• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

3.2. Kinerja Fiskal Daerah

3.2.1. Penerimaan Fiskal Daerah

Sumber-sumber penerimaan fiskal daerah terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD), dana bagi hasil pajak dan bukan pajak, transfer dari pemerintah pusat, dan penerimaan lain yang sah berdasarkan undang-undang. PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang berasal dari sumber-sumber daerah itu sendiri. Adapun yang termasuk dalam PAD adalah pajak-pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba dari badan usaha milik daerah, dan jenis pendapatan lainnya yang sah. Sedangkan transfer pusat berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan total bagi hasil (BPS, 2003 ; Citraumbara, 2004). Total penerimaan daerah ini menggambarkan ketersediaan fiskal daerah atau

Fiscal Available, sedangkan kemampuan fiskal atau kapasitas fiskal (Fiscal

Capacity) menggambarkan kemampuan keuangan daerah yang bersumber dari

pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang yang berlaku dan dapat dipaksakan kepada subyek pajak yang tidak ada balas jasa langsung yang dirasakan oleh penggunanya. Contohnya adalah pajak penghasilan, pajak yang diterima pemerintah ini kita tidak tahu apakah akan digunakan untuk membayar gaji pegawai, untuk membayar hutang, atau belanja rutin. Sedangkan Retribusi adalah pungutan pemerintah karena pembayar menerima jasa langsung dari pemerintah, misalnya retribusi parkir, jasa PLN, PAM, dsb (Mangkusubroto,1991).

Secara teoritis, besaran pajak merupakan fungsi dari suatu perekonomian. Besaran pajak atau retribusi daerah dirumuskan sebagai.

T = f (Y) ; ΔT/ΔY > 0 (7)

Keterangan :

T = pajak atau retribusi daerah

Y = PDRB.

Makin beragam aktivitas ekonomi suatu daerah makin banyak objek pajak dan retribusi yang bisa dipungut. Makin tinggi nilai suatu objek pajak makin besar jumlah pajak yang dapat dipungut. Jenis pajak daerah misalnya pajak hotel dan restauran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak listrik, dan lain-lain. Sedangkan retribusi misalnya retribusi pelayanan kesehatan, pengurusan akte, retribusi pasar, dan lain-lain. Jadi baik pajak maupun retribusi dan jenis penerimaan daerah lainnya berkaitan dengan tingkat perekonomian suatu daerah.

Bahl (2000) di Cina dan Rao (2000) di India telah melakukan studi regresi linier hubungan antara penerimaan pemerintah daerah dengan pendapatan per

hubungan yang signifikan.

Selain pajak dan retribusi daerah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB ) juga merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang penting. Nilai keduanya ditentukan pula oleh aktivitas perekonomian daerah. Pada prinsipnya, PBB dan BPHTB

merupakan objek pajak yang terikat dengan lokasi (immobile tax bases) sehingga

seharusnya diserahkan kepada pemerintah daerah (Gandhi, 1995). Pemungutan pajak tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah selanjutnya dibagihasilkan dengan pemerintah pusat, bagian daerah penghasil ditentukan berdasarkan prosentase tertentu yang dikenal dengan Dana Bagi Hasil Pajak (BPH).

Selain pajak, terdapat penerimaan daerah berupa Bagi Hasil Sumber Daya Alam (BHSDA). Besarnya penerimaan dari hasil sumber daya alam ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya alam yang dibagi hasilkan. Pemerintah pusat dapat mengatur sedemikian sehingga penggunaan hasil sumberdaya alam dapat secara merata melalui mekanisme transfer. Hasil penerimaan yang bersumber dari sumberdaya alam merupakan penerimaan pemerintah pusat dan dibagihasilkan dengan persentase (porsi) tertentu. Bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi, kabupaten, dan desa terdiri dari bantuan blok dan bantuan khusus. Bantuan blok, terdiri dari bantuan pengembangan Provinsi (Inpres Dati I), bantuan pengembangan Kabupaten (Inpres Dati II), bantuan pengembangan Desa (Inpres desa), Inpres Desa tertinggal (IDT). Bantuan khusus terdiri enam tipe, yaitu subsidi daerah otonom (SDO) untuk dana rutin, bantuan pengembangan jalan kota

Citraumbara, 2004).

Sejak tahun 2001, formulasi bantuan pemerintah pusat diubah menjadi DAU dan DAK. DAU dinyatakan sebagai bantuan pemerintah pusat untuk mengatasi kesenjangan fiskal yang terjadi akibat perbedaan potensi daerah. DAU dapat digunakan untuk membiayai baik belanja rutin maupun belanja pembangunan. Jadi DAU berpengaruh pada total penerimaan keuangan daerah.

Jumlah alokasi bantuan pemerintah baik dalam bentuk Inpres dan SDO maupun dalam formula baru DAU dan DAK berdasarkan pertimbangan tertentu. Shah (2000), merinci faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk mengalokasikan Inpres dan SDO yaitu jumlah penduduk, jumlah gaji pegawai negeri, kondisi prasarana, jumlah usia sekolah, kebutuhan obat-obatan, desa tertinggal dan penduduk miskin. Sedangkan bentuk bantuan dalam formula baru lebih tegas karena dinyatakan dalam undang-undang. Besaran DAU ini ditentukan

oleh pemerintah pusat dengan pertimbangan kebutuhan fiskal daerah (fiscal need)

dan kemampun fiskal daerah (fiscal capacity). Kebutuhan fiskal daerah dihitung

berdasarkan indikator seperti indeks jumlah penduduk, luas daerah, indeks harga bangunan, dan indeks kemiskinan. Sedangkan kemampuan atau potensi fiskal daerah dihitung berdasarkan indeks industri, indeks sumberdaya alam, dan indeks sumberdaya manusia (SETNEG, 1999 ; BPS, 2003 ; Citraumbara, 2004).

Secara empirik Hirawan (1993) menguji keterkaitan antara Inpres dengan variabel seperti jumlah penduduk, luas wilayah, PDRB per kapita, dan PAD per kapita. Dari variabel-variabel tersebut, jumlah penduduk memiliki pengaruh yang

memiliki korelasi negatif tetapi keduanya tidak signifikan.

3.2.2. Pengeluaran Fiskal Daerah

Pengeluaran fiskal daerah menggambarkan besarnya kebutuhan fiskal

daerah (Fiscal need) untuk membiayai seluruh kebutuhan daerahnya baik

kebutuhan rutin maupun pembangunan. Selisih antara kapasitas fiskal daerah

(fiscal capacity) dan kebutuhan fiskal (fiscal need) menunjukkan besarnya

kesenjangan fiskal daerah (Fiscal Gap), semakin besar nilai negatif dari

kesenjangan fiskal menunjukkan kesenjangan fiskal daerah yang semakin senjang.

Dalam teori ekonomi, pengeluaran pemerintah atau goverment expenditure

(G) merupakan semua pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah

pusat dan daerah. Variabel G adalah variabel eksogen di mana besaran nilainya

tergantung pada strategi yang dianut pemerintah daerah dalam menjalankan kebijakan fiskalnya. Jenis pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran rutin, pengeluaran pembanganan, dan tabungan pemerintah. Pengeluaran pemerintah rutin terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, dan subsidi yang semuanya berdampak langsung terhadap perekonomian. Peningkatan pengeluaran rutin akan meningkatkan pendapatan pegawai, selanjutnya berdampak pada permintaan agregat dan akhirnya meningkatkan output total secara nasional (Sukirno, 2000).

Di sisi pengeluran daerah, struktur pengeluaran daerah dikelompokkan ke dalam pengeluaran untuk belanja rutin dan pengeluaran untuk belanja pembangunan. Belanja rutin merupakan pengeluaran untuk membiayai kegiatan pemerintah daerah yang bersifat administrasi dan pelayanan pemerintah umum.

pembangunan. Besar dan kecilnya belanja rutin ataupun belanja pembangunan dalam periode tertentu tergantung banyak faktor, yang penting di antaranya adalah jumlah pajak yang akan diterima, tujuan-tujuan kegiatan ekonomi jangka pendek, dan pertimbangan politik dan keamanan (BPS, 2003 ; Citraumbara, 2004; Sukirno, 1994).

Berbagai kajian merumuskan bahwa besarnya belanja rutin tergantung dari jumlah penduduk, total pengeluaran pemerintah, jumlah pendapatan. Sedangkan belanja pembangunan terutama tergantung pada jumlah penerimaan pemerintah (Azis, 1984 ; Hanani, 2000; Brodjonegoro, 2000). Hanani (2000) mengidentifikasi bahwa besaran belanja rutin pemerintah tergantung pada jumlah penduduk dan total pengeluaran pemerintah, dan belanja pembangunan yang dinyatakan sebagai sisa dari pengeluaran untuk belanja rutin termasuk untuk cicilan hutang pemerintah. Sedangkan Brodjonegoro (2000) menyatakan bahwa pengeluaran rutin dipengaruhi oleh produksi (PDRB) dan pengeluran rutin tahun sebelumnya, dan pengeluaran untuk pembangunan dinyatakan sebagai fungsi dari total penerimaan daerah.

Dokumen terkait