• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.5 Kerangka Teori

1.5.2 Kinerja Karyawan

1.5.2.1. Pengertian Kinerja Karyawan

Batasan mengenai kinerja bisa dilihat dari berbagai sudut pandang tergantung pada tujuan masing-masing organisasi (misalnya untuk profit atau untuk costumer satisfaction) juga tergantung pada bentuk organisasi itu sendiri (misalnya organisasi publik, organisasi swasta, organisasi swasta atau organisasi sosial). Berbagai ungkapan seperti output, efisiensi, dan efektivitas mempunyai hubungan dengan kinerja.

Secara umum, pengertian kinerja dikemukakan dengan menunjukkan kepada rasio output terhadap input. Ada yang melihat kinerja (performance) dengan

memberikan penekanan pada nilai efisiensi. Efisiensi diukur sebagai rasio output terhadap input. Dengan kata lain, pengkuran efisiensi menghendaki penentuan outcome dan penentuan jumlah sumber daya yang dipakai untuk menghasilkan outcome tersebut.

Prawiro Suntoro (dalam Tika, 2006: 121) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu.

Malayu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

Kinerja didefenisikan sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu (Tika, 2006: 121).

Fungsi pekerjaan atau kegiatan yang dimaksudkan di sini adalah pelaksanaan hasil pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya dalam suatu organisasi. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil pekerjaan/prestasi kerja seseorang atau kelompok terdiri dari faktor intern dan ekstern. Faktor intern yang mempengaruhi kinerja karyawan/kelompok terdiri dari kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi, motivasi, persepsi peran, kondisi keluarga, kondisi fisik seseorang dan karakteristik kelompok kerja, dan sebagainya. Sedangkan pengaruh faktor eksternal antara lain berupa

peraturan ketenagakerjaan, keinginan pelanggan, pesaing, nilai-nilai sosial, serikat buruh, kondisi ekonomi, perubahan lokasi kerja, dan kondisi pasar.

Anwar Prabu Mangkunegara (2000:67), mengemukakan pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikanya.

1.5.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu kemampuan mereka, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan hubungan mereka dengan organisasi.

Berdasarkaan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.

Menurut Mangkunegara (2001: 60) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain faktor kemampuan secara psikologis dan faktor motivasi. Kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap

mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal.

David C. Mc Cleland (dikutip Mangkunegara, 2001: 68), berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Mc. Clelland juga mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : memiliki tanggung jawab yang tinggi, berani mengambil resiko, memiliki tujuan yang realistis, memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan, memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan dan mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan.

1.5.2.3. Pengukuran Kinerja Karyawan

Bernandin & Russell (1993:135) mengemukakan ukuran-ukuran dari Kinerja karyawan yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes dalam bukunya Human Resource Managemen yaitu sebagai berikut :

1. Quantity of work yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.

2. Quality of work yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapanya.

3. Job Knowledge yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

4. Creativeness yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

5. Cooperation yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesama anggota organisasi

6. Dependability yaitu kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.

7. Initiative yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.

8. Personal Qualities yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.

Sedangkan Agus Dharma dalam bukunya Manajemen Supervisi (2003: 355) mengatakan hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan beberapa hal. Pertama kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan. Kedua kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran tingkat kepuasan, yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran. Ketiga ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan.

Menurut Hasibuan (2002: 56) kinerja dapat dikatakan baik atau dapat dinilai dari beberapa hal, antara lain:

1. kesetiaan, 2. prestasi kerja, 3. kedisiplinan, 4. kreativitas, 5. kerja sama, 6. kecakapan,

7. Tanggung jawab, dan 8. Efektivitas dan efisiensi.

Kesetiaan karyawan dapat dilihat dari tekad dan kesanggupan menaati, melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan

tanggung jawab. Sehingga menghasilkan prestasi kerja yang maksimal. Prestasi kerja merupakan kinerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.

Kinerja karyawan juga dinilai berdasarkan kedisiplinannya dalam menjalankan tugasnya sebagai karyawan yaitu kesadaran dan kesediaan seorang karyawan untuk menghormati, menghargai, mematuhi, dan menaati peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya.

Selain itu kreativitas karyawan juga perlu dibangun. Kreativitas ini berupa kemampuan pengetahuan yang dimiliki karyawan dan juga kemampuan untuk mengemukakan atau menciptakan suatu program kerja baru dalam menghadapi tantangan-tantangan kerja, baik secara individu maupun dalam tim. Sehingga karyawan juga ditutut untuk mempunyai kemampuan bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Pekerjaan yang dilakukan karyawan harus berjalan secara efektif dan efisien agar dapat meningkatkan kinerjanya, dan yang terpenting dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya karyawan tersebut mempunyai kesanggupan untuk menyelesaikan dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani memikul resiko atas keputusan yang telah diambilnya atau tindakan yang telah dilakukan.

Seorang karyawan dapat dikelompokkan kedalam tingkatan kinerja tertentu dengan melihat aspek-aspeknya, seperti tingkat efektivitas, efisiensi, keamanan dan kepuasan pelanggan yang dilayani. Tingkat efektivitas dapat dilihat dari sejauh mana

seorang karyawan dapat memanfaatkan sumber-sumber daya untuk melaksanakan tugas-tugas yang sudah direncanakan, serta cakupan sasaran yang bisa dilayani. Tingkat efesiensi mengukur seberapa tingkat penggunaan sumber-sumber daya secara maksimal dalam pelaksanaan pekerjaan. Sekaligus pula dapat diukur besarnya sumber-sumber daya yang terbuang, semakin besar sumber daya yang terbuang, menunjukkan semakin rendahnya tingkat efisiensinya.

Unsur keamanan-kenyamanan dalam pelaksanaan pekerjaan, mengandung dua aspek, baik dari aspek keamanan-kenyamanan bagi karyawan maupun bagi pihak yang dilayani. Dalam hal ini, penilaian aspek keamanan-kenyamanan menunjuk pada keberadaan dan kepatuhan pada standar pelayanan maupun prosedur kerja. Adanya standar pelayanan maupun prosedur kerja yang dijadikan pedoman kerja dapat menjamin seorang karyawan bekerja secara sistematis, terkontrol dan bebas dari rasa ‘was-was’ akan komplain. Sementara itu, pihak yang dilayani mengetahui dan memperoleh ‘paket’ pelayanan secara utuh.

Mengingat fungsi ideal dari pelaksanaan tugas karyawan dalam unit kerja adalah fungsi pelayanan, maka unsur penting dalam penilaian kinerja karyawan adalah kepuasan pelanggan atau pihak yang dilayani. Mengukur kepuasan pelanggan adalah satu hal yang cukup pelik, sehingga tidak jarang unsur ini sering kali diabaikan dan jarang dilakukan. Disebut pelik, karena pengukuran kepuasan pelanggan harus memperhatikan validitas pengukuran, sehingga harus memperhatikan metode dan instrument yang tepat. Dalam pelaksanaan pekerjaan yang bersifat profit-oriented, kepuasan pelanggan seringkali dihubungkan dengan tingkat keuntungan financial yang diperoleh. Dalam pelaksanaan pekerjaan yang social-oriented, kepuasan

pelanggan banyak dihubungkan dengan tingkat kunjungan ulang pelanggan. Meskipun kenyataannya tidak selalu demikian karena pelayanan yang sifatnya monopolistik dapat meningkatkan keterpaksaan pelanggan untuk datang dan minta dilayani. Mereka tidak memiliki pilihan.

Dokumen terkait