• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja BPR

Dalam dokumen LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN (LPIP) (Halaman 36-40)

A. Overview Profil Industri Perbankan Nasional

3. Kinerja BPR

Perkembangan industri BPR secara nasional pada triwulan II-2015 masih menunjukkan kinerja yang cukup baik, terlihat dari peningkatan total aset BPR sebesar Rp2,4 triliun (2,66%, qtq) dari triwulan sebelumnya sebesar Rp91,6 triliun menjadi sebesar Rp94 triliun. Peningkatan tersebut terutama berasal dari peningkatan kredit sebesar 4,74% (qtq), diikuti dengan peningkatan DPK sebesar 1,67% (qtq).

3.1 Permodalan

Kondisi permodalan BPR masih terjaga baik, tercermin dari CAR yang mencapai 20,75% meskipun terjadi penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 22,32%. Dari 1.644 BPR, sebagian besar telah memiliki CAR sesuai ketentuan yang berlaku (sebesar 8%), namun masih terdapat 29 BPR yang memiliki CAR dibawah persyaratan minimum 8% dengan rata-rata CAR -4,80%.

Sementara itu, jumlah BPR yang memiliki CAR dibawah persyaratan minimum meningkat, yaitu dari 28 BPR pada triwulan sebelumnya menjadi 29 BPR.

Tabel A.3.1.1

BPR Dengan CAR Dibawah Threshold Jumlah

Bank CAR *) Jumlah Bank CAR *) Jumlah CAR

28 0,54 29 -4,80 1 -5,35

qtq

*) Rata-rata CAR dari jumlah BPR yang CAR-nya di bawah 8%

TW II

2015

TW I

Sumber: OJK

3.2 Dana Pihak Ketiga

Pertumbuhan DPK yang merupakan sumber dana utama BPR, pada triwulan II-2015 secara umum mengalami peningkatan sebesar 1,67% (qtq), yaitu dari Rp60,5 triliun menjadi Rp61,6 triliun. Peningkatan tersebut terutama bersumber dari peningkatan deposito sebesar 3,91% (qtq), yaitu dari sebelumnya Rp41,8 triliun menjadi Rp43,5 triliun. Sementara tabungan mengalami penurunan sebesar 3,35% (qtq), yaitu dari sebelumnya Rp18,7 triliun menjadi sebesar Rp18,1 triliun.

Komposisi sumber dana BPR didominasi oleh DPK (78,4%), diikuti dengan pinjaman yang diterima (17,59%), antar bank passiva (3,14%), dan kewajiban segera (0,87%). Dari total DPK tersebut, sebesar 70,65% disumbang oleh deposito (meningkat dari triwulan

3. Kinerja BPR

Perkembangan industri BPR secara nasional pada triwulan II-2015 masih menunjukkan kinerja yang cukup baik, terlihat dari peningkatan total aset BPR sebesar Rp2,4 triliun (2,66%, qtq) dari triwulan sebelumnya sebesar Rp91,6 triliun menjadi sebesar Rp94 triliun. Peningkatan tersebut terutama berasal dari peningkatan kredit sebesar 4,74% (qtq), diikuti dengan peningkatan DPK sebesar 1,67% (qtq).

3.1 Permodalan

Kondisi permodalan BPR masih terjaga baik, tercermin dari CAR yang mencapai 20,75% meskipun terjadi penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 22,32%. Dari 1.644 BPR, sebagian besar telah memiliki CAR sesuai ketentuan yang berlaku (sebesar 8%), namun masih terdapat 29 BPR yang memiliki CAR dibawah persyaratan minimum 8% dengan rata-rata CAR -4,80%.

Sementara itu, jumlah BPR yang memiliki CAR dibawah persyaratan minimum meningkat, yaitu dari 28 BPR pada triwulan sebelumnya menjadi 29 BPR.

Tabel A.3.1.1

BPR Dengan CAR Dibawah Threshold Jumlah

Bank CAR *) Jumlah Bank CAR *) Jumlah CAR

28 0,54 29 -4,80 1 -5,35

qtq

*) Rata-rata CAR dari jumlah BPR yang CAR-nya di bawah 8%

TW II

2015

TW I

Sumber: OJK

3.2 Dana Pihak Ketiga

Pertumbuhan DPK yang merupakan sumber dana utama BPR, pada triwulan II-2015 secara umum mengalami peningkatan sebesar 1,67% (qtq), yaitu dari Rp60,5 triliun menjadi Rp61,6 triliun. Peningkatan tersebut terutama bersumber dari peningkatan deposito sebesar 3,91% (qtq), yaitu dari sebelumnya Rp41,8 triliun menjadi Rp43,5 triliun. Sementara tabungan mengalami penurunan sebesar 3,35% (qtq), yaitu dari sebelumnya Rp18,7 triliun menjadi sebesar Rp18,1 triliun.

Komposisi sumber dana BPR didominasi oleh DPK (78,4%), diikuti dengan pinjaman yang diterima (17,59%), antar bank passiva (3,14%), dan kewajiban segera (0,87%). Dari total DPK tersebut, sebesar 70,65% disumbang oleh deposito (meningkat dari triwulan

sebelumnya 69,13%) dan 29,35% oleh tabungan (menurun dari triwulan sebelumnya 30,87%).

Penyebaran DPK masih terkonsentrasi di pulau Jawa (61,16%), diikuti oleh pulau Sumatera (19,58%), Bali-NTB-NTT (11,78%), Sulampua (5%), dan pulau Kalimantan (2,47%). Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, penyebaran DPK di Pulau Jawa mengalami sedikit penurunan (sebelumnya 61,58%), dan terdapat sedikit peningkatan penyebaran di Sumatera, Bali-NTB-NTT, Sulampua, dan Kalimantan dari porsi triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 19,52%; 11,68%; 4,81%; dan 2,41%.

Tabel A.3.2.1

Penyebaran DPK (dalam Rp. miliar) Wilayah Total DPK Porsi (%)

Pulau Sumatera 12.049 19,58% Pulau Jawa 37.647 61,16% Pulau Kalimantan 1.523 2,47% Bali-NTB-NTT 7.252 11,78% Sulampua 3.080 5,00% Jumlah 61.550 100%

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2015

3.3 Kredit

Fungsi intermediasi BPR selama triwulan II-2015 berjalan cukup baik. Hal ini tercermin dari kredit BPR yang tumbuh 2,84% (qtq) dari Rp70,4 triliun menjadi sebesar Rp72,4 triliun. Penyaluran kredit tersebut, 48,3% disalurkan untuk Kredit Konsumsi (KK), 45,4% untuk Kredit Modal Kerja (KMK), dan 6,3% untuk Kredit Investasi (KI). Kredit Investasi walaupun secara porsi terendah dibandingkan KK dan KMK, namun mengalami peningkatan terbesar dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu meningkat sebesar 5,44% atau dari Rp4,4 miliar menjadi Rp4,6 miliar. Adapun peningkatan KK dan KMK masing-masing sebesar 4,74% (dari Rp34 miliar menjadi Rp35,6 miliar) dan 4,65% (dari Rp 32 miliar menjadi Rp33,5 miliar (Grafik A.3.3.1).

Grafik A.3.3.1

Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan

Berdasarkan sektor ekonomi, kredit BPR sebagian besar disalurkan kepada sektor bukan lapangan usaha lainnya sebesar 44,09%, diikuti penyaluran pada perdagangan besar dan eceran (26,1%), dan pada sektor pertanian, perburuhan, dan kehutanan (6,38%).

Tabel A.3.3.1

Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi

TW I '15 TW II '15 TW I '15 TW II '15

Pertanian, Perburuhan, dan Kehutanan 4.470 4.707 6,35% 6,38%

Perikanan 217 217 0,31% 0,29%

Pertambangan dan Penggalian 138 142 0,20% 0,19% Industri Pengolahan 907 944 1,29% 1,28% Listrik, Gas dan Air 54 57 0,08% 0,08%

Konstruksi 1.470 1.596 2,09% 2,16%

Perdagangan Besar dan Eceran 18.307 19.229 26,00% 26,07% Penyediaan Akomodasi dan Penyedian

Makan Minum 500 536 0,71% 0,73%

Transportasi, Pergudangan dan

Komunikasi 1.373 1.394 1,95% 1,89%

Perantara Keuangan 93 107 0,13% 0,15% Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa

Perusahaan 1.453 1.622 2,06% 2,20%

Administrasi Pemerintahan, Pertanahan

Dan Jaminan Sosial Wajib 94 103 0,13% 0,14% Jasa Pendidikan 164 178 0,23% 0,24% Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 143 157 0,20% 0,21% Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya,

Hiburan dan Perorangan Lainnya

3.062

2.945 4,35% 3,99% Jasa Perorangan yang Melayani Rumah

Tangga 895 918 1,27% 1,24%

Kegiatan Usaha yang Belum Jelas

Batasannya 3.069 3.283 4,36% 4,45%

Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga 2.779 3.096 3,95% 4,20% Bukan Lapangan Usaha - Lainnya 31.221 32.517 44,34% 44,09%

TOTAL 70.409 73.749 100% 100%

Sektor Ekonomi Nilai Porsi

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2015

Menurut lokasi, kredit BPR banyak disalurkan di wilayah Jawa sebesar 58% dan wilayah Sumatera sebesar 20,2%. Dilihat berdasarkan provinsinya, Jawa Tengah merupakan lokasi penyaluran kredit BPR terbesar (22,3%), diikuti Jawa Barat (15,5%), Jawa Timur (11,5%), Bali (10,5%), dan Lampung (9,4%).

Berdasarkan sektor ekonomi, kredit BPR sebagian besar disalurkan kepada sektor bukan lapangan usaha lainnya sebesar 44,09%, diikuti penyaluran pada perdagangan besar dan eceran (26,1%), dan pada sektor pertanian, perburuhan, dan kehutanan (6,38%).

Tabel A.3.3.1

Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi

TW I '15 TW II '15 TW I '15 TW II '15

Pertanian, Perburuhan, dan Kehutanan 4.470 4.707 6,35% 6,38%

Perikanan 217 217 0,31% 0,29%

Pertambangan dan Penggalian 138 142 0,20% 0,19% Industri Pengolahan 907 944 1,29% 1,28% Listrik, Gas dan Air 54 57 0,08% 0,08%

Konstruksi 1.470 1.596 2,09% 2,16%

Perdagangan Besar dan Eceran 18.307 19.229 26,00% 26,07% Penyediaan Akomodasi dan Penyedian

Makan Minum 500 536 0,71% 0,73%

Transportasi, Pergudangan dan

Komunikasi 1.373 1.394 1,95% 1,89%

Perantara Keuangan 93 107 0,13% 0,15% Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa

Perusahaan 1.453 1.622 2,06% 2,20%

Administrasi Pemerintahan, Pertanahan

Dan Jaminan Sosial Wajib 94 103 0,13% 0,14% Jasa Pendidikan 164 178 0,23% 0,24% Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 143 157 0,20% 0,21% Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya,

Hiburan dan Perorangan Lainnya

3.062

2.945 4,35% 3,99% Jasa Perorangan yang Melayani Rumah

Tangga 895 918 1,27% 1,24%

Kegiatan Usaha yang Belum Jelas

Batasannya 3.069 3.283 4,36% 4,45%

Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga 2.779 3.096 3,95% 4,20% Bukan Lapangan Usaha - Lainnya 31.221 32.517 44,34% 44,09%

TOTAL 70.409 73.749 100% 100%

Sektor Ekonomi Nilai Porsi

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2015

Menurut lokasi, kredit BPR banyak disalurkan di wilayah Jawa sebesar 58% dan wilayah Sumatera sebesar 20,2%. Dilihat berdasarkan provinsinya, Jawa Tengah merupakan lokasi penyaluran kredit BPR terbesar (22,3%), diikuti Jawa Barat (15,5%), Jawa Timur (11,5%), Bali (10,5%), dan Lampung (9,4%).

Grafik A.3.3.2

Kredit BPR Berdasarkan Lokasi Penyaluran

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2015

3.4 Likuiditas

Likuiditas BPR pada triwulan II-2015 menunjukkan kondisi yang cukup baik tercermin dari

Cash Ratio (CR)15 sebesar 13,77% meskipun turun dari 15,53% pada triwulan sebelumnya. Penurunan cash ratio tersebut disebabkan oleh peningkatan kredit yang tercermin dari LDR yang meningkat menjadi 81,34% dari triwulan sebelumnya 80,26%.

3.5 Rentabilitas

Rentabilitas BPR selama periode triwulan II–2015 mengalami penurunan, tercermin dari menurunnya ROA menjadi 2,90% dari triwulan sebelumnya sebesar 3,01%. Penurunan ini dikarenakan meningkatnya BPR dengan ROA negatif sebagai dampak pelemahan ekonomi pada triwulan II-2015.

Dari 1.644 BPR, pada triwulan II-2015 terdapat 301 BPR yang memiliki ROA rata-rata sebesar -8,49%. Jumlah BPR yang memiliki ROA negatif meningkat menjadi 301 BPR dibandingkan jumlah pada triwulan sebelumnya yaitu 264 BPR.

15 Cash Ratio adalah perbandingan antara alat likuid terhadap hutang lancar sebagaimana diatur dalam

ketentuan Bank Indonesia tentang Tatacara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat dan perubahannya

. (

PBI No.3/5/PBI/2001 tentang Penetapan Status BPR dalam Pengawasan Khusus dan Pembekuan Kegiatan Usaha)

Tabel A.3.5.1 BPR dengan ROA Negatif Jumlah

Bank ROA **) Jumlah Bank ROA **) Jumlah ROA

264 -8,37 301 -8,49 37 -0,12

**) Rata-rata ROA dari jumlah BPR yang ROA-nya negatif (-) qtq TW I TW II 2015 Sumber: OJK Tabel A.3.5.2 Indikator Umum BPR TW I '15 TW II '15

Total Aset (Rp milyar) 91.550 93.987 2,66%

Kredit (Rp milyar) 70.409 73.749 4,74%

Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 60.540 61.550 1,67%

- Tabungan (Rp milyar) 18.691 18.064 -3,35% - Deposito (Rp milyar) 41.849 43.486 3,91% NPL Gross (%) 5,46 5,70 0,24 NPL Net (%) 3,42 3,56 0,54 ROA (%) 3,01 2,90 (0,11) LDR (%) 80,26 82,60 2,34 CR (%) 15,53 13,77 (1,76) KAP (%) 3,65 3,90 0,25 ROE (%) 27,59 26,50 (1,09) BOPO (%) 81,55 82,05 0,50 CAR (%) 22,32 20,75 (1,57) Rasio Posisi qtq

Ket: menunjukkan peningkatan pertumbuhan menunjukkan penurunan pertumbuhan

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2015

Dalam dokumen LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN (LPIP) (Halaman 36-40)