penjelasan tentang
jenis-jenis KB dan efek sampingnya, responden yang tidak melakukan pemberian
penjelasan tentang jenis-jenis KB dan efek sampingnya karena menganggap hal
tersebut tidak perlu dilakukan dan menunggu pasien bertanya untuk penjelasan
jenis-jenis KB.
Terdapat 30 (81,1%) responden yang menyatakan memberikan
kesempatan kepada calon akseptor untuk memilih KB yang diinginkannya,
responden yang tidak memberikan kesempatan kepada calon akseptor untuk
memilih KB yang diinginkan karena belum lengkap semua jenis-jenis KB yang
ada sehinnga percuma untuk menanyakannya. Terdapat 29 (78,4%) responden
menyatakan memberikan pelayanan KB sesuai jenis kontrasepsi yang diinginkan
akseptor KB. responden yang tidak memberikan pelayanan KB sesuai jenis
kontrasepsi yang diinginkan akseptor KB karena belum lengkap semua jenis-jenis
5. Pelayanan Kesehatan Bayi
Pada pelayanan kesehatan bayi terdapat 5 kegiatan, berikut ini penjelasan
dari kegiatan-kegiatan yang terdapat di pelayanan kesehatan bayi yaitu, terdapat
27 (73,0%) responden yang menyatakan melakukan imunisasi dasar lengkap,
responden yang menyatakan tidak melakukan imunisasi dasar lengkap karena
pasien melakukan imunisasi di posyandu yang terdapat di desa lain. Terdapat 29
(78,4%) responden yang menyatakan melakukan stimulasi deteksi intervensi dini
tumbuh kembang bayi, responden yang tidak melakukan stimulasi deteksi dini
tumbuh kembang bayi karena Ibu bayi tidak membawa bayinya mengunjungi
posyandu.
Terdapat 31 (83,8%) responden yang menyatakan memberikan Vitamin A
100.000 IU, responden yang tidak memberikan Vitamin A 100.000 IU karena
responden menganggap bahwa pasien tidak membutuhkan hal tersebut. Terdapat
26 (70,3%) responden yang menyatakan selalu melakukan konseling ASI
eksklusif, responden yang tidak melakukan konseling ASI eksklusif karena
responden memberikan susu formula. Dan terdapat 30 (81,1%) responden yang
menyatakan melakukan penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan, responden
yang tidak melakukan penanganan dan rujukan kasus karena menganggap hal
tersebut tidak diperlukan.
Hal tersebut tidak sesuai dengan tujuan yang terdapat pada pelayanan
kesehatan bayi, dimana pelayanan kesehatan bayi diberikan oleh tenaga kesehatan
sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat
mendapatkan pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi serta peningkatan kualitas hidup
bayi dengan stimulasi tumbuh kembang (Kemenkes 2010).
6. Pelayanan Kesehatan Balita
Pada pelayanan kesehatan anak balita terdapat 4 kegiatan, berikut ini
penjelasan dari kegiatan-kegiatan yang terdapat di pelayanan kesehatan anak
balita yaitu, terdapat 29 (278,4%) responden yang menyatakan melakukan
pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam
buku KIA/KMS, responden yang tidak melakukan pelayanan pemantauan
pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam buku KIA/KMS karena
Ibu yang memiliki balita sudah jarang untuk mau berkunjung ke posyandu.
Terdapat 30 (81,1%) responden yang menyatakan melakukan pemberian vitamin
A dosis tinggi (200.000) IU 2 kali setahun, responden yang tidak memberikan
vitamin A dosis tinggi (200.000) IU 2 kali setahun karena menganggap hal tersbut
tidak perlu dilakukan. Terdapat 29 (78,4%) responden yang menyatakan
melakukan pemeriksaan kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap Ibu
anak balita, responden yang tidak memeriksa kepemilikan dan pemanfaatan buku
KIA oleh setiap anak balita karena Ibu yang memiliki balita sudah jarang datang
berkunjung ke posyandu.
Dan terdapat 23 (62,2%) responden yang menyatakan bahwa selalu
sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS karena responden merasa
terlalu lama dengan metode MTBS. Penjelasan diatas tidak sesuai dengan tujuan
dari pelayanan kesehatan anak balita dimana lima tahun pertama masa kehidupan,
pertumbuhan mental dan intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa
keemasan dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara
serta pertumbuhan mental intelektual. Upaya deteksi dini pada anak balita sangat
penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin atau mencegah gangguan ke arah
yang lebih berat (Kemenkes 2010).